Ibadah haji, sebagai rukun Islam kelima, memiliki makna mendalam bagi umat Muslim di seluruh dunia, termasuk Indonesia yang memiliki populasi Muslim terbesar. Penyelenggaraan haji di Indonesia tidak sekadar urusan ritual keagamaan, melainkan sebuah cerminan langsung dari dinamika politik, ekonomi, dan sosial bangsa dari waktu ke waktu. Tulisan ini bertujuan untuk mengulas secara komprehensif evolusi manajemen ibadah haji, mulai dari era kolonial hingga tantangan kontemporer, dengan menganalisis perubahan kebijakan, struktur kelembagaan, mekanisme finansial, dan penerapan teknologi. Dengan memahami perjalanan historis ini, dapat ditarik pelajaran penting bagi para pembuat kebijakan dan masyarakat untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan haji di masa depan.
Era Kolonial: Antara Kontrol Politik dan Birokrasi yang Menindas
Pada awalnya, perjalanan haji dari Nusantara dilakukan secara mandiri oleh para individu atau kelompok, seperti pedagang, delegasi sultan, dan penuntut ilmu. Hal ini menunjukkan bahwa ibadah haji pada mulanya merupakan inisiatif personal dan komunal, bukan urusan negara. Namun, kondisi ini berubah secara drastis di bawah kekuasaan kolonial Belanda.
Pemerintah kolonial Belanda pada abad ke-19 menerapkan kebijakan yang sangat ketat untuk membatasi dan mengontrol perjalanan haji. Motif utama di balik kebijakan ini bukanlah kepedulian terhadap kesejahteraan jemaah, melainkan kekhawatiran yang mendalam. Pemerintah khawatir bahwa jemaah haji, setelah terpapar ideologi perlawanan dan semangat pan-Islamisme di Mekkah, akan kembali ke Tanah Air dengan gagasan untuk melawan penjajah dan menumbuhkan semangat kemerdekaan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah kolonial Belanda memberlakukan birokrasi yang rumit, yang secara sengaja dirancang untuk memperketat proses perjalanan baik saat keberangkatan maupun kepulangan Kebijakan ini tidak hanya berfungsi sebagai alat kontrol politik, tetapi juga sebagai mekanisme eksploitasi ekonomi. Perjalanan haji dimonopoli oleh tiga perusahaan pelayaran Eropa, yaitu Rotterdamsche Lloyd, Stoomvaartmaatschappij Nederland, dan Stoomvaartmaatschappij Oceaan, yang dikenal sebagai “Kongsi Tiga”. Monopoli ini dibuat demi keuntungan sistem Kompeni dan ambisi mereka untuk menguasai pengiriman barang di Hindia Belanda. Dengan demikian, pemerintah kolonial memanfaatkan hasrat religius rakyat untuk keuntungan finansial dan penguatan kekuasaan mereka. Di samping hambatan birokrasi, jemaah haji pada masa itu juga menghadapi tantangan fisik yang berat, termasuk perjalanan berbulan-bulan dengan kapal laut yang rentan terhadap penyakit menular dan pencurian. Pada masa pendudukan Jepang, manajemen haji pada dasarnya tidak mengalami perubahan signifikan, dengan pemerintah Jepang juga menunjukkan kekhawatiran yang sama terhadap semangat jihad dan pan-Islamisme yang dibawa oleh jemaah.
Awal Kemerdekaan hingga Orde Baru: Dari Inisiatif Masyarakat ke Sentralisasi Negara
Setelah proklamasi kemerdekaan, peran pengelolaan haji bergeser dari masyarakat ke tangan pemerintah. Pada masa awal kemerdekaan, negara-negara di Timur Tengah mulai mengakui kedaulatan Indonesia, yang mendorong lonjakan jumlah jemaah haji hingga mencapai 9.892 orang pada tahun 1949. Melihat animo yang begitu besar, pemerintah mengambil alih sepenuhnya pengelolaan haji. Hal ini dimulai dengan pembentukan Kementerian Agama pada tanggal 3 Januari 1946, yang secara formal menandai dimulainya peran negara dalam urusan keagamaan. Awalnya, pengelolaan dilakukan oleh Panitia Perbaikan Perjalanan Haji Indonesia, sebuah yayasan di bawah Badan Kongres Muslimin Indonesia, sebelum akhirnya pemerintah mengambil alih tugas tersebut dan membebankannya kepada Kementerian Agama.
