Sejarah Al-Andalus, sebuah peradaban Islam di Semenanjung Iberia (Spanyol dan Portugal) yang berlangsung selama hampir delapan abad. Tinjauan ini melampaui narasi sederhana tentang penaklukan dan kejatuhan, dengan mengeksplorasi dinamika kompleks yang membentuk masa kejayaannya serta faktor-faktor internal dan eksternal yang secara bertahap melemahkan dan akhirnya meruntuhkan kekuasaannya. Dari puncak intelektual dan ekonomi di Córdoba hingga pengepungan terakhir di Granada, laporan ini menyoroti bagaimana peradaban multikultural ini menjadi jembatan antara Timur dan Barat, meninggalkan warisan abadi yang membentuk fondasi Renaisans Eropa.

Pendahuluan: Al-Andalus, Gerbang Islam di Eropa Barat

Al-Andalus, yang berasal dari bahasa Arab “Al-Andalus,” mengacu pada wilayah Semenanjung Iberia yang pernah berada di bawah kekuasaan Islam. Sejarah Al-Andalus adalah babak penting dalam sejarah dunia, yang ditandai oleh percampuran budaya, inovasi intelektual, dan ketegangan politik. Laporan ini bertujuan untuk mengulas secara komprehensif perjalanan peradaban ini, dimulai dari fondasi penaklukannya, mencapai puncak kejayaan, menghadapi kemunduran bertahap, hingga akhirnya jatuh.

Kronologi Al-Andalus dapat dibagi menjadi beberapa periode utama yang saling terkait dan memengaruhi satu sama lain. Periode-periode ini mencakup penaklukan awal dan konsolidasi (711–756 M), masa kejayaan di bawah Emirat dan Kekhalifahan Umayyah (756–1031 M), era fragmentasi politik yang dikenal sebagai periode Muluk al-Tawaif (1031–1086 M), intervensi dinasti Berber (1095–1212 M), dan akhirnya masa bertahan Kerajaan Granada yang tersisa (1332–1492 M). Laporan ini akan menganalisis dinamika di balik setiap fase ini, menguraikan pilar-pilar yang membangun kejayaan dan faktor-faktor yang menyebabkan keruntuhannya, guna memberikan pemahaman yang bernuansa dan tidak menyederhanakan kompleksitas sejarah ini.

Fase Penaklukan dan Konsolidasi (711-756 M)

Penaklukan Semenanjung Iberia dimulai dengan ekspedisi militer yang dipimpin oleh komandan Tariq bin Ziyad pada 711 M. Sebagai seorang gubernur di Maroko di bawah Kekhalifahan Umayyah, Tariq memimpin pasukan yang sebagian besar terdiri dari 7.000 pasukan Berber, yang baru-baru ini berada di bawah pengaruh Muslim, menyeberangi Selat Gibraltar. Tempat pendaratan mereka dinamai   Jabal at-Tariq (Bukit Tariq), yang kemudian dikenal sebagai Gibraltar. Pendaratan ini memanfaatkan kondisi politik yang rapuh di Kerajaan Visigoth, yang saat itu sedang dilanda perang saudara. Terdapat narasi bahwa seorang bangsawan Visigoth bernama Julian meminta bantuan Tariq bin Ziyad untuk membalas dendam kepada Raja Roderic, sebuah cerita yang, meskipun mungkin bercampur dengan legenda, menunjukkan adanya aliansi oportunistik yang memfasilitasi invasi.

Pasukan Tariq berhasil mengalahkan Raja Visigoth, Roderic, dalam pertempuran yang menentukan di Guadalete. Kemenangan yang tidak terduga ini menarik atasan Tariq, wali Musa bin Nusayr, yang tiba dengan 18.000 pasukan Arab dan secara cepat mengambil alih dua pertiga Semenanjung Iberia dalam beberapa tahun. Penaklukan yang begitu cepat ini tidak hanya disebabkan oleh kekuatan militer, tetapi juga oleh kelemahan internal Kerajaan Visigoth. Dengan populasi Visigoth yang hanya 1-2% dari total, mereka kesulitan mengendalikan penduduk yang memberontak. Kedatangan pasukan Muslim dilihat oleh sebagian penduduk sebagai alternatif yang lebih baik daripada pemerintahan Visigoth yang tidak populer.

