Pendahuluan: Mengungkap Misteri Keanekaragaman Hayati Indonesia

Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak di antara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudra (Hindia dan Pasifik), merupakan salah satu pusat keanekaragaman hayati terkaya di muka bumi. Keunikan ini sering kali menimbulkan pertanyaan mendasar bagi para naturalis dan geografer: mengapa kanguru dapat ditemukan di Papua, tetapi tidak di pulau-pulau di bagian barat Indonesia, seperti Sumatra atau Kalimantan, meskipun secara geografis pulau-pulau tersebut lebih dekat ke pusat populasi manusia?. Fenomena distribusi flora dan fauna yang sangat berbeda dan tidak terduga ini menjadi landasan bagi lahirnya konsep-konsep biogeografi yang fundamental.

Tulisan ini bertujuan untuk mengulas secara komprehensif dua garis batas imajiner yang menjadi kunci dalam memahami pola persebaran makhluk hidup di kepulauan Indonesia: Garis Wallace dan Garis Weber. Ulasan ini tidak hanya akan mendefinisikan letak geografis garis-garis tersebut, tetapi juga akan menganalisis asal-usul historisnya, landasan geologis dan evolusionernya, serta implikasinya dalam membagi wilayah Indonesia menjadi tiga zona biogeografi utama: Oriental, Peralihan (Wallacea), dan Australis. Analisis ini akan menunjukkan bahwa Garis Wallace dan Garis Weber bukanlah sekadar batas kaku, melainkan manifestasi dari sejarah geologis yang panjang dan proses evolusi yang berkelanjutan.

Alfred Russel Wallace: Sang Penjelajah dan Pelopor Biogeografi

Konsep pembagian wilayah biogeografi di Indonesia pertama kali diusulkan oleh seorang naturalis, penjelajah, dan geografer Inggris bernama Alfred Russel Wallace (1823–1913). Wallace dikenal sebagai salah satu pemikir evolusioner terkemuka pada abad ke-19 dan secara independen merumuskan teori evolusi melalui seleksi alam, sebuah gagasan yang mendorong Charles Darwin untuk segera mempublikasikan karyanya yang monumental,  On the Origin of Species.

Pada pertengahan abad ke-19, Wallace melakukan ekspedisi lapangan yang ekstensif di Kepulauan Melayu (sekarang Indonesia) untuk mengumpulkan spesimen dan mempelajari distribusi spesies. Selama perjalanannya, ia secara konsisten mengamati adanya perbedaan yang sangat mencolok dalam komposisi fauna di pulau-pulau yang berdekatan. Misalnya, ia menemukan bahwa fauna di Bali sangat mirip dengan fauna di Jawa, tetapi berbeda secara substansial dari fauna di Lombok, meskipun kedua pulau terakhir hanya dipisahkan oleh selat sejauh 35 kilometer. Perbedaan serupa ia temukan di Selat Makassar, yang memisahkan Kalimantan dan Sulawesi. Penemuan-penemuan ini mendorongnya untuk menyimpulkan bahwa pasti ada batas faunal yang jelas di kawasan tersebut. Tujuan utama Wallace bukanlah sekadar untuk menetapkan garis batas, melainkan untuk memahami fenomena geologis dan peristiwa kolonisasi yang membentuk pola distribusi fauna tersebut, yang kemudian menjadi landasan bagi teori biogeografinya.

Garis Wallace: Batas Faunal Pertama yang Teridentifikasi

Garis Wallace, atau dalam istilah formal dikenal sebagai Wallace’s Line, adalah garis batas faunal imajiner yang ditarik oleh Alfred Russel Wallace pada tahun 1859. Garis ini berfungsi sebagai pemisah antara fauna Asia dengan ‘Wallacea’, sebuah zona transisi yang terletak di antara Asia dan Australia. Secara geografis, Garis Wallace membentang ke utara melalui Selat Makassar, memisahkan Kalimantan di barat dari Sulawesi di timur, dan berlanjut ke selatan melalui Selat Lombok, memisahkan Bali di barat dari Lombok di timur.

