Cukai di Indonesia, mengeksplorasi peran multifungsinya, serta menempatkannya dalam konteks komparatif dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara. Cukai di Indonesia, yang merupakan pungutan negara atas barang-barang tertentu yang memiliki karakteristik khusus, berfungsi ganda sebagai instrumen fiskal untuk penerimaan negara dan instrumen regulasi untuk mengendalikan konsumsi. Landasan hukumnya terus berevolusi, di mana Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai telah mengalami perubahan substansial, terakhir melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Kontribusi cukai terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sangat signifikan. Berdasarkan data per November 2024, penerimaan cukai mencapai Rp192,73 triliun, yang menjadi komponen utama dari total penerimaan kepabeanan dan cukai. Sebagian besar penerimaan ini didominasi oleh cukai hasil tembakau, menciptakan ketergantungan fiskal yang menempatkan pemerintah pada dilema kebijakan antara memaksimalkan pendapatan dan mencapai tujuan kesehatan masyarakat.

Tulisan ini juga menyoroti kompleksitas dampak kebijakan cukai. Meskipun kenaikan cukai bertujuan untuk mengurangi konsumsi dan meningkatkan penerimaan, efektivitasnya sering kali terhambat. Data menunjukkan bahwa prevalensi merokok tidak menunjukkan penurunan yang konsisten, sebagian karena peredaran rokok ilegal dan struktur tarif yang rumit. Perbandingan dengan negara-negara seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand mengungkapkan perbedaan filosofis dan struktural. Singapura, misalnya, menerapkan regulasi ketat dan tarif tinggi dengan penekanan kuat pada kesehatan publik, sementara Thailand menggunakan cukai sebagai instrumen untuk mendorong kebijakan industri strategis, seperti transisi ke kendaraan listrik.

Analisis daya beli menunjukkan bahwa meskipun harga rokok di Indonesia tergolong murah secara nominal dibandingkan dengan Singapura, beban pengeluarannya masih signifikan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Tulisan ini menyimpulkan bahwa untuk meningkatkan efektivitasnya, kebijakan cukai di Indonesia harus didukung oleh reformasi administrasi, penegakan hukum yang lebih kuat, dan harmonisasi kebijakan regional. Cukai tidak dapat berfungsi secara efektif sebagai alat yang berdiri sendiri, melainkan harus terintegrasi dalam kerangka kebijakan makro yang lebih luas untuk mencapai tujuan ekonomi dan sosial secara seimbang.

Fondasi Kebijakan Cukai di Indonesia

Sistem perpajakan di Indonesia memiliki berbagai instrumen untuk memungut penerimaan negara, dan salah satu yang paling strategis adalah cukai. Pungutan ini memiliki karakteristik unik yang membedakannya dari jenis pajak lainnya, terutama karena sifatnya yang selektif dan fungsinya yang tidak hanya berorientasi pada penerimaan fiskal. Bab ini akan mengulas dasar-dasar kebijakan cukai di Indonesia, mulai dari definisi, landasan hukum, hingga struktur tarifnya yang kompleks.

Definisi, Prinsip, dan Landasan Hukum Cukai

Menurut Undang-Undang tentang Cukai, cukai didefinisikan sebagai pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang memiliki sifat atau karakteristik khusus. Barang-barang ini memiliki ciri khas yang membuatnya relevan untuk dikenai cukai, yaitu konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan, serta pemakaiannya memerlukan pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan. Dengan demikian, cukai tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk mengumpulkan pendapatan negara, tetapi juga sebagai instrumen regulasi untuk membatasi konsumsi barang-barang yang dapat menimbulkan eksternalitas negatif—sebuah konsep yang dikenal sebagai Pigovian tax. Landasan hukum cukai di Indonesia telah mengalami evolusi yang signifikan. Awalnya, pungutan cukai didasarkan pada peraturan-peraturan era kolonial Belanda, seperti Ordonansi Cukai Gula dan Ordonansi Cukai Minyak Tanah, yang pada akhirnya dianggap tidak relevan lagi dengan perkembangan hukum dan perekonomian nasional. Untuk mengatasi ketidaksesuaian ini, pemerintah mengesahkan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai. Sejak saat itu, UU ini telah mengalami beberapa kali perubahan, dengan amandemen terakhir yang signifikan melalui UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Perubahan ini bukan sekadar penyesuaian tarif, tetapi merupakan bagian dari restrukturisasi kerangka hukum yang lebih luas. Melalui UU HPP, pemerintah mengintegrasikan cukai ke dalam agenda reformasi perpajakan yang lebih besar, menegaskan bahwa kebijakan cukai tidak lagi dilihat sebagai entitas yang berdiri sendiri, melainkan sebagai komponen integral dari strategi fiskal makro nasional. Berdasarkan undang-undang ini, definisi-definisi kunci yang mengatur subjek cukai juga ditetapkan, seperti Pabrik, Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, dan Penyalur, yang semuanya merujuk pada orang pribadi atau badan hukum yang terlibat dalam proses produksi, penyimpanan, atau distribusi barang kena cukai.

Kategori Barang Kena Cukai (BKC) dan Perkembangannya

Saat ini, barang-barang yang dikenakan cukai di Indonesia terbagi ke dalam tiga jenis utama: etil alkohol atau etanol, minuman yang mengandung etil alkohol (MMEA), dan hasil tembakau. Kategori hasil tembakau mencakup berbagai produk seperti sigaret, cerutu, rokok daun, dan tembakau iris.

