Secara agregat, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah menunjukkan kemajuan signifikan dalam menurunkan prevalensi stunting, sebuah pencapaian yang mendapat pengakuan nasional. Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, prevalensi stunting di Sumatera Utara tercatat sebesar 18,9%, menempatkannya di bawah rata-rata nasional dan berada di peringkat ke-9 terendah se-Indonesia. Pencapaian ini sejalan dengan target ambisius pemerintah provinsi untuk mencapai angka 14% pada tahun 2024.
Namun, keberhasilan ini tidak merata dan dibayangi oleh tantangan fundamental, terutama terkait inkonsistensi data yang mengkhawatirkan dan adanya kantong-kantong permasalahan stunting (hotspot) yang sangat terkonsentrasi. Tulisan ini mengungkap adanya kontradiksi data yang signifikan dari berbagai sumber, seperti data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 yang menunjukkan prevalensi 22% , yang bertolak belakang dengan data SKI 2023 , serta data dari aplikasi e-Pencatatan dan PeTulisan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) yang hanya mencatat 5,4%. Kontradiksi ini menciptakan hambatan serius dalam formulasi kebijakan yang terarah dan akurat.
Secara geografis, analisis sebaran kasus menunjukkan gambaran yang paradoks. Di satu sisi, ada keberhasilan yang terbukti di daerah seperti Kabupaten Serdang Bedagai yang berhasil menurunkan prevalensi dari 26,3% (2019) menjadi 14,4% (2023). Di sisi lain, terdapat hotspot stunting dengan prevalensi jauh di atas rata-rata provinsi, seperti di Tapanuli Selatan (39,4%), Padang Lawas (35,8%), dan Mandailing Natal (34,2%). Faktor penyebab stunting di daerah-daerah ini bersifat multifaktorial dan kompleks, mencakup aspek gizi, sanitasi lingkungan, serta tantangan perilaku masyarakat yang belum sepenuhnya adaptif terhadap program intervensi.
Tulisan ini merekomendasikan pendekatan yang lebih terfokus dan berbasis bukti, dimulai dengan normalisasi dan sinkronisasi data lintas sektor. Selain itu, diperlukan intervensi yang terpersonalisasi untuk mengatasi masalah stunting di hotspot, dengan mengadopsi model kolaborasi inovatif yang telah menunjukkan keberhasilan di tingkat lokal.
Pendahuluan: Urgensi dan Latar Belakang Masalah Stunting
Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita (di bawah lima tahun) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, terutama selama 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu sejak anak masih dalam kandungan hingga berusia 23 bulan. Masalah ini tidak hanya menyebabkan perawakan tubuh pendek, tetapi juga memiliki dampak yang jauh lebih serius dan bersifat permanen pada perkembangan otak dan kemampuan kognitif anak. Sebagai masalah kesehatan masyarakat yang mendesak, penanggulangan stunting menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Konsekuensi jangka panjang dari stunting melampaui dimensi fisik. Anak yang mengalami stunting berisiko memiliki tingkat kecerdasan (IQ) yang lebih rendah, mengalami kesulitan belajar, serta performa buruk pada kemampuan fokus dan memori. Di masa depan, hal ini dapat mengurangi produktivitas dan daya saing mereka di dunia kerja, yang pada gilirannya berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Selain itu, stunting dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh, membuat anak mudah terserang penyakit, dan meningkatkan risiko munculnya penyakit metabolik seperti diabetes dan obesitas di usia dewasa. Mengingat dampak yang luas dan mendalam ini, investasi dalam pencegahan stunting adalah kunci untuk memastikan masa depan yang sehat dan produktif bagi generasi mendatang.
Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis secara komprehensif kondisi stunting di Provinsi Sumatera Utara. Analisis ini tidak hanya menyajikan data prevalensi terbaru dan sebarannya, tetapi juga mengkaji faktor-faktor penyebab yang kompleks dan menyoroti program-program intervensi serta tantangan yang dihadapi. Metodologi Tulisan ini menggabungkan data dari berbagai sumber resmi pemerintah dan temuan dari penelitian akademis untuk memberikan pemahaman yang utuh dan bernuansa mengenai dinamika masalah stunting di wilayah ini.
