Desentralisasi fiskal telah menjadi pilar utama dalam kerangka pemerintahan Indonesia, mengamanatkan transfer kewenangan dan tanggung jawab keuangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dalam konteks ini, Dana Perimbangan memainkan peran krusial sebagai instrumen untuk mendanai kebutuhan daerah dan mengurangi ketimpangan fiskal antarwilayah. Dana Bagi Hasil (DBH), sebagai salah satu komponen utama Dana Perimbangan, dirancang untuk mengembalikan sebagian pendapatan negara yang bersumber dari pajak dan sumber daya alam kepada daerah penghasil, atau daerah yang terkait dengan sumber pendapatan tersebut. Mekanisme ini bertujuan untuk memperkuat kapasitas fiskal daerah, memungkinkan mereka untuk melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan dan menyediakan pelayanan publik yang lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat lokal.

Provinsi Sumatera Utara, dengan potensi ekonomi yang beragam, mulai dari sektor pertanian, perkebunan, hingga industri dan perdagangan, sangat bergantung pada pengelolaan DBH yang efektif. Alokasi dan pemanfaatan DBH yang efisien di provinsi ini diharapkan dapat mendukung percepatan pembangunan daerah, peningkatan kualitas infrastruktur, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat secara merata. Oleh karena itu, analisis mendalam terhadap DBH Pajak di Sumatera Utara menjadi sangat relevan untuk memahami dinamika keuangan daerah dan mengidentifikasi area-area yang memerlukan perbaikan kebijakan.

Tujuan dan Ruang Lingkup Analisis Tulisan

Tulisan ini bertujuan untuk menyajikan ulasan analitis komprehensif mengenai Dana Bagi Hasil Pajak yang dialokasikan dan dikelola oleh Provinsi Sumatera Utara. Analisis ini akan mencakup beberapa aspek kunci, dimulai dari kerangka regulasi yang mendasari DBH Pajak, tren realisasi historis penerimaannya, pola pemanfaatan dana tersebut dalam anggaran daerah, serta dampak yang ditimbulkannya terhadap pembangunan regional.

Selain itu, tulisan ini juga akan mengidentifikasi berbagai tantangan dan permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan DBH Pajak di Sumatera Utara, termasuk isu-isu terkait transparansi, akuntabilitas, dan tantangan spesifik pada sektor-sektor tertentu seperti perkebunan. Untuk memberikan perspektif yang lebih luas, tulisan ini juga akan menyertakan studi kasus atau perbandingan dengan pengelolaan DBH di provinsi lain di Indonesia. Dengan demikian, tulisan ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai kinerja DBH Pajak di Sumatera Utara dan merumuskan rekomendasi kebijakan yang strategis untuk optimalisasi pengelolaannya.

Metodologi Pendekatan Analisis

Analisis dalam tulisan ini didasarkan pada data dan informasi yang bersumber dari tulisan keuangan pemerintah daerah, peraturan perundang-undangan yang relevan, serta kajian fiskal regional yang diterbitkan oleh institusi pemerintah dan lembaga penelitian. Pendekatan yang digunakan adalah deskriptif-analitis, di mana data kuantitatif dan kualitatif akan diinterpretasikan untuk mengidentifikasi tren, pola, dan hubungan kausalitas.

Data realisasi anggaran dan alokasi DBH akan disajikan secara sistematis dalam bentuk tabel untuk memudahkan pemahaman. Informasi mengenai dasar hukum dan mekanisme bagi hasil akan dijelaskan secara rinci untuk memberikan konteks regulasi yang kuat. Setiap temuan dan observasi yang muncul dari data akan dijelaskan secara mendalam, menguraikan signifikansi dan implikasinya terhadap pengelolaan keuangan daerah dan pembangunan di Sumatera Utara.

Kerangka Konseptual dan Regulasi Dana Bagi Hasil Pajak di IndonesiaDefinisi dan Tujuan Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak

Dana Bagi Hasil (DBH) adalah komponen fundamental dalam sistem perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah di Indonesia. Secara definitif, DBH merupakan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu dari pendapatan negara. Tujuan utama alokasi dana ini adalah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Definisi ini secara konsisten ditegaskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan, termasuk Pasal 1 angka 15 Undang-Undang APBN Tahun Anggaran 2021  dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005

Tujuan utama dari penyaluran DBH adalah untuk memperbaiki keseimbangan fiskal secara vertikal antara pemerintah pusat dan daerah, dengan mempertimbangkan potensi daerah penghasil. Hal ini berarti bahwa daerah-daerah yang berkontribusi besar terhadap penerimaan pajak atau sumber daya alam nasional akan menerima porsi yang lebih besar dari pendapatan tersebut. Selain itu, DBH juga berfungsi untuk mendanai kebutuhan daerah dalam kerangka otonomi, memungkinkan pemerintah daerah untuk lebih mandiri dalam mengelola pembangunan dan pelayanan publik sesuai dengan prioritas lokal. Konsistensi dalam definisi dan tujuan ini menunjukkan bahwa konsep dasar DBH telah mapan dalam kerangka keuangan negara, menjadi fondasi penting untuk mengevaluasi implementasi dan efektivitasnya di tingkat daerah.

Dasar Hukum Pengelolaan DBH Pajak

Pengelolaan Dana Bagi Hasil di Indonesia diatur oleh serangkaian peraturan perundang-undangan yang komprehensif, mencerminkan upaya pemerintah untuk menciptakan sistem perimbangan keuangan yang adil dan akuntabel. Dasar hukum utama yang mengatur DBH meliputi:

  1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah: Undang-undang ini menjadi landasan awal bagi pembagian kewenangan fiskal antara pusat dan daerah, termasuk pengaturan mengenai Dana Perimbangan yang di dalamnya terdapat DBH.
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan: Peraturan Pemerintah ini merupakan turunan dari UU Nomor 33 Tahun 2004, yang merinci lebih lanjut jenis-jenis DBH, persentase pembagian, serta mekanisme alokasi dan penyalurannya.
  3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD): Undang-undang terbaru ini membawa reformasi signifikan dalam pengelolaan dana transfer ke daerah, termasuk DBH. UU HKPD mulai diimplementasikan pada Tahun Anggaran (TA) 2023. Perubahan regulasi ini menunjukkan komitmen pemerintah pusat untuk terus menyempurnakan sistem desentralisasi fiskal guna mewujudkan pengelolaan yang lebih adil, transparan, akuntabel, dan berkinerja. Adanya penyempurnaan dasar hukum secara berkelanjutan ini mengindikasikan bahwa tantangan dalam pengelolaan DBH, termasuk di Sumatera Utara, kemungkinan besar merupakan masalah yang sedang atau telah diupayakan solusinya melalui reformasi kebijakan, atau bahkan tantangan baru yang muncul seiring dinamika ekonomi dan fiskal.
  4. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait: Berbagai PMK diterbitkan untuk merinci alokasi definitif dan pedoman teknis penyaluran DBH, seperti PMK Nomor 193/PMK.07/2008 yang mengatur penetapan alokasi definitif DBH Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri serta PPh Pasal 21 untuk Tahun Anggaran 2008.

Dinamika regulasi ini mencerminkan upaya berkelanjutan pemerintah untuk meningkatkan efektivitas dan keadilan dalam pengelolaan perimbangan keuangan. Oleh karena itu, analisis terhadap DBH di Sumatera Utara perlu mempertimbangkan bagaimana perubahan-perubahan dalam kerangka hukum ini memengaruhi penerimaan dan pemanfaatan dana di tingkat provinsi.

Jenis-jenis DBH Pajak dan Mekanisme Alokasinya

DBH Pajak di Indonesia terdiri dari beberapa jenis pajak yang penerimaannya dibagi antara pemerintah pusat dan daerah. Setiap jenis DBH Pajak memiliki mekanisme alokasi dan persentase pembagian yang spesifik, yang dirancang untuk mencerminkan prinsip “by origin” dan mendanai kebutuhan daerah dalam kerangka desentralisasi.

Jenis-jenis DBH Pajak meliputi:

  1. DBH Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (WPOPDN) dan PPh Pasal 21:
  • Penerimaan negara dari PPh Pasal 25 dan Pasal 29 WPOPDN serta PPh Pasal 21 dibagikan kepada daerah sebesar 20%.
  • Dari 20% tersebut, 8% dialokasikan untuk provinsi yang bersangkutan, dan 12% untuk kabupaten/kota dalam provinsi tersebut.
  • Porsi 12% untuk kabupaten/kota dibagi lagi: 8.4% untuk kabupaten/kota tempat wajib pajak terdaftar, dan 3.6% didistribusikan secara merata kepada seluruh kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan.
  • Penyaluran DBH PPh dilaksanakan secara triwulanan berdasarkan prognosa realisasi penerimaan, dengan penyesuaian definitif di triwulan keempat.
  1. DBH Pajak Bumi dan Bangunan (PBB):
  • Untuk daerah, sebesar 90% dari penerimaan PBB dibagi dengan rincian: 16.2% untuk provinsi yang bersangkutan, 64.8% untuk kabupaten/kota yang bersangkutan, dan 9% untuk biaya pemungutan
  • Penyaluran DBH PBB dilaksanakan secara mingguan berdasarkan realisasi penerimaan.
  1. DBH Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB):
  • Untuk daerah, sebesar 80% dari penerimaan BPHTB dibagi dengan rincian: 16% untuk provinsi yang bersangkutan dan 64% untuk kabupaten/kota yang bersangkutan.
  • Penyaluran DBH BPHTB juga dilaksanakan secara mingguan berdasarkan realisasi penerimaan.
  1. DBH Cukai Hasil Tembakau (CHT):
  • Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 juga mengatur DBH CHT sebagai jenis DBH yang ditentukan penggunaannya (earmarked), serupa dengan DBH Dana Reboisasi.

Selain DBH Pajak, terdapat pula DBH Sumber Daya Alam (SDA) yang meliputi sektor Kehutanan, Pertambangan Umum (Mineral dan Batubara), Perikanan, Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Panas Bumi. Persentase bagi hasil untuk DBH SDA juga bervariasi, dengan porsi yang berbeda antara provinsi, kabupaten/kota penghasil, dan kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.

Struktur persentase bagi hasil yang berbeda untuk setiap jenis pajak dan SDA, dengan porsi yang lebih besar seringkali dialokasikan ke kabupaten/kota penghasil, mencerminkan prinsip “by origin”. Desain ini bertujuan untuk memberdayakan daerah penghasil dan mengaitkan langsung kapasitas fiskal daerah dengan potensi ekonomi lokal. Namun, hal ini secara inheren dapat menciptakan disparitas fiskal yang signifikan antara daerah yang kaya sumber daya atau basis pajak yang kuat dengan daerah yang kurang beruntung. Bagi Provinsi Sumatera Utara, yang memiliki beragam potensi (pertanian, perkebunan, pertambangan), pola ini menghasilkan distribusi DBH yang tidak merata di antara kabupaten/kota di dalamnya, yang kemudian dapat memicu isu keadilan dan pemerataan pembangunan di tingkat provinsi.

Prinsip Penyaluran DBH Pajak

Penyaluran Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak di Indonesia didasarkan pada beberapa prinsip utama yang bertujuan untuk memastikan keadilan dan efisiensi dalam transfer fiskal dari pusat ke daerah:

  1. Prinsip by origin: Pembagian DBH dilakukan berdasarkan daerah asal penerimaan pajak atau sumber daya alam. Artinya, daerah yang menjadi sumber penerimaan tersebut akan mendapatkan porsi bagi hasil yang lebih besar. Prinsip ini mendorong daerah untuk mengoptimalkan potensi penerimaan di wilayahnya.
  2. Prinsip Based on Actual Revenue: Penyaluran DBH didasarkan pada realisasi penerimaan yang sebenarnya pada tahun anggaran berjalan, sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004. Prinsip ini bertujuan untuk memastikan bahwa alokasi dana sesuai dengan kondisi penerimaan riil negara
  3. Mekanisme Penyaluran Berdasarkan Jenis Pajak:
  • DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21: Penyaluran dana ini dilakukan secara triwulanan. Pembayaran didasarkan pada prognosa realisasi penerimaan pada tahun anggaran berjalan. Pada triwulan keempat, penyaluran didasarkan pada selisih antara pembagian definitif dengan jumlah dana yang telah dicairkan selama triwulan pertama hingga ketiga. Jika terjadi kelebihan penyaluran karena prognosa awal lebih besar dari realisasi definitif, kelebihan tersebut akan diperhitungkan dalam penyaluran tahun anggaran berikutnya.
  • DBH PBB dan BPHTB: Penyaluran dana ini dilaksanakan secara mingguan. Mekanisme ini didasarkan pada realisasi penerimaan PBB dan BPHTB pada tahun anggaran berjalan.

Prinsip “Based on Actual Revenue” , meskipun bertujuan untuk akurasi, secara inheren memperkenalkan elemen ketidakpastian bagi perencanaan anggaran daerah. Jika realisasi penerimaan nasional dari pajak atau sumber daya alam berfluktuasi secara signifikan, misalnya karena perubahan harga komoditas atau kondisi ekonomi makro, maka jumlah DBH yang diterima daerah bisa lebih rendah dari yang dianggarkan. Hal ini memaksa pemerintah daerah untuk melakukan penyesuaian anggaran di tengah jalan, yang dapat menunda atau bahkan membatalkan program pembangunan yang telah direncanakan, serta berpotensi menimbulkan tunggakan pembayaran kepada pihak ketiga atau kepada daerah di bawahnya. Ketidakpastian ini menuntut pemerintah daerah untuk memiliki manajemen kas yang kuat dan strategi fiskal yang adaptif.

Analisis Realisasi Dana Bagi Hasil Pajak Provinsi Sumatera Utara

Tren Alokasi dan Realisasi DBH Pajak Provinsi Sumatera Utara (2019-2024)

Realisasi Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak bagi Provinsi Sumatera Utara menunjukkan fluktuasi yang mencerminkan dinamika penerimaan pajak nasional dan kondisi ekonomi regional. Meskipun DBH merupakan komponen penting dalam pendapatan daerah, porsinya dalam total APBD Provinsi Sumatera Utara relatif lebih kecil dibandingkan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU).

Berikut adalah data realisasi DBH Provinsi Sumatera Utara dari tahun 2019 hingga 2024 berdasarkan informasi yang tersedia:

Tabel 1: Realisasi Dana Bagi Hasil (DBH) Provinsi Sumatera Utara (2019-2024)

Tahun Total Pendapatan APBD Provinsi (Rp) Dana Bagi Hasil (DBH) (Rp) Proporsi DBH dalam Total Pendapatan (%)
2019 13.079.598.635.469,31 381.304.117.881,00 2.92%
2020 12.916.359.750.490,99 468.683.588.422,00 3.63%
2021 13.853.474.000.981 440.441.729.300 3.18%
2022 12.594.412.688.861,51 N/A N/A
2023 12.799.675.698.694 567.182.034.040 4.43%
2024 N/A 2.130.000.000.000 N/A

Data di atas menunjukkan bahwa realisasi DBH bagi Provinsi Sumatera Utara mengalami kenaikan dari Rp381,30 miliar pada tahun 2019 menjadi Rp468,68 miliar pada tahun 2020, kemudian sedikit menurun pada tahun 2021 menjadi Rp440,44 miliar, dan kembali meningkat signifikan pada tahun 2023 menjadi Rp567,18 miliar. Puncak realisasi terlihat pada tahun 2024, mencapai Rp2,13 triliun.

Meskipun realisasi DBH secara keseluruhan seringkali mendekati pagu (misalnya 99.98% pada 2024) , tulisan juga menunjukkan adanya penurunan signifikan pada komponen-komponen DBH tertentu, seperti DBH Pajak Penghasilan (PPh 21, PPh 25/29 OP, PBB Perkebunan, PBB Non Migas) dan DBH Sumber Daya Alam (Mineral dan Batubara, Panas Bumi, dan Kehutanan) pada tahun 2024. Ini mengindikasikan bahwa meskipun target nominal mungkin tercapai, komposisi dan sumber DBH dapat bergeser secara signifikan. Fluktuasi ini, terutama pada komponen pajak dan SDA, menimbulkan tantangan serius bagi pemerintah provinsi dalam menyusun anggaran yang realistis dan melaksanakan program jangka panjang, karena pendapatan yang diandalkan bisa tidak stabil. Hal ini juga dapat menjadi pemicu ketidaksesuaian antara alokasi awal dan realisasi akhir, yang kemudian berujung pada masalah likuiditas atau tunggakan.

Komposisi DBH Pajak dalam Struktur Pendapatan APBD Provinsi Sumatera Utara

Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan salah satu komponen pendapatan transfer bagi Provinsi Sumatera Utara. Analisis komposisi pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2023 memberikan gambaran jelas mengenai proporsi DBH dibandingkan dengan sumber pendapatan lainnya.

Tabel 2: Komposisi Pendapatan APBD Provinsi Sumatera Utara (Tahun 2023)

Sumber Pendapatan Anggaran (Rp) Persentase (%)
Pendapatan Asli Daerah (PAD) 9.776.606.254.687 72.6%
Dana Bagi Hasil (DBH) 567.182.034.040 4.2%
Dana Alokasi Umum (DAU) 2.683.046.680.000 19.9%
Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik 427.465.166.000 3.2%
Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik 1.795.640.581.000 13.3%
Dana Insentif Daerah (DID) 29.555.902.000 0.2%
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 183.118.930.000 1.4%
Total Pendapatan APBD 13.458.522.513.391 100%

Catatan: Persentase DAK Fisik, DAK Non Fisik, DID, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah jika dijumlahkan dari total pendapatan APBD akan melebihi 100% jika dihitung dari total pendapatan APBD yang disajikan di. Angka persentase ini kemungkinan dihitung dari total Pendapatan Transfer, bukan total Pendapatan APBD secara keseluruhan. Untuk kejelasan, disajikan sesuai dengan sumber.

Komposisi pendapatan APBD Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2023 menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan terbesar, menyumbang 72.6% dari total pendapatan provinsi. Diikuti oleh Dana Alokasi Umum (DAU) yang berkontribusi sebesar 19.9%, sementara Dana Bagi Hasil (DBH) memiliki porsi yang lebih kecil, yaitu 4.2%.

Distribusi ini mengindikasikan bahwa stabilitas fiskal Provinsi Sumatera Utara sangat bergantung pada kinerja PAD dan alokasi DAU. Meskipun DBH penting sebagai bagian dari transfer pusat, perannya lebih sebagai dana pelengkap yang spesifik untuk sektor-sektor tertentu atau untuk mendanai kebutuhan yang terkait dengan sumber penerimaannya, daripada sebagai sumber pendapatan utama yang mendominasi. Ketergantungan utama pada PAD menunjukkan upaya provinsi dalam mengoptimalkan potensi pendapatan internalnya, sementara DAU berfungsi sebagai alat pemerataan fiskal dari pemerintah pusat.

Isu Tunggakan dan Pembayaran Utang DBH dari Pemerintah Provinsi kepada Kabupaten/Kota

Salah satu isu signifikan dalam pengelolaan Dana Bagi Hasil (DBH) di Sumatera Utara adalah adanya tunggakan pembayaran dari Pemerintah Provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota. Pada Agustus 2025, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menyerahkan pembayaran utang DBH sebesar Rp674 miliar kepada pemerintah kabupaten/kota, yang merupakan sebagian dari tunggakan DBH tahun 2023-2024.

Total kewajiban utang Pemerintah Provinsi kepada daerah (kabupaten/kota) mencapai sekitar Rp3,5 triliun, termasuk DBH tahun 2025. Gubernur Sumatera Utara telah menyatakan komitmen untuk melunasi seluruh tunggakan ini pada tahun 2025. Gubernur menjelaskan bahwa tunggakan tersebut bukan disebabkan oleh penahanan dana, melainkan karena kompleksitas sistem pemerintahan yang berjenjang dan adanya daerah-daerah yang belum memberikan dukungan penuh.

Adanya tunggakan DBH yang signifikan ini menunjukkan adanya masalah likuiditas atau manajemen kas di tingkat provinsi, atau ketidaksesuaian antara proyeksi pendapatan dan realisasi belanja. Penjelasan Gubernur mengenai “pemerintahan berjenjang” dan “kurangnya dukungan dari daerah” mengindikasikan bahwa masalah ini bukan hanya sekadar keterlambatan administratif, melainkan bisa jadi cerminan dari kompleksitas koordinasi fiskal antar tingkatan pemerintahan atau adanya kondisi yang menghambat penyaluran dana. Tunggakan ini secara langsung berdampak negatif pada kemampuan kabupaten/kota untuk membiayai program dan membayar kewajiban kepada pihak ketiga yang sebelumnya tertunda. Hal ini pada gilirannya dapat menghambat pembangunan dan pelayanan publik di tingkat lokal, serta mengganggu stabilitas keuangan daerah. Penyaluran DBH yang tertunda dapat memperlambat berbagai program pemerintah yang telah direncanakan, baik di tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota.

Pemanfaatan dan Dampak Dana Bagi Hasil Pajak di Sumatera Utara

Prioritas Penggunaan DBH Pajak dalam Belanja Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota

Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan sumber pembiayaan penting yang mendukung penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik di daerah. Pemanfaatan DBH di Provinsi Sumatera Utara diharapkan selaras dengan program prioritas nasional, seperti Asta Cita Presiden dan Wakil Presiden, serta visi-misi pembangunan provinsi dan kabupaten/kota.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara secara aktif mengarahkan penggunaan DBH untuk mencapai target-target pembangunan strategis. Salah satu contoh nyata adalah arahan Gubernur Sumatera Utara kepada kepala daerah kabupaten/kota untuk mengalokasikan anggaran guna mencapai Universal Health Coverage (UHC) sebesar 98%. Pembagian anggaran UHC ini disepakati dengan porsi 20% dari provinsi dan 80% dari daerah, di mana porsi daerah dapat diambil dari DBH, yang rata-rata hanya sekitar 25% dari total DBH yang diterima daerah.

Arahan eksplisit dari Gubernur agar kabupaten/kota menggunakan DBH untuk mencapai target UHC 98%, meskipun DBH secara umum adalah dana bagi hasil yang fleksibel, menunjukkan adanya penentuan penggunaan dana atau earmarking dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi. Ini merupakan bentuk intervensi kebijakan untuk memastikan prioritas nasional atau provinsi tercapai di tingkat lokal. Meskipun niatnya baik untuk pelayanan publik, hal ini dapat membatasi otonomi fiskal daerah dalam mengalokasikan DBH sesuai dengan kebutuhan spesifik dan prioritas lokal yang mungkin berbeda dari UHC. Hal ini juga dapat menimbulkan pertanyaan tentang fleksibilitas anggaran daerah jika sebagian besar DBH sudah “dikunci” untuk program tertentu.

Dampak terhadap Pembangunan Infrastruktur Daerah

Dana transfer, termasuk Dana Bagi Hasil (DBH), diharapkan dapat menjadi katalisator bagi percepatan program pembangunan infrastruktur di daerah. Realisasi pembangunan infrastruktur yang lebih cepat akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah secara signifikan. Infrastruktur jalan yang memadai, misalnya, sangat penting untuk memudahkan mobilitas penduduk dan memperlancar lalu lintas barang dari satu daerah ke daerah lain, yang pada gilirannya mendukung kegiatan perekonomian. Sebaliknya, jika infrastruktur daerah buruk, wilayah tersebut dapat mengalami ketertinggalan, baik di bidang ekonomi, pendidikan, maupun kualitas sumber daya manusia, yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan secara keseluruhan.

Salah satu contoh konkret pemanfaatan DBH untuk infrastruktur adalah Dana Bagi Hasil Perkebunan Sawit (DBH Sawit). Sebagai jenis DBH baru yang mulai diimplementasikan pada Tahun Anggaran 2023, DBH Sawit secara khusus difokuskan untuk membiayai kegiatan pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur jalan. Prioritas ini diberikan terutama pada jalan-jalan yang berfungsi sebagai jalur logistik penting bagi industri kelapa sawit. Penentuan penggunaan DBH Sawit secara spesifik untuk infrastruktur jalan merupakan kebijakan yang mengaitkan pendapatan dari suatu sektor (perkebunan sawit) dengan mitigasi dampak negatifnya (kerusakan jalan akibat transportasi sawit) dan pengembangan ekosistem sektor tersebut. Pendekatan ini menunjukkan upaya untuk memastikan bahwa daerah penghasil mendapatkan manfaat langsung dari sumber daya yang dieksploitasi, sekaligus mengatasi eksternalitas negatif. Pendekatan ini dapat meningkatkan efisiensi alokasi dana dan legitimasi bagi hasil dari sektor tertentu.

Dampak terhadap Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan sumber pembiayaan yang esensial untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan dan peningkatan kualitas pelayanan publik di daerah. Sebagai bagian dari dana perimbangan, DBH dirancang untuk membantu daerah mendanai pembangunan dan mengurangi ketimpangan sumber pendanaan antara pusat dan daerah. Dengan dukungan finansial ini, pemerintah daerah diharapkan mampu memberikan pelayanan dan kesejahteraan yang lebih baik bagi masyarakatnya.

Namun, meskipun tujuan DBH adalah untuk mendukung pelayanan publik dan pemerataan, terdapat tantangan dalam realisasinya. Data menunjukkan bahwa realisasi dana perimbangan yang diterima daerah seringkali lebih rendah dari anggaran yang telah ditetapkan. Kesenjangan antara anggaran dan realisasi ini merupakan masalah krusial. Ini berarti bahwa meskipun ada niat dan alokasi di atas kertas, kendala dalam penyaluran atau realisasi aktual dapat menghambat daerah untuk sepenuhnya mengimplementasikan program-program yang dirancang untuk meningkatkan pelayanan publik. Kesenjangan ini dapat menyebabkan ketidakpuasan publik dan menghambat pencapaian tujuan desentralisasi, karena pemerintah daerah tidak dapat sepenuhnya memenuhi harapan masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi daerah.

Oleh karena itu, meskipun DBH secara konseptual memiliki potensi besar untuk meningkatkan pelayanan publik, efektivitasnya sangat bergantung pada kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola dan memanfaatkan dana tersebut secara optimal, serta pada konsistensi penyaluran dana dari pemerintah pusat.

Pengaruh DBH Pajak terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Kemandirian Fiskal Daerah

Pengaruh Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan kemandirian fiskal daerah merupakan aspek penting dalam mengevaluasi efektivitas desentralisasi fiskal. Penelitian menunjukkan bahwa Dana Bagi Hasil Pajak memiliki pengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM), meskipun secara statistik hasil tersebut tidak signifikan. Temuan ini adalah indikator penting yang menyiratkan bahwa sekadar menerima dana transfer belum tentu secara otomatis dan substansial meningkatkan kualitas pembangunan manusia. Faktor-faktor seperti efisiensi belanja, kualitas program yang didanai, tata kelola pemerintahan, dan kapasitas sumber daya manusia daerah dalam mengelola dan memanfaatkan dana mungkin lebih krusial daripada besaran DBH itu sendiri. Ini menggeser fokus dari pertanyaan “berapa banyak dana yang diterima?” menjadi “seberapa efektif dana tersebut digunakan?”.

Selain itu, DBH juga ditemukan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemandirian daerah. Hasil ini menunjukkan sebuah paradoks dalam konteks desentralisasi. Meskipun DBH dimaksudkan untuk mendukung daerah, tampaknya daerah tidak menjadi lebih mandiri secara fiskal karenanya. Hal ini dapat terjadi jika daerah cenderung mengandalkan transfer ini tanpa mengembangkan strategi agresif untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) atau jika alokasi DBH lebih banyak terserap untuk belanja operasional daripada belanja produktif yang dapat memicu pertumbuhan ekonomi lokal dan basis pajak. Ini menunjukkan perlunya evaluasi ulang terhadap insentif dan mekanisme penggunaan DBH agar lebih mendorong kemandirian daerah, sehingga daerah dapat mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat.

Dengan demikian, meskipun DBH memberikan dukungan finansial, kontribusinya terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat secara luas dan kemandirian fiskal daerah masih perlu dioptimalkan. Fokus harus beralih pada bagaimana pemerintah daerah dapat secara strategis memanfaatkan dana ini untuk menghasilkan dampak pembangunan yang lebih substansial dan berkelanjutan.

Tantangan dan Permasalahan dalam Pengelolaan Dana Bagi Hasil Pajak di Sumatera Utara

Pengelolaan Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak di Provinsi Sumatera Utara menghadapi sejumlah tantangan dan permasalahan yang kompleks, yang dapat menghambat optimalisasi pemanfaatan dana untuk pembangunan daerah.

Ketidaksesuaian antara Alokasi dan Realisasi DBH

Salah satu tantangan utama adalah ketidaksesuaian yang terjadi antara alokasi anggaran DBH di awal tahun dengan realisasi penerimaan di akhir tahun. Meskipun realisasi total DBH secara keseluruhan seringkali mendekati pagu yang ditetapkan (misalnya 99.98% pada tahun 2024) , terdapat tulisan mengenai penurunan signifikan pada komponen-komponen DBH tertentu, seperti DBH Pajak Penghasilan (PPh 21, PPh 25/29 OP, PBB Perkebunan, PBB Non Migas) dan DBH Sumber Daya Alam (Mineral dan Batubara, Panas Bumi, dan Kehutanan) pada tahun yang sama.

Adanya penurunan signifikan pada komponen-komponen DBH tertentu, meskipun angka realisasi total mungkin terlihat tinggi, menunjukkan bahwa sumber pendapatan ini tidak sepenuhnya stabil. Hal ini menciptakan ketidakpastian bagi pemerintah daerah dalam merencanakan dan melaksanakan program, terutama jika mereka telah menganggarkan berdasarkan proyeksi yang lebih tinggi. Ketidaksesuaian antara alokasi awal dan realisasi akhir ini dapat menyebabkan daerah harus melakukan penyesuaian anggaran yang mendadak, mengurangi fleksibilitas fiskal, dan berpotensi menunda proyek-proyek penting. Selain itu, realisasi dana perimbangan yang diterima daerah juga seringkali lebih rendah dari anggaran yang telah ditetapkan , yang semakin memperumit perencanaan dan pelaksanaan anggaran di tingkat daerah.

Isu Transparansi dan Akuntabilitas dalam Pengelolaan Dana

Transparansi dan akuntabilitas merupakan prinsip dasar dalam pengelolaan keuangan publik. Tulisan keuangan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara secara eksplisit menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah. Dokumen-dokumen resmi seperti Catatan Atas Tulisan Keuangan (CALK) dirancang untuk memberikan informasi keuangan yang terbuka bagi masyarakat dan pihak-pihak terkait, sebagai wujud tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).

Namun, temuan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada tahun-tahun sebelumnya, misalnya pada tahun 2019, mengidentifikasi adanya 603 temuan dan 2921 rekomendasi, termasuk isu-isu ketidakpatuhan terhadap peraturan, seperti kelebihan pembayaran, kekurangan penerimaan, dan ketidakberesan administratif. Adanya penekanan kuat pada transparansi dan akuntabilitas dalam dokumen resmi namun di sisi lain terdapat temuan audit BPK mengenai ketidakpatuhan menunjukkan adanya kesenjangan antara komitmen kebijakan dan implementasi di lapangan. Ini bukan hanya masalah petulisan, tetapi lebih dalam lagi, ini mengindikasikan kelemahan dalam sistem pengendalian internal, kapasitas sumber daya manusia, atau integritas dalam proses pengelolaan keuangan. Untuk meningkatkan akuntabilitas, perlu ada penekanan lebih pada penguatan sistem internal dan penegakan hukum terhadap temuan audit.

Tantangan Khusus dalam Pengelolaan DBH Sektor Perkebunan (misalnya, DBH Sawit)

Sektor perkebunan, khususnya kelapa sawit, merupakan kontributor signifikan bagi perekonomian Sumatera Utara. Namun, pengelolaan Dana Bagi Hasil (DBH) dari sektor ini menghadapi tantangan khusus. Anggota DPD RI, Pdt. Penrad Siagian, menyoroti adanya “Dana Bagi Hasil Tak Adil” untuk perkebunan di Sumatera Utara, meskipun provinsi ini merupakan salah satu pusat perkebunan besar di Indonesia, terutama di daerah penghasil seperti Labuhanbatu Utara. Ada desakan kuat untuk mengevaluasi dan meningkatkan porsi DBH perkebunan yang diterima daerah.

Keluhan tentang “DBH tak adil” dari sektor perkebunan, meskipun Sumatera Utara adalah daerah penghasil utama, menunjukkan bahwa prinsip “by origin” mungkin tidak sepenuhnya berfungsi secara adil atau transparan. Masalah ini diperparah oleh inkonsistensi data yang digunakan untuk alokasi DBH Sawit, seperti data luas lahan dan produktivitas perkebunan. Berbagai dataset yang berbeda digunakan di berbagai tingkat pemerintahan dan kementerian, yang menyulitkan pemahaman dan transparansi dalam penentuan alokasi. Jika data dasar untuk perhitungan bagi hasil tidak akurat atau tidak disepakati bersama, maka alokasi yang dihasilkan akan selalu dipertanyakan, menghambat sinergi antara pusat dan daerah dalam pengelolaan sumber daya.

Selain itu, terdapat juga pertanyaan mengenai transparansi dan koordinasi dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan-perusahaan besar, baik BUMN maupun swasta, yang beroperasi di sektor perkebunan. Dana CSR ini seringkali belum terkoordinasi dengan baik dengan pemerintah daerah. Isu transparansi dan koordinasi CSR dari perusahaan besar menunjukkan adanya sumber daya finansial potensial di luar mekanisme DBH formal yang belum dimanfaatkan secara optimal untuk pembangunan daerah. Jika CSR dapat disalurkan melalui “satu pintu” dan diselaraskan dengan prioritas pembangunan daerah, ini bisa menjadi sumber pendanaan tambahan yang signifikan dan lebih terarah, mengurangi beban APBD dan meningkatkan dampak pembangunan.

Kapasitas Sumber Daya Manusia dan Manajemen Keuangan Daerah

Efektivitas penyaluran dana transfer, termasuk Dana Bagi Hasil (DBH), sangat ditentukan oleh kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola dan memanfaatkan dana tersebut. Salah satu permasalahan mendasar yang seringkali muncul adalah keterbatasan kapasitas sumber daya manusia (SDM) di tingkat daerah dalam mengelola keuangan dan menyusun perencanaan pembangunan.

Keterbatasan kapasitas SDM ini menjadi sebuah hambatan dalam implementasi kebijakan fiskal. Meskipun ada alokasi dana dan regulasi yang jelas, jika kapasitas SDM rendah, dana mungkin tidak diserap secara optimal, terjadi inefisiensi, atau bahkan penyimpangan, yang kemudian tercermin dalam temuan audit BPK. Ini berarti bahwa investasi dalam peningkatan kapasitas SDM dan sistem manajemen keuangan daerah sama pentingnya dengan transfer dana itu sendiri untuk memastikan DBH memberikan dampak yang maksimal. Pemerintah pusat perlu secara berkelanjutan memberikan pelatihan dan pendampingan kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan kapasitas ini. Peningkatan kompetensi dalam perencanaan, penganggaran berbasis kinerja, pelaksanaan, petulisan, dan pengawasan menjadi krusial untuk memastikan bahwa DBH dapat diterjemahkan menjadi program-program yang efektif dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.

Studi Kasus dan Perbandingan Pengelolaan Dana Bagi Hasil Pajak

Perbandingan Alokasi dan Pemanfaatan DBH di Provinsi Lain (misalnya, Kalimantan Timur)

Untuk mendapatkan perspektif yang lebih luas mengenai pengelolaan Dana Bagi Hasil (DBH), penting untuk melihat studi kasus dari provinsi lain di Indonesia. Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan salah satu contoh daerah yang menerima alokasi dana perimbangan, termasuk DBH, dalam jumlah yang sangat besar di Indonesia. Kaltim dikenal kaya akan sumber daya alam, terutama minyak dan gas bumi, pertambangan umum (seperti batu bara), serta hasil hutan dan perikanan. Pada tahun 2009, Kaltim tercatat menerima jatah DBH tertinggi secara nasional, yaitu sebesar Rp15 triliun, atau sekitar 20% dari total DBH nasional yang dibagikan kepada 33 provinsi. Jumlah ini jauh melampaui provinsi-provinsi kaya sumber daya lainnya seperti Riau, Jakarta, atau Sumatera Selatan.

Meskipun menerima alokasi DBH yang sangat besar, penelitian menunjukkan bahwa Kaltim masih menghadapi “banyak permasalahan” dalam implementasi desentralisasi dan penggunaan dana perimbangan tersebut. Kasus Kalimantan Timur ini merupakan pelajaran berharga. Ini menunjukkan bahwa volume dana transfer yang besar saja tidak cukup untuk menjamin pembangunan yang efektif atau pemerataan kesejahteraan. Tantangannya terletak pada tata kelola, efisiensi penggunaan, prioritas belanja, dan kemampuan daerah untuk menerjemahkan dana menjadi dampak nyata. Ini memperkuat argumen bahwa masalah yang dihadapi Sumatera Utara dalam pengelolaan DBH mungkin lebih kompleks daripada sekadar jumlah dana yang diterima, melainkan juga terkait dengan kualitas manajemen dan implementasi program-program yang didanai oleh DBH.

Pembelajaran dari Praktik Terbaik dan Tantangan di Provinsi Lain

Pengalaman dari berbagai provinsi di Indonesia, termasuk Kalimantan Timur, memberikan pembelajaran penting mengenai efektivitas pengelolaan dana transfer seperti Dana Bagi Hasil (DBH). Tantangan yang dihadapi dalam pemanfaatan DBH seringkali bersifat universal, tidak hanya terbatas pada satu provinsi tertentu. Oleh karena itu, solusi untuk meningkatkan efektivitas penyaluran dana transfer dapat diterapkan secara lebih luas.

Beberapa langkah strategis yang dapat meningkatkan efektivitas pengelolaan DBH meliputi:

  1. Penguatan Kapasitas Pemerintah Daerah: Pemerintah pusat perlu memberikan pelatihan dan pendampingan yang berkelanjutan kepada pemerintah daerah dalam mengelola keuangan dan menyusun perencanaan pembangunan. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia di daerah sangat krusial agar dana transfer dapat dimanfaatkan secara lebih optimal dan efisien.
  2. Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas: Pemerintah daerah harus memperkuat mekanisme pengawasan dan petulisan dalam pengelolaan dana transfer. Pemanfaatan teknologi informasi, seperti sistem informasi keuangan daerah (SIPD), dapat membantu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana. Keterbukaan informasi mengenai alokasi, realisasi, dan penggunaan DBH hingga ke tingkat program dan kegiatan sangat penting untuk membangun kepercayaan publik dan meminimalkan penyimpangan.
  3. Penyesuaian Alokasi dengan Kebutuhan Riil Daerah: Alokasi dana transfer harus didasarkan pada data yang akurat mengenai kebutuhan dan potensi daerah. Pemerintah pusat perlu melakukan kajian yang komprehensif untuk memastikan dana transfer dialokasikan secara adil dan tepat sasaran, sehingga sesuai dengan prioritas pembangunan lokal.
  4. Monitoring dan Evaluasi Berkala: Pelaksanaan monitoring dan evaluasi secara berkala sangat penting untuk menilai dampak dana transfer terhadap pembangunan daerah. Hasil evaluasi ini dapat menjadi bahan masukan untuk memperbaiki kebijakan dan pelaksanaan dana transfer di masa mendatang, memastikan bahwa dana tersebut benar-benar berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Pembelajaran dari provinsi lain menunjukkan bahwa banyak tantangan yang dihadapi Sumatera Utara dalam pengelolaan DBH bukanlah masalah unik. Ini berarti ada praktik terbaik dan solusi yang telah teridentifikasi secara nasional yang dapat diterapkan di Sumatera Utara. Fokus harus pada adaptasi dan implementasi solusi-solusi ini secara konsisten dan terukur untuk meningkatkan dampak positif DBH terhadap pembangunan dan pelayanan publik.

Kesimpulan

Analisis terhadap Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak bagi Provinsi Sumatera Utara mengungkapkan beberapa temuan kunci yang mengindikasikan kompleksitas dan tantangan dalam pengelolaan transfer fiskal ini:

  1. Peran dan Proporsi DBH: DBH Pajak merupakan komponen penting dalam perimbangan keuangan pusat-daerah di Sumatera Utara, meskipun porsinya dalam total Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) relatif lebih kecil. Ini menunjukkan bahwa meskipun DBH mendukung keuangan provinsi, stabilitas fiskal Sumatera Utara lebih bergantung pada kinerja PAD dan alokasi DAU.
  2. Volatilitas Realisasi: Terdapat fluktuasi yang signifikan dalam realisasi DBH dari tahun ke tahun, terutama pada komponen pajak dan sumber daya alam tertentu. Meskipun total realisasi seringkali mendekati pagu, perubahan dalam komposisi sumber DBH dapat menimbulkan ketidakpastian dalam perencanaan anggaran daerah dan menghambat fleksibilitas fiskal.
  3. Isu Tunggakan: Masalah tunggakan DBH dari Pemerintah Provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota menjadi isu yang berulang. Tunggakan ini mengindikasikan tantangan likuiditas dan kompleksitas koordinasi antar tingkatan pemerintahan, yang berdampak negatif pada kemampuan kabupaten/kota untuk membiayai program dan membayar kewajiban.
  4. Pemanfaatan dan Dampak: Pemanfaatan DBH diarahkan untuk program prioritas seperti Universal Health Coverage (UHC) dan pembangunan infrastruktur. Namun, analisis menunjukkan bahwa dampak DBH terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan kemandirian fiskal daerah masih belum signifikan secara statistik, mengindikasikan bahwa volume dana saja tidak menjamin peningkatan kualitas pembangunan atau pengurangan ketergantungan fiskal.
  5. Tantangan Tata Kelola: Tantangan utama dalam pengelolaan DBH meliputi ketidakpastian realisasi, kesenjangan antara komitmen transparansi dan akuntabilitas dengan implementasi di lapangan (tercermin dari temuan audit), isu keadilan dalam bagi hasil sektor perkebunan akibat inkonsistensi data, serta keterbatasan kapasitas sumber daya manusia di daerah.
  6. Pembelajaran dari Provinsi Lain: Studi kasus dari provinsi lain seperti Kalimantan Timur menunjukkan bahwa volume DBH yang besar tidak secara otomatis menyelesaikan masalah pembangunan. Hal ini menyoroti pentingnya tata kelola yang kuat, efisiensi penggunaan dana, dan prioritas belanja yang tepat, bukan hanya besaran alokasi.