Landasan geologis di balik keberadaan Garis Wallace adalah konsep paleogeografi yang berkaitan dengan Paparan Sunda (Sunda Shelf) dan Paparan Sahul (Sahul Shelf). Selama periode glasial, atau Zaman Es, permukaan air laut turun drastis, menyebabkan sejumlah besar daratan di Paparan Sunda dan Paparan Sahul terpapar dan terhubung. Di bagian barat, Paparan Sunda menghubungkan pulau-pulau seperti Sumatra, Jawa, Bali, dan Kalimantan ke daratan utama Asia Tenggara, menciptakan jembatan darat purba (Sundaland) yang memungkinkan migrasi fauna Asiatis secara bebas. Di bagian timur, Paparan Sahul menghubungkan Australia dengan Papua dan pulau-pulau sekitarnya, memfasilitasi persebaran fauna Australis.

Namun, yang membedakan kedua paparan ini adalah keberadaan saluran laut yang sangat dalam di antara keduanya. Saluran laut ini, yang secara geografis bertepatan dengan Garis Wallace, tidak pernah mengering bahkan selama periode glasial. Selama lebih dari 50 juta tahun, saluran laut dalam ini bertindak sebagai penghalang geografis permanen yang efektif memisahkan flora dan fauna darat di kedua sisi, terutama mamalia besar yang tidak mampu berenang atau terbang melintasi perairan. Oleh karena itu, Garis Wallace bukan hanya sekadar garis imajiner, melainkan cerminan dari peristiwa geologis fundamental yang secara langsung membentuk pola distribusi keanekaragaman hayati yang sangat berbeda di Indonesia.

Max Carl Wilhelm Weber: Sang Pembaharu Konsep Batas Faunal

Meskipun Garis Wallace menjadi konsep yang fundamental, penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa batas tersebut tidak berlaku secara universal untuk semua kelompok spesies. Max Carl Wilhelm Weber (1852–1937), seorang ahli zoologi Jerman-Belanda, melakukan penelitian yang lebih terperinci, termasuk memimpin Ekspedisi Siboga pada awal abad ke-20. Melalui studinya, terutama terhadap ikan air tawar yang memiliki kemampuan migrasi sangat terbatas, Weber menemukan bahwa batas penyebaran fauna Australis jauh lebih ke barat daripada yang diusulkan oleh Wallace.

Temuan ini mendorong Weber untuk mengusulkan Garis Weber, yang terletak di sebelah timur Garis Wallace. Jalur Garis Weber membentang di antara wilayah transisi (Wallacea) dan wilayah Australis. Garis ini secara spesifik menandai titik di mana komposisi fauna di Kepulauan Maluku mencapai keseimbangan, di mana jumlah spesies dari wilayah Asia dan Australia seimbang, sekitar 50:50. Konsep Garis Weber ini memberikan pemahaman yang lebih bernuansa tentang wilayah transisi, menyajikan batas yang lebih akurat untuk kelompok fauna tertentu yang tersebar lebih luas ke arah barat, dan menegaskan bahwa perbatasan biogeografi adalah sebuah gradien, bukan sebuah garis yang kaku.

Tiga Zona Biogeografi Indonesia: Wilayah, Karakteristik, dan Contoh Spesies

Berdasarkan Garis Wallace dan Garis Weber, kepulauan Indonesia secara umum terbagi menjadi tiga zona biogeografi utama yang masing-masing memiliki karakteristik unik.

Zona Oriental (Indonesia Bagian Barat)

Zona Oriental mencakup pulau-pulau di bagian barat Indonesia, yaitu Sumatra, Jawa, Bali, dan Kalimantan, yang semuanya berada di atas Paparan Sunda dan memiliki kedekatan geografis dan faunal dengan daratan utama Asia.

Karakteristik Fauna Oriental Fauna di wilayah ini secara kolektif disebut sebagai fauna Asiatis dan memiliki ciri-ciri yang sangat khas. Mamalia yang mendominasi umumnya berukuran besar, seperti gajah, badak, dan harimau. Wilayah ini juga kaya akan beragam jenis primata, termasuk orangutan dan bekantan. Berbagai spesies kucing liar, mulai dari yang berukuran besar seperti harimau hingga yang kecil seperti kucing hutan, juga ditemukan di sini. Fauna burung di zona ini cenderung memiliki warna bulu yang tidak terlalu mencolok dibandingkan dengan burung di wilayah timur, tetapi banyak di antaranya terkenal dengan suara merdunya. Ikan air tawar di zona ini memiliki keanekaragaman jenis yang sangat tinggi. Ketiadaan mamalia berkantung (marsupial) menjadi salah satu ciri pembeda utama zona ini dari zona Australis.

Contoh Spesies Kunci Beberapa contoh fauna endemik dan ikonik di Zona Oriental meliputi:

  • Mamalia: Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae), Badak Sumatra (Dicerorhinus sumatrensis), Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus), Gajah Kalimantan (Elephas maximus borneensis), Orangutan Sumatra (Pongo abelii) dan Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus).
  • Primata: Bekantan (Nasalis larvatus), Owa Jawa (Hylobates moloch), dan Siamang (Symphalangus syndactylus).
  • Burung: Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) dan Jalak Bali (Leucopsar rothschildi).

Karakteristik Flora Oriental Wilayah ini didominasi oleh bioma hutan hujan tropis yang padat dan memiliki pohon-pohon yang tinggi dan selalu hijau sepanjang tahun. Contoh flora endemik dan khas meliputi Rafflesia arnoldii, Meranti, dan Gandaria.

Zona Peralihan: Wallacea (Indonesia Bagian Tengah)

Wallacea adalah zona transisi yang diapit oleh Garis Wallace di sebelah barat dan Garis Weber di sebelah timur. Berbeda dengan zona Oriental dan Australis, wilayah ini tidak pernah terhubung dengan Paparan Sunda atau Paparan Sahul, melainkan tetap sebagai gugusan pulau-pulau yang diisolasi oleh perairan dalam selama jutaan tahun. Pulau-pulau utamanya mencakup Sulawesi, Lombok, Sumbawa, Flores, Sumba, Timor, dan sebagian besar kepulauan Maluku.

Karakteristik Fauna Peralihan Fauna di Wallacea merupakan perpaduan unik antara elemen Asiatis dan Australis. Ciri yang paling menonjol adalah tingkat endemisme yang sangat tinggi, yang berarti banyak spesies hanya ditemukan di wilayah ini dan tidak ditemukan di tempat lain di dunia. Mamalia di zona ini cenderung berukuran kecil atau sedang, dan berbeda dari fauna di kedua zona lainnya.

Contoh Spesies Kunci Beberapa spesies endemik ikonik dari Wallacea adalah:

  • Mamalia: Anoa (Bubalus) , Babirusa (Babyrousa babyrussa) , Monyet Hitam Sulawesi (Macaca nigra) , dan berbagai spesies Kuskus dan Tarsius.
  • Reptil: Komodo (Varanus komodoensis), kadal terbesar di dunia, yang merupakan hewan endemik di Pulau Flores dan sekitarnya.
  • Burung: Burung Maleo (Macrocephalon maleo), yang unik karena hanya bertelur sebutir per musim, dan Burung Bidadari Halmahera (Semioptera wallacii) yang merupakan jenis cenderawasih yang ditemukan di luar Papua.

Persebaran fauna di Wallacea merupakan sebuah gradien yang dinamis. Spesies-spesies seperti Burung Bidadari Halmahera, yang secara genetik terkait dengan fauna Australis, berhasil menyeberangi perairan dalam dan berkolonisasi di Halmahera, lalu berevolusi menjadi spesies endemik yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa Wallacea adalah laboratorium evolusioner di mana spesiasi alopatri terjadi secara intensif, menciptakan kekayaan hayati yang sangat istimewa.

Karakteristik Flora Peralihan Persebaran flora di Wallacea tidak mengikuti Garis Wallace dengan ketat seperti fauna. Sebagian besar flora di wilayah ini memiliki asal-usul Asia. Namun, seperti faunanya, Wallacea juga memiliki tingkat endemisme flora yang tinggi, dengan lebih dari 10.000 spesies tumbuhan, di mana 15% di antaranya adalah endemik. Contoh flora di zona ini mencakup pohon lontar, cendana, dan ajang kelicung.

Zona Australis (Indonesia Bagian Timur)

Zona Australis mencakup pulau-pulau yang terhubung oleh Paparan Sahul, termasuk Papua dan sebagian Kepulauan Maluku. Wilayah ini memiliki karakteristik yang sangat mirip dengan Benua Australia, yang memang pernah terhubung melalui jembatan darat purba.