Di luar ketiga kategori tersebut, pemerintah memiliki rencana untuk memperluas cakupan BKC dengan menambahkan jenis barang baru. Wacana ini telah menjadi topik diskusi sejak 2019 dan berlanjut hingga saat ini. Barang-barang yang menjadi target utama perluasan ini adalah minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dan produk plastik. Rencana pengenaan cukai pada MBDK didasarkan pada alasan kesehatan publik, dengan tujuan untuk menekan konsumsi gula berlebih yang menjadi penyebab penyakit seperti diabetes. Sementara itu, cukai plastik diusulkan sebagai instrumen fiskal untuk mengurangi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah plastik.

Meskipun rencana ini didasarkan pada prinsip-prinsip ekonomi yang kuat, implementasinya menunjukkan adanya ketidaksinambungan dalam kebijakan pemerintah. Pengenaan cukai MBDK dan plastik sempat tertunda pembahasannya karena pandemi dan, yang lebih signifikan, rencana cukai plastik secara resmi dihapuskan dari Rancangan APBN (RAPBN) 2025. Keputusan ini menunjukkan bahwa pemerintah memprioritaskan pertimbangan ekonomi jangka pendek dan penggunaan kebijakan non-fiskal  di atas instrumen fiskal untuk mencapai tujuan kesehatan dan lingkungan. Keputusan ini mencerminkan dilema kebijakan di mana stabilitas ekonomi dan lobi dari industri terkait memiliki bobot yang lebih dominan dalam proses pengambilan keputusan. Selain kedua jenis barang tersebut, terdapat juga wacana untuk mengenakan cukai pada barang-barang lain seperti makanan olahan, makanan siap saji, tiket konser, detergen, Monosodium glutamate (MSG), batu bara, tisu, dan telepon pintar.

Struktur dan Mekanisme Tarif Cukai: Fokus pada Hasil Tembakau dan Etil Alkohol

Sistem tarif cukai di Indonesia menganut dua metode utama, yaitu tarif spesifik dan tarif ad valorem. Tarif spesifik adalah pungutan dalam jumlah rupiah per satuan barang kena cukai, sedangkan tarif ad valorem dihitung sebagai persentase dari harga dasar. Pemerintah juga dapat menggunakan gabungan dari kedua sistem tersebut. Fleksibilitas ini memungkinkan penyesuaian tarif untuk mencapai berbagai tujuan, seperti peningkatan penerimaan negara, pembatasan konsumsi, dan memudahkan pemungutan serta pengawasan.

Struktur tarif cukai hasil tembakau (CHT) merupakan salah satu yang paling kompleks, dengan pembagian berdasarkan golongan pabrik dan jenis rokok, seperti Sigaret Kretek Mesin (SKM), Sigaret Putih Mesin (SPM), dan Sigaret Kretek Tangan (SKT). Sistem ini, yang sempat memiliki 10 lapisan tarif, disederhanakan menjadi 8 lapisan yang berlaku sejak 2022. Struktur yang rumit ini, meskipun dimaksudkan untuk melindungi industri padat karya seperti pabrik SKT, sering kali menciptakan celah yang memungkinkan praktik downtrading, di mana produsen memindahkan produksi ke golongan tarif yang lebih rendah untuk menekan biaya. Praktik ini berpotensi mengikis efektivitas kebijakan dalam mengendalikan konsumsi dan juga mengurangi penerimaan negara.

Sementara itu, struktur tarif untuk etil alkohol (EA) dan minuman mengandung etil alkohol (MMEA) per 2024 juga memiliki rincian yang spesifik. Untuk etil alkohol, tarifnya adalah sebesar Rp20.000 per liter, berlaku sama untuk produksi dalam negeri maupun impor. Berbeda dengan EA, tarif MMEA dibedakan berdasarkan kadar alkohol dan asal produksinya. MMEA dibagi menjadi tiga golongan (A, B, dan C) berdasarkan kadar alkoholnya, di mana tarif untuk produk impor umumnya lebih tinggi daripada produk dalam negeri, seperti yang terlihat pada Golongan B dan C. Minuman dengan kadar alkohol di atas 20% hingga 55% misalnya, dikenakan tarif Rp101.000 per liter untuk produksi dalam negeri dan Rp152.000 per liter untuk produk impor. Perbedaan tarif ini mengisyaratkan adanya unsur perlindungan terhadap industri domestik.

Tabel 1: Rincian Tarif Cukai Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) per 2024 (Indonesia)

Golongan Kadar Etil Alkohol Tarif Cukai (Produksi Dalam Negeri) Tarif Cukai (Produksi Luar Negeri/Impor)
A Sampai dengan 5% Rp16.500 per liter Rp16.500 per liter
B Lebih dari 5% sampai dengan 20% Rp42.500 per liter Rp53.000 per liter
C Lebih dari 20% sampai dengan 55% Rp101.000 per liter Rp152.000 per liter

Peran Cukai dalam Perekonomian dan Kesehatan Masyarakat Indonesia

Kebijakan cukai di Indonesia memainkan peran multifungsi yang melampaui sekadar pungutan pajak. Fungsi ganda ini menciptakan interaksi yang kompleks dengan aspek-aspek kunci perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Bab ini akan mengelaborasi kontribusi fiskal, dampak ekonomi, serta efektivitas cukai sebagai instrumen regulasi.