Setelah penaklukan, wilayah yang dinamai Al-Andalus ini pada awalnya berfungsi sebagai provinsi Kekhalifahan Umayyah yang berpusat di Damaskus, dengan ibu kota di Córdoba. Namun, situasi berubah drastis setelah Revolusi Abbasiyah yang menggulingkan Dinasti Umayyah pada 750 M. Pangeran Umayyah yang selamat, Abdurrahman I, melarikan diri ke Iberia dan pada 756 M berhasil merebut kekuasaan, memproklamasikan dirinya sebagai emir. Langkah ini secara de facto menjadikan Al-Andalus sebuah entitas politik yang independen dari Kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad. Pembentukan keamiran independen ini adalah titik balik krusial yang memungkinkan Al-Andalus untuk membangun stabilitas politik jangka panjang yang diperlukan untuk memicu ledakan intelektual dan budaya di abad-abad berikutnya. Hal ini juga memberikan Al-Andalus otonomi untuk mengembangkan identitas budayanya sendiri, terpisah dari pusat kekuasaan Islam di Timur, yang membedakannya dari peradaban Islam lainnya.

Puncak Peradaban: Masa Kejayaan Al-Andalus (Abad ke-8 hingga ke-10 M)

Stabilitas Politik dan Kemakmuran

Masa kejayaan Al-Andalus, sering disebut sebagai “Zaman Keemasan Islam di Eropa Barat,” mencapai puncaknya di bawah Kekhalifahan Córdoba, terutama pada masa pemerintahan Abdurrahman III (912-961 M) dan putranya, Al-Hakam II (961-976 M). Abdurrahman III memproklamirkan dirinya sebagai khalifah pada 929 M, sebuah langkah politik yang secara efektif menyamai statusnya dengan Kekhalifahan Abbasiyah dan Fatimiyah. Di bawah kepemimpinannya, masyarakat menikmati kesejahteraan dan kemakmuran yang tinggi. Stabilitas politik yang ia ciptakan memungkinkan pembangunan infrastruktur megah, seperti kota satelit Al-Qashr Al-Kabir dan Al-Zahra, yang menunjukkan tingkat kemajuan yang luar biasa. Fondasi politik yang kuat ini secara langsung menopang kemajuan peradaban dalam berbagai bidang.

Pencapaian Intelektual dan Sains

Al-Andalus, khususnya Córdoba, bertransformasi menjadi pusat intelektual dunia yang menarik ilmuwan, filsuf, dan seniman dari seluruh dunia Islam. Universitas Córdoba didirikan, dan perpustakaan di kota itu, pada masa Al-Hakam II, dilaporkan memiliki ratusan ribu koleksi buku yang didatangkan dari Damaskus, Baghdad, dan kota-kota Islam lainnya. Keunggulan ini tidak terbatas pada koleksi buku, tetapi juga pada perkembangan ilmu pengetahuan di berbagai bidang, termasuk matematika, astronomi, kedokteran, dan sastra.

Peradaban ini melahirkan beberapa tokoh intelektual terbesar dalam sejarah. Di bidang filsafat, Ibnu Rushd (Averroes) membuat kontribusi besar dengan karyanya Tahāfut al-Tahāfut, yang membela filsafat Aristoteles dari kritik Al-Ghazali. Ibnu Rushd menjadi komentator utama Aristoteles dan pemikiran rasionalnya menjadi dasar bagi Renaisans di Eropa. Tokoh filsuf lain yang tak kalah pentingnya adalah Ibn Bājjah dan Ibn Tufail. Selain filsafat, Al-Andalus juga unggul dalam sains. Di bidang astronomi, Al-Khawarizmi memberikan sumbangan penting melalui karya-karyanya. Sementara di bidang kedokteran, Al-Zahrawi juga dikenal luas.

Peran Al-Andalus sebagai “jembatan ilmu” antara peradaban Islam dan Eropa sangatlah signifikan. Banyak karya ilmiah Muslim diterjemahkan ke dalam bahasa Latin di pusat-pusat penerjemahan seperti Toledo. Hal ini memungkinkan para sarjana Eropa yang berdatangan ke Al-Andalus untuk mempelajari dan mendalami ilmu pengetahuan Islam, yang pada gilirannya memicu kebangkitan intelektual di Eropa dan meletakkan fondasi bagi Renaisans.

Struktur Sosial dan Koeksistensi Agama (Convivencia)

Struktur sosial Al-Andalus adalah contoh masyarakat multikultural yang kompleks, terdiri dari tiga kelompok agama utama: Muslim, Kristen, dan Yahudi. Dalam komunitas Muslim sendiri, terdapat divisi etnis antara Arab, Berber, dan Muladies (mualaf pribumi). Meskipun ada ketegangan, seperti ketidakrelaan elit Arab untuk menerima mualaf sebagai warga kelas satu, interaksi yang harmonis secara umum menciptakan lingkungan yang subur untuk pertukaran ide dan perkembangan budaya.

Hubungan antara komunitas agama seringkali digambarkan sebagai convivencia, atau koeksistensi. Pada periode yang stabil seperti di bawah Abdurrahman III, Yahudi khususnya menikmati masa keemasan, di mana mereka dapat bekerja sebagai dokter, pedagang, dan pejabat tinggi di pemerintahan. Namun, koeksistensi ini tidak selalu konstan; hubungan antaragama memburuk pada masa dinasti yang lebih fundamentalis seperti Almohad, yang memaksa non-Muslim untuk memilih antara konversi atau emigrasi. Meskipun demikian, model historis ini menunjukkan bagaimana keragaman dapat menjadi kekuatan pendorong bagi inovasi dan kreativitas.

Keunggulan Ekonomi dan Manufaktur

Kemakmuran Al-Andalus didasarkan pada kombinasi yang sehat antara pertanian, industri, dan perdagangan. Sektor pertanian adalah pilar ekonomi utama, di mana praktik-praktik pertanian diperlakukan sebagai ilmu pengetahuan. Para penguasa Muslim meningkatkan dan memperluas sistem irigasi Romawi dengan teknologi baru seperti kincir air (noria) dan pabrik air (aceña), yang memungkinkan mereka mengubah daerah kering menjadi oasis yang subur. Inovasi ini memungkinkan penanaman berbagai tanaman baru seperti jeruk, lemon, semangka, dan tebu.

Selain pertanian, Al-Andalus juga menjadi pusat manufaktur dan perdagangan yang kaya. Produk-produk seperti kerajinan kulit Córdoba, sutra, keramik, dan tekstil diekspor ke seluruh Mediterania. Emas yang diimpor dari sub-Sahara Afrika menjadi dasar pertukaran di seluruh Eropa hingga penemuan Amerika. Kemakmuran ekonomi yang luar biasa ini memberikan sumber daya yang melimpah untuk investasi dalam infrastruktur, seni, dan, yang terpenting, pendidikan dan ilmu pengetahuan. Hal ini menunjukkan bahwa kemajuan intelektual dan budaya bukanlah entitas yang berdiri sendiri, melainkan hasil langsung dari fondasi politik dan ekonomi yang kuat yang dikembangkan selama masa kejayaan.

Seni dan Arsitektur

Warisan artistik Al-Andalus adalah sintesis unik dari berbagai tradisi. Arsitektur Moor menggabungkan elemen Romawi, Bizantium, dan Visigoth dengan gaya Islam, menciptakan ciri khas yang unik seperti busur tapal kuda dan penggunaan motif geometris dan kaligrafi yang rumit. Salah satu contoh paling ikonik adalah Masjid Agung Córdoba, yang memadukan elemen Islam, Kristen, dan Visigoth. Monumen-monumen lain yang juga menakjubkan termasuk kota istana Madinat al-Zahra dan Istana Alhambra di Granada, yang merupakan puncak pencapaian arsitektur Nasrid.

Tabel 1: Garis Waktu Utama Sejarah Politik Al-Andalus (711–1492 M)

Tahun Periode Utama Peristiwa Kunci dan Dinasti Penguasa
711-756 M Fase Penaklukan Penaklukan oleh Tariq bin Ziyad dan Musa bin Nusayr.
756-929 M Keamiran Córdoba Abdurrahman I mendirikan Keamiran Umayyah yang independen.
929-1031 M Kekhalifahan Córdoba Puncak kekuasaan dan kejayaan di bawah Abdurrahman III dan Al-Hakam II.
1031-1086 M Era Muluk al-Tawaif Kekhalifahan pecah menjadi kerajaan-kerajaan kecil yang saling bertikai.
1086-1212 M Dinasti Berber Intervensi Dinasti Murabitun dan Muwahhidun dari Afrika Utara.
1212-1492 M Kerajaan Granada Jatuhnya kota-kota besar, hanya menyisakan Granada sebagai benteng terakhir.
1492 M Akhir Kekuasaan Islam Jatuhnya Granada ke tangan Kerajaan Katolik.

Faktor-Faktor Keruntuhan: Kemunduran yang Bertahap (Abad ke-11 hingga ke-15 M)

Kemunduran Al-Andalus bukanlah peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba, tetapi merupakan proses bertahap yang didorong oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Di dalam, peradaban ini digerogoti oleh perpecahan politik yang fatal. Setelah keruntuhan Kekhalifahan Córdoba pada 1031 M, Al-Andalus terfragmentasi menjadi lebih dari 30 kerajaan kecil yang dikenal sebagai era Muluk al-Tawaif atau raja-raja kelompok. Perpecahan ini berakar pada sistem suksesi yang tidak jelas di Daulah Umayyah, yang memicu perebutan kekuasaan dan peperangan saudara di antara para ahli waris. Selain itu, laporan juga menyoroti masalah sosial dan moral, termasuk kegagalan ideologi pemersatu, bentrokan etnis antara Arab, Berber, dan mualaf pribumi, serta penyakit sosial yang disebut wahn (cinta dunia dan takut mati).

Fragmentasi internal ini memberikan kesempatan emas bagi kerajaan-kerajaan Kristen di utara untuk memulai kampanye militer yang dikenal sebagai Reconquista, atau penaklukan kembali. Berbeda dengan narasi populer yang menggambarkannya sebagai “perang suci” yang terpadu, Reconquista adalah serangkaian kampanye yang kompleks dan berlangsung selama berabad-abad, seringkali didorong oleh ambisi politik dan ekonomi para penguasa Kristen yang terkadang juga berkonflik satu sama lain. Pertempuran-pertempuran penentu seperti Pertempuran Covadonga (722 M), yang dianggap sebagai awal Reconquista, dan Pertempuran Las Navas de Tolosa (1212 M), secara signifikan melemahkan kekuatan Muslim dan mempercepat penaklukan.

Untuk mengatasi ancaman ini, penguasa Taifa meminta bantuan dinasti Berber dari Afrika Utara, Murabitun dan Muwahhidun. Meskipun mereka awalnya berhasil menghalau pasukan Kristen, mereka pada akhirnya mendirikan kekuasaan mereka sendiri, yang tidak mampu menghentikan laju Reconquista dalam jangka panjang. Keterkaitan antara perpecahan internal dan keberhasilan Reconquista sangat jelas. Kerajaan-kerajaan Taifa yang terfragmentasi dan saling bertikai menjadi sasaran empuk bagi kerajaan-kerajaan Kristen yang semakin bersatu. Hal ini menggarisbawahi bahwa keruntuhan Al-Andalus terutama berasal dari dalam, bukan hanya dari tekanan eksternal.

Jatuhnya Granada: Akhir dari Kekuasaan Islam (1492 M)

Pada paruh kedua abad ke-15, nasib Al-Andalus ditentukan oleh persatuan dua kerajaan Kristen terkuat. Pernikahan Ferdinand II dari Aragon dan Isabella I dari Castile pada 1469 M menciptakan kekuatan militer dan politik yang terpadu dengan tujuan tunggal untuk mengakhiri kekuasaan Islam di Iberia. Pada saat itu, Al-Andalus hanya menyisakan satu benteng terakhir, yaitu Keamiran Granada.

Pasukan Kristen yang bersatu mengepung Granada, dan setelah pengepungan yang panjang, Kesultanan Granada akhirnya menyerah pada 2 Januari 1492. Peristiwa ini menandai berakhirnya hampir delapan abad kekuasaan Islam di Semenanjung Iberia. Setelah penyerahan, pasukan Kristen memasuki kota, menurunkan bendera Islam, dan menggantinya dengan panji-panji mereka di Istana Alhambra. Sultan terakhir, Abu Abdullah Muhammad, menandatangani perjanjian penyerahan.