Karakteristik Fauna Australis Fauna di zona ini secara umum disebut sebagai fauna Australis. Mamalia yang ditemukan cenderung berukuran kecil, dan ciri yang paling membedakan adalah keberadaan mamalia berkantung (marsupial), yang tidak ditemukan di zona lainnya. Fauna burung di wilayah ini sangat beragam, dan ciri khasnya adalah bulu yang sangat indah, berwarna-warni, dan mencolok. Di sisi lain, populasi ikan air tawar di zona ini sangat terbatas.

Contoh Spesies Kunci Beberapa contoh fauna ikonik di Zona Australis meliputi:

  • Mamalia: Kanguru Pohon (Dendrolagus), Walabi (Wallabia), Kuskus (Phalangeridae), dan Landak Papua (Zaglossus bruijnii).
  • Burung: Burung Cenderawasih (Paradisaeidae) , Kasuari (Casuarius) , dan berbagai jenis Kakatua.

Karakteristik Flora Australis Flora di zona ini didominasi oleh bioma hutan hujan tropis yang mirip dengan Australia. Contoh flora khas termasuk pohon Matoa, Sagu, dan Eukaliptus, yang merupakan genus khas Australasia.

Tabel berikut memberikan ringkasan perbandingan karakteristik fauna di setiap zona biogeografi.

Fitur Kunci Zona Oriental (Barat) Zona Peralihan (Wallacea) Zona Australis (Timur)
Mamalia Didominasi mamalia besar (Gajah, Harimau, Badak) Mamalia kecil hingga sedang. Tingkat endemisme tinggi Mamalia kecil. Banyak hewan berkantung (marsupial)
Primata Sangat beragam (Orangutan, Bekantan, Owa) Beragam, dengan banyak spesies endemik (Tarsius, Monyet Hitam Sulawesi) Sangat sedikit jenis primata
Burung Warna bulu umumnya tidak mencolok. Suara merdu Campuran antara jenis Asia dan Australia, dengan banyak spesies endemik Bulu sangat indah, berwarna-warni, dan mencolok (Cenderawasih, Kasuari, Kakatua)
Ikan Air Tawar Keanekaragaman jenis sangat tinggi Beragam, tetapi populasi lebih terbatas dibandingkan Zona Oriental Keanekaragaman dan populasi sangat terbatas
Hewan Berkantung Tidak ada Ada, namun dengan jenis terbatas (Kuskus) Sangat beragam (Kanguru Pohon, Walabi, Kuskus)
Contoh Spesies Harimau Sumatra, Gajah Kalimantan, Badak Jawa, Orangutan, Bekantan Anoa, Babirusa, Komodo, Kuskus Beruang, Burung Maleo Kanguru Pohon, Burung Cenderawasih, Kasuari, Walabi, Kakatua

Sintesis, Implikasi, dan Kesimpulan

Analisis mendalam mengenai Garis Wallace dan Garis Weber menegaskan bahwa konsep-konsep ini lebih dari sekadar garis imajiner di peta. Keduanya adalah manifestasi dari sejarah geologis yang panjang dan kompleks, di mana peristiwa paleogeografi, khususnya keberadaan Paparan Sunda dan Paparan Sahul serta saluran laut dalam di antaranya, menjadi faktor penentu utama dalam membentuk pola distribusi keanekaragaman hayati.

Perbedaan antara kedua garis ini mencerminkan evolusi pemahaman ilmiah. Garis Wallace didasarkan pada observasi perbedaan faunal yang mencolok secara makro, sementara Garis Weber menyempurnakannya dengan mempertimbangkan distribusi spesies yang lebih spesifik dan memiliki kemampuan mobilitas yang terbatas, seperti ikan air tawar. Alih-alih memandang garis-garis ini sebagai batas mutlak, ilmu biogeografi modern melihatnya sebagai bagian dari sebuah zona transisi dinamis yang disebut Wallacea. Di zona ini, spesies dari kedua lempeng benua bertemu, berkolonisasi, dan dalam prosesnya berevolusi menjadi spesies endemik yang unik.

