Sejarah Kekhalifahan Utsmaniyah, salah satu imperium terbesar dan terpanjang dalam sejarah dunia. Dimulai dari fondasi yang diletakkan oleh Osman I di tengah fragmentasi Kesultanan Seljuk pada akhir abad ke-13, laporan ini menguraikan faktor-faktor yang mendorong kebangkitan dan kejayaannya selama lebih dari enam abad. Analisis mendalam difokuskan pada kekuatan militer Utsmaniyah yang adaptif, sistem administrasi yang inovatif seperti devshirme dan millet, serta kontribusi signifikan di bidang ilmu pengetahuan dan arsitektur. Laporan ini juga menyoroti peran sentral para pemimpin karismatik, terutama Sultan Sulaiman I al-Qanuni, yang menandai puncak kekuasaan imperium. Namun, di balik kemegahan tersebut, terdapat benih-benih keruntuhan yang berasal dari faktor internal, seperti degenerasi kepemimpinan dan korupsi, yang dipercepat oleh tekanan eksternal seperti kebangkitan nasionalisme di Balkan dan keterlambatan dalam menghadapi Revolusi Industri. Keterlibatan dalam Perang Dunia I menjadi peristiwa terakhir yang memicu pembubaran resmi Kekhalifahan pada tahun 1922. Laporan ini menyimpulkan bahwa naik dan turunnya Utsmaniyah adalah cerminan dari kompleksitas interaksi antara kekuatan politik, inovasi sosial, dan dinamika geopolitik global.

Prolegomena: Asal-Usul dan Fondasi Kekhalifahan Utsmaniyah

Latar Belakang Geopolitik di Anatolia Abad ke-13

Kebangkitan Kekhalifahan Utsmaniyah tidak terjadi dalam kevakuman, melainkan dari kekacauan geopolitik yang melanda wilayah Anatolia pada abad ke-13. Setelah serangan tentara Mongol menghancurkan pusat-pusat kekuasaan Islam , kekuatan politik Islam mengalami kemunduran drastis. Salah satu korban utamanya adalah Kesultanan Seljuk Rum, sebuah kerajaan Islam yang kuat di Anatolia. Kesultanan ini terpecah-pecah menjadi banyak kerajaan kecil yang saling berperang. Kondisi ini menciptakan kekosongan kekuasaan yang menjadi lahan subur bagi munculnya entitas-entitas politik baru. Di sinilah suku-suku Turki, yang telah lama mendiami wilayah tersebut, mulai menegaskan otonomi mereka.

Osman I dan Proklamasi Kemerdekaan

Di antara para pemimpin suku Turki yang bangkit, Osman I atau Osman Ghazi muncul sebagai sosok kunci. Osman adalah keturunan suku Kayi, salah satu suku Turki bawahan Kekaisaran Seljuk. Setelah Kesultanan Seljuk Rum runtuh, Osman mengambil langkah berani dengan mengklaim kemerdekaan penuh atas wilayah yang didudukinya, sekaligus memproklamasikan berdirinya Kerajaan Turki Usmani pada tahun 1299. Ia menjadi raja pertama, yang sering disebut Osman I. Di bawah kepemimpinannya, Osman Ghazi berhasil menyatukan suku-suku Turki Muslim di Anatolia dalam perjuangan melawan Kekaisaran Romawi Timur atau Bizantium. Dengan demikian, fondasi imperium besar ini diletakkan di atas semangat militeristik dan tekad untuk melakukan ekspansi, sebuah karakteristik yang akan mendefinisikan perjalanannya selama berabad-abad.

Narasi Awal dan Legitimasi: Analisis Kritis atas Mitos “Mimpi Osman”

Meskipun Osman I memulai kekhalifahan sebagai entitas militer lokal, narasi pendirian yang lebih besar dibutuhkan untuk memberikan legitimasi spiritual dan universal seiring dengan ekspansinya. Narasi ini ditemukan dalam kisah “Mimpi Osman”, yang pertama kali dicatat lebih dari seratus tahun setelah kematiannya. Dalam mimpi tersebut, Osman melihat bulan muncul dari dada seorang pemimpin agama lokal, Syekh Edebali, lalu tenggelam ke dadanya. Kemudian, sebatang pohon tumbuh dari dadanya, yang cabang-cabangnya menaungi seluruh dunia. Syekh Edebali menafsirkan mimpi itu sebagai takdir ilahi yang memilih Osman dan keturunannya untuk meraih kemuliaan dan ketenaran demi nama Islam.