Pengelolaan haji semakin terpusat pada masa Orde Baru, di mana penyelenggaraannya ditata dengan lebih formal di bawah Direktorat Jenderal Urusan Haji. Pada era ini, pemerintah menjadi satu-satunya pengurus haji, yang mencerminkan upaya negara untuk mengonsolidasikan kontrol dan identitas nasional, menggunakan haji sebagai alat untuk membangun legitimasi dan kohesi sosial. Terdapat dua fase pengelolaan haji pada masa ini: Fase I (1966-1978) yang dilaksanakan oleh Departemen Urusan Haji, dan Fase II (1979-1997) yang dikelola secara administratif dan teknis oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji. Di masa ini, pemerintah juga memperkenalkan sistem “haji berdikari” dan “haji khusus”, serta melakukan perubahan tata kerja dan organisasi secara berkala
Era Reformasi: Pergeseran Paradigma ke Transparansi dan Akuntabilitas
Era Reformasi membawa perubahan fundamental dalam manajemen haji. Pengelolaan haji bergeser dari monopoli negara menuju sistem yang lebih terbuka dan transparan bagi publik. Perubahan ini didasari oleh landasan hukum baru, dimulai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Undang-undang ini memandatkan negara untuk menjamin, membina, melayani, dan melindungi warga negaranya dalam menunaikan ibadah haji.
Pematangan peran pemerintah semakin terlihat dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Undang-undang ini memperkuat asas-asas penyelenggaraan haji, tidak hanya sebatas pelayanan, tetapi juga meliputi prinsip-prinsip tata kelola yang baik (Good Governance) seperti syariat, amanah, keadilan, kemaslahatan, keselamatan, keamanan, profesionalitas, transparansi, dan akuntabilitas. Perubahan dari UU 17/1999 yang berfokus pada kewajiban negara untuk “membina, melayani, dan melindungi” menjadi UU 8/2019 yang menambahkan “amanah, keadilan, dan akuntabilitas” menunjukkan respons pemerintah terhadap tuntutan publik yang meningkat pasca-Reformasi untuk tata kelola yang lebih bersih dan profesional. Salah satu wujud nyata liberalisasi ini adalah keterlibatan maskapai asing, seperti Saudi Arabian Airlines, yang tidak lagi memonopoli penerbangan haji.
Analisis Kelembagaan dan Mekanisme Pengelolaan Haji Terkini
Struktur penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia saat ini dibagi antara dua entitas utama: Kementerian Agama (Kemenag) dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Kemenag, melalui Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU), bertugas sebagai regulator dan operator haji. Susunan organisasi Ditjen PHU terdiri atas Sekretariat, Direktorat Pembinaan Haji dan Umrah, Direktorat Pelayanan Haji Dalam dan Luar Negeri, serta Direktorat Pengelolaan Dana Haji. Tugas Kemenag mencakup penentuan akomodasi, katering, penerbangan, dan penetapan besaran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) setiap tahunnya, yang harus disetujui oleh DPR.
Sementara itu, BPKH adalah lembaga hukum publik yang dibentuk sebagai entitas independen yang mengelola keuangan haji. Pembentukan BPKH pada 26 Juli 2017, dengan landasan hukum UU Nomor 34 Tahun 2014, adalah langkah strategis untuk mengatasi kejanggalan di masa lalu, di mana pengelolaan dana haji dan pelaksanaannya digabungkan dalam satu lembaga, yaitu Kementerian Agama. Dengan memisahkan fungsi ini, pemerintah menciptakan system check and balance untuk memastikan pengelolaan dana haji dilakukan secara profesional dan bertanggung jawab.
BPKH bertanggung jawab langsung kepada Presiden melalui Menteri Agama. Tugas utamanya adalah mengelola keuangan haji, yang meliputi penerimaan, pengembangan, pengeluaran, dan pertanggungjawaban. Hasil dari pengelolaan dana ini, yang disebut Nilai Manfaat, digunakan untuk mendukung penyelenggaraan haji dan sebagian didistribusikan kepada jemaah tunggu. Pembagian tugas ini, di mana Kemenag berperan sebagai pelaksana layanan dan BPKH sebagai manajer keuangan, merupakan perbaikan tata kelola yang signifikan. Meskipun demikian, hubungan ini menuntut koordinasi yang sangat erat, karena setiap ketidakselarasan dapat menciptakan masalah operasional.
Dinamika Keuangan Haji: Investasi, Akuntabilitas, dan Kontroversi
Pengelolaan dana haji di Indonesia telah mengalami evolusi yang panjang, dari awalnya dikelola oleh Kementerian Agama berdasarkan UU No. 17 Tahun 1999 hingga beralih ke BPKH. Dana haji merupakan akumulasi setoran awal pendaftaran jemaah dan hasil pengembangan investasi. Hingga Januari 2023, BPKH mengelola total dana sebesar Rp166 triliun, dengan jumlah jemaah dalam antrean mencapai sekitar 5,26 juta orang.
Strategi pengelolaan keuangan BPKH berfokus pada diversifikasi investasi, optimalisasi portofolio, manajemen risiko, serta transparansi dan akuntabilitas. Sebagian besar dana ditempatkan pada instrumen keuangan yang aman dan sesuai prinsip syariah. Per April 2024, total dana kelolaan BPKH mencapai Rp162,89 triliun, dengan alokasi yang terbagi sebagai berikut:
Tabel 1: Alokasi Dana Kelolaan BPKH (Per April 2024)
Kategori | Jumlah (dalam Triliun Rupiah) | Persentase dari Total Dana |
Total Dana Kelolaan | Rp162,89 | 100% |
Investasi | Rp122,79 | 75% |
– Surat Berharga, Emas & Lainnya | Rp118,013 | 72,53% |
– Investasi Langsung | Rp4,25 | 2,61% |
– Investasi Lainnya | Rp0,4 | 0,25% |
Penempatan di Bank Syariah/UUS | Rp40,09 | 25% |
– Giro, Tabungan, & Deposito | Rp40,09 | 24,61% |
Salah satu isu yang sering menjadi sorotan publik adalah kontroversi penggunaan dana haji untuk infrastruktur. BPKH telah secara tegas membantah tudingan bahwa dana haji diinvestasikan secara langsung untuk membiayai proyek infrastruktur. BPKH menjelaskan bahwa investasi dilakukan pada instrumen keuangan seperti Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), bukan proyek fisik secara langsung. Perbedaan pernyataan dari pejabat yang berbeda, di mana ada yang menyatakan dana “boleh diinvestasikan untuk pembangunan infrastruktur” dan ada yang menegaskan tidak ada investasi langsung, menciptakan kebingungan di masyarakat. Meskipun pengelolaan teknis dana telah profesional dan sesuai prinsip syariah, disparitas komunikasi ini menjadi tantangan besar dalam membangun dan menjaga kepercayaan publik.
