Musik telah menjadi bagian integral dari pengalaman konsumen di berbagai sektor, mulai dari film, acara televisi, hingga layanan digital, pusat perbelanjaan, dan gym. Namun, lanskap digital telah mengubah secara fundamental cara karya musik diciptakan, didistribusikan, dan dimonetisasi. Sistem lisensi musik tradisional, yang sebagian besar dirancang untuk era analog, kini menghadapi disrupsi masif dari platform streaming, media sosial, dan munculnya teknologi baru seperti kecerdasan buatan (AI). Perubahan ini menempatkan sistem lisensi pada titik kritis, memunculkan tantangan kompleks terkait kepatuhan hukum dan transparansi sekaligus membuka peluang inovatif untuk menjamin keberlanjutan ekosistem kreatif.
Fondasi dan Arsitektur Lisensi Musik
Definisi dan Pentingnya Lisensi Musik: Perlindungan Hak dan Keberlanjutan Ekosistem Kreatif
Lisensi musik adalah proses hukum di mana pemilik hak cipta memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakan musik mereka dalam proyek komersial atau non-komersial. Lisensi adalah mekanisme krusial untuk memastikan kompensasi yang adil bagi pencipta, musisi, dan pemilik hak terkait lainnya. CISAC, sebuah organisasi global, menegaskan bahwa lisensi adalah mekanisme penting untuk memastikan keberlanjutan ekosistem kreatif, mengingat penggunaan musik adalah bagian tak terpisahkan dari pengalaman konsumen. Tanpa royalti yang adil dan memadai, proses penciptaan atau kreativitas para pencipta akan terhenti, yang berpotensi mematikan industri.
Pilar-Pilar Lisensi: Tinjauan Mendalam tentang Jenis-Jenis Lisensi Utama
Satu karya musik dapat dianggap sebagai “seikat hak” (bundle of rights) yang dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta. Setiap hak ini memiliki karakteristik unik dan sering kali memerlukan lisensi yang terpisah. Memahami perbedaan ini sangat penting untuk menavigasi industri musik secara legal.
Lisensi Pertunjukan Publik (Performing Rights)
Lisensi ini memberikan hak untuk menampilkan musik secara publik. Cakupannya sangat luas, meliputi pemutaran musik di konser, radio, televisi, dan berbagai tempat umum seperti restoran, hotel, dan karaoke. Ini adalah salah satu jenis lisensi yang paling sering diminta dan merupakan sumber pendapatan penting bagi pencipta. Tanpa lisensi ini, sebuah lagu tidak dapat ditampilkan di tempat umum—yaitu, tempat di mana terdapat orang-orang di luar lingkaran kenalan atau keluarga.
Lisensi Mekanis (Mechanical Rights)
Lisensi mekanis memberikan izin untuk memperbanyak dan mendistribusikan komposisi musik yang dilindungi hak cipta. Lisensi ini sangat penting untuk media fisik seperti CD, piringan hitam, atau kaset, serta untuk unduhan digital permanen dan aliran interaktif. Secara krusial, lisensi mekanis juga diperlukan jika seseorang merekam versi cover dari sebuah lagu atau menggunakan sampel dari komposisi yang sudah ada.
Lisensi Sinkronisasi (Synchronization Rights)
Lisensi sinkronisasi, atau hak sinkronisasi, memungkinkan pengguna untuk “menyinkronkan” musik dengan materi visual. Contoh penggunaannya termasuk dalam film, video game, iklan, dan program televisi. Lisensi ini dapat menjadi pengubah permainan bagi karier musik, seperti yang ditunjukkan oleh kesuksesan album “Play” milik Moby, di mana setiap lagunya dilisensikan untuk berbagai media visual, menghasilkan pendapatan yang sangat besar. Komposer Philip Glass juga telah melisensikan banyak karyanya untuk film, yang tidak hanya meningkatkan reputasinya tetapi juga menghasilkan pendapatan signifikan.
Lisensi Master (Master Rights)
Berbeda dengan lisensi sinkronisasi yang berfokus pada komposisi lagu, lisensi master memberikan hak untuk menggunakan versi rekaman spesifik dari sebuah lagu. Ini berarti, penerima lisensi tidak hanya mendapatkan izin untuk menggunakan komposisinya tetapi juga rekaman asli yang diproduksi oleh label rekaman. Lisensi ini diperlukan untuk penggunaan bagian mana pun dari rekaman, seperti instrumen atau vokal, dalam proyek visual atau media lainnya. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, Tabel 1 di bawah ini merangkum pilar-pilar lisensi musik utama dan hak-hak yang terkait.
Tabel 1: Ringkasan Pilar-Pilar Lisensi Musik
Jenis Lisensi | Definisi | Contoh Penggunaan | Pemegang Hak Utama yang Terlibat |
Pertunjukan Publik | Hak untuk menampilkan musik di tempat umum. | Konser, restoran, radio, TV, pusat perbelanjaan. | Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan Pemilik Hak Terkait (melalui LMK) |
Mekanis | Hak untuk memperbanyak dan mendistribusikan komposisi. | Produksi CD, unduhan digital, merekam cover, penggunaan sampel. | Pencipta, Penerbit Musik, dan Label Rekaman |
Sinkronisasi | Hak untuk menyinkronkan musik dengan materi visual. | Film, iklan, video game, video YouTube. | Pencipta, Penerbit Musik, dan Pemilik Hak Cipta |
Master | Hak untuk menggunakan versi rekaman spesifik dari sebuah lagu. | Remix lagu, mashup, penggunaan instrumental atau vokal dari rekaman asli. | Label Rekaman atau Artis (jika independen) |
Analisis tabel ini menunjukkan kompleksitas industri musik, di mana satu lagu dapat menjadi subjek dari berbagai jenis lisensi yang dikelola oleh entitas berbeda. Pemahaman ini sangat penting untuk menjelaskan mengapa industri ini sangat membutuhkan perantara untuk mengelola hak cipta secara efisien.
Ekosistem Lisensi: Aktor dan Peranannya
Lembaga Manajemen Kolektif (LMK & LMKN)
Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) adalah institusi nirlaba yang diberi kuasa oleh pencipta dan pemilik hak terkait untuk mengelola hak ekonomi mereka. Peran utama mereka, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014, adalah menghimpun dan mendistribusikan royalti dari pengguna komersial. Indonesia, contoh LMK termasuk Wahana Musik Indonesia (WAMI) dan Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI). Keberadaan LMK memungkinkan pencipta untuk fokus pada karya mereka tanpa harus membuang waktu mengumpulkan royalti dari pengguna.
Penerbit Musik dan Agen Lisensi
Penerbit musik memainkan peran rumit sebagai mitra strategis bagi pencipta. Mereka bertanggung jawab untuk mengelola dan mempromosikan lagu, termasuk mengamankan berbagai jenis lisensi, mengumpulkan royalti, dan melindungi hak kekayaan intelektual atas nama penulis lagu. Penerbit berfungsi sebagai jembatan penting, menghubungkan pencipta dengan berbagai media dan platform, serta menangani kompleksitas hukum dan administratif yang mungkin terlalu berat bagi pencipta individu.
Analisis Dinamika dan Isu Krusial di Era Digital
Model Monetisasi Streaming: Lisensi vs. Bagi Hasil
Platform digital seperti YouTube Creator Music telah memperkenalkan model monetisasi yang lebih adaptif, menawarkan opsi lisensi berbayar dan pembagian keuntungan. Melalui model ini, pengguna dapat membayar biaya di muka untuk mendapatkan lisensi dan mempertahankan pembagian keuntungan penuh, atau mereka dapat memilih untuk membagi pendapatan dengan pemegang hak lagu tanpa biaya di muka. Meskipun inovatif, model ini tetap dikendalikan oleh pemegang hak yang menetapkan harga dan persyaratan, termasuk potongan tambahan untuk biaya hak musik pertunjukan, yang dapat mencapai 5% dari total pendapatan.
Isu Hak Cipta di Media Sosial: Penggunaan Komersial dan Non-Komersial
Terdapat kesenjangan pemahaman yang signifikan antara pengguna dan realitas hukum, terutama terkait penggunaan musik di media sosial dan layanan streaming. Secara intuitif, konsumen dan pelaku usaha kecil (UMKM) sering kali menganggap bahwa langganan layanan premium seperti Spotify, YouTube Premium, atau penggunaan fitur musik di Instagram Reels sudah memberikan kebebasan penuh untuk menggunakan musik di ruang publik atau untuk tujuan komersial.
Namun, realitas hukum membedakan secara ketat antara lisensi pribadi dan lisensi publik/komersial. Langganan pribadi hanya mencakup penggunaan untuk tujuan personal, bukan untuk diputar di kafe, restoran, atau toko. Demikian pula, penggunaan musik di Instagram Reels untuk tujuan komersial, meskipun disediakan oleh platform, tetap dapat melanggar hak moral dan ekonomi pencipta, dan pencipta dapat menuntut atas pelanggaran tersebut. Kesenjangan ini menciptakan risiko hukum yang tidak disadari dan menjadi pemicu utama polemik publik di Indonesia, di mana pelaku usaha kecil menjadi pihak yang paling terdampak. Oleh karena itu, diperlukan edukasi masif dan simplifikasi proses lisensi untuk UMKM, karena tanpa reformasi ini, sistem yang ada akan terus berada di bawah tekanan dan ketidakpercayaan.
Polemik Transparansi Royalti dan Perlindungan Kreator di Indonesia
Kompleksitas pengelolaan royalti di Indonesia menimbulkan krisis kepercayaan yang mendalam.20 Banyak musisi Indonesia memilih untuk menggratiskan karyanya karena sistem penghitungan dan distribusi royalti dianggap tidak jelas, tidak transparan, dan tidak sesuai harapan.
Analisis terhadap masalah ini menunjukkan bahwa meskipun Lembaga Manajemen Kolektif (LMK/LMKN) dibentuk untuk mengelola royalti secara efisien bagi pencipta yang tidak mungkin melakukannya sendiri , sistem ini justru menciptakan krisis. Pernyataan dari Kantor Staf Presiden (KSP) menyoroti masalah penarikan yang “belum optimum” dan distribusi yang “dinilai belum transparan”. Krisis ini diperparah oleh kasus-kasus spesifik, seperti gugatan Iskandar Hanafi terhadap WAMI karena dugaan manipulasi royalti digital dan ketidakberesan dalam pelaporan. WAMI sendiri mengakui bahwa data royalti bersifat rahasia dan tidak bisa dibuka sembarangan. Kondisi ini merugikan dua pihak: pencipta yang tidak mendapatkan haknya secara adil, dan pengguna (terutama UMKM) yang ragu untuk membayar karena tidak percaya bahwa uangnya akan sampai ke pencipta. Dengan demikian, krisis transparansi adalah akar masalah fundamental. Solusinya bukan hanya pada regulasi baru, tetapi pada audit wajib dan restrukturisasi operasional yang berorientasi pada akuntabilitas.
Implikasi Hukum dan Etika dari Kecerdasan Buatan (AI)
Perkembangan AI dalam industri musik memunculkan tantangan hukum dan etika yang signifikan.
Debat Hak Cipta atas Karya yang Diciptakan AI
Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 mendefinisikan “Pencipta” sebagai orang atau beberapa orang yang secara individu atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi. Definisi ini menciptakan ambiguitas hukum atas kepemilikan hak cipta musik yang dihasilkan AI. Ambiguitas ini memicu perdebatan mengenai siapa yang berhak atas hak cipta: pengguna yang memberikan perintah, pengembang algoritma, atau bahkan AI itu sendiri.
Tantangan Lisensi untuk Model Pelatihan AI
Isu yang lebih mendesak adalah klaim pelanggaran hak cipta dalam proses pelatihan model AI. Perusahaan rekaman besar seperti Universal Music Group (UMG) dan Sony Music Entertainment telah mengajukan gugatan terhadap startup AI seperti Suno dan Udio. Gugatan ini berpusat pada klaim bahwa model AI tersebut dilatih menggunakan jutaan rekaman berhak cipta tanpa lisensi, dan hasil keluarannya menghasilkan musik yang “secara substansial serupa” dengan karya yang dilindungi hak cipta.
Permasalahan ini menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah “penyerapan” data untuk pelatihan AI merupakan pelanggaran hak cipta? Industri kreatif mengklaim bahwa hal itu merupakan ancaman terhadap hak eksklusif mereka, sementara perusahaan AI mungkin berargumen itu sebagai “penggunaan wajar” (fair use). Hukum di Indonesia belum memiliki peraturan spesifik yang mengatur masalah ini, menciptakan kekosongan hukum. Tanpa kerangka hukum yang jelas, industri kreatif Indonesia berada dalam posisi rentan. Pencipta tidak terlindungi dari kloning suara atau gaya, dan inovasi dapat terhambat karena ketidakpastian hukum. Oleh karena itu, revisi Undang-Undang Hak Cipta harus proaktif dan secara eksplisit menyertakan ketentuan tentang lisensi untuk data pelatihan AI.
Peran Teknologi Blockchain dalam Transformasi Lisensi
Potensi Desentralisasi dan Kontrak Pintar (Smart Contracts)
Teknologi blockchain memiliki potensi besar untuk mengubah industri lisensi musik dengan menghilangkan perantara, meningkatkan transparansi, dan menyalurkan lebih banyak pendapatan langsung kepada kreator. Sebagai sistem terdesentralisasi, blockchain dapat mencatat dan memverifikasi transaksi secara aman dan tidak dapat diubah. Konsep smart contracts, yang merupakan kontrak yang dapat dieksekusi sendiri di atas blockchain, dapat mengotomatisasi pembayaran royalti secara langsung dari pengguna ke pencipta, memastikan kompensasi yang adil dan tepat waktu.
Model Kepemilikan Fraksional dan NFT untuk Royalti
Blockchain membuka model bisnis baru melalui kepemilikan fraksional (fractional ownership) dan Non-Fungible Tokens (NFT). Model ini memungkinkan kepemilikan sebuah lagu dibagi-bagi menjadi token, di mana musisi, kolaborator, dan bahkan penggemar dapat memiliki persentase royalti dan menerima pendapatan secara transparan setiap kali lagu itu digunakan atau dialirkan. NFT dapat berfungsi sebagai sertifikat kepemilikan digital atau memberikan akses eksklusif kepada penggemar, seperti konten khusus atau pengalaman unik.
Teknologi ini secara fundamental mengatasi krisis kepercayaan yang ada pada Lembaga Manajemen Kolektif di Indonesia. Dengan buku besar yang transparan, tidak dapat diubah, dan dapat diaudit secara publik, blockchain menawarkan solusi teknis langsung untuk masalah transparansi data. Teknologi ini berpotensi merestrukturisasi total industri, memindahkan kontrol dari perantara kembali ke pencipta. Pemerintah dan LMKN dapat mengadopsi teknologi ini untuk membangun kembali kepercayaan, atau berisiko menjadi usang seiring dengan semakin matangnya platform Web3.
Perbandingan Sistem Lisensi Internasional
Model Lisensi Langsung (Direct Licensing) di Amerika Serikat (AS)
Di Amerika Serikat, sistem direct licensing telah lama berakar dalam praktik industri dan hukum nasional. Pencipta dapat memberikan izin langsung kepada pengguna tanpa harus melalui lembaga kolektif seperti ASCAP (American Society of Composers, Authors and Publishers) dan BMI (Broadcast Music, Inc.). Organisasi-organisasi ini, yang dikenal sebagai Performance Rights Organizations (PRO), memiliki katalog musik yang sangat besar dan berbagai struktur keanggotaan, tetapi mereka tidak memiliki monopoli mutlak atas lisensi.
Perbandingan dengan Sistem Kolektif di Jepang (JASRAC)
Sebaliknya, Jepang memiliki model kolektif yang sangat dominan, di mana JASRAC (Japanese Society for Rights of Authors, Composers and Publishers) mengelola sebagian besar karya musik. JASRAC bertindak sebagai pemilik hak cipta legal yang dipercayakan kepadanya untuk mengelola dan mendistribusikan royalti. Sistem ini menawarkan efisiensi dalam penarikan royalti, tetapi juga dapat menimbulkan kerumitan bagi pengguna yang ingin melisensikan karya di luar cakupan JASRAC.
Indonesia saat ini memiliki model yang lebih mirip dengan sistem kolektif sentral (JASRAC) daripada model hibrida AS. Namun, sistem Indonesia belum mencapai tingkat transparansi dan kepercayaan yang tinggi seperti di Jepang, dan masih bergulat dengan isu “flat pay” yang sudah ditinggalkan di Barat. Perbandingan ini menunjukkan bahwa tidak ada satu model “sempurna,” tetapi ada pelajaran berharga dari setiap sistem. Indonesia dapat belajar dari fleksibilitas dan kompetisi dalam sistem AS dan dari efisiensi serta struktur yang terorganisir dalam sistem Jepang untuk merancang reformasi yang paling sesuai.
Untuk memvisualisasikan posisi Indonesia dalam lanskap global, Tabel 2 di bawah ini memberikan gambaran komparatif.
Tabel 2: Perbandingan Model Lisensi Global: AS, Jepang, dan Indonesia
Karakteristik | Amerika Serikat (AS) | Jepang | Indonesia |
Model Utama | Hibrida (Lisensi Langsung & Kolektif) | Kolektif Sentral | Kolektif Sentral |
Contoh Organisasi | ASCAP, BMI, SESAC | JASRAC | LMKN, LMK (WAMI, SELMI) |
Karakteristik Kunci | Lisensi langsung berakar kuat, kompetisi antar-PRO, berbagai struktur keanggotaan | JASRAC mengelola sebagian besar karya, bertindak sebagai pemilik hak cipta legal | Diatur dalam UU, peran LMKN menghimpun dan mendistribusikan |
Tantangan Utama | Perselisihan royalti untuk era digital | Peraturan ketat untuk penggunaan di luar cakupan lisensi | Kurangnya transparansi, distribusi tidak optimum, dan krisis kepercayaan |
Rekomendasi Kebijakan dan Strategi Aksi
Untuk mengatasi tantangan-tantangan yang telah dianalisis, diperlukan pendekatan multi-strategi yang melibatkan reformasi hukum dan adopsi teknologi.
Urgensi Revisi Undang-Undang Hak Cipta
Revisi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta harus dipercepat untuk menyelesaikan polemik royalti yang ada dan memberikan kepastian hukum. Perumusan revisi ini perlu melibatkan seluruh pemangku kepentingan, mulai dari pencipta, penyanyi, hingga pelaku industri, untuk memastikan aspirasi semua pihak terakomodasi.
Strategi untuk Meningkatkan Transparansi dan Akuntabilitas
Krisis kepercayaan dapat dipulihkan dengan tindakan nyata. LMKN dan seluruh LMK harus diwajibkan untuk menjalani audit eksternal dan publik secara berkala. Selain itu, LMKN perlu mengimplementasikan platform digital yang transparan dan dapat diakses publik, yang menunjukkan data penarikan dan distribusi royalti secara real-time. LMKN dapat mempertimbangkan integrasi teknologi blockchain atau sejenisnya untuk memastikan data tidak dapat dimanipulasi, yang merupakan langkah paling efektif untuk memulihkan kepercayaan.
Pedoman Adaptif untuk Mengatur Teknologi Baru
Pemerintah harus proaktif merumuskan pedoman atau peraturan turunan yang spesifik tentang AI dan blockchain. Ini termasuk definisi hukum yang jelas tentang kepemilikan hak cipta atas karya AI, apakah karya tersebut milik pengguna, pengembang, atau tidak ada sama sekali. Selain itu, diperlukan kerangka lisensi yang eksplisit untuk penggunaan karya berhak cipta sebagai data pelatihan AI. Tanpa pedoman ini, industri kreatif akan tetap rentan terhadap eksploitasi dan ketidakpastian hukum.
Kesimpulan
Lanskap lisensi musik saat ini berada di persimpangan jalan, dihadapkan pada tantangan transparansi yang mendalam dan disrupsi teknologi yang masif. Sistem yang ada, yang sebagian besar masih beroperasi dengan pola pikir tradisional, telah usang dan terbukti gagal melindungi kreator, terutama di tengah kemunculan AI dan platform digital.
Untuk membangun ekosistem kreatif yang sehat dan berkelanjutan, Indonesia harus bergerak dari pendekatan reaktif ke pendekatan proaktif, merangkul reformasi hukum, dan berinvestasi dalam teknologi yang membangun kepercayaan. Perubahan ini krusial untuk memastikan musik tetap menjadi aset yang berharga, bukan hanya untuk hiburan, tetapi juga sebagai fondasi ekonomi kreatif yang adil bagi semua pihak.
Karya yang dikutip
- Jenis Lisensi Musik dan Aturan Baru Royalti: Menjaga Hak Pencipta di Era Digital, diakses Agustus 24, 2025, https://sulsel.kemenkum.go.id/berita-utama/jenis-lisensi-musik-dan-aturan-baru-royalti-menjaga-hak-pencipta-di-era-digital
- Licensing Musik: Peluang Bisnis Besar di Dunia Hiburan dan Iklan – RM.Synergy Blog, diakses Agustus 24, 2025, https://rmsynergy.id/blog/licensing-musik-peluang-bisnis-besar-di-dunia-hiburan-dan-iklan
- Lisensi Musik – cara mendapatkan izin untuk menggunakan sebuah …, diakses Agustus 24, 2025, https://ampedstudio.com/id/perizinan-musik/
- Mekanisme Pembayaran Royalti Lagu dan Musik Dalam Aplikasi Streaming Musik – Journal UMY, diakses Agustus 24, 2025, https://journal.umy.ac.id/index.php/mlsj/article/view/8344/5589
- hak royalti dalam industri musik – Jurnal Globalisasi Hukum – Universitas Trisakti, diakses Agustus 24, 2025, https://e-journal.trisakti.ac.id/index.php/globalisasihukum/article/view/21423/12010
- What is music copyright? – JASRAC, diakses Agustus 24, 2025, https://www.jasrac.or.jp/en/about/copyright/
- Jenis Lisensi Musik dan Aturan Baru Royalti: Menjaga Hak Pencipta di Era Digital – Gosulsel, diakses Agustus 24, 2025, https://gosulsel.com/2025/08/21/jenis-lisensi-musik-dan-aturan-baru-royalti-menjaga-hak-pencipta-di-era-digital/
- kreator konten & agen kreatif – Bagaimana Cara Mengetahui Apakah Musik atau Backsoud Memiliki Hak Cipta – ilustrasi.id, diakses Agustus 24, 2025, https://www.ilustrasi.id/blog/bagaimana-cara-mengetahui-apakah-musik-atau-backsoud-memiliki-hak-cipta
- IMPLEMENTASI PEMUNGUTAN ROYALTI LAGU ATAU MUSIK …, diakses Agustus 24, 2025, https://eprints.undip.ac.id/17563/1/TYAS_IKA_MERDEKAWATI.pdf
- TUGAS DAN WEWENANG LEMBAGA MANAJEMEN KOLEKTIF NASIONAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG HAK CIPTA – Scholar Hub Universitas Indonesia, diakses Agustus 24, 2025, https://scholarhub.ui.ac.id/cgi/viewcontent.cgi?article=1269&context=dharmasisya
- Beranda | Wahana Musik Indonesia (WAMI) Official, diakses Agustus 24, 2025, https://www.wami.id/
- Lembaga Manajemen Kolektif, Hak Cipta Musik, Royalti … – SELMI, diakses Agustus 24, 2025, https://selmi.or.id/en/
- Apa yang Dilakukan Penerbit Musik? – SoundOn, diakses Agustus 24, 2025, https://www.soundon.global/forum/music-publishers-explained?lang=id
- Pengumuman – Mempelajari Kewajiban Bayar Royalti untuk Bisnis Non-Musik – DJKI, diakses Agustus 24, 2025, https://www.dgip.go.id/artikel/detail-artikel-berita/mempelajari-kewajiban-bayar-royalti-untuk-bisnis-non-musik?kategori=pengumuman
- Perlindungan atas Hak Cipta Lagu yang Digunakan Tanpa Izin pada Fitur Reels Instagram untuk Kepentingan Komersil – UNES Law Review, diakses Agustus 24, 2025, https://review-unes.com/index.php/law/article/download/2095/1707/
- Alternatif Blanket License yang Usang, Ini Model Manajemen Royalti yang Bisa Dicoba, diakses Agustus 24, 2025, https://mediaindonesia.com/hiburan/803853/alternatif-blanket-license-yang-usang-ini-model-manajemen-royalti-yang-bisa-dicoba
- Akhiri Polemik Royalti Musik LMKN, DPR Targetkan Revisi UU Hak Cipta Rampung 2 Bulan, diakses Agustus 24, 2025, https://ekonomi.bisnis.com/read/20250823/12/1904929/akhiri-polemik-royalti-musik-lmkn-dpr-targetkan-revisi-uu-hak-cipta-rampung-2-bulan
- Moeldoko Wanti-Wanti LMKN Soal Transparansi Royalti Penggunaan Musik dan Lagu, diakses Agustus 24, 2025, https://www.ksp.go.id/moeldoko-wanti-wanti-lmkn-soal-transparansi-royalti-penggunaan-musik-dan-lagu.html