Kontribusi Cukai Terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

Penerimaan dari bea dan cukai merupakan salah satu pilar utama pendapatan negara dan berkontribusi secara signifikan terhadap APBN. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) berperan sentral dalam hal ini, tidak hanya sebagai revenue collector (pengumpul penerimaan) tetapi juga sebagai trade facilitator (fasilitator perdagangan) dan industrial assistance (asistensi industri). Data menunjukkan bahwa kinerja penerimaan bea dan cukai terus tumbuh positif, bahkan di tengah gejolak ekonomi global.

Hingga akhir November 2024, realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai telah mencapai Rp257,75 triliun, tumbuh 5,20% dari tahun sebelumnya dan merealisasikan 80,30% dari target APBN. Dari jumlah tersebut, penerimaan cukai menyumbang porsi terbesar, yaitu Rp192,73 triliun. Ketergantungan fiskal yang besar pada cukai, khususnya dari hasil tembakau, menciptakan dilema kebijakan yang krusial. Di satu sisi, pemerintah berupaya untuk meningkatkan penerimaan melalui kenaikan tarif cukai. Di sisi lain, tujuan kesehatan publik menuntut adanya penurunan konsumsi rokok. Kedua tujuan ini secara inheren bertentangan. Jika kebijakan cukai berhasil menekan konsumsi secara signifikan, maka penerimaan negara dari sektor ini akan terancam, dan sebaliknya. Dilema ini menempatkan pemerintah pada posisi yang sulit dalam merumuskan kebijakan yang seimbang.

Dampak Kebijakan Cukai terhadap Perekonomian Nasional dan Konsumsi

Kenaikan tarif cukai memiliki dampak yang kompleks dan sering kali menjadi subjek perdebatan di kalangan ekonom dan pembuat kebijakan. Dari perspektif makroekonomi, beberapa studi menunjukkan dampak positif yang signifikan. Peningkatan cukai hasil tembakau, misalnya, dapat meningkatkan penerimaan pemerintah hingga 82% dan pada saat yang sama menurunkan konsumsi rokok. Uang yang tidak dibelanjakan untuk rokok cenderung dialihkan ke konsumsi barang atau jasa lain, yang secara agregat dapat meningkatkan output nasional dan bahkan menciptakan lapangan kerja baru di sektor-sektor yang lebih produktif. Sebuah studi menunjukkan bahwa kenaikan cukai tembakau sebesar 100% dapat menambah sekitar 281.135 lapangan kerja baru.

Namun, dampak tersebut tidak datang tanpa tantangan. Kenaikan tarif cukai yang terus-menerus berdampak negatif pada pertumbuhan industri hasil tembakau (IHT) dan dapat memicu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Kekhawatiran mengenai pengangguran massal sering kali diangkat oleh industri sebagai argumen untuk menolak kenaikan cukai. Pendekatan yang bernuansa terhadap masalah ini menunjukkan bahwa meskipun kenaikan cukai dapat mengalihkan pengeluaran konsumen ke sektor lain, transisi bagi pekerja yang terkena dampak tidak selalu mudah. Pekerja yang kehilangan pekerjaan di IHT, yang sering kali memiliki keterampilan spesifik, mungkin tidak dapat dengan mudah mengisi posisi yang muncul di sektor lain. Hal ini menggarisbawahi perlunya kebijakan pendamping, seperti program pelatihan ulang dan bantuan transisi, untuk memastikan bahwa tujuan makroekonomi tidak mengorbankan kesejahteraan individu.

Efektivitas Cukai sebagai Instrumen Pengendalian dan Isu Kesehatan Publik

Salah satu tujuan utama pengenaan cukai adalah sebagai instrumen untuk mengendalikan konsumsi barang-barang yang berbahaya bagi kesehatan, seperti rokok dan alkohol. Cukai diharapkan dapat mengurangi konsumsi, terutama di kalangan kelompok rentan seperti perokok pemula dan masyarakat berpenghasilan rendah, yang sensitif terhadap kenaikan harga.

Namun, data menunjukkan bahwa efektivitas kebijakan ini di Indonesia masih belum optimal. Meskipun cukai terus naik, prevalensi merokok di Indonesia tidak menunjukkan penurunan yang konsisten dan justru mengalami peningkatan menjadi 33,8% pada tahun 2018. Ini menunjukkan bahwa kenaikan tarif saja tidak cukup untuk mencapai tujuan kesehatan publik. Beberapa faktor lain melemahkan efektivitas kebijakan ini. Pertama, peredaran rokok ilegal yang tinggi dan meningkat seiring dengan kenaikan tarif cukai mengurangi dampak harga dari produk legal. Kedua, permintaan terhadap jenis rokok tertentu, seperti rokok SKT, menunjukkan elastisitas yang kurang terhadap perubahan harga, yang berarti konsumen tetap membeli produk tersebut meskipun harganya naik.

Selain itu, terdapat isu terkait efektivitas pengelolaan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBH CHT). Sebagian dari penerimaan cukai ini dialokasikan ke daerah untuk mendanai program kesehatan masyarakat, namun efektivitasnya diragukan. Sebuah studi menunjukkan bahwa sebagian besar kegiatan yang didanai oleh DBH CHT justru diarahkan untuk meningkatkan produktivitas industri tembakau, alih-alih untuk program-program pengendalian tembakau atau kesehatan masyarakat. Disparitas ini menunjukkan adanya ketidakselarasan antara tujuan fiskal dan sosial dari kebijakan cukai, sebuah masalah tata kelola yang lebih dalam yang perlu diperbaiki.