Analisis Data Prevalensi dan Tren Stunting di Sumatera Utara
Penurunan Signifikan dan Pencapaian Target
Provinsi Sumatera Utara telah menunjukkan kemajuan yang patut diapresiasi dalam upaya penanggulangan stunting. Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, angka prevalensi stunting di provinsi ini berhasil ditekan menjadi 18,9%. Angka ini merupakan penurunan yang signifikan sebesar 2,2% dari angka prevalensi sebelumnya di tahun 2022, yaitu 21,1%, yang didasarkan pada Survei Status Gizi Indonesia (SSGI). Pencapaian ini tidak hanya membawa Sumatera Utara ke posisi ke-9 dengan prevalensi stunting terendah di Indonesia, tetapi juga menempatkan angka prevalensinya di bawah rata-rata nasional yang berada di angka 21,5%. Penurunan ini merupakan hasil dari berbagai upaya kolaboratif dan kebijakan yang berfokus pada penanganan stunting, dan keberhasilan ini bahkan mendapat pengakuan dari Wakil Presiden. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara optimistis dapat melanjutkan tren positif ini dan mencapai target yang ditetapkan secara nasional sebesar 14% pada tahun 2024.
Inkonsistensi dan Kontradiksi Data yang Mengkhawatirkan
Di balik narasi keberhasilan tersebut, terdapat ketidakselarasan data yang menimbulkan tantangan besar dalam upaya penanganan stunting. Tulisan ini menemukan adanya kontradiksi signifikan dari berbagai sumber data yang tersedia. Sebagai contoh, di satu sisi, terdapat klaim keberhasilan yang menempatkan prevalensi stunting pada 18,9% pada tahun 2023. Namun, di sisi lain, hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2024 yang diungkapkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara justru menunjukkan prevalensi balita stunting dan sangat pendek di angka 22%. Angka ini tidak hanya lebih tinggi dari angka 18,9% yang diklaim sebelumnya, tetapi juga melebihi angka prevalensi nasional yang saat itu tercatat 19,8%.
Selain itu, terdapat data dari sistem lain, seperti e-Pencatatan dan PeTulisan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM), yang mencatat angka prevalensi stunting yang sangat rendah, yaitu hanya 5,4%. Sumber ini mengklaim akurasi data yang lebih tinggi karena pencatatan dilakukan secara
real-time saat penimbangan balita. Kontradiksi data ini tidak hanya menciptakan kebingungan, tetapi juga berpotensi mengacaukan proses perencanaan, evaluasi, dan pengambilan keputusan di semua level pemerintahan. Misalnya, data dari Dinas Kesehatan Kota Medan juga menunjukkan fluktuasi yang tidak wajar, dengan prevalensi 17,4% pada tahun 2019, anjlok menjadi 0,71% pada tahun 2020, dan kembali naik menjadi 15,4% pada tahun 2022. Ketidakselarasan ini menunjukkan bahwa salah satu hambatan terbesar yang dihadapi dalam penanganan stunting di Sumatera Utara bukanlah sekadar kurangnya sumber daya, tetapi juga masalah mendasar dalam tata kelola data. Tanpa data yang akurat dan sinkron, alokasi anggaran dan intervensi yang dilakukan berisiko tidak tepat sasaran.
Tumpang tindih data yang kontradiktif ini merupakan sebuah tantangan fundamental. Kebijakan yang dirumuskan berdasarkan data yang tidak akurat dapat mengarah pada keputusan yang keliru, di mana sumber daya dialihkan dari daerah yang membutuhkan atau program yang efektif dihentikan tanpa alasan yang jelas. Oleh karena itu, normalisasi dan sinkronisasi data antarlembaga menjadi langkah krusial yang harus diutamakan untuk memastikan bahwa setiap upaya intervensi didasarkan pada informasi yang valid dan dapat diandalkan.
Tabel 1: Perbandingan Data Prevalensi Stunting Provinsi Sumatera Utara (2017-2024)
Sumber Data | Tahun | Angka Prevalensi Stunting (%) | Keterangan / Sistem Pengukuran |
Riskesdas | 2017 | 28,4% | Survei berbasis rumah tangga |
Riskesdas | 2018 | 32,3% | Survei berbasis rumah tangga |
SSGI | 2021 | 25,8% | Survei Status Gizi Indonesia |
SSGI | 2022 | 21,1% | Survei Status Gizi Indonesia |
SKI | 2023 | 18,9% | Survei Kesehatan Indonesia |
SSGI | 2024 | 22,0% | Survei Status Gizi Indonesia (Dinkes Sumut) |
e-PPGBM | 2022 | 5,4% | Pencatatan & PeTulisan Gizi Berbasis Masyarakat |
Data Kantor Dinkes Medan | 2019 | 17,4% | Kantor Dinas Kesehatan Medan |
Data Kantor Dinkes Medan | 2020 | 0,71% | Kantor Dinas Kesehatan Medan |
SSGI | 2022 | 15,4% | SSGI untuk Kota Medan |
Distribusi Geografis dan Sebaran Kasus
Analisis Hotspot Stunting
Klaim penurunan prevalensi stunting di tingkat provinsi Sumatera Utara memberikan gambaran umum yang positif. Namun, ketika analisis dipersempit ke tingkat kabupaten/kota, muncul realitas yang sangat berbeda. Gambaran yang didapatkan menunjukkan sebuah paradoks antara kemajuan provinsi secara keseluruhan dan adanya masalah yang sangat parah dan terlokalisasi di beberapa wilayah. Pada tahun 2022, data SSGI mengidentifikasi setidaknya 10 kabupaten/kota dengan prevalensi stunting yang jauh di atas rata-rata provinsi. Di antara wilayah-wilayah ini, Tapanuli Selatan tercatat memiliki prevalensi tertinggi di Sumatera Utara sebesar 39,4%, diikuti oleh Kabupaten Padang Lawas (35,8%) dan Kabupaten Mandailing Natal (34,2%). Angka-angka ini menunjukkan bahwa meskipun rata-rata provinsi mengalami penurunan, kantong-kantong permasalahan yang parah masih belum teratasi secara efektif.
Sebaliknya, beberapa wilayah lain telah menunjukkan kinerja yang jauh lebih baik. Sebagai contoh, Kabupaten Labuhan Batu Utara tercatat memiliki prevalensi stunting terendah di Sumatera Utara, yaitu 7,3%, sementara Kota Medan berada di peringkat 27 dengan prevalensi 15,4%. Kontras tajam antara prevalensi di hotspot (hampir 40%) dengan wilayah lain (di bawah 10%) mengindikasikan bahwa strategi penanggulangan “satu ukuran untuk semua” tidaklah memadai. Untuk mencapai target nasional, pemerintah provinsi harus mengalihkan fokus dari penurunan angka agregat menjadi pendekatan yang lebih terfokus pada wilayah dengan beban stunting tertinggi.
Studi Kasus dan Pola Sebaran Lokal
Dinamika penanganan stunting di tingkat lokal dapat dilihat dari beberapa studi kasus yang menunjukkan tren signifikan, baik keberhasilan maupun tantangan yang masih ada.
- Tapanuli Selatan: Kabupaten ini menjadi contoh utama dari tantangan yang terisolasi. Dengan prevalensi tertinggi di Sumatera Utara pada tahun 2022, yaitu 39,4% , pemerintah daerah mengklaim penurunan drastis menjadi 15,6% pada tahun 2023, dengan target ambisius 9% di tahun 2024. Penurunan sebesar 23,8% dalam satu tahun ini merupakan anomali yang luar biasa dan menuntut analisis lebih lanjut mengenai efektivitas intervensi yang diterapkan atau kemungkinan anomali data.
- Serdang Bedagai: Berbeda dengan Tapanuli Selatan, Kabupaten Serdang Bedagai menjadi model keberhasilan lokal. Pemkab Serdang Bedagai berhasil menurunkan prevalensi stunting secara signifikan dari 26,3% pada tahun 2019 menjadi 14,4% pada tahun 2023. Keberhasilan ini sejajar dengan target nasional dan didukung oleh komitmen kuat untuk mencapai target 5% pada tahun 2024 dan nol persen pada tahun 2030.
Temuan dari penelitian di Kabupaten Dairi semakin memperkuat pentingnya pendekatan terfokus. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa kasus stunting cenderung mengelompok secara spasial. Pola sebaran kasus yang mengelompok ini menegaskan bahwa intervensi harus bersifat sangat lokal dan spesifik, menargetkan komunitas atau desa tertentu, bukan sekadar wilayah administratif yang luas. Oleh karena itu, analisis geografis dan data mikro menjadi sangat penting untuk merancang program yang benar-benar efektif dan tepat sasaran.
Tabel 2: Data Sebaran Prevalensi Stunting di Kabupaten/Kota Sumatera Utara (SSGI 2022) dan Tren Signifikan
Nama Kabupaten/Kota | Prevalensi Stunting (%) SSGI 2022 | Perkembangan Terkini (Sumber Terkait) |
Tapanuli Selatan | 39,4% | Klaim penurunan menjadi 15,6% pada 2023, target 9% pada 2024. |
Padang Lawas | 35,8% | Prevalensi tertinggi kedua di Sumut. |
Mandailing Natal | 34,2% | Prevalensi tertinggi ketiga di Sumut. |
Pakpak Bharat | 30,8% | Salah satu dari 10 daerah dengan prevalensi tertinggi. |
Tapanuli Tengah | 30,5% | Salah satu dari 10 daerah dengan prevalensi tertinggi. |
Humbang Hasundutan | 29,6% | Salah satu dari 10 daerah dengan prevalensi tertinggi. |
Nias | 29,4% | Masih menjadi fokus penanganan karena angka yang masih tinggi. |
Serdang Bedagai | N/A (data 2022 tidak tersedia) | Penurunan signifikan dari 26,3% (2019) menjadi 14,4% (2023), target nol persen pada 2030. |
Kota Medan | 15,4% | Prevalensi terendah di antara wilayah dengan angka stunting signifikan. |
Labuhan Batu Utara | 7,3% | Prevalensi terendah di Sumatera Utara. |
Faktor-Faktor Kompleks Penyebab Stunting
Stunting bukanlah masalah yang disebabkan oleh satu faktor tunggal, melainkan hasil dari interaksi kompleks antara faktor gizi, lingkungan, sosial, dan perilaku.
Faktor Gizi dan Kesehatan
Asupan gizi yang tidak memadai, terutama protein dan energi, merupakan faktor risiko utama. Kondisi ini dapat dimulai sejak masa kehamilan, di mana kekurangan asupan gizi pada ibu hamil berperan besar dalam melahirkan anak stunting, terutama yang mengalami berat badan lahir rendah (BBLR). Setelah lahir, praktik pemberian makan yang tidak optimal, seperti pemberian Air Susu Ibu (ASI) non-eksklusif dan pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tidak adekuat, semakin memperburuk risiko. Selain itu, infeksi berulang, seperti diare, juga menjadi penentu signifikan karena infeksi kronis mengganggu penyerapan nutrisi dan mengalihkan energi yang seharusnya digunakan untuk pertumbuhan.
Faktor Lingkungan dan Sanitasi
Lingkungan yang buruk dan sanitasi yang tidak memadai dapat memicu infeksi yang menjadi penyebab stunting. Penelitian di Kabupaten Dairi secara spesifik menemukan bahwa kualitas air bersih dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian stunting. Hal ini menggarisbawahi pentingnya intervensi di luar sektor kesehatan murni. Kurangnya akses terhadap air bersih yang aman dan kebiasaan buang air besar di tempat terbuka juga diidentifikasi sebagai faktor risiko yang memicu penyebaran bakteri, yang dapat mengkontaminasi makanan dan memicu infeksi saluran pencernaan. Ini menunjukkan bahwa investasi pada infrastruktur sanitasi adalah bagian integral dari strategi penanggulangan stunting.
Faktor Sosial-Ekonomi dan Perilaku
Kemiskinan dan tingkat pendidikan ibu yang rendah adalah variabel tidak langsung yang secara signifikan terkait dengan prevalensi stunting. Kemiskinan membatasi akses keluarga terhadap makanan bergizi dan air bersih yang sering kali tergolong mahal. Sementara itu, tingkat pendidikan yang rendah seringkali berkorelasi dengan kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi anak, serta pola asuh yang kurang optimal. Namun, tantangan yang lebih besar adalah perubahan perilaku masyarakat yang belum maksimal. Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) menekankan bahwa edukasi tentang pentingnya nutrisi yang kaya protein dan sanitasi yang baik masih belum sepenuhnya dipahami dan diterapkan di tingkat komunitas, yang menjadi hambatan utama dalam menekan angka stunting.
