Sumatera Utara sebagai Palang Pintu Peradaban Multietnis

Sumatera Utara, khususnya ibu kotanya Medan, telah lama dikenal sebagai salah satu titik perjumpaan peradaban yang paling dinamis di Indonesia. Sejak berabad-abad yang lalu, wilayah ini menjadi magnet bagi berbagai etnis, tidak hanya dari dalam kepulauan Nusantara tetapi juga dari belahan dunia lain. Keberagaman yang kaya ini diperkaya secara signifikan oleh kehadiran komunitas Tionghoa dan India, yang memiliki sejarah migrasi dan adaptasi panjang yang membentuk identitas sosial, budaya, dan ekonomi mereka saat ini.

Laporan ini bertujuan untuk mengupas secara mendalam narasi historis dan realitas kontemporer dari kedua komunitas pendatang ini. Analisis akan mengurai asal-usul, evolusi peran sosial-ekonomi, tantangan yang pernah dan sedang dihadapi, serta dinamika akulturasi yang telah membentuk lanskap pluralisme di Sumatera Utara. Laporan ini merupakan sintesis dari berbagai temuan historis, data demografi, dan analisis sosial, yang disajikan secara terstruktur untuk memberikan pemahaman yang komprehensif dan bernuansa. Setiap temuan didukung oleh sumber data yang relevan dari periode kolonial hingga era modern.

Jejak Sejarah dan Gelombang Migrasi

Asal-Usul Komunitas Tionghoa: Dari Pedagang Hingga Kuli Perkebunan

Kehadiran etnis Tionghoa di Sumatera Utara tercatat sejak lama, jauh sebelum gelombang migrasi masif di era kolonial. Kedatangan awal mereka dimulai pada abad ke-15, ketika armada perdagangan Tiongkok mengunjungi pelabuhan-pelabuhan di Sumatera Timur. Interaksi ini awalnya bersifat sporadis dan didominasi oleh sistem perdagangan barter. Pada periode ini, beberapa biksu Buddha seperti Fa-Hsien, Hui-Ning, dan I-Ching juga dilaporkan mengunjungi Nusantara untuk menyebarkan ajaran Buddha, yang menandai dimensi kultural dari interaksi awal ini.

Gelombang migrasi besar-besaran yang membentuk komunitas Tionghoa modern di Sumatera Utara terjadi pada pertengahan abad ke-19. Kondisi di Tiongkok Selatan yang hancur akibat Perang Candu (1839-1842) dan Pemberontakan Tai Ping (1851-1865) menjadi faktor pendorong utama. Banyak orang Tionghoa dari provinsi Fukien bagian selatan (suku Hokkien) dan provinsi Kwantung (suku Teo-Chiu, Hakka, dan Kanton) meninggalkan kampung halaman mereka untuk mencari kehidupan yang lebih baik di luar negeri. Sebagian besar dari mereka datang ke Sumatera Utara sebagai kuli kontrak yang dipekerjakan di perkebunan tembakau, tebu, dan karet. Di Medan, kawasan Kesawan menjadi pusat pemukiman Tionghoa. Keberadaan mereka sangat dominan secara demografis, di mana pada tahun 1905, populasi Tionghoa di Medan mencapai 48% dari total penduduk kota, mengungguli penduduk pribumi.

Sejarah Komunitas India: Buruh Kontrak dan Kontinuitas Peradaban

Hubungan antara India dan Sumatera Utara memiliki akar sejarah yang jauh lebih kuno dibandingkan dengan Tiongkok. Bukti-bukti arkeologis dan historis menunjukkan bahwa interaksi dagang antara India dan pesisir timur Sumatera telah berlangsung sejak abad ke-3 Masehi. Interaksi kuno ini membawa masuk agama Hindu dan Buddha. Temuan biaro (wihara) dan penyerapan kosakata bahasa Sanskerta dalam aksara Batak Kuno mengindikasikan adanya interaksi budaya yang mendalam dan signifikan antara peradaban India dan kebudayaan lokal Batak. Pola hubungan ini mencerminkan sifat simbiosis yang berbeda dengan narasi migrasi modern yang lebih dipicu oleh faktor ekonomi kolonial.