Kesenjangan kronologis antara peristiwa yang digambarkan dan saat narasi itu dicatat menunjukkan bahwa kisah ini bukan sekadar catatan historis literal, melainkan fondasi ideologis yang disempurnakan. Narasi ini berfungsi untuk melegitimasi kekuasaan Utsmaniyah dengan cara yang lebih mendalam. Pada awalnya, legitimasi Osman cukup berbasis militer, namun seiring pertumbuhan imperium dan penaklukan wilayah yang beragam, diperlukan narasi yang lebih kuat untuk menyatukan populasi yang berbeda. Kisah mimpi ini memberikan legitimasi ganda, baik spiritual-religius (melalui hubungan dengan ulama Sufi Syekh Edebali) maupun politik-universal (simbol pohon yang menaungi dunia, menunjukkan klaim kekuasaan global). Keterlibatan figur Sufi sangat penting karena tasawuf sangat populer di Anatolia pada masa itu, sehingga narasi ini mengikat kekuasaan politik dengan spiritualitas. Ini membantu Utsmaniyah menampilkan dirinya sebagai peradaban yang diberkati secara ilahi dan bertujuan mulia, bukan hanya sebuah entitas militer yang ekspansif. Dengan demikian, narasi ini adalah alat konsolidasi kekuasaan yang cerdas, yang dirancang untuk meyakinkan baik para pengikutnya maupun penduduk yang ditaklukkan.

Arsitektur Kejayaan: Ekspansi, Administrasi, dan Kebudayaan

Mesin Perang Utsmaniyah: Analisis Kekuatan Militer yang Adaptif dan Inovatif

Kejayaan Kekhalifahan Utsmaniyah tidak dapat dipisahkan dari kekuatan militernya yang luar biasa. Militer Utsmaniyah didukung oleh berbagai jenis pasukan, mulai dari pasukan Ghazi (penakluk awal) yang direkrut dari suku-suku Turki , hingga pasukan budak yang berasal dari bangsa non-Turki. Pasukan inti dari militer Utsmaniyah adalah kavaleri Sipahi dan infanteri elit Yanisari. Sipahi dikenal sebagai tulang punggung kavaleri yang terampil dalam menggunakan tombak, sementara Yanisari adalah korps infanteri elit yang sangat disiplin dan loyal kepada Sultan.

Inti dari kekuatan militer dan birokrasi ini adalah sistem devshirme, sebuah praktik di mana anak-anak laki-laki Kristen dari wilayah Balkan direkrut secara paksa, di-Islamkan, dan dilatih untuk mengabdi kepada Sultan, baik sebagai prajurit Yanisari maupun birokrat. Meskipun sistem ini seringkali dilihat sebagai bentuk “pajak darah” yang kejam dan dibenci oleh sebagian penduduk lokal , ia juga memiliki fungsi yang sangat strategis. Sistem devshirme memungkinkan para Sultan untuk menciptakan korps elit yang loyalitasnya sepenuhnya bergantung pada Sultan, tanpa terikat pada faksi bangsawan Turki yang kadang-kadang menjadi oposisi. Hal ini menciptakan meritokrasi di mana anak-anak dengan bakat terbaik, tanpa memandang latar belakang, bisa naik ke posisi tertinggi dalam pemerintahan, bahkan menjadi wazir agung. Dengan demikian, sistem ini menunjukkan dualitas yang kompleks: di satu sisi, ia adalah praktik opresif, tetapi di sisi lain, ia adalah jalur mobilitas sosial yang luar biasa dan alat konsolidasi kekuasaan yang brilian, yang berkontribusi pada kejayaan imperium selama berabad-abad.

Struktur Politik dan Administrasi: Fleksibilitas dan Kekuatan Sentral

Struktur pemerintahan Utsmaniyah terbilang unik, di mana para pemimpinnya menyandang dua gelar sekaligus: Sultan, sebagai penguasa duniawi, dan Khalifah, sebagai pemimpin spiritual Islam. Di bawah Sultan, terdapat hierarki birokrasi yang terorganisir, termasuk Wazir Agung dan gubernur. Salah satu inovasi administrasi terpenting Utsmaniyah adalah sistem millet. Istilah millet berasal dari bahasa Arab millah yang berarti “masyarakat beragama”. Sistem ini diterapkan untuk memberikan otonomi dan kebebasan kepada komunitas non-Muslim, seperti Yahudi dan Kristen, untuk menjalankan agama, adat istiadat, dan hukum mereka sendiri di bawah perlindungan negara.

Kebijakan ini merupakan solusi pragmatis untuk mengelola kekuasaan atas wilayah yang sangat luas dan beragam secara etnis dan agama. Dengan memberikan otonomi internal, Utsmaniyah tidak hanya meminimalkan potensi konflik, tetapi juga mendelegasikan tanggung jawab administrasi sipil kepada para pemimpin komunitas itu sendiri. Ini menciptakan stabilitas sosial dan harmoni yang memungkinkan Kekhalifahan untuk fokus pada ekspansi militer dan ekonomi. Hal ini membantah pandangan beberapa sejarawan yang berpendapