Holat merupakan sebuah hidangan sup berkuah yang menonjol dari kekayaan kuliner tradisional Sumatera Utara, khususnya di wilayah Padang Bolak, Kabupaten Padang Lawas Utara, dan Tapanuli Selatan. Penamaan hidangan ini memiliki kaitan erat dengan karakteristik rasanya yang unik dan tidak biasa. Kata “holat” dalam bahasa Batak Angkola secara harfiah diartikan sebagai “kelat” atau sepat. Rasa ini, yang berasal dari salah satu bahan utamanya, menjadi elemen pembeda dan inti dari pengalaman kuliner Holat. Lebih dari sekadar deskripsi rasa, istilah ini merepresentasikan filosofi dan identitas budaya yang mendalam.
Laporan ini disusun untuk menyajikan analisis mendalam yang melampaui deskripsi kuliner biasa. Tujuannya adalah untuk mengupas tuntas Holat sebagai sebuah artefak budaya yang hidup, mengintegrasikan berbagai aspek mulai dari sejarah, signifikansi budaya, komposisi bahan yang eksotis, ragam varian yang ada, hingga konteksnya di era modern. Dengan mengkaji hidangan ini dari berbagai perspektif, laporan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang mengapa Holat tidak hanya penting sebagai makanan, tetapi juga sebagai warisan berharga yang harus terus dijaga dan dilestarikan.
Sejarah, Kedudukan, dan Filosofi Holat dalam Budaya Batak
Holat: Hidangan Para Raja di Masa Lampau
Dalam narasi sejarah masyarakat Tapanuli Selatan, Holat menempati posisi yang sangat istimewa. Konon, hidangan ini merupakan kuliner eksklusif yang disajikan untuk para raja pada masa pra-Islam. Keistimewaan Holat tidak hanya terletak pada cita rasanya, tetapi juga pada proses pembuatannya yang sakral. Pada masa itu, Holat hanya diperbolehkan untuk dimasak oleh juru masak tertentu yang memiliki keahlian khusus dan dikenal dengan sebutan pangholati. Statusnya sebagai hidangan istimewa ini menjadikan Holat sebuah simbol kemuliaan dan tradisi yang kental.
Perannya dalam acara-acara penting juga menegaskan kedudukan Holat. Selain menjadi hidangan turun-temurun yang sarat tradisi, Holat juga pernah menjadi bagian dari menu istimewa dalam resepsi pernikahan adat, termasuk pada acara pernikahan Kahiyang-Bobby yang mengangkat kuliner Tapanuli Selatan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun telah bergeser dari hidangan eksklusif para raja, Holat tetap dihormati dan disajikan dalam perhelatan adat yang signifikan, menjadikannya penghubung antara masa lalu dan masa kini.
Pengakuan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTB)
Posisi Holat sebagai warisan budaya diperkuat dengan pengakuan resmi. Pada tahun 2017, Holat ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTB) dari Sumatera Utara. Pengakuan ini menjadi pilar penting dalam upaya pelestarian Holat di tengah arus modernisasi. Di samping itu, pelestarian hidangan ini juga melibatkan individu-individu yang berdedikasi. Salah satu figur penting yang disebutkan sebagai ahli atau maestro hidangan Holat adalah G. Siregar Baumi, yang menyandang gelar Ch. Sutan Tinggibarani Perkasa Alam Maryam Harahap. Keberadaan maestro dan pengakuan formal dari pemerintah menjadi fondasi yang kokoh untuk menjaga tradisi ini agar tidak punah.
Analisis Filosofis di Balik Cita Rasa
Cita rasa Holat yang khas, yaitu kelat dan pahit, adalah jantung dari identitasnya dan mengandung makna yang lebih dalam dari sekadar sensasi di lidah. Rasa kelat yang berasal dari pakkat (tunas rotan) dan rasa pahit dari kulit pohon balakka tidak dianggap sebagai kekurangan, melainkan sebagai sebuah manifestasi kearifan lokal. Hal ini membedakan Holat dari hidangan populer lainnya yang umumnya berfokus pada rasa manis, asin, atau gurih.
Dalam budaya Batak, cita rasa yang kompleks dan menantang ini diinterpretasikan sebagai sebuah cerminan filosofi hidup yang kuat dan tangguh. Rasa pahit dan kelat secara simbolis merepresentasikan tantangan dan kesulitan yang harus dihadapi dalam kehidupan. Dengan menikmati hidangan ini, seseorang secara tidak langsung menerima dan menghargai tantangan sebagai bagian dari proses yang membentuk karakter. Dengan kata lain, Holat berfungsi sebagai medium untuk melestarikan nilai-nilai inti dari identitas Batak—ketangguhan, keberanian, dan kemampuan untuk menghadapi kesulitan.