Migrasi besar etnis India ke Sumatera Utara di era modern terjadi pada pertengahan abad ke-19, seiring dengan pembukaan industri perkebunan tembakau Deli oleh pengusaha Belanda, Jacobus Nienhuys. Kedatangan mereka dipicu oleh kebutuhan mendesak akan tenaga kerja yang murah dan melimpah. Para imigran ini sebagian besar berasal dari etnis Tamil dari Tamil Nadu, India Selatan, meskipun ada juga kelompok lain seperti Cheyttar dan Punjab. Mereka direkrut sebagai buruh kontrak dan ditempatkan di pemukiman-pemukiman yang terpisah, yang kemudian dikenal sebagai Kampung Keling. Penamaan “Keling” awalnya merupakan sebutan yang merujuk pada etnis Tamil yang berkulit gelap.

Tabel berikut menyajikan perbandingan antara dua gelombang migrasi ini:

Kriteria Komunitas Tionghoa Komunitas India
Periode Migrasi Utama Abad ke-19 Abad ke-19
Motif Migrasi Hancurnya ekonomi di Tiongkok Selatan akibat perang dan pemberontakan Kebutuhan tenaga kerja murah untuk perkebunan tembakau Deli
Peran Ekonomi Awal Awalnya kuli kontrak, kemudian pedagang perantara Mayoritas buruh kontrak (kuli) di perkebunan
Asal-Usul Etnis Hokkien, Teo-Chiu, Hakka, Kanton Tamil, Cheyttar, Punjab
Pusat Pemukiman Awal Kawasan Kesawan, Medan Kampung Keling (kini Kampung Madras/Little India) di Medan

Dinamika Sosial-Ekonomi dan Implikasi Kebijakan Kolonial

Evolusi Peran Ekonomi dan Sektor Dominasi

Tionghoa: Dari Kuli ke Pedagang Perantara

Evolusi peran ekonomi komunitas Tionghoa di Sumatera Utara sangat dipengaruhi oleh kebijakan kolonial Belanda. Alih-alih diberi kesempatan untuk menggarap pertanian atau memiliki tanah, kelompok ini secara strategis didorong untuk mengambil peran sebagai “pedagang perantara” yang menjembatani kepentingan pribumi dengan pemerintah kolonial. Kebijakan ini secara tidak langsung menempatkan mereka pada posisi dominan dalam dunia perdagangan dan bisnis. Data historis mencatat transisi ini dengan jelas. Pada tahun 1930, 68,7% Tionghoa di Medan bekerja di sektor produksi dan industri. Angka ini meningkat tajam menjadi 74,4% pada tahun 1981, tetapi kali ini sebagian besar di sektor perdagangan, yang menunjukkan pergeseran peran dari buruh menjadi penggerak ekonomi.

Kekuatan ekonomi ini dibangun di atas pondasi jaringan internal yang kuat, yang dikenal sebagai Jaringan Bambu (Bamboo Network). Jaringan ini tidak hanya berfungsi sebagai mekanisme bertahan hidup, tetapi juga menjadi fondasi bagi kolaborasi bisnis dan bahkan memengaruhi pilihan pendidikan bagi generasi muda. Fenomena ini menjadi kunci untuk memahami bagaimana etnis Tionghoa mampu mengendalikan sebagian besar roda ekonomi di Medan.