Kebijakan, Anggaran, dan Program Penanggulangan Stunting
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah menunjukkan komitmen kuat dalam penanganan stunting melalui alokasi anggaran dan program-program yang terstruktur. Pada tahun 2024, Pemprov Sumut mengalokasikan anggaran sebesar Rp370 miliar untuk percepatan penurunan stunting, yang didukung oleh dana dari APBN dan APBD, termasuk Dana Alokasi Khusus (DAK).
Berbagai program penanggulangan stunting dijalankan melalui pendekatan multi-sektor:
- Intervensi Gizi Spesifik: Program ini berfokus pada intervensi langsung di bidang kesehatan, seperti pendistribusian tablet tambah darah kepada ibu hamil dan remaja putri, serta pemberian penambah daya tahan tubuh bagi ibu hamil dan balita.
- Intervensi Gizi Sensitif: Program ini menyentuh aspek non-kesehatan yang berpengaruh pada stunting. Upaya-upaya yang dilakukan mencakup penguatan kelembagaan seperti Posyandu, pembentukan tim audit kasus stunting, dan pelaksanaan rembuk stunting di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi. Pemprov Sumut juga telah membentuk program Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS) di 31 kabupaten/kota, serta melakukan pendampingan tim pendamping keluarga yang telah mencapai 98%.
Model kolaborasi inovatif juga telah diterapkan. Di Kabupaten Serdang Bedagai, pemerintah daerah menjalin kerja sama dengan PT Mega Medica Pharmaceuticals (PT MMP) dan Binus University untuk penanganan stunting. Kolaborasi ini mengintegrasikan riset dan teknologi, seperti pengembangan produk inovatif dan penggunaan ilmu komputer untuk propaganda visual, yang membantu Pemkab Sergai dalam mencapai penurunan prevalensi stunting yang signifikan. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara sendiri juga memprioritaskan sinkronisasi program dan penguatan sistem informasi gizi sebagai alat utama untuk perencanaan dan evaluasi berbasis bukti.
Tantangan dan Hambatan yang Masih Dihadapi
Meskipun telah ada kemajuan yang nyata, penanganan stunting di Sumatera Utara masih menghadapi sejumlah hambatan yang kompleks.
Pertama, adalah masalah akses layanan kesehatan di daerah terpencil. Tantangan geografis ini menjadi salah satu alasan mengapa beberapa hotspot stunting dengan prevalensi tinggi berada di wilayah-wilayah yang sulit dijangkau. Sulitnya akses menghambat intervensi yang efektif dan pemantauan pertumbuhan anak secara berkala, membuat banyak kasus tidak terdeteksi sejak dini.
Kedua, adalah resistensi terhadap perubahan perilaku masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS), meskipun program edukasi telah dijalankan, perubahan perilaku masyarakat belum sepenuhnya maksimal. Kurangnya pemahaman tentang pentingnya gizi protein dan sanitasi yang layak masih menjadi kendala, yang menunjukkan bahwa program edukasi perlu disesuaikan agar dapat lebih efektif menjangkau dan mengubah kebiasaan masyarakat di tingkat akar rumput.
Terakhir, dan yang paling mendasar, adalah kesenjangan dan ketidaksinkronan data yang telah dibahas sebelumnya. Berbagai sumber data yang tidak selaras membuat para pemangku kebijakan kesulitan untuk merumuskan strategi yang terkoordinasi dan tepat sasaran. Kegagalan dalam menyinkronkan data tidak hanya mengganggu akurasi, tetapi juga menghambat proses evaluasi, sehingga sulit untuk mengukur efektivitas program dan mengalokasikan sumber daya secara efisien.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, Provinsi Sumatera Utara telah menunjukkan kemajuan yang patut dicatat dalam upaya penurunan prevalensi stunting secara agregat. Namun, narasi keberhasilan ini tidak mewakili gambaran utuh. Terdapat masalah mendasar dalam tata kelola data yang menyebabkan inkonsistensi, serta adanya disparitas geografis yang signifikan dengan keberadaan hotspot stunting yang terisolasi. Permasalahan stunting di Sumatera Utara adalah masalah multidimensi yang berakar pada faktor gizi, lingkungan, sosial-ekonomi, dan perilaku. Solusi yang efektif tidak dapat diselesaikan dengan pendekatan tunggal.
Berdasarkan analisis komprehensif, berikut adalah rekomendasi strategis yang dapat dipertimbangkan untuk meningkatkan efektivitas penanganan stunting di Provinsi Sumatera Utara:
- Normalisasi dan Tata Kelola Data: Pemerintah Provinsi harus memprioritaskan pembangunan sistem data stunting terpusat yang terintegrasi dan terverifikasi. Sistem ini harus menggabungkan data dari berbagai sumber (seperti SSGI dan e-PPGBM) ke dalam satu platform yang valid dan dapat diakses oleh semua pemangku kepentingan, sehingga dapat menghilangkan kontradiksi dan memastikan bahwa kebijakan dibuat berdasarkan informasi yang akurat.
- Intervensi Berbasis Spasial yang Terfokus: Alih-alih mengandalkan strategi berbasis provinsi, intervensi harus dialihkan ke pendekatan yang lebih terfokus pada hotspot stunting. Setiap wilayah dengan prevalensi tinggi perlu dianalisis secara spesifik untuk mengidentifikasi faktor risiko dominan yang ada, apakah itu masalah sanitasi (seperti di Dairi), pengetahuan gizi, atau akses layanan, dan kemudian merancang program yang disesuaikan dengan konteks lokal.
- Penguatan Kolaborasi Multisektor: Model kolaborasi yang berhasil di Serdang Bedagai, yang melibatkan pemerintah daerah, sektor swasta, dan akademisi, harus diperluas ke kabupaten/kota lain. Mendorong kemitraan ini dapat membuka peluang untuk inovasi program, pemanfaatan teknologi, dan pengalokasian sumber daya yang lebih kreatif di luar anggaran pemerintah.
- Prioritas Intervensi Perilaku: Edukasi dan promosi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) serta peningkatan pengetahuan gizi di tingkat komunitas harus dijadikan sebagai pilar utama program penanganan stunting. Program ini harus dirancang untuk secara efektif mengubah kebiasaan dan keyakinan masyarakat, menjadikannya bagian tak terpisahkan dari setiap intervensi gizi spesifik yang sudah ada.
Daftar Pustaka :
- Prevalensi Stunting di Sumut Berhasil Turun Signifikan Jadi 18,9%, Pj Gubernur Optimis Capai Target 2024 – Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, diakses September 5, 2025, https://sumutprov.go.id/artikel/artikel/prevalensi-stunting-di-sumut-berhasil-turun-signifikan-jadi-18-9-pj-gubernur-optimis-capai-target-2024
- Berhasil Tekan Angka Stunting, Provinsi Sumut Raih Penghargaan Kinerja Tahun Berjalan Tahun 2024, diakses September 5, 2025, https://dinkes.sumutprov.go.id/artikel/berhasil-tekan-angka-stunting-provinsi-sumut-raih-penghargaan-kinerja-tahun-berjalan-tahun-2024-1725665591
- Prevalensi Stunting di Sumut Berhasil Turun Signifikan Jadi 18,9%, Pj Gubernur Optimis Capai Target 2024, diakses September 5, 2025, https://infosumut.id/prevalensi-stunting-di-sumut-berhasil-turun-signifikan-jadi-189-pj-gubernur-optimis-capai-target-2024/
- Monitoring Penyaluran Bantuan Pangan Stunting Di Sumatera Utara – ID Food, diakses September 5, 2025, https://idfood.co.id/blog/stunting-sumatera-utara
- Angka Stunting Masih Tinggi! Dinkes Sumut Kumpulkan Seluruh …, diakses September 5, 2025, https://dinkes.sumutprov.go.id/artikel/angka-stunting-masih-tinggi-dinkes-sumut-kumpulkan-seluruh-pengelola-gizi-di-pertemuan-manajemen-program-gizi-2025-1751272070
- Melalui Aplikasi e-PPGBM, Prevalensi Stunting 5,4 Persen di Sumut – Mistar.id, diakses September 5, 2025, https://mistar.id/sumut/melalui-aplikasi-e-ppgbm-prevalensi-stunting-54-persen-di-sumut
- Pemkab Sergai Targetkan Zero Stunting pada 2030, Fokus Inovasi dan Sinergi Lintas Sektor – Infopublik.id, diakses September 5, 2025, https://infopublik.id/kategori/nusantara/907570/index.html