Rekomendasi Strategis untuk Optimalisasi Pengelolaan DBH Pajak di Sumatera Utara

Berdasarkan temuan-temuan analisis, berikut adalah rekomendasi strategis untuk mengoptimalkan pengelolaan Dana Bagi Hasil Pajak di Provinsi Sumatera Utara:

  1. Peningkatan Akurasi Data dan Formula Alokasi:
  • Melakukan kajian mendalam secara berkala untuk memastikan data dasar, seperti luas lahan dan produktivitas perkebunan sawit, yang digunakan dalam perhitungan alokasi DBH Sawit akurat dan konsisten antar kementerian/lembaga. Konsistensi data ini esensial untuk membangun kepercayaan dan legitimasi dalam pembagian hasil.
  • Mengevaluasi ulang formula bagi hasil, khususnya untuk sektor perkebunan, guna memastikan keadilan dan pemerataan yang lebih baik bagi daerah penghasil. Hal ini dapat meminimalisir persepsi “DBH tak adil” dan mendorong partisipasi aktif daerah dalam optimalisasi penerimaan.
  1. Penguatan Mekanisme Transparansi dan Akuntabilitas:
  • Meningkatkan keterbukaan informasi terkait alokasi, realisasi, dan penggunaan DBH hingga ke tingkat program dan kegiatan. Informasi ini harus dipublikasikan secara mudah diakses oleh publik melalui berbagai platform digital.
  • Memperkuat sistem pengendalian internal di seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk meminimalkan temuan audit seperti kelebihan pembayaran dan kekurangan penerimaan. Ini memerlukan audit internal yang lebih ketat dan penegakan disiplin anggaran.
  • Mendorong implementasi sistem informasi keuangan daerah yang terintegrasi (seperti SIPD) untuk meningkatkan akuntabilitas dan efisiensi petulisan, serta memfasilitasi pengawasan yang lebih baik.
  1. Peningkatan Sinergi dan Koordinasi Antar Tingkat Pemerintahan:
  • Membangun forum koordinasi fiskal yang lebih efektif antara Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan pemerintah kabupaten/kota. Forum ini harus secara rutin membahas proyeksi DBH, tantangan realisasi, dan prioritas belanja bersama, guna menghindari miskomunikasi dan tunggakan.
  • Mengembangkan mekanisme penyelesaian tunggakan DBH yang terstruktur dan berkelanjutan, dengan target waktu yang jelas untuk pelunasan seluruh kewajiban. Ini akan membantu kabupaten/kota dalam perencanaan keuangan mereka dan menjaga kelancaran program pembangunan.
  1. Optimalisasi Pemanfaatan Dana untuk Dampak Pembangunan yang Signifikan:
  • Mengalokasikan DBH secara lebih strategis pada program-program yang terbukti memiliki dampak signifikan dan terukur terhadap peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan kesejahteraan masyarakat, bukan hanya sekadar memenuhi target penyerapan anggaran. Ini memerlukan evaluasi dampak yang berbasis bukti.
  • Mendorong penggunaan DBH untuk belanja modal yang produktif, terutama pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur yang mendukung sektor ekonomi unggulan daerah dan pelayanan dasar. Fokus pada infrastruktur logistik, seperti jalan di daerah perkebunan sawit, dapat memberikan manfaat ekonomi yang besar.
  1. Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia Pengelola Keuangan Daerah:
  • Melaksanakan program pelatihan dan pendampingan yang berkelanjutan bagi aparatur pengelola keuangan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Program ini harus mencakup aspek perencanaan, penganggaran berbasis kinerja, pelaksanaan, petulisan, dan pengawasan.
  • Meningkatkan kompetensi dalam analisis fiskal dan evaluasi dampak program untuk memastikan alokasi dana yang lebih efektif dan efisien.
  1. Diversifikasi Sumber Pendapatan Asli Daerah untuk Mengurangi Ketergantungan pada DBH:
  • Meskipun DBH penting, pemerintah daerah perlu terus berinovasi dalam menggali potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk mengurangi ketergantungan pada transfer pusat dan meningkatkan kemandirian fiskal. Ini dapat dilakukan melalui intensifikasi pajak dan retribusi daerah, serta pengembangan potensi ekonomi lokal.
  • Mengembangkan strategi untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan-perusahaan besar dengan program pembangunan daerah. Dengan menyalurkan CSR melalui “satu pintu” dan menyelaraskannya dengan prioritas pembangunan, manfaatnya bagi masyarakat dapat dimaksimalkan

Dengan menerapkan rekomendasi-rekomendasi ini, diharapkan pengelolaan Dana Bagi Hasil Pajak di Provinsi Sumatera Utara dapat menjadi lebih efektif, transparan, dan akuntabel, sehingga mampu memberikan kontribusi yang lebih signifikan terhadap pembangunan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

 

Daftar Pustaka :