India: Dominasi Sektor Buruh dan Pergeseran ke Perdagangan

Berbeda dengan Tionghoa, narasi ekonomi komunitas India di era kolonial didominasi oleh sistem buruh kontrak yang brutal. Mereka direkrut untuk pekerjaan berat, seperti pembangunan jalan dan penggalian kanal, dengan upah yang sangat minim. Kondisi kerja di perkebunan tembakau Deli sangat tidak manusiawi, di mana upah seringkali dipotong untuk membayar hutang panjar, tikar, bantal, dan bahkan peralatan kerja. Namun, tidak semua imigran India datang tanpa modal. Beberapa kelompok, seperti orang Sikh, dipekerjakan sebagai penjaga keamanan (opas), yang menunjukkan adanya hierarki pekerjaan di antara mereka. Seiring waktu, beberapa individu yang datang dengan modal finansial berhasil membangun bisnis sendiri, yang menjadi titik awal pergeseran peran ekonomi dari buruh ke wirausahawan, membuat banyak dari mereka enggan kembali ke tanah air

Politik Divide et Impera dan Lahirnya Jurang Pemisah Sosial

Salah satu temuan krusial dari analisis sejarah adalah bagaimana kebijakan kolonial Belanda secara fundamental membentuk dinamika hubungan antar-etnis di Sumatera Utara. Pemerintah kolonial menerapkan sistem hierarki sosial yang memisahkan status antara orang Eropa, orang Cina (Timur Asing), dan orang pribumi. Sistem ini tidak hanya membedakan hak dan perlakuan hukum, tetapi juga secara sengaja menciptakan jurang pemisah sosial yang mendalam.

Kausalitas Kebijakan Kolonial terhadap Stigma Negatif. Perlakuan diskriminatif ini, yang sangat timpang dalam bidang sosial, hukum, dan politik, menjadi akar dari ketegangan yang ada. Pemberian peran khusus sebagai pedagang perantara kepada etnis Tionghoa menempatkan mereka pada posisi ekonomi yang menguntungkan, yang kemudian menimbulkan kecemburuan dari masyarakat pribumi. Kondisi historis ini menyebabkan munculnya stereotip negatif yang diwariskan secara turun-temurun, seperti pandangan bahwa Tionghoa itu “eksklusif” dan “sombong”. Dengan demikian, sifat eksklusif yang sering dikaitkan dengan komunitas Tionghoa bukanlah semata-mata pilihan mereka, melainkan respons yang kompleks terhadap perlakuan struktural dan historis yang mendorong mereka untuk membina kesetiakawanan internal sebagai mekanisme pertahanan diri dari ketidakstabilan eksternal.

Pengaruh Kebijakan Kolonial terhadap Afiliasi Agama. Kebijakan kolonial juga memengaruhi hubungan antaragama. Bukti menunjukkan bahwa VOC (Kompeni) menerapkan tekanan dan larangan terhadap orang Tionghoa untuk memeluk agama Islam pada abad ke-18. Kebijakan ini secara sistematis menanamkan pandangan negatif terhadap Islam di benak komunitas Tionghoa, yang pada gilirannya menyebabkan Islam menjadi “agama yang asing” bagi mereka. Hal ini kemudian memunculkan stereotip negatif yang diwariskan di kedua belah pihak: Tionghoa melihat pribumi Muslim sebagai pemalas, miskin, dan suka membuat onar, sementara pribumi melihat Tionghoa sebagai eksklusif dan tidak dapat dipercaya.

Tantangan Pasca-Kemerdekaan dan Dinamika Kontemporer

Tantangan Integrasi Komunitas Tionghoa

Setelah kemerdekaan, komunitas Tionghoa di Indonesia, termasuk di Sumatera Utara, terus menghadapi berbagai tantangan dalam hal integrasi dan diskriminasi. Berbagai kebijakan diskriminatif diterapkan, seperti kewajiban mengganti nama Tionghoa menjadi nama yang berbau Indonesia , penutupan sekolah-sekolah Tionghoa, dan pelarangan praktik tradisi mereka di ruang publik.

Selain kebijakan, komunitas ini juga menjadi sasaran kekerasan dan perampasan hak. Peristiwa-peristiwa kekerasan massal, seperti pembantaian terhadap anggota PKI dan simpatisannya pada tahun 1965-1966, juga menyasar etnis Tionghoa. Puncak dari trauma ini adalah pengusiran massal ribuan etnis Tionghoa dari Aceh ke Medan pada April 1966, di mana mereka hidup dalam ketakutan dan dilempari batu oleh kelompok anti-Cina. Kekerasan serupa berulang dalam kerusuhan Mei 1998, yang menggarisbawahi rapuhnya stabilitas sosial yang dihadapi komunitas ini.

Eksklusivitas sebagai Mekanisme Bertahan Hidup. Analisis historis menunjukkan bahwa sifat yang sering dianggap “eksklusif” pada komunitas Tionghoa Medan adalah hasil dari serangkaian peristiwa kekerasan dan diskriminasi yang berulang. Keinginan untuk melestarikan budaya dan sistem kekerabatan yang kokoh bukanlah sekadar pilihan, melainkan sebuah strategi untuk menghadapi tekanan eksternal dan perlakuan diskriminatif. Solidaritas internal ini menjadi mekanisme untuk bertahan hidup, memastikan perlindungan, dan kesuksesan di tengah lingkungan yang tidak selalu kondusif.

Tabel berikut merangkum kronologi kebijakan dan peristiwa krusial yang membentuk pengalaman komunitas Tionghoa:

Tahun Kebijakan/Peristiwa Deskripsi dan Dampak
1966 Penutupan Sekolah Tionghoa dan Dekrit Pengusiran Semua sekolah Tionghoa ditutup. Panglima Militer Aceh dan Pemerintah Sumatera Utara mengeluarkan dekrit yang mengharuskan semua etnis Tionghoa meninggalkan Aceh. Ribuan pengungsi Tionghoa dari Aceh tiba di Medan, hidup dalam ketakutan.
1967 Peraturan Diskriminatif Orde Baru Istilah Cina diwajibkan dalam komunikasi resmi. Masyarakat Tionghoa didesak untuk mengganti nama dan dilarang mempraktikkan tradisi di depan umum. Terdapat 45 peraturan yang secara langsung atau tidak langsung diskriminatif.
1998 Kerusuhan Mei Kekerasan terorganisir terjadi, termasuk perampokan, pembunuhan, dan pemerkosaan. Peristiwa ini menjadi krisis kewargaan terburuk dan memperkuat trauma historis yang dialami komunitas Tionghoa.
Pasca-Reformasi Partisipasi dan Rehabilitasi Pencabutan sebagian besar peraturan diskriminatif. Tumbuhnya partisipasi aktif Tionghoa dalam pembangunan nasional, khususnya di kalangan kelas menengah.

Lanskap Demografi dan Pusat Kehidupan Komunitas Saat Ini

Meskipun tidak ada data sensus etnis yang terperinci dari BPS 2020 , data Sensus Penduduk 2010 menunjukkan bahwa etnis Tionghoa merupakan 2,71% dari total penduduk Sumatera Utara, sementara penganut agama Hindu (yang mayoritas adalah orang India) adalah 0,1%. Di kota Medan, populasi Tionghoa diperkirakan mencapai 115.400 orang. Konsentrasi penduduk ini menjadikan Medan sebagai salah satu kota dengan komunitas Tionghoa dan India terbesar di Indonesia.

Pusat-pusat komunitas menjadi simbol kehadiran dan vitalitas kedua etnis. Kawasan Kesawan dan Pecinan di Medan menjadi pusat kegiatan sosial, bisnis, dan budaya Tionghoa. Sementara itu, Kampung Madras, yang sebelumnya dikenal sebagai Kampung Keling, adalah pusat komunitas India. Di kawasan ini, berdiri Kuil Shri Mariamman, kuil Hindu tertua di Medan yang dibangun pada tahun 1884, menjadi simbol sejarah dan keagamaan komunitas India.

Akulturasi, Kolaborasi, dan Kontribusi di Era Modern

Akulturasi dan Pelestarian Budaya

Kedua komunitas ini telah berhasil mempertahankan dan melestarikan kekayaan budaya mereka di Sumatera Utara. Etnis Tionghoa di Medan masih merayakan tradisi penting seperti Tahun Baru Imlek, Cheng Beng (Festival Pembersihan Makam), dan berbagai festival lainnya dengan pertunjukan Barongsai, Liong, dan Kungfu Tea. Demikian pula, komunitas India merayakan festival Diwali yang meriah dan menawarkan warisan kuliner otentik seperti roti canai, nasi briyani, dan kari.

Seiring berjalannya waktu, telah terjadi akulturasi yang signifikan. Hal ini terlihat dari percampuran dalam arsitektur, kuliner , dan bahkan perkawinan campuran. Kolaborasi budaya juga mulai terlihat dalam berbagai acara publik, seperti  Medan Dance Collaboration Festival yang menyatukan beragam tarian daerah dan etnis.

Sejarah Interaksi Kultural India dan Batak. Hubungan antara komunitas India dan pribumi Batak memiliki akar yang lebih dalam dan unik dibandingkan dengan narasi kolonial. Terdapat kemiripan yang menarik antara sistem kekerabatan marga pada suku Batak dengan beberapa suku di India. Penyerapan bahasa Sanskerta ke dalam aksara Batak Kuno adalah bukti bahwa interaksi antara India dan Batak bukanlah semata-mata produk dari era kolonialisme, melainkan memiliki akar peradaban yang jauh lebih tua dan bersifat simbiosis. Interaksi yang mendalam di masa lalu ini telah menciptakan fondasi yang berbeda bagi kedua komunitas dalam konteks keberagaman Sumatera Utara.

Kontribusi Ekonomi dan Hubungan Diplomatik Saat Ini

Tionghoa: Jaringan Bisnis Internal dan Investasi Terkini Komunitas Tionghoa tetap menjadi pilar utama ekonomi Sumatera Utara, dengan dominasi di sektor perdagangan dan industri. Kekuatan ini didukung oleh hubungan dekat antara tokoh-tokoh bisnis Tionghoa dengan pemerintah daerah. Di tingkat yang lebih luas, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara juga secara aktif menjalin kerja sama dengan Tiongkok, salah satunya melalui program Sister Province dengan Provinsi Guangdong. Kerja sama ini, yang kini menyasar sektor ekonomi, diharapkan dapat meningkatkan investasi dan membuka jalur penerbangan baru, yang mengindikasikan bahwa komunitas Tionghoa tidak hanya menjadi penggerak ekonomi internal tetapi juga menjadi jembatan diplomasi dan investasi.

India: Mitra Bisnis Strategis India saat ini adalah salah satu mitra bisnis terbesar bagi Sumatera Utara, menempati posisi keenam dalam hal investasi. Kerja sama ekonomi antara kedua pihak berfokus pada ekspor utama seperti kelapa sawit, serta sektor potensial lainnya seperti pertanian, peternakan, perkebunan, dan pariwisata. Peningkatan hubungan ini ditunjukkan melalui berbagai pertemuan bisnis yang difasilitasi oleh Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Medan, di mana perusahaan-perusahaan India menjajaki kemitraan dan investasi, termasuk rencana pendirian pabrik.

Tabel berikut memaparkan perbandingan peran ekonomi kedua komunitas dari masa ke masa:

Komunitas Peran Ekonomi Historis Hubungan Ekonomi Kontemporer
Tionghoa Buruh kontrak di perkebunan, kemudian pedagang perantara. Dominasi di sektor produksi dan industri. Menjadi pilar utama dalam perdagangan dan industri. Berfungsi sebagai jembatan untuk investasi dari Tiongkok melalui program Sister Province.
India Buruh kontrak di perkebunan tembakau Deli, dengan kondisi kerja brutal. Sebagian kecil menjadi pedagang dan pengusaha. Menjadi mitra bisnis terbesar keenam bagi Sumatera Utara, terutama dalam ekspor kelapa sawit dan kerja sama di sektor pertanian.