Pemahaman ini memiliki implikasi yang signifikan, terutama dalam konteks konservasi. Dengan mengidentifikasi tiga zona biogeografi ini, para ahli konservasi dapat menargetkan upaya perlindungan yang lebih spesifik dan efektif. Kawasan Wallacea, dengan tingkat endemisme yang sangat tinggi, menjadi prioritas utama karena spesies di dalamnya, seperti Komodo, Anoa, dan Babirusa, sangat rentan terhadap kepunahan akibat isolasi geografis dan tekanan lingkungan. Oleh karena itu, studi tentang Garis Wallace dan Garis Weber tetap relevan sebagai fondasi untuk menjaga kekayaan hayati Indonesia, yang merupakan warisan global yang tak ternilai.

Daftar Pustaka :

  1. Garis Weber dan Garis Wallace Membagi Indonesia menjadi 3 Wilayah, Begini Penjelasannya – Media Indonesia, diakses September 3, 2025, https://mediaindonesia.com/humaniora/637718/garis-weber-dan-garis-wallace-membagi-indonesia-menjadi-3-wilayah-begini-penjelasannya
  2. Apa Pengertian Garis Wallace, Garis Weber, dan Garis Lydekker? Ini Jawabannya, diakses September 3, 2025, https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6251276/apa-pengertian-garis-wallace-garis-weber-dan-garis-lydekker-ini-jawabannya
  3. Memahami Garis Wallace dan Weber: Pengertian serta Perbedaannya – CNN Indonesia, diakses September 3, 2025, https://www.cnnindonesia.com/edukasi/20250826133801-569-1266569/memahami-garis-wallace-dan-weber-pengertian-serta-perbedaannya
  4. Alfred Russel Wallace biography – Age of the Sage, diakses September 3, 2025, https://www.age-of-the-sage.org/philosophy/wallace.html
  5. Why is the Wallacea region so biologically interesting?, diakses September 3, 2025, https://www.opwall.com/article/why-is-the-wallacea-region-so-biologically-interesting/
  6. Pengertian Garis Wallace dalam Geografi | kumparan.com, diakses September 3, 2025, https://kumparan.com/ragam-info/pengertian-garis-wallace-dalam-geografi-22IuBa15DKg
  7. Wallacea – a transition zone from Asia to Australia, specially rich in marine life (Zubi), diakses September 3, 2025, https://www.starfish.ch/dive/Wallacea.html
  8. Ciri-Ciri Fauna Asiatis, Karakteristik Unik Hewan di Kawasan Asia – Feeds Liputan6.com, diakses September 3, 2025, https://www.liputan6.com/feeds/read/5866244/ciri-ciri-fauna-asiatis-karakteristik-unik-hewan-di-kawasan-asia
  9. Yuk Kenali 8 Hewan Endemik Indonesia dari Sumatra hingga Papua – detikcom, diakses September 3, 2025, https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5990491/yuk-kenali-8-hewan-endemik-indonesia-dari-sumatra-hingga-papua
  10. 10+ Hewan Endemik Asli Indonesia Beserta Gambarnya – LindungiHutan, diakses September 3, 2025, https://lindungihutan.com/blog/hewan-endemik-asli-indonesia-dan-gambarnya/
  11. Wallacea: Pertemuan Antara Asia dan Australia – GAIA Indonesia, diakses September 3, 2025, https://gaia.id/wallacea-pertemuan-antara-asia-dan-australia/
  12. 4 Hewan Langka & Asli Maluku yang Perlu Kamu Tahu! – EcoNusa, diakses September 3, 2025, https://econusa.id/id/ecodefender/hewan-langka-asli-maluku/
  13. Mengenal Fauna Australis Yang Ada Di Indonesia – Gramedia Literasi, diakses September 3, 2025, https://www.gramedia.com/literasi/fauna-australis-yang-ada-di-indonesia/
  14. Ciri-Ciri Fauna Australis dan Contoh Spesies Hewannya, Ada Apa Saja? – Bobo.ID, diakses September 3, 2025, https://bobo.grid.id/read/083518680/ciri-ciri-fauna-australis-dan-contoh-spesies-hewannya-ada-apa-saja?page=all

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

33 − = 29
Powered by MathCaptcha