Analisis Komparatif Sistem Cukai di Kawasan ASEAN

Untuk memperoleh pemahaman yang lebih dalam, penting untuk membandingkan sistem cukai di Indonesia dengan negara-negara tetangga. Perbandingan ini akan menyoroti perbedaan landasan filosofis, struktur tarif, dan efektivitas kebijakan cukai di kawasan Asia Tenggara.

Tinjauan Sistem Cukai di Malaysia, Singapura, dan Thailand

Malaysia

Sistem perpajakan tidak langsung utama di Malaysia adalah Sales and Service Tax (SST), yang menggantikan Goods and Services Tax (GST) pada tahun 2018.29 Cukai (excise duties) dikenakan pada barang-barang tertentu yang diproduksi atau diimpor, termasuk minuman beralkohol, rokok, kendaraan bermotor, dan ubin mahjong. Reformasi kebijakan terbaru pada tahun 2024 menunjukkan peningkatan tarif Service Tax dari 6% menjadi 8% untuk sebagian besar layanan, dan memperluas cakupannya untuk memasukkan layanan-layanan baru seperti layanan logistik, kesehatan swasta, dan pendidikan. Terkait rokok, pemerintah Malaysia berupaya mengendalikan konsumsi di kalangan anak muda dengan mengenakan pajak atau cukai pada produk yang mengandung nikotin, termasuk vape dan rokok elektrik.

Singapura

Singapura dikenal dengan regulasi cukai yang sangat ketat, terutama untuk barang-barang seperti tembakau dan alkohol. Sistem perpajakannya berpusat pada Goods and Services Tax (GST) yang dikenakan pada semua barang impor. Tembakau dan minuman beralkohol adalah dua dari empat kategori barang yang dikenai bea masuk, di samping kendaraan bermotor dan bahan bakar. Sejak Juli 2020, Singapura menerapkan persyaratan Kemasan Standar (Standardised Packaging atau SP) untuk semua produk tembakau yang diimpor atau dijual di negara tersebut. Persyaratan ini mengharuskan kemasan rokok memiliki peringatan kesehatan grafis, tanpa logo atau merek, dan berwarna cokelat kusam. Selain itu, produk tembakau tiruan, seperti tembakau kunyah dan rokok elektrik, adalah barang yang dilarang untuk diimpor ke Singapura.

Thailand

Thailand memiliki cakupan barang kena cukai yang lebih luas dibandingkan Indonesia, yang tidak hanya mencakup barang-barang yang sering dianggap “dosa” (sin goods), tetapi juga barang mewah dan produk yang berdampak pada lingkungan. Barang kena cukai di Thailand meliputi minuman beralkohol, tembakau, petroleum, kendaraan mewah, kosmetik, dan perhiasan. Salah satu reformasi paling signifikan terjadi pada tahun 2017 melalui Excise Tax Act, yang menyamakan metode pengenaan pajak untuk barang domestik dan impor. Sebelumnya, pajak domestik didasarkan pada harga pabrik (ex-factory price), sedangkan barang impor didasarkan pada harga Cost, Insurance and Freight (CIF). Peraturan baru ini mengadopsi dasar yang sama, yaitu Suggested Retail Price (SRP) atau harga eceran yang disarankan. Selain itu, Thailand juga menggunakan cukai sebagai instrumen kebijakan industri. Pada tahun 2024, pemerintah merevisi tarif cukai untuk kendaraan plug-in hybrid electric vehicles (PHEVs) menjadi hanya berdasarkan jangkauan listriknya, tanpa lagi memperhitungkan ukuran tangki bahan bakar. Perubahan ini bertujuan untuk mendorong adopsi teknologi ramah lingkungan dan memperkuat posisi Thailand sebagai pusat produksi kendaraan listrik regional.

Perbandingan Kunci: Landasan Filosofis, Struktur, dan Tarif

Analisis komparatif menunjukkan bahwa kebijakan cukai di negara-negara ASEAN memiliki landasan filosofis yang berbeda. Di Indonesia, meskipun tujuan kesehatan publik diakui, fokus utama kebijakan masih sering kali didominasi oleh tujuan fiskal, yaitu memaksimalkan penerimaan negara, dan tujuan proteksionis, yaitu melindungi industri padat karya. Sebaliknya, Singapura secara eksplisit menggunakan cukai sebagai alat untuk mencapai tujuan kesehatan publik yang agresif melalui regulasi ketat dan harga yang sangat tinggi.7 Thailand menunjukkan pendekatan yang lebih pragmatis dan strategis, menggunakan cukai tidak hanya untuk mengendalikan konsumsi tetapi juga untuk membentuk masa depan industri nasional, seperti yang terlihat pada kebijakan kendaraan listrik.

Dari segi struktur tarif, Indonesia memiliki sistem campuran yang kompleks dengan banyak golongan tarif, yang rentan terhadap praktik downtrading dan penyelundupan. Di sisi lain, reformasi Thailand yang menyamakan dasar pengenaan cukai untuk produk domestik dan impor menciptakan sistem yang lebih sederhana dan adil. Malaysia juga menggunakan sistem campuran, dengan komponen tarif spesifik yang mendominasi, yang juga bertujuan untuk meminimalkan celah harga. Perbedaan struktural ini mencerminkan prioritas kebijakan dan tantangan administrasi yang unik di masing-masing negara.