Jatuhnya Granada memiliki konsekuensi yang tragis bagi penduduk Muslim dan Yahudi. Mereka dihadapkan pada pilihan sulit: pindah ke agama Kristen atau diusir dari tanah yang telah menjadi rumah mereka selama berabad-abad. Cerita tentang “Tangis Sultan Granada” yang konon melihat kembali istananya dari bukit terdekat, adalah narasi yang melambangkan akhir yang emosional dan tragis dari peradaban yang cemerlang. Peristiwa 1492 juga memiliki signifikansi global yang lebih luas, bertepatan dengan tahun di mana Ferdinand dan Isabella mensponsori ekspedisi Christopher Columbus, yang menandai dimulainya era baru ekspansi Spanyol ke seluruh dunia.

Warisan Abadi Al-Andalus

Meskipun kekuasaan politiknya berakhir, Al-Andalus meninggalkan warisan yang tak terhapuskan pada peradaban global. Melalui perannya sebagai “jembatan ilmu,” Al-Andalus secara langsung berkontribusi pada kebangkitan intelektual di Eropa yang dikenal sebagai Renaisans. Transmisi pengetahuan dari dunia Islam di bidang filsafat, matematika, astronomi, dan kedokteran memberikan fondasi baru bagi pemikiran Barat.

Jejak-jejak peradaban ini masih sangat terlihat di Spanyol dan Portugal modern, terutama dalam arsitektur, bahasa, dan pertanian. Monumen-monumen arsitektur yang megah seperti Masjid Agung Córdoba, Istana Alhambra di Granada, dan Alcázar di Seville masih berdiri sebagai bukti warisan seni dan kebudayaan yang luar biasa. Banyak kata dalam bahasa Spanyol dan Portugis modern juga berasal dari bahasa Arab, terutama yang berkaitan dengan pertanian dan kehidupan sehari-hari. Selain itu, sistem irigasi canggih yang diperkenalkan oleh peradaban Moor masih memengaruhi lanskap pertanian di beberapa wilayah Spanyol, seperti Valencia dan Murcia.

Analisis dan Kesimpulan Komprehensif

Narasi tentang kejayaan dan keruntuhan Al-Andalus bukanlah cerita sederhana tentang naik dan turunnya satu peradaban, melainkan sebuah studi kasus kompleks tentang dinamika internal dan eksternal. Masa kejayaan Al-Andalus didorong oleh stabilitas politik yang luar biasa di bawah Kekhalifahan Umayyah, yang memungkinkan kemakmuran ekonomi melalui inovasi pertanian dan perdagangan, serta lingkungan multikultural yang, meskipun tidak selalu sempurna, mendorong pertukaran pengetahuan dan kreativitas.

Tabel 2: Perbandingan Kondisi Sosial dan Ekonomi di Masa Kejayaan vs. Masa Keruntuhan

Indikator Masa Kejayaan (Abad ke-10) Masa Keruntuhan (Abad ke-11 ke Depan)
Pemerintahan Terpusat (Kekhalifahan Córdoba) Terfragmentasi (Era Muluk al-Tawaif)
Koeksistensi Sosial Multikultural, Periode convivencia relatif harmonis Konflik etnis dan sosial meningkat, persekusi terhadap non-Muslim (di bawah Almohad)
Ekonomi Sangat makmur, berbasis inovasi pertanian & perdagangan Terabaikan, memicu masalah kesejahteraan masyarakat
Militer & Politik Kuat, menopang kekuasaan terpusat Melemah, terjadi perebutan kekuasaan, membuat rentan terhadap serangan eksternal

Faktor-faktor yang paling dominan dalam keruntuhan Al-Andalus adalah internal, yaitu perpecahan politik (Muluk al-Tawaif), konflik sosial, dan kegagalan kepemimpinan. Kelemahan-kelemahan ini dimanfaatkan dengan sangat efektif oleh kekuatan eksternal, yaitu kampanye Reconquista oleh kerajaan-kerajaan Kristen yang semakin bersatu. Hal ini menegaskan bahwa sebuah peradaban tidak hanya mengandalkan kekuatan militer, tetapi juga pada kemajuan ilmu pengetahuan dan persatuan masyarakat.