Prospek Masa Depan dan Kerukunan

Meskipun trauma masa lalu masih membekas, upaya untuk membangun kerukunan dan toleransi terus dilakukan. Lembaga-lembaga seperti Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di Medan berupaya memelihara dialog dan menyelesaikan persoalan agama [7, 8]. Namun, perlu diakui bahwa tantangan, seperti stereotip negatif dan persepsi eksklusivitas, masih ada dan perlu diatasi melalui komunikasi antarbudaya yang lebih baik.

Pembentukan Galeri Sejarah Tionghoa di Medan merupakan langkah penting dalam upaya melestarikan warisan budaya dan sejarah komunitas ini. Keberadaan galeri ini diharapkan tidak hanya mengabadikan perjalanan leluhur, tetapi juga menginspirasi generasi muda untuk berkontribusi lebih luas dalam pembangunan Sumatera Utara, melampaui bidang ekonomi dan perdagangan ke sektor-sektor seperti kesehatan, pendidikan, dan teknologi.

Kesimpulan

Sejarah etnis Tionghoa dan India di Sumatera Utara, meskipun beririsan di titik kolonialisme, memiliki narasi yang berbeda dan kompleks. Narasi Tionghoa adalah kisah adaptasi yang luar biasa dari peran buruh kontrak menuju dominasi ekonomi, yang dibentuk oleh kebijakan kolonial yang diskriminatif namun secara paradoks membuka jalan bagi penguasaan sektor perdagangan. Kisah ini juga ditandai dengan perjuangan melawan trauma historis yang mendalam, di mana “eksklusivitas” dapat dipahami sebagai sebuah mekanisme pertahanan untuk bertahan hidup.

Sementara itu, narasi komunitas India adalah kisah ketahanan luar biasa dari eksploitasi brutal sebagai buruh perkebunan. Mereka tidak hanya mampu bertahan, tetapi kini juga berperan sebagai jembatan diplomatik dan kultural yang mengikat Sumatera Utara dengan India sebagai mitra dagang strategis. Narasi ini diperkuat oleh akar peradaban kuno yang jauh lebih dalam, yang menunjukkan interaksi simbiosis dengan kebudayaan lokal jauh sebelum era modern.

Sebagian besar tantangan sosial dan persepsi negatif yang masih ada di Sumatera Utara memiliki akar kuat pada politik kolonial yang sengaja memecah-belah. Memahami sejarah ini sangat penting untuk mengatasi permasalahan kontemporer dan merajut kembali tali persatuan. Laporan ini menyimpulkan bahwa kedua komunitas ini akan terus menjadi pilar penting bagi kemajuan Sumatera Utara. Dengan terus melestarikan warisan budaya mereka, memperkuat dialog antar-etnis, dan mengintegrasikan kontribusi mereka, Sumatera Utara dapat terus menjadi model nyata bagi kerukunan dan kemajuan multietnis di Indonesia.

 

Daftar Pustaka :