Studi Kasus Komparatif: Analisis Cukai Rokok dan Alkohol

Perbandingan nominal harga rokok antara Indonesia dan Singapura sering kali menjadi bahan diskusi populer. Secara nominal, harga rokok di Singapura, sekitar 14 dolar Singapura atau setara dengan Rp154.000 per bungkus, memang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata harga rokok di Indonesia yang sekitar Rp30.000 per bungkus. Namun, perbandingan ini bisa menyesatkan jika tidak mempertimbangkan daya beli.

Analisis yang lebih akurat harus menggunakan pendekatan pendapatan. Rata-rata pendapatan bulanan di kota-kota besar Indonesia adalah sekitar Rp5.000.000, sementara rata-rata pendapatan di Singapura mencapai sekitar 6.000 SGD atau setara dengan Rp66.000.000. Dengan data ini, beban relatif pengeluaran untuk rokok menjadi jelas berbeda. Konsumsi satu bungkus rokok per hari selama sebulan akan menghabiskan sekitar 9,9% dari gaji bulanan di Singapura. Sementara itu, di Indonesia, harga sebungkus rokok menghabiskan 0,6% dari pendapatan rata-rata, yang jika disamakan dengan harga di Singapura akan menghabiskan 3,1% dari gaji per bungkusnya. Perhitungan ini menunjukkan bahwa meskipun secara nominal rokok di Indonesia lebih murah, beban pengeluarannya masih signifikan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Sebaliknya, kebijakan Singapura yang menargetkan harga tinggi secara efektif menjadikan rokok tidak terjangkau secara nominal, yang merupakan disinsentif yang jauh lebih kuat, terutama bagi perokok pemula.

Tabel 2: Perbandingan Harga Rokok Relatif Berdasarkan Pendapatan (Indonesia vs. Singapura)

Indikator Indonesia Singapura
Harga Nominal per Bungkus ~Rp30.000 ~Rp154.000 (14 SGD)
Rata-rata Pendapatan Bulanan ~Rp5.000.000 ~Rp66.000.000 (6.000 SGD)
Beban Pengeluaran per Bungkus ~0,6% dari pendapatan bulanan ~0,3% dari pendapatan bulanan
Total Beban (1 Bungkus/Hari Selama 1 Bulan) ~18% dari pendapatan bulanan ~9,9% dari pendapatan bulanan

Tabel komparatif berikut ini memberikan gambaran ringkas mengenai perbedaan dan persamaan utama dalam sistem cukai keempat negara yang dianalisis.

Tabel 3: Matriks Komparatif Sistem Cukai Utama ASEAN (Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand)

Aspek Indonesia Malaysia Singapura Thailand
Landasan Filosofis Fiskal, regulasi, proteksi industri Fiskal, kesehatan publik Kesehatan publik agresif, regulasi ketat Fiskal, kesehatan, lingkungan, industri strategis
Jenis BKC Utama Etil Alkohol, MMEA, Hasil Tembakau Alkohol, Tembakau, Kendaraan, dll. Alkohol, Tembakau, Kendaraan, Bahan Bakar Alkohol, Tembakau, Kendaraan Mewah, Kosmetik, Perhiasan, dll.
Metode Tarif Campuran (spesifik, ad valorem) dengan banyak golongan Campuran, didominasi spesifik ad valorem pada produk impor, bea tetap spesifik dan ad valorem berdasarkan SRP
Contoh Kebijakan Unik Perlindungan industri padat karya (SKT) Pajak pada produk nikotin (vape) Kemasan Standar (Standardised Packaging) Cukai untuk mendorong adopsi PHEV/EV

Tantangan, Reformasi, dan Prospek Masa Depan Kebijakan Cukai di Indonesia

Meskipun memiliki peran vital, implementasi kebijakan cukai di Indonesia menghadapi berbagai tantangan, yang menuntut adanya reformasi berkelanjutan. Bab ini akan mengidentifikasi tantangan-tantangan tersebut, mengulas upaya reformasi yang telah dilakukan, serta menyajikan rekomendasi kebijakan berbasis data komparatif.

Tantangan Implementasi: Penegakan Hukum dan Penyelundupan

Salah satu tantangan terbesar dalam implementasi cukai adalah peredaran barang ilegal, khususnya rokok. Kenaikan tarif cukai yang signifikan sering kali berkorelasi dengan peningkatan peredaran rokok ilegal karena selisih harga antara produk legal dan ilegal semakin lebar, menciptakan insentif ekonomi yang kuat bagi penyelundupan. Fenomena ini bukan hanya masalah domestik, tetapi juga tantangan regional. Disparitas tarif yang besar di negara-negara ASEAN secara alami mendorong perdagangan ilegal. Data menunjukkan bahwa peredaran rokok ilegal di Indonesia sempat meningkat menjadi 4,9% pada tahun 2020.

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah melalui Bea Cukai terus melakukan penindakan. Namun, tingginya volume penindakan  mengindikasikan bahwa masalah ini masih terus berlanjut. Efektivitas penegakan hukum di Indonesia tidak hanya bergantung pada kapasitas domestik tetapi juga pada koordinasi regional. Pengalaman negara-negara lain seperti Singapura, yang memiliki regulasi ketat, menunjukkan bahwa penegakan hukum yang kuat sangat penting untuk keberhasilan kebijakan cukai.