- Iskandar Hanafi Gugat WAMI, Bongkar Dugaan Manipulasi Royalti Lagu Digital – Jawapes, diakses Agustus 24, 2025, https://www.jawapes.or.id/2025/06/iskandar-hanafi-gugat-wami-bongkar.html
- Royalti Dituding Tak Transparan, WAMI Sebut Data Bersifat Rahasia – Lifestyle SindoNews, diakses Agustus 24, 2025, https://lifestyle.sindonews.com/read/1608807/157/royalti-dituding-tak-transparan-wami-sebut-data-bersifat-rahasia-1755655683
- Copyright Protection Against Songs Involving Artificial Intelligence (AI) In the Music Industry Based on Indonesian Copyright L – CORE, diakses Agustus 24, 2025, https://core.ac.uk/download/647872986.pdf
- Legal Riffs: Music Industry Alleges AI Is Out of Tune – Pillsbury Winthrop Shaw Pittman, diakses Agustus 24, 2025, https://www.pillsburylaw.com/en/news-and-insights/record-labels-lawsuit-copyright-infringement-generative-ai-music.html
- AI Music The Next Copyright Claims: Legal Challenges Ahead – Stewart Townsend, diakses Agustus 24, 2025, https://stewarttownsend.com/ai-music-the-next-copyright-claims-legal-challenges-ahead/
- Pemanfaatan Musik buatan AI melalui Deepfake: Studi Hukum Komparatif Indonesia dan Amerika Serikat, diakses Agustus 24, 2025, https://journal.uii.ac.id/JIPRO/article/download/41986/18574/145487
- Blockchain in Music Industry: Signs of the New Paradigm? | by Sasha Shilina | Medium, diakses Agustus 24, 2025, https://medium.com/paradigm-research/blockchain-in-music-industry-signs-of-the-new-paradigm-d27aa291aea6
- Next-Gen IP Protection : Urgensi Regulasi Blockchain untuk Perjanjian Lisensi Hak Cipta di Indonesia – Obrolan Hukum, diakses Agustus 24, 2025, https://obrolanhukum.com/next-gen-ip-protection-urgensi-regulasi-blockchain-untuk-perjanjian-lisensi-hak-cipta-di-indonesia/
- Web3 Music Platform Development: A Complete Guide – IdeaUsher, diakses Agustus 24, 2025, https://ideausher.com/blog/product-web3-music-platform-development/
- 4 Ways Blockchain Is Transforming the Music Industry | Algorand Foundation News, diakses Agustus 24, 2025, https://algorand.co/blog/5-ways-blockchain-is-transforming-the-music-industry
- Dinamika Masalah Direct Licensing Musik di Indonesia | Fakultas Hukum UPN “Veteran” Jakarta, diakses Agustus 24, 2025, https://hukum.upnvj.ac.id/dinamika-masalah-direct-licensing-musik-di-indonesia/
- Comparing BMI vs. ASCAP vs. SESAC | Choosing The Right PRO – Cloud Cover Music, diakses Agustus 24, 2025, https://cloudcovermusic.com/music-licensing-guide/bmi-vs-ascap-vs-sesac
- ASCAP vs. BMI: Which One to Choose & Why? – eMastered, diakses Agustus 24, 2025, https://emastered.com/blog/ascap-vs-bmi
- Music Users – JASRAC, diakses Agustus 24, 2025, https://www.jasrac.or.jp/en/users/
- ROYALTI DALAM PERLINDUNGAN HAK CIPTA MUSIK ATAU LAGU – https ://dspace.uii.ac.id, diakses Agustus 24, 2025, https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/8576/Andi%20H%20S%20Komplit.pdf?sequ=
- DPR Sepakati Penyelesaian Revisi UU Hak Cipta dan Pengelolaan Royalti Musik dalam 2 Bulan – NU Online, diakses Agustus 24, 2025, https://www.nu.or.id/nasional/dpr-sepakati-penyelesaian-revisi-uu-hak-cipta-dan-pengelolaan-royalti-musik-dalam-2-bulan-r9rLv
- Mafirion: Revisi UU Hak Cipta Tak Boleh Belenggu Kreativitas – RiauAktual.com, diakses Agustus 24, 2025, https://riauaktual.com/news/detail/109039/mafirion-revisi-uu-hak-cipta-tak-boleh-belenggu-kreativitas