Selain makna personal, proses pembuatan Holat juga memiliki dimensi sosial. Proses yang melibatkan kerja sama dan gotong royong ini menjadikan Holat sebagai simbol persatuan dan kebersamaan. Keseluruhan hidangan, dari bahan-bahan yang sulit diperoleh hingga proses persiapan yang rumit, menyatu dalam sebuah narasi yang lebih besar tentang bagaimana makanan tradisional dapat berfungsi sebagai media untuk mentransfer nilai-nilai budaya dan etnis secara turun-temurun, mengajarkan bukan hanya tentang rasa, tetapi juga tentang cara hidup.
Anatomi Holat: Komposisi, Bahan-Bahan Unik, dan Proses Pembuatan
Profil Rasa dan Tekstur yang Kompleks
Profil rasa Holat adalah kombinasi yang mengejutkan dan multidimensional. Ciri khas yang paling menonjol adalah perpaduan rasa kelat dan sedikit pahit yang berasal dari bahan-bahan utamanya. Rasa ini berpadu harmonis dengan sensasi gurih dari ikan bakar yang menjadi protein utama, menciptakan kombinasi unik yang bagi sebagian orang terasa segar dan menyenangkan. Sebagai hidangan sup, Holat juga memiliki rasa asin dan pedas dari bumbu rempah-rempah yang melengkapinya.
Tekstur kuahnya juga memiliki kekhasan tersendiri. Bahan utama, parutan pohon balakka, dicampur dengan beras yang sudah disangrai dan digiling halus. Beras sangrai ini berfungsi untuk mengubah kuah yang tadinya bening menjadi sedikit keruh dan lebih kental, serta memberikan sensasi rasa lezat. Perpaduan tekstur ini, dari kuah yang keruh dan kental hingga potongan-potongan tunas rotan yang menambah elemen gigitan, membuat Holat menjadi pengalaman kuliner yang kaya.
2.2. Bahan-Bahan Kunci: Eksotisme Hutan Tapanuli
Kekhasan Holat tidak lepas dari penggunaan bahan-bahan yang sangat spesifik dan otentik dari ekosistem lokal.
- Pohon Balakka: Bahan yang paling esensial adalah parutan batang pohon balakka, sejenis tanaman perintis yang tumbuh di padang rumput dan hutan kawasan Tapanuli Selatan. Proses pengolahannya sangat teliti; setelah batang balakka dibersihkan dari kulit luarnya, lapisan kulit kedua yang berwarna hijau dikikis secara perlahan. Teknik ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati agar tidak sampai mengenai lapisan kulit ketiga yang tidak digunakan. Keterampilan khusus ini adalah kunci dari cita rasa otentik Holat.
- Pakkat (Tunas Rotan): Bahan unik lainnya adalah pakkat atau tunas rotan muda. Sebelum dicampurkan ke dalam hidangan, tunas rotan ini harus dibakar terlebih dahulu. Penggunaan pakkat menambah sensasi kelat dan tekstur yang renyah di dalam kuah Holat.
- Protein Utama: Holat secara tradisional menggunakan protein utama dari ikan bakar. Pilihan paling otentik adalah ikan jurung, sejenis ikan endemik yang dikenal memiliki rasa manis dan biasanya ditangkap di sungai-sungai berarus deras di Padang Bolak. Selain ikan jurung, ikan mas juga menjadi pilihan populer. Beberapa varian lain juga bisa menggunakan ikan lele atau baung.
- Bumbu dan Pelengkap: Cita rasa gurih, pedas, dan segar datang dari campuran bumbu seperti beras sangrai, bawang batak, andaliman, jahe, kemiri, cabai rawit, dan garam.
Keunikan Holat, yang bersumber dari bahan-bahan yang sangat spesifik dan proses persiapan yang tradisional, menciptakan sebuah tantangan alami dalam konteks modern. Ketergantungan pada pohon balakka dan tunas rotan yang tidak umum dan hanya ditemukan di kawasan tertentu, serta proses pengolahan yang memakan waktu, menjelaskan mengapa hidangan ini tidak mudah untuk diproduksi secara massal atau dijumpai di setiap restoran. Hambatan logistik dan sumber daya ini menjadikan Holat sebuah hidangan yang terbilang langka dan seringkali membutuhkan reservasi atau pemesanan di muka, di mana bahan-bahan disiapkan secara segar begitu dipesan. Keadaan ini pada akhirnya mengukuhkan status Holat sebagai sebuah kuliner yang otentik dan memiliki nilai lebih karena keterbatasannya.