  1. ORANG INDIA DI PERKEBUNAN TEMBAKAU DELI … – ResearchGate, accessed September 5, 2025, https://www.researchgate.net/publication/339482434_ORANG_INDIA_DI_PERKEBUNAN_TEMBAKAU_DELI_NARASI_FOTO_1872-1900/fulltext/5e5517694585152ce8edd80c/ORANG-INDIA-DI-PERKEBUNAN-TEMBAKAU-DELI-NARASI-FOTO-1872-1900.pdf
  2. THE DYNAMICS OF TAMIL-INDIAN COMMUNITY IN PRE- INDEPENDENCE INDONESIA; The Case of Deli Hindu Sabba in Medan, accessed September 5, 2025, https://ejournal.uin-suka.ac.id/ushuluddin/Religi/article/download/4507/2335/14109
  3. Rona Peradaban Hindu-Buddha di Kebudayaan Batak Kuno – Tirto.id, accessed September 5, 2025, https://tirto.id/rona-peradaban-hindu-buddha-di-kebudayaan-batak-kuno-gS1G
  4. ETNIK TIONGHOA DIBANDAR RAYA MEDAN: KAJIAN TENTANG …, accessed September 5, 2025, http://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?article=810831&val=13268&title=ETNIK%20TIONGHOA%20DIBANDAR%20RAYA%20MEDAN%20KAJIAN%20TENTANG%20PANDANGAN%20MEREKA%20TERHADAP%20AGAMA%20ISLAM
  5. Imigran Cina: Peranannya Dalam Sejarah … – Berkala Arkeologi, accessed September 5, 2025, https://berkalaarkeologi.kemdikbud.go.id/index.php/berkalaarkeologi/article/download/850/789/3525
  6. Galeri Sejarah Tionghoa Sumut, Simpan Sejarah Peradaban Etnis Tionghoa di Sumut – Regional Liputan6.com, accessed September 5, 2025, https://www.liputan6.com/regional/read/5563491/galeri-sejarah-tionghoa-sumut-simpan-sejarah-peradaban-etnis-tionghoa-di-sumut
  7. Kiauseng – The Modernised Medan Chinese, accessed September 5, 2025, https://bernitone.wordpress.com/tag/medan/
  8. “ORANG INDIA DI SUMATERA UTARA” | History for fun – WordPress.com, accessed September 5, 2025, https://ipie3.wordpress.com/2009/06/06/%E2%80%9Corang-india-di-sumatera-utara%E2%80%9D/
  9. Jejak Sosial Dan Ekonomi Bangsa Tamil India Di Sumatera Utara PDF – Scribd, accessed September 5, 2025, https://id.scribd.com/document/644187342/JEJAK-SOSIAL-DAN-EKONOMI-BANGSA-TAMIL-INDIA-DI-SUMATERA-UTARA-pdf
  10. Gemerlap Cahaya Diwali di Kampung Madras – Indonesia.go.id, accessed September 5, 2025, https://indonesia.go.id/kategori/budaya/8744/gemerlap-cahaya-diwali-di-kampung-madras?lang=1
  11. Kampung Keling, Melihat India di Kota Medan – Bolu Stim Menara, accessed September 5, 2025, https://bolumenara.co.id/artikel/detail/kampung-keling-melihat-india-di-kota-medan
  12. Sejarah Kampung Keling di Medan yang Kini Dikenal Little India, accessed September 5, 2025, https://www.detik.com/sumut/budaya/d-6965571/sejarah-kampung-keling-di-medan-yang-kini-dikenal-little-india
  13. Serunya Menjelajah Kampung Madras, “Little India” yang Unik dan Menarik di Medan, accessed September 5, 2025, https://superlive.id/superadventure/artikel/place-gears/serunya-menjelajah-kampung-madras-little-india-yang-unik-dan-menarik-di-medan
  14. jumhari erric syah – Scanned Image, accessed September 5, 2025, https://repositori.kemendikdasmen.go.id/30129/1/RAKIT%20YANG%20BERUBAH%20HALUAN.pdf
  15. Sekilas Tentang Etnis Tionghoa di Medan | kumparan.com, accessed September 5, 2025, https://m.kumparan.com/potongan-nostalgia/sekilas-etnis-tionghoa-di-medan