Peningkatan Layanan Berkelanjutan: Inovasi, Kualitas, dan Tantangan Akuntabilitas
Penyelenggaraan haji di Indonesia terus mengalami peningkatan kualitas layanan, yang didorong oleh hasil evaluasi tahunan. Salah satu transformasi terbesar adalah adopsi teknologi informasi. Pemerintah memperkenalkan Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (SISKOHAT) sebagai sarana pendataan yang terintegrasi di Tanah Air dan Arab Saudi. Sistem ini mempercepat pengurusan visa melalui e-hajj, terintegrasi dengan pihak perbankan dan maskapai penerbangan, serta memudahkan proses pendaftaran dan pengecekan data jemaah haji. SISKOHAT juga pernah digunakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Pemilu 1999 untuk rekapitulasi suara, menunjukkan pengakuan terhadap kecanggihan sistemnya. Selain inovasi, penyelenggaraan haji juga menghadapi tantangan berulang yang menuntut perbaikan sistematis dari tahun ke tahun.
Tantangan Kesehatan Jemaah
Layanan kesehatan haji masih menjadi tantangan bagi pemerintah, terutama karena mayoritas jemaah haji Indonesia adalah lanjut usia dan memiliki penyakit penyerta (komorbiditas) seperti hipertensi, diabetes, dan penyakit jantung. Berdasarkan evaluasi nasional tahun 2025, tercatat 80,43% dari 203.149 jemaah haji reguler memiliki penyakit penyerta. Hal ini menyebabkan tingginya kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), hipertensi, dan mialgia di Tanah Suci. Untuk mengatasi masalah ini, diajukan beberapa rekomendasi perbaikan, antara lain pengetatan standar medis atau istitaah, peningkatan integrasi data kesehatan, dan edukasi masif kepada calon jemaah.
Isu Akuntabilitas Kuota Haji
Meskipun kuota haji terus meningkat, isu akuntabilitas muncul ke permukaan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengusut dugaan korupsi dalam pengelolaan kuota haji periode 2023-2024. Dugaan korupsi ini berpusat pada penyalahgunaan alokasi tambahan kuota 20.000 jemaah pada tahun 2023. Tuduhan yang berkembang adalah adanya penyimpangan dari Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, yang mengatur kuota haji khusus sebesar 8% dan haji reguler 92%, tetapi distribusinya diduga menjadi 50% berbanding 50%. Dugaan kerugian negara dalam kasus ini ditaksir mencapai lebih dari Rp 1 triliun. KPK mengusut dugaan suap dari penyelenggara agen haji kepada pejabat Kementerian Agama.
Dalam hal kuota, Indonesia mencatat kuota haji terbesar dalam sejarah pada tahun 2024, yaitu 241.000 jemaah, yang terdiri dari kuota utama 221.000 dan tambahan 20.000 dari Arab Saudi. Perkembangan kuota haji Indonesia dari waktu ke waktu dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2: Perkembangan Kuota Haji Indonesia dari Tahun ke Tahun
Tahun | Jumlah Kuota |
2014-2016 | 168.800 jemaah |
2017-2018 | 221.000 jemaah |
2019 | 231.000 jemaah |
2020-2021 | 0 (Pandemi COVID-19) |
2022 | 100.051 jemaah |
2023 | 221.000 jemaah |
2024 | 241.000 jemaah (terbanyak dalam sejarah) |
2025 | 221.000 jemaah |
Kesimpulan
Perjalanan penyelenggaraan haji di Indonesia adalah kisah tentang transformasi yang panjang, dari masa yang penuh kontrol birokrasi dan kekhawatiran politik di era kolonial, menuju sentralisasi di bawah negara pasca-kemerdekaan, hingga akhirnya memasuki era modernisasi yang menuntut transparansi dan akuntabilitas. Meskipun telah terjadi kemajuan signifikan dalam tata kelola, terutama dengan pembentukan BPKH yang memisahkan pengelolaan dana dan pelaksanaan operasional, serta adopsi teknologi seperti SISKOHAT, tantangan-tantangan fundamental masih tetap ada.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, dapat disintesiskan bahwa tantangan utama yang dihadapi saat ini meliputi:
- Tantangan Kelembagaan: Meskipun telah ada pembagian tugas antara Kemenag dan BPKH, masih ada kebutuhan untuk meningkatkan koordinasi dan komunikasi antara kedua lembaga agar pelayanan berjalan mulus.