Varian dan Isu Identitas Kuliner
Holat tidak hanya hadir dalam satu bentuk tunggal, tetapi juga memiliki varian yang berkembang di berbagai daerah. Memahami varian-varian ini adalah kunci untuk menguraikan isu identitas yang muncul.
Holat Versi Ikan (Tapanuli Selatan/Padang Bolak)
Varian ini merupakan bentuk Holat yang paling otentik dan tradisional. Dengan menggunakan protein utama berupa ikan mas atau ikan jurung yang dibakar, Holat versi ini disajikan dengan kuah yang dibuat dari parutan kulit pohon balakka dan potongan pakkat. Hidangan ini adalah representasi paling murni dari resep asli yang diwariskan dari para raja Tapanuli Selatan.
Holat Versi Ayam (Simalungun)
Selain versi ikan, terdapat pula varian Holat yang menggunakan ayam kampung panggang sebagai bahan proteinnya. Varian ini lebih banyak ditemukan di daerah Simalungun dan Pematangsiantar. Perbedaannya tidak hanya pada jenis protein, tetapi juga pada bumbu yang digunakan, seperti campuran santan kental, air sawo, dan rempah-rempah yang dilumatkan.
Membedah Tumpang Tindih Nama: Holat vs. Dayok Na Binatur
Keberadaan “Holat Ayam” dari Simalungun dapat menimbulkan kebingungan karena di daerah yang sama juga terdapat hidangan tradisional lain yang sangat terkenal, yaitu Dayok Na Binatur.
Dayok Na Binatur, yang secara harfiah berarti “ayam yang diatur,” adalah hidangan ayam bakar yang susunannya menyerupai ayam hidup, melambangkan kehidupan yang teratur. Meskipun resepnya berbeda, Dayok Na Binatur juga menggunakan kulit kayu yang memberikan rasa pahit, yaitu kulit kayu sikkam.
Tumpang tindih penamaan ini menunjukkan sebuah fenomena evolusi kuliner. Istilah “holat” yang pada dasarnya merupakan kata sifat untuk menggambarkan rasa kelat, telah diadopsi sebagai nama hidangan oleh masyarakat di luar Tapanuli Selatan untuk merujuk pada hidangan mereka yang memiliki profil rasa serupa—terutama rasa pahit dan sepat—yang berasal dari penggunaan kayu (sikkam). Ini merupakan kasus di mana nama deskriptif telah melintasi batas-batas etnis dan resep asli, menciptakan sebuah varian regional yang berbeda tetapi memiliki kesamaan karakteristik rasa.
Varian Holat | Daerah Asal | Protein Utama | Bahan Kunci Pemberi Rasa “Kelat”/”Pahit” | Keterangan Tambahan |
Holat (Versi Ikan) | Tapanuli Selatan, Padang Bolak | Ikan jurung atau ikan mas bakar | Kulit pohon balakka dan pakkat (tunas rotan muda) | Versi otentik dan tradisional. Kuah keruh dari beras sangrai. |
Holat (Versi Ayam) | Simalungun, Pematangsiantar | Ayam kampung panggang | Kulit kayu sikkam | Varian regional. Kuah kental dari santan dan rempah. |
Holat di Pusaran Modernisasi: Ketersediaan dan Tantangan
Manfaat Kesehatan dan Daya Tarik Jamu Tradisional
Meskipun laporan ini tidak menyajikan penelitian ilmiah, Holat secara tradisional diyakini memiliki berbagai khasiat kesehatan. Bahan-bahan alami, seperti kulit pohon balakka, dipercaya dapat mengobati berbagai penyakit, termasuk darah tinggi, asam urat, asam lambung, rematik, dan malaria. Kayu balakka juga sering dimanfaatkan sebagai jamu untuk mengobati masuk angin dan membuat tubuh menjadi lebih bugar. Persepsi Holat sebagai “makanan fungsional” ini, yang tidak hanya lezat tetapi juga berkhasiat, menambah daya tarik dan nilai budayanya. Manfaat ini menjadi salah satu alasan mengapa hidangan ini tetap dicari oleh masyarakat, terutama mereka yang masih memegang teguh kearifan lokal.