Reformasi dan Inovasi dalam Kebijakan Cukai

Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya reformasi untuk meningkatkan efektivitas kebijakan cukai. Salah satu langkah penting adalah penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau, dari 10 lapisan menjadi 8 lapisan, yang bertujuan untuk mengurangi praktik downtrading dan meminimalkan celah administrasi. Inovasi lain adalah pengenalan pita cukai digital. Sistem ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan negara dan memerangi pemalsuan. Pita cukai digital memiliki kode QR yang dapat dipindai untuk memverifikasi keasliannya, memungkinkan masyarakat dan aparat untuk turut serta dalam pengawasan.

Meskipun memiliki potensi besar, penerapan cukai digital menghadapi tantangan. Tulisan awal menunjukkan adanya penurunan pendapatan pada tahun pertama implementasi, yang sebagian besar disebabkan oleh tantangan dalam adopsi dan kurangnya kesadaran serta pelatihan yang memadai bagi petugas. Namun, seiring waktu, pendapatan dapat meningkat secara signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan reformasi teknologi tidak hanya bergantung pada teknologi itu sendiri, tetapi juga pada kesiapan ekosistem pendukung, termasuk pelatihan sumber daya manusia, infrastruktur teknologi, dan komitmen jangka panjang.

Rekomendasi Kebijakan Berbasis Data Komparatif

Berdasarkan analisis komparatif yang telah dilakukan, beberapa rekomendasi kebijakan dapat diusulkan untuk meningkatkan efektivitas sistem cukai di Indonesia:

  • Harmonisasi Kebijakan Regional: Perdagangan ilegal adalah masalah transnasional yang tidak dapat diselesaikan hanya dengan upaya domestik. Indonesia perlu bekerja sama lebih erat dengan negara-negara ASEAN lainnya untuk menyelaraskan kebijakan cukai, berbagi data, dan memperkuat kerja sama penegakan hukum dalam memerangi penyelundupan.
  • Reorientasi Tujuan Cukai: Pemerintah perlu secara jelas memprioritaskan tujuan utama kebijakan cukai. Jika tujuan kesehatan publik adalah prioritas, maka diperlukan kenaikan tarif yang lebih berani dan penyederhanaan struktur yang lebih agresif, seperti yang terlihat di Singapura. Pendekatan ini dapat dikombinasikan dengan kebijakan pendamping untuk melindungi industri padat karya dan menyediakan program transisi bagi pekerja yang terdampak.
  • Investasi dalam Efisiensi dan Administrasi: Indonesia dapat mengambil pelajaran dari pengalaman Malaysia dan Singapura dalam hal efisiensi bea dan cukai, seperti waktu bongkar muat (dwelling time) yang lebih cepat. Investasi dalam teknologi administrasi, seperti sistem cukai digital, harus terus didorong, disertai dengan program pelatihan dan edukasi yang komprehensif untuk memastikan adopsi yang optimal dan manfaat yang berkelanjutan.

Kesimpulan

Tulisan ini menunjukkan bahwa kebijakan cukai di Indonesia adalah instrumen multi-dimensi yang berada pada persimpangan antara tujuan fiskal yang mendesak, tantangan kesehatan publik yang meningkat, dan kebutuhan untuk melindungi industri domestik. Meskipun telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap APBN, efektivitasnya dalam mengendalikan konsumsi masih belum optimal.

Analisis komparatif dengan negara-negara ASEAN seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand mengungkapkan bahwa setiap negara memiliki pendekatan unik terhadap cukai, mencerminkan prioritas nasional yang berbeda—mulai dari penekanan kuat pada kesehatan publik hingga penggunaan cukai sebagai alat untuk membentuk kebijakan industri strategis. Perbandingan ini secara jelas menunjukkan bahwa hanya menaikkan tarif tidak cukup untuk mencapai tujuan yang diinginkan; faktor-faktor lain seperti struktur tarif yang kompleks, peredaran ilegal, dan efektivitas administrasi memainkan peran penting.

Sebagai penutup, implikasi strategis untuk masa depan adalah bahwa kebijakan cukai di Indonesia harus dilihat sebagai bagian dari kerangka kebijakan yang lebih luas. Reformasi harus mencakup tidak hanya penyesuaian tarif tetapi juga modernisasi administrasi, penegakan hukum yang lebih kuat, dan kolaborasi regional. Tanpa dukungan kebijakan sosial (kesehatan), industri (transisi kerja), dan penegakan hukum yang terintegrasi, cukai akan tetap menjadi instrumen yang memiliki potensi besar namun terhambat oleh tantangan implementasi yang berulang.