  1. Dana Bagi Hasil (DBH) | Perpajakan DDTC, diakses Agustus 18, 2025, https://perpajakan.ddtc.co.id/id/data-informasi/glosarium/dana-bagi-hasil
  2. Dana Bagi Hasil (DBH): Tujuan, Prinsip, dan Jenis – Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, diakses Agustus 18, 2025, https://djpk.kemenkeu.go.id/?p=5726
  3. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 …, diakses Agustus 18, 2025, https://djpk.kemenkeu.go.id/attach/post-pp-no-55-tahun-2005-tentang-dana-perimbangan/–233-268-PP55_2005.pdf
  4. Kelola Dana Bagi Hasil dengan Lebih Adil – Media Keuangan, diakses Agustus 18, 2025, https://mediakeuangan.kemenkeu.go.id/article/show/kelola-dana-bagi-hasil-dengan-lebih-adil
  5. Dana Bagi Hasil (DBH) – DJPb – Kementerian Keuangan, diakses Agustus 18, 2025, https://djpb.kemenkeu.go.id/kppn/kotabumi/id/informasi/dana-transfer/dana-bagi-hasil.html
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 193/PMK.07/2008 – Ortax, diakses Agustus 18, 2025, https://datacenter.ortax.org/ortax/aturan/show/13538
  7. pemerintah provinsi sumatera utara tulisan keuangan tahun …, diakses Agustus 18, 2025, https://sumutprov.go.id/file-tulisan/calk-pemerintah-daerah/2023/CALK_2023_audited_Gabungan.pdf
  8. Edisi XXXVI Tahun 2023 – Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, diakses Agustus 18, 2025, https://djpk.kemenkeu.go.id/wp-content/uploads/2023/12/Defis-Edisi-XXXVI.pdf
  9. Mewujudkan Transparansi Dan Akuntabilitas Dana Transfer Ke Daerah (Dana Desentralisasi) Realizing Transparency and Accountabili – LAN Makassar, diakses Agustus 18, 2025, https://makassar.lan.go.id/jap/index.php/jap/article/download/189/99
  10. Dana Bagi Hasil – DJPb – Kementerian Keuangan, diakses Agustus 18, 2025, https://djpb.kemenkeu.go.id/kppn/bandaaceh/id/layanan/dana-tf/dana-bagi-hasil.html
  11. pemerintah provinsi sumatera utara catatan atas tulisan keuangan …, diakses Agustus 18, 2025, https://www.sumutprov.go.id/content/userfiles/pengelolaan_anggaran/2020/CALK%202020.pdf
  12. Anggaran Pendapatan Pada APBD Provinsi … – PRP2Sumut, diakses Agustus 18, 2025, https://prp2sumut.sumutprov.go.id/apbd-provinsi-2021
  13. Anggaran Pendapatan Pada APBD Provinsi Sumatera Utara – PRP2Sumut, diakses Agustus 18, 2025, https://prp2sumut.sumutprov.go.id/apbd-provsu-2023
  14. pemerintah provinsi sumatera utara – tulisan realisasi anggaran …, diakses Agustus 18, 2025, https://sumutprov.go.id/file-tulisan/tulisan-realisasi-anggaran-ppkd/2023/LRA_UNAUDITED_2023_TTD_GUBSU.pdf
  15. Kinerja APBN di Sumatera Utara hingga Desember 2024 : Stabilitas …, diakses Agustus 18, 2025, https://www.pajak.go.id/id/siaran-pers/kinerja-apbn-di-sumatera-utara-hingga-desember-2024-stabilitas-ekonomi-dan
  16. Pemprov Sumut Bayar Rp674 Miliar Utang Dana Bagi Hasil ke Kabupaten/Kota – Mistar.id, diakses Agustus 18, 2025, https://mistar.id/news/ekonomi/pemprov-sumut-bayar-rp674-miliar-utang-dana-bagi-hasil-ke-kabupatenkota
  17. Komitmen Selesaikan Utang Dana Bagi Hasil, Pemprov Sumut Bayarkan Rp 674 Miliar ke Kabupaten dan Kota – Kompas Regional, diakses Agustus 18, 2025, https://regional.kompas.com/read/2025/08/09/151241078/komitmen-selesaikan-utang-dana-bagi-hasil-pemprov-sumut-bayarkan-rp-674
  18. Pemkot Tanjungbalai Terima Dana Bagi Hasil Rp4,59 Miliar: Prioritas Pembangunan dan Visi EMAS – Planet, diakses Agustus 18, 2025, https://planet.merdeka.com/hot-news/pemkot-tanjungbalai-terima-dana-bagi-hasil-rp459-miliar-prioritas-pembangunan-dan-visi-emas-450985-mvk.html
  19. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) menyerahkan Dana Bagi Hasil (DBH) kepada pemerintah kabupaten/kota se-Sumatera Utara sebesar Rp674 miliar – Tapanuli Selatan, diakses Agustus 18, 2025, https://tapselkab.go.id/detail/pemerintah-provinsi-sumatera-utara-pemprov-sumut-menyerahkan-dana-bagi-hasil-dbh-kepada-pemerintah-kabupatenkota-se-sumatera-utara-sebesar-rp674-miliar
  20. Pemprov Sumut Bayar Utang DBH Ke Pakpak Bharat dan Daerah Lain di Sumut, diakses Agustus 18, 2025, https://www.gempurnews.com/2025/08/13/pemprov-sumut-bayar-utang-dbh-ke-pakpak-bharat-dan-daerah-lain-di-sumut/
  21. Gubsu Salurkan DBH Kepada Kepala Daerah Se-Sumut, Humbahas Rp 15 Miliar – HumbangHasundutankab.go.id, diakses Agustus 18, 2025, https://humbanghasundutankab.go.id/main/index.php/read/news/4014
  22. Tahun Ini, Gubernur Sumut Bobby Nasution Akan Lunasi Hutang DBH Rp2,2 Triliun ke Kabupaten/Kota, diakses Agustus 18, 2025, https://bapeg.sumutprov.go.id/berita/lihat/tahun-ini-gubernur-sumut-bobby-nasution-akan-lunasi-hutang-dbh-rp22-triliun-ke-kabupatenkota
  23. Pemprov Siap Kucurkan DBH sekitar Rp3,55 Triliun untuk Kabupaten/Kota – DDTC News, diakses Agustus 18, 2025, https://news.ddtc.co.id/berita/daerah/1809545/pemprov-siap-kucurkan-dbh-sekitar-rp355-triliun-untuk-kabupatenkota
  24. PERKEMBANGAN DAN RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR FISIK DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA UTARA (Progr – DPR RI, diakses Agustus 18, 2025, https://berkas.dpr.go.id/perpustakaan/sipinter/files/sipinter-632-990-20200707170326.pdf
  25. ANALISIS KONTRIBUSI PAJAK DAERAH BAGI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN DI KABUPATEN ASAHAN SKRIPSI Disusun Oleh : PUSPA SARI SIRE – Repository UIN Sumatera Utara, diakses Agustus 18, 2025, http://repository.uinsu.ac.id/11548/1/Skripsi%20Puspa%20Sari%20Siregar.%20.pdf
  26. PENGARUH DANA PERIMBANGAN BELANJA MODAL DAN FISCAL STRESS TERHADAP KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI – ejournal ust, diakses Agustus 18, 2025, https://ejournal.ust.ac.id/index.php/JRAK/article/view/3524/2755
  27. Efektivitas Penyaluran Dana Transfer untuk Pembangunan Daerah – DJPb, diakses Agustus 18, 2025, https://djpb.kemenkeu.go.id/kppn/watampone/id/profil/309-artikel/3794-efektivitas-penyaluran-dana-transfer-untuk-pembangunan-daerah.html
  28. Pajak, Dana Bagi Hasil Pajak Dan Pembangunan Daerah Di Indonesia | Liyana | Balance Vocation Accounting Journal, diakses Agustus 18, 2025, https://jurnal.umt.ac.id/index.php/bvaj/article/view/7328
  29. PENGARUH DANA PERIMBANGAN DAN BELANJA MODAL TERHADAP KEMANDIRIAN DAERAH – Jurnal PKN STAN, diakses Agustus 18, 2025, https://jurnal.pknstan.ac.id/index.php/pkn/article/download/793/450/2738
  30. 13 CATATAN ATAS TULISAN KEUANGAN OPD BADAN KEPEGAWAIAN PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN ANGGARAN 2024 BAB I PENDAHULUAN, diakses Agustus 18, 2025, https://bapeg.sumutprov.go.id/storage/documents/realisasi-anggaran/JfvYzGtZGQux13Uih3GDD34cyQE4dHatzId2DfLb.pdf
  31. TULISAN KEUANGAN TA. 2024 – Badan Kepegawaian Provinsi Sumatera Utara, diakses Agustus 18, 2025, https://bapeg.sumutprov.go.id/storage/documents/realisasi-anggaran/2UEZAid7APiGkInWVrreUqUXuNyN1hTWJxlWMSEG.pdf
  32. IKHTISAR HASIL PEMERIKSAAN DAERAH TAHUN 2019 DI PROVINSI SUMATERA UTARA, diakses Agustus 18, 2025, https://sumut.bpk.go.id/wp-content/uploads/2021/11/IHPD-SUMUT-TA-2019.pdf
  33. CATATAN ATAS TULISAN KEUANGAN BAB I PENDAHULUAN …, diakses Agustus 18, 2025, https://sumutprov.go.id/file-tulisan/calk-pemerintah-daerah/2025/25__Informasi_CaLK_Pemerintah_Daerah.pdf
  34. PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2019 – BPK RI, diakses Agustus 18, 2025, https://www.bpk.go.id/assets/files/otherpub/2020/otherpub__2020_1603676306.pdf
  35. Dana Bagi Hasil Tak Adil, Anggota DPD Penrad Siagian Desak …, diakses Agustus 18, 2025, https://www.waspada.id/medan/dana-bagi-hasil-tak-adil-anggota-dpd-penrad-siagian-desak-evaluasi-dbh-perkebunan-di-sumut/
  36. Memperkuat tata kelola perkebunan kelapa sawit berkelanjutan melalui Dana Bagi Hasil Perkebunan Sawit (DBH – | European Forest Institute, diakses Agustus 18, 2025, https://efi.int/sites/default/files/files/flegtredd/Terpercaya/Briefings/Brief_DBH_Sawit_revenue_sharing_fund_BI.pdf

daerah penerima dana perimbangan paling besar dari hasil, diakses Agustus 18, 2025, https://jurnal.dpr.go.id/index.php/kajian/article/view/587/480

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

+ 18 = 20
Powered by MathCaptcha