  16. Kehidupan Sosial Ekonomi Etnis Tionghoa di Kecamatan Medan Area Kelurahan Sukaramai II dari Tahun 1970-2005 – Repositori USU, accessed September 5, 2025, https://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/25875
  17. Sikap WNI keturunan Cina terhadap pembauran di Pemko Medan dalam meningkatkan ketahanan nasional – lib@ui, accessed September 5, 2025, https://lib.ui.ac.id/detail?id=70693&lokasi=lokal
  18. Baperki, Komunitas Tionghoa, dan G30S di Kota Medan – IndoPROGRESS, accessed September 5, 2025, https://indoprogress.com/2017/09/baperki-komunitas-tionghoa-dan-g30s-di-kota-medan/
  19. ARAH BARU POLITIK KEWARGAAN ETNIS TIONGHOA DI INDONESIA (STUDI KASUS JAKARTA & MANADO), accessed September 5, 2025, https://scholarhub.ui.ac.id/cgi/viewcontent.cgi?article=1495&context=paradigma
  20. Analisis Distribusi Kepadatan Penduduk Di Provinsi Sumatera Utara – Jurnal UNJ, accessed September 5, 2025, https://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jsg/article/download/51024/19873/155855
  21. Sensus Penduduk 2020: Jumlah Penduduk Sumatera Utara 14,8 Juta Jiwa – Databoks, accessed September 5, 2025, https://databoks.katadata.co.id/demografi/statistik/b65aa736b0e42f9/sensus-penduduk-2020-jumlah-penduduk-sumatera-utara-14-8-juta-jiwa
  22. Festival Budaya Tionghoa Indonesia – Deputi Bidang Pengembangan Produk Wisata &, accessed September 5, 2025, http://d6.kemenparekraf.go.id/festival-budaya-tionghoa-indonesia
  23. 8 Tradisi Warga Tionghoa di Medan saat Perayaan Imlek, Ada Minum Teh Bersama, accessed September 5, 2025, https://www.merdeka.com/sumut/8-tradisi-warga-tionghoa-di-medan-jelang-perayaan-imlek-ada-minum-teh-bersama-81147-mvk.html
  24. DINAMIKA AKULTURASI KASUS PERAYAAN TAHUN AKULTURASI BUDAYA TIONGHOA KOTA MEDAN, accessed September 5, 2025, https://jurnal.uimedan.ac.id/index.php/JIPSI/article/download/1378/943
  25. KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA ETNIS TIONGHOA DENGAN PRIBUMI DI KELURAHAN SUKAJAYA KECAMATAN SUKARAMI KOTA PALEMBANG PROVINSI SUMATERA – Sriwijaya University Repository, accessed September 5, 2025, http://repository.unsri.ac.id/126517/3/RAMA_70201_07031181722012_0001057901_0031059202_01_front_ref.pdf
  26. Medan Dance Collaboratian Festival Ajak Lestarikan Budaya | IDN Times Sumut, accessed September 5, 2025, https://sumut.idntimes.com/news/sumatera-utara/medan-dance-collaboratian-festival-ajak-kawula-muda-lestarikan-budaya-00-7lmj9-f15ds1
  27. Menarik, Inilah 4 Suku Mirip Batak di India – Viva, accessed September 5, 2025, https://www.viva.co.id/gaya-hidup/inspirasi-unik/1466741-4-suku-mirip-batak-di-india
  28. Plt Gubsu Sambut Baik Niat Pengusaha China Investasi di Sumut, accessed September 5, 2025, https://www.sumutprov.go.id/artikel/artikel/plt-gubsu-sambut-baik-niat-pengusaha-china-investasi-di-sumut
  29. Kembangkan Bisnis, Perusahaan Asal India Jalin Kemitraan dengan KADIN Medan, accessed September 5, 2025, https://www.kadinmedan.id/berita/Kembangkan-Bisnis–Perusahaan-Asal-India-Jalin-Kemitraan-dengan-KADIN-Medan-
  30. Delegasi Bisnis India Jajaki Kerjasama Investasi ke Sumut, accessed September 5, 2025, https://dpmptsp.sumutprov.go.id/berita/delegasi-bisnis-india-jajaki-kerjasama-investasi-ke-sumut

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

+ 67 = 77
Powered by MathCaptcha