 

Daftar Pustaka :

  1. Undang-Undang Konsolidasi Cukai setelah UU HPP – Perpajakan …, accessed on September 7, 2025, https://perpajakan.ddtc.co.id/sumber-hukum/peraturan-pusat/undang-undang-konsolidasi-cukai-setelah-uu-hpp
  2. UU No. 11 Tahun 1995 – Peraturan BPK, accessed on September 7, 2025, https://peraturan.bpk.go.id/Details/46203/uu-no-11-tahun-1995
  3. APBN KiTa Desember 2024 – Kementerian Keuangan, accessed on September 7, 2025, https://media.kemenkeu.go.id/getmedia/be27c9e1-082c-4000-b795-ffe76296c191/APBN-KiTa-Desember-2024.pdf?ext=.pdf
  4. Kontribusi Cukai Rokok Indonesia Nomor 1 di Asia Tenggara – iNews, accessed on September 7, 2025, https://www.inews.id/finance/makro/kontribusi-cukai-rokok-indonesia-nomor-1-di-asia-tenggara
  5. KENAIKAN DAN PENYEDERHANAAN TARIF CUKAI UNTUK MENURUNKAN PENGELUARAN KONSUMSI ROKOK DAN PREVALENSI PEROKOK REMAJA, accessed on September 7, 2025, https://e-journal.trisakti.ac.id/index.php/jipak/article/view/9284/pdf
  6. KINERJA DAN TANTANGAN KEBIJAKAN TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU Hal. 1 TAX AMNESTY JILID – DPR RI, accessed on September 7, 2025, https://berkas.dpr.go.id/pa3kn/analisis-tematik-apbn/public-file/bib-public-14.pdf
  7. Overview of tobacco control – Singapore – Health Sciences Authority, accessed on September 7, 2025, https://www.hsa.gov.sg/tobacco-regulation/overview
  8. Thailand Moves To Revise Excise Tax Conditions To Promote Plug-In Hybrid Electric Vehicles – PDLegal LLC, accessed on September 7, 2025, https://www.pdlegal.com.sg/thailand-moves-to-revise-excise-tax-conditions-to-promote-plug-in-hybrid-electric-vehicles/
  9. Cukai Produk Tembakau: Melihat Negara Lain – Inovasi Tembakau, accessed on September 7, 2025, https://inovasitembakau.com/2022/10/03/cukai-produk-tembakau-ojo-dibanding-bandingke/
  10. Urgensi Pengenaan Cukai pada Minuman Berpemanis dalam Kemasan – DJPb, accessed on September 7, 2025, https://djpb.kemenkeu.go.id/kanwil/sultra/id/data-publikasi/artikel/3134-urgensi-pengenaan-cukai-pada-minuman-berpemanis-dalam-kemasan.html
  11. Pajak untuk Kesehatan! Bagaimana cukai bisa meningkatkan kesejahteraan publik? Halaman 1 – Kompasiana.com, accessed on September 7, 2025, https://www.kompasiana.com/ameldasariwriter/67b1f95334777c14c907b6a2/pajak-untuk-kesehatan-bagaimana-cukai-bisa-meningkatkan-kesejahteraan-publik
  12. Pita Cukai Digital: Systematic Literature Review, Potensi Dan Tantangan Dalam Pemberantasan Rokok Ilegal Di Indonesia, accessed on September 7, 2025, https://owner.polgan.ac.id/index.php/owner/article/download/2682/1610/14699
  13. KMS:: Mengenal Barang Kena Cukai – KLC::Kemenkeu, accessed on September 7, 2025, https://klc2.kemenkeu.go.id/kms/knowledge/klc1-mengenal-barang-kena-cukai/detail/
  14. 10 Barang Terbaru yang Terancam Kena Cukai – Suryani Suyanto & Associates, accessed on September 7, 2025, https://www.ssas.co.id/10-barang-terbaru-yang-terancam-kena-cukai/
  15. Pengenaan Cukai atas Minuman Berpemanis dalam Kemasan – DJPb, accessed on September 7, 2025, https://djpb.kemenkeu.go.id/kppn/lubuksikaping/id/data-publikasi/artikel/3248-pengenaan-cukai-atas-minuman-berpemanis-dalam-kemasan.html
  16. Kebijakan Cukai Plastik Dihapuskan dari Nota Keuangan | kumparan.com, accessed on September 7, 2025, https://m.kumparan.com/faizasukma/kebijakan-cukai-plastik-dihapuskan-dari-nota-keuangan-23zi0gkvoDW
  17. Tarif Cukai Rokok Naik 12,5% Tahun 2021 – MUC Consulting, accessed on September 7, 2025, https://muc.co.id/id/article/tarif-cukai-rokok-naik-125-tahun-2021
  18. PERLINDUNGAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN KESINAMBUNGAN FISKAL MELALUI REFORMASI KEBIJAKAN CUKAI HASIL TEMBAKAU, accessed on September 7, 2025, https://komnaspt.or.id/wp-content/uploads/2022/09/Policy-Brief_Kebijakan-Cukai-Jangka-Panjang_Visi-Integritas-Komnas-PT_Agt-2022_FINAL.pdf
  19. Rincian Tarif Cukai Alkohol Mulai Tahun 2024 – Ortax, accessed on September 7, 2025, https://ortax.org/tarif-cukai-alkohol-2024
  20. APBN April 2025 Terkendali, Bea Cukai Berkontribusi Dorong Kinerja dan Stabilitas Ekonomi, accessed on September 7, 2025, https://www.beacukai.go.id/berita/apbn-april-2025-terkendali-bea-cukai-berkontribusi-dorong-kinerja-dan-stabilitas-ekonomi.html
  21. Penerimaan Bea Cukai Tahun 2024 Tumbuh Positif, accessed on September 7, 2025, https://www.beacukai.go.id/berita/penerimaan-bea-cukai-tahun-2024-tumbuh-positif.html