- Tantangan Finansial dan Akuntabilitas: Meskipun strategi investasi BPKH terbukti profesional, disparitas dalam komunikasi publik mengenai penggunaan dana haji dapat mengikis kepercayaan masyarakat, terlebih dengan adanya isu dugaan korupsi yang sedang diselidiki.
- Tantangan Kualitas Layanan: Kualitas layanan kesehatan bagi jemaah lansia dan penderita komorbiditas masih menjadi persoalan yang membutuhkan solusi strategis. Selain itu, implementasi teknologi yang belum optimal, seperti yang tercermin dari ulasan pengguna Aplikasi Haji Pintar, menunjukkan bahwa modernisasi membutuhkan lebih dari sekadar sistem yang canggih, melainkan juga harus berfokus pada pengalaman pengguna yang efektif dan keamanan data.
Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini dan mencapai penyelenggaraan haji yang optimal, laporan ini merekomendasikan beberapa langkah strategis. Pertama, reformasi tata kelola harus diperkuat dengan membangun mekanisme pengawasan internal dan eksternal yang lebih efektif, terutama dalam hal alokasi kuota dan keuangan. Kedua, perlu adanya strategi komunikasi publik yang tunggal dan proaktif untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan dana haji. Ketiga, investasi lebih lanjut harus difokuskan pada peningkatan kualitas teknis layanan digital dan keamanan data. Terakhir, implementasi rekomendasi terkait kesehatan jemaah dari evaluasi tahunan harus ditegakkan dengan ketat, termasuk pengetatan standar istitaah dan edukasi masif, untuk memastikan kesiapan fisik setiap calon jemaah haji.
Daftar Pustaka :
- Historiografi Manajemen Haji di Indonesia: Dinamika dari Masa Kolonial Hingga Kemerdekaan, accessed August 17, 2025, https://ejournal.uin-suka.ac.id/dakwah/JMD/article/view/61-03/1329
- Kebijakan transportasi Haji masa kolonial Belanda (1825-1893 …, accessed August 17, 2025, https://digilib.uinsgd.ac.id/53653/
- Kementerian Agama: Sejarah dan Urgensi Pembentukannya – NU Online Jabar, accessed August 17, 2025, https://jabar.nu.or.id/nasional/kementerian-agama-sejarah-dan-urgensi-pembentukannya-0Y1C3
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 – Peraturan Info ASN, accessed August 17, 2025, https://peraturan.infoasn.id/undang-undang-nomor-17-tahun-1999/
- UU Nomor 17 Tahun 1999.pdf – Peraturan BPK, accessed August 17, 2025, https://peraturan.bpk.go.id/Download/33809/UU%20Nomor%2017%20Tahun%201999.pdf
- BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA – Peraturan BPK, accessed August 17, 2025, https://peraturan.bpk.go.id/Download/122134/Permenag%20Nomor%2080%20Tahun%202013.pdf
- Bagaimana peran dan perbedaan tugas antara BPKH dengan …, accessed August 17, 2025, https://bpkh.go.id/faq/curabitur-eget-leo-at-velit-imperdiet-viaculis-vitaes/
- MANAJEMEN PENGELOLAAN DANA HAJI PADA BADAN …, accessed August 17, 2025, https://jurnal.alimspublishing.co.id/index.php/jis/article/download/566/448
- Benarkah dana haji untuk biayai infrastruktur? Ini penjelasan BPKH …, accessed August 17, 2025, https://sumbar.antaranews.com/berita/550935/benarkah-dana-haji-untuk-biayai-infrastruktur-ini-penjelasan-bpkh