 

Daftar Pustaka

  1. Sejarah Singkat Perkembangan Islam di Andalusia | kumparan.com, accessed September 1, 2025, https://kumparan.com/berita-terkini/sejarah-singkat-perkembangan-islam-di-andalusia-20VHiFHeggF
  2. Timelines – Cities of Light, accessed September 1, 2025, https://www.islamicspain.tv/history-of-islamic-spain/timeline-history/
  3. Sejarah Andalusia, Berdirinya Provinsi Kekaisaran Umayyah di Eropa – Semua Halaman – National Geographic Indonesia, accessed September 1, 2025, https://nationalgeographic.grid.id/read/133811439/sejarah-andalusia-berdirinya-provinsi-kekaisaran-umayyah-di-eropa?page=all
  4. The Spanish Reconquista: Real Military Campaign or National Myth?, accessed September 1, 2025, https://explorethearchive.com/spanish-reconquista
  5. MAKALAH SEJARAH PERADABAN ISLAM DI ANDALUSIA (SPANYOL) DAN PENGARUHNYA DI EROPA Dosen Pengampu, accessed September 1, 2025, https://mynida.stainidaeladabi.ac.id/asset/file_pertemuan/92ae4-makalah-sejarah-peradaban-islam-di-andalusia-1-.pdf
  6. Gemilang Intelektual dan Multikulturalisme: Studi Peradaban Islam pada Masa Umayyah di Andalusia – FAI UMA, accessed September 1, 2025, https://fai.uma.ac.id/2023/12/01/gemilang-intelektual-dan-multikulturalisme-studi-peradaban-islam-pada-masa-umayyah-di-andalusia/
  7. sejarah perkembangan filsafat islam di andalusia (abad ke-11-12 m …, accessed September 1, 2025, http://digilib.uinsa.ac.id/23503/7/Maunatus%20Sholikhah_A72214043.pdf
  8. Sumbangan Daulah Islam Andalusia terhadap Renaissance di Eropa, accessed September 1, 2025, https://digilib.uns.ac.id/dokumen/detail/4692/Sumbangan-daulah-islam-andalusia-terhadap-renaissance-di-Eropa
  9. WARISAN ANDALUSIA: JEJAK INTELEKTUAL ISLAM DALAM SEJARAH SPANYOL – Jurnal Online STAI Muhammadiyah Probolinggo, accessed September 1, 2025, https://jurnal.staim-probolinggo.ac.id/index.php/Muaddib/article/download/1814/1425
  10. Islam Spanyol: Konstruksi Politik, Kebangkitan Intelektual, Dan, accessed September 1, 2025, https://www.ojs.cahayamandalika.com/index.php/jtm/article/download/5089/3880
  11. Hubungan Harmonis antara Muslim dan Yahudi sejak Masa …, accessed September 1, 2025, https://journal.unj.ac.id/unj/index.php/hayula/article/download/948/839/1585
  12. Sejarah Bani Umayyah di Andalusia dan Faktor Keruntuhannya, accessed September 1, 2025, https://tirto.id/sejarah-kemunduran-kekhalifahan-umayyah-di-andalusia-faktornya-gYe9
  13. Al-Andalus: Economy. – Spain Then and Now, accessed September 1, 2025, https://www.spainthenandnow.com/spanish-history/al-andalus-economy
  14. Art and Architecture – El legado andalusi, accessed September 1, 2025, https://www.legadoandalusi.es/history-of-al-andalus/art-and-architecture/?lang=en
  15. Al-Andalus: The Art of Islamic Spain – The Metropolitan Museum of Art, accessed September 1, 2025, https://www.metmuseum.org/met-publications/al-andalus-the-art-of-islamic-spain
  16. Faktor-faktor Penyebab Runtuhnya Andalusia (Bag. 1) – Markaz Inayah, accessed September 1, 2025, https://markazinayah.com/faktor-faktor-penyebab-runtuhnya-andalusia-bag-1/
  17. Mengenal Reconquista dan Peristiwa Penting di Dalamnya | kumparan.com, accessed September 1, 2025, https://kumparan.com/sejarah-dan-sosial/mengenal-reconquista-dan-peristiwa-penting-di-dalamnya-21ivhNRliyC
  18. Keruntuhan Islam Andalusia dan Tangis Sultan Granada, accessed September 1, 2025, https://www.cnnindonesia.com/internasional/20210420164104-134-632390/keruntuhan-islam-andalusia-dan-tangis-sultan-granada
  19. Reconquista, Periode Sejarah Perang Salib Melawan Kekhalifahan Cordoba – Semua Halaman – National Geographic Indonesia, accessed September 1, 2025, https://nationalgeographic.grid.id/read/133935548/reconquista-periode-sejarah-perang-salib-melawan-kekhalifahan-cordoba?page=all

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

37 + = 40
Powered by MathCaptcha