  22. Penerimaan Bea dan Cukai Progresif, Bantu APBN 2024 Tumbuh | IDN Times, accessed on September 7, 2025, https://www.idntimes.com/business/economy/penerimaan-bea-dan-cukai-progresif-bantu-apbn-2024-tumbuh-positif-00-gshdq-r5m52v
  23. Untitled – TCSC Indonesia, accessed on September 7, 2025, http://tcsc-indonesia.org/wp-content/uploads/2012/08/fact_Sheet_Peningkatan_Cukai_Tembakau_Dampak_Perekonomian___Tenaga_Kerja.pdf
  24. Dampak Kenaikan Cukai Rokok Terhadap Konsumsi Rokok di Indonesia – maximapolhub, accessed on September 7, 2025, https://maximapolhub.id/2024/08/27/dampak-kenaikan-cukai-rokok-terhadap-konsumsi-rokok-di-indonesia/
  25. Penerapan Earmarking Cukai Hasil Tembakau di Indonesia: Regulasi dan Konsep Ideal – Kajian Ekonomi & Keuangan, accessed on September 7, 2025, https://fiskal.kemenkeu.go.id/ejournal/index.php/kek/article/view/200/118
  26. Tobacco and Alcohol Excise Taxes for Improving Public Health and Revenue Outcomes – World Bank Open Knowledge Repository, accessed on September 7, 2025, https://openknowledge.worldbank.org/bitstreams/b9f86277-59e0-588c-b117-c2f0b71fdc27/download
  27. MySST, accessed on September 7, 2025, https://mysst.customs.gov.my/
  28. What is SST in Malaysia: Meaning, Exemption List, Rate 2025 and Calculation – ClearTax, accessed on September 7, 2025, https://www.cleartax.com/my/en/sst-in-malaysia
  29. Malaysia – Corporate – Other taxes – Worldwide Tax Summaries, accessed on September 7, 2025, https://taxsummaries.pwc.com/malaysia/corporate/other-taxes
  30. Cukai Jualan dan Perkhidmatan (SST) di Malaysia – 3E Accounting, accessed on September 7, 2025, https://www.3ecpa.com.my/sumber-maklumat/cukai-jualan-dan-perkhidmatan-sst-di-malaysia/?lang=ms
  31. SST – Kadar Cukai Jualan & Perkhidmatan Mulai 1 Julai 2025 – eCentral.my, accessed on September 7, 2025, https://ecentral.my/cukai-sst/
  32. Tekan Perokok Usia Muda, PM Malaysia Bakal Kenakan Cukai untuk Produk Nikotin, accessed on September 7, 2025, https://m.kumparan.com/kumparannews/tekan-perokok-usia-muda-pm-malaysia-bakal-kenakan-cukai-untuk-produk-nikotin-209CnzAn5QM
  33. PANDUAN BEA CUKAI UNTUK WISATAWAN – Singapore Customs, accessed on September 7, 2025, https://www.customs.gov.sg/files/individuals/Guide-to-travellers-Bahasa-Indonesian-June-2020.pdf
  34. Declaration and Payment of Taxes – Singapore Customs, accessed on September 7, 2025, https://www.customs.gov.sg/individuals/going-through-customs/arrivals/declaration-and-payment-of-taxes/
  35. CUSTOMS GUIDE FOR TRAVELLERS – Singapore Customs, accessed on September 7, 2025, https://www.customs.gov.sg/files/individuals/guide-to-travellers-english-2022.pdf
  36. Thailand Excise Tax Rates Overview – TMA Group, accessed on September 7, 2025, https://www.tmathaigroup.com/blogeng/index.php/post/34.html
  37. Excise Tax in Thailand – TMA Group, accessed on September 7, 2025, https://www.tmathai.com/blogeng/index.php/post/33.html
  38. Ministry of Finance: Update on Excise Tax in the Fields of Public Health, Environmental and Economic – The Legal Co., Ltd., accessed on September 7, 2025, https://thelegal.co.th/2024/12/25/ministry-of-finance-update-on-excise-tax-in-the-fields-of-public-health-environmental-and-economic-2/
  39. Lagi, Bea Cukai Batam Amankan Puluhan Ribu Miras Ilegal Asal Singapura – DDTC News, accessed on September 7, 2025, https://news.ddtc.co.id/berita/daerah/1801195/lagi-bea-cukai-batam-amankan-puluhan-ribu-miras-ilegal-asal-singapura
  40. Aturan Baru Barang Masuk Bea Cukai – Tempo.co, accessed on September 7, 2025, https://www.tempo.co/infografik/infografik/aturan-baru-barang-masuk-bea-cukai–588
  41. TULISAN DAMPAK ASEAN ECONOMIC COMMUNITY TERHADAP SEKTOR INDUSTRI DAN JASA, SERTA TENAGA KERJA DI INDONESIA, accessed on September 7, 2025, https://fiskal.kemenkeu.go.id/files/berita-kajian/file/Kajian%20Dampak%20ASEAN.pdf
  42. Aturan Pabean dan Cukai di ASEAN – SIP Law Firm, accessed on September 7, 2025, https://siplawfirm.id/aturan-pabean-dan-cukai-di-asean/?lang=id
  43. Reformasi Cukai: Kasus ASEAN – International Tax and Investment Center, accessed on September 7, 2025, https://diana-mckelvey-tzc8.squarespace.com/s/ASEANManual-Indonesian.pdf
  44. Menteri PANRB Apresiasi Langkah BC Pangkas Dwelling Time di Tanjung Priok, accessed on September 7, 2025, https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/menteri-panrb-dorong-bc-priok-pangkas-dwelling-time

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

+ 14 = 17
Powered by MathCaptcha