- Stunting and the hope that must remain; regional and human resource development perspectives; inadequate policy problem identification process in the Tabagsel region of Indonesia – PMC – PubMed Central, diakses September 5, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11163070/
- (PDF) Penyebab dan Faktor Resiko Stunting di Desa Pantai Cermin …, diakses September 5, 2025, https://www.researchgate.net/publication/385307286_Penyebab_dan_Faktor_Resiko_Stunting_di_Desa_Pantai_Cermin_Kabupaten_Langkat_Sumatera_Utara
- ANALISIS POLA SEBARAN, SANITASI LINGKUNGAN DENGAN …, diakses September 5, 2025, https://jurnal.stikesbhaktihusada.ac.id/index.php/MR/article/view/398
- Ketua Tim Konvergensi TPPS Bicara Soal Tantangan Untuk Turunkan Stunting – Mistar.id, diakses September 5, 2025, https://mistar.id/news/medan/ketua-tim-konvergensi-tpps-bicara-soal-tantangan-untuk-turunkan-stunting
- IMPLEMENTASI PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN STUNTING DI WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KOTA MEDAN TAHUN 2020 – Jurnal UYM, diakses September 5, 2025, https://jurnal.uym.ac.id/index.php/kesehatan/article/download/179/107
- Bebas Stunting, diakses September 5, 2025, https://kemkes.go.id/app_asset/file_content_download/17170399196657f32ff04cf3.76189362.pdf
- Bahaya jangka panjang stunting bagi masa depan anak – ANTARA News Sumatera Utara, diakses September 5, 2025, https://sumut.antaranews.com/berita/460725/bahaya-jangka-panjang-stunting-bagi-masa-depan-anak
- peran pemerintah dalam percepatan penurunan angka stunting di sumatera selatan, diakses September 5, 2025, https://sumsel.bpk.go.id/wp-content/uploads/2024/01/Peran-Pemerintah-Dalam-Percepatan-Penurunan-Angka-Stunting-di-Sumatera-Selatan.pdf
- Pencegahan Stunting Pada Anak Usia Dini Serta Dampaknya Pada Faktor Pendidikan Dan Ekonomi, diakses September 5, 2025, https://ejournal.sisfokomtek.org/index.php/jpkm/article/download/1591/1095/10561
- Dukung Percepatan Penurunan Stunting, *Pemprov Sumut …, diakses September 5, 2025, https://infosumut.id/dukung-percepatan-penurunan-stunting-pemprov-sumut-anggarkan-rp370-miliar-tahun-2024/
- Bupati Tapsel Beberkan Pencapaian Prevalensi Tahun 2023 dan Target Percepatan Penurunan Angka Stunting di Tahun 2024 – Tapanuli Selatan, diakses September 5, 2025, https://tapselkab.go.id/detail/bupati-tapsel-beberkan-pencapaian-prevalensi-tahun-2023-dan-target-percepatan-penurunan-angka-stunting-di-tahun-2024
- Pemkab Sergai Targetkan Stunting Turun ke 5% pada 2024 – Media Center Serdang Bedagai, diakses September 5, 2025, https://mediacenter.serdangbedagaikab.go.id/2024/11/20/pemkab-sergai-targetkan-stunting-turun-ke-5-pada-2024/
- 2030, Sergai Targetkan Stunting Nol Persen – Sumut – AnalisaDaily …, diakses September 5, 2025, https://analisadaily.com/berita/baca/2025/08/22/1066043/2030-sergai-targetkan-stunting-nol-persen/
- (PDF) ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA STUNTING PADA BALITA di WILAYAH KABUPATEN NIAS UTARA 2024 – ResearchGate, diakses September 5, 2025, https://www.researchgate.net/publication/391313687_ANALISIS_FAKTOR_YANG_BERHUBUNGAN_DENGAN_TERJADINYA_STUNTING_PADA_BALITA_di_WILAYAH_KABUPATEN_NIAS_UTARA_2024
- STUNTING PADA ANAK: PENYEBAB DAN FAKTOR RISIKO STUNTING DI INDONESIA – Berugak Jurnal UIN Mataram, diakses September 5, 2025, https://journal.uinmataram.ac.id/index.php/qawwam/article/download/2372/1252/5682
- Pemprov Sumut siapkan RP370 milliar tangani stunting tahun 2024 – ANTARA News, diakses September 5, 2025, https://www.antaranews.com/berita/4018248/pemprov-sumut-siapkan-rp370-milliar-tangani-stunting-tahun-2024