Kehadiran Holat di Era Kontemporer
Holat, meskipun tergolong langka, tidak hanya terbatas di daerah asalnya. Keberadaannya telah meluas ke berbagai kota di Sumatera Utara seperti Kota Padangsidimpuan, Rantauprapat, Kotapinang, Aek Kanopan, dan Kota Medan. Bahkan, Holat kini dapat ditemukan di kota-kota lain, termasuk di Depok, Jawa Barat. Hal ini menunjukkan adanya upaya adaptasi dan pemasaran yang memungkinkan Holat dinikmati oleh khalayak yang lebih luas.
Beberapa rumah makan telah menjadi destinasi utama bagi para pencinta Holat. Di Padang Lawas Utara, Rumah Makan Holat Harap Holat telah berdiri sejak tahun 2002 dan terkenal dengan hidangan ikan bakarnya yang lezat. Sementara itu, di Padangsidimpuan, Rumah Makan Batunadua Indah dikenal sebagai “surga” bagi pencinta Holat otentik dengan harga yang terjangkau. Di Pematangsiantar, Pondok Simanja menjadi tujuan bagi mereka yang mencari varian Holat ayam kampung. Ulasan dari konsumen umumnya positif, memuji cita rasa yang otentik, porsi yang melimpah, dan suasana yang nyaman.
Nama Rumah Makan | Lokasi (Kota/Kabupaten) | Varian Holat yang Disajikan | Kisaran Harga per Porsi |
Rumah Makan Holat Harap Holat | Padang Lawas Utara | Holat ikan | Mulai dari Rp25.000 (dengan nasi) |
Rumah Makan Batunadua Indah | Padangsidimpuan | Holat ikan mas | Harga terjangkau |
Rumah Makan Sitada Tada | Gunung Tua, Padang Lawas Utara | Holat ikan | Tidak disebutkan, porsi melimpah |
Rumah Makan Holat Simanja | Pematangsiantar | Holat ayam kampung dan ikan bakar | Rp30.000 (holat ayam dengan nasi) |
Tantangan Pelestarian di Era Konsumerisme
Meskipun ada upaya pelestarian, Holat menghadapi tantangan signifikan di era modern. Salah satu masalah terbesar adalah popularitasnya yang menurun di kalangan generasi muda. Generasi ini cenderung beralih ke makanan instan dan cepat saji, yang lebih mudah diakses dan disiapkan. Dilema lain muncul dari sifat Holat itu sendiri: menjaga otentisitas resep yang rumit dan membutuhkan bahan-bahan langka versus mengadaptasinya agar lebih mudah diterima pasar.
Upaya-upaya pelestarian yang telah dilakukan oleh para pelaku kuliner dan komunitas budaya, seperti mengadakan pelatihan dan menyajikannya di rumah makan tradisional, merupakan langkah penting untuk menjaga agar Holat tidak hanya menjadi hidangan yang dibaca di buku sejarah, tetapi tetap menjadi bagian dari kehidupan masyarakat.
Kesimpulan: Holat, Sebuah Warisan yang Harus Dipertahankan
Holat adalah manifestasi nyata dari kekayaan budaya kuliner Indonesia yang mendalam. Laporan ini menggarisbawahi bahwa Holat bukan sekadar hidangan sup; ia adalah sebuah pusaka kuliner yang mengandung sejarah, filosofi, dan identitas budaya Batak. Cita rasanya yang unik dan menantang, dengan perpaduan kelat, pahit, dan gurih, merupakan cerminan dari filosofi hidup yang kuat dan tangguh.
Meskipun menghadapi tantangan dari modernisasi dan pergeseran preferensi kuliner, Holat terus bertahan, didukung oleh pengakuan sebagai warisan budaya takbenda dan upaya gigih para penggiat kuliner. Kehadirannya di berbagai daerah dan adaptasi resep menjadi bukti bahwa Holat memiliki daya lentur untuk berinteraksi dengan era kontemporer, meskipun hal ini terkadang menimbulkan ambiguitas identitas, seperti yang terlihat pada varian “Holat Ayam” dari Simalungun.
Oleh karena itu, pelestarian Holat memiliki makna yang lebih luas. Melestarikan Holat berarti menjaga keberagaman dan kekayaan budaya Indonesia. Ini adalah tugas kolektif yang melibatkan pemerintah, maestro kuliner, dan masyarakat luas untuk terus menghargai, mempromosikan, dan mengajarkan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap gigitan hidangan unik ini. Holat adalah pengingat bahwa di balik rasa yang paling tidak biasa sekalipun, terkandung cerita dan makna yang tak ternilai.