- Keuangan Haji BPKH, accessed August 17, 2025, https://web.iaiglobal.or.id/assets/files/file_publikasi/Materi%20RASHID-14%20Juni%202024_Fadlul%20Irmansyah.pdf
- Menag: Dana Haji Boleh Diinvestasikan untuk Pembangunan Infrastruktur – Kementerian Agama RI, accessed August 17, 2025, https://kemenag.go.id/read/menag-dana-haji-boleh-diinvestasikan-untuk-pembangunan-infrastruktur-n3k5j
- CONTINUOUS QUALITY IMPROVEMENT: KEMENAG RI LAHIRKAN INOVASI DIGITAL DALAM LAYANAN HAJI 2024 – UIN IB Padang, accessed August 17, 2025, https://uinib.ac.id/continuos-quality-improvement-kemenag-ri-lahirkan-inovasi-digital-dalam-layanan-haji-2024/
- IMPLEMENTASI SISTEM INFORMASI DAN KOMPUTERISASI HAJI TERPADU (SISKOHAT) DALAM PENDAFTARAN HAJI KHUSUS DI KANTOR WILAYAH KEMENTER – E-Journal UIN SUKA, accessed August 17, 2025, https://ejournal.uin-suka.ac.id/dakwah/JMD/article/view/71-02/1421
- Siskohat adalah Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu., accessed August 17, 2025, https://www.ocbc.id/id/article/2022/06/06/pengertian-siskohat
- Layanan Kesehatan Haji Masih Perlu Perbaikan, accessed August 17, 2025, https://epaper.mediaindonesia.com/detail/layanan-kesehatan-haji-masih-perlu-perbaikan
- Evaluasi layanan kesehatan haji 2025 momen perbaikan kebijakan 2026 – ANTARA News, accessed August 17, 2025, https://www.antaranews.com/berita/5037133/evaluasi-layanan-kesehatan-haji-2025-momen-perbaikan-kebijakan-2026
- Evaluasi layanan kesehatan haji 2025 momen perbaikan kebijakan …, accessed August 17, 2025, https://www.antaranews.com/berita/5037133/evaluasi-layanan-kesehatan-kesehatan-haji-2025-momen-perbaikan-kebijakan-2026
- Mulai Tahun 2026 Kemenag Tak Lagi Urus Haji, Mantan Wakil Ketua KPK: Jangan Sampai Masalah Hanya Dipindah Lembaga – KBA News, accessed August 17, 2025, https://kbanews.com/hot-news/mulai-tahun-2026-kemenag-tak-lagi-urus-haji-mantan-wakil-ketua-kpk-jangan-sampai-masalah-hanya-dipindah-lembaga/
- KPK Geledah Rumah Eks Menag Yaqut Terkait Kasus Kuota Haji – KOMPAS.com, accessed August 17, 2025, https://nasional.kompas.com/read/2025/08/15/18370471/kpk-geledah-rumah-eks-menag-yaqut-terkait-kasus-kuota-haji
- PDuduk Perkara Dugaan Korupsi Kuota Haji: Jatah Reguler Dikurangi, Negara Rugi Rp 1 Triliun, accessed August 17, 2025, https://nasional.kompas.com/read/2025/08/13/06260301/duduk-perkara-dugaan-korupsi-kuota-haji-jatah-reguler-dikurangi-negara-rugi?page=all
- Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi …, accessed August 17, 2025, https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/berita-daerah/penyelenggaraan-ibadah-haji-2024-peningkatan-layanan-dan-apresiasi-internasional
- Rincian Kuota Haji Indonesia dari Tahun ke Tahun, Kuota 2026 …, accessed August 17, 2025, https://www.detik.com/hikmah/haji-dan-umrah/d-7965150/rincian-kuota-haji-indonesia-dari-tahun-ke-tahun-kuota-2026-batal-dipangkas
- KPK usut dugaan suap ke pejabat Kemenag di kasus kuota haji, accessed August 17, 2025, https://www.antaranews.com/berita/5030721/kpk-usut-dugaan-suap-ke-pejabat-kemenag-di-kasus-kuota-haji
- Kapan KPK Tetapkan Tersangka Kasus Korupsi Kuota Haji? – gokepri, accessed August 17, 2025, https://gokepri.com/kapan-kpk-tetapkan-tersangka-kasus-korupsi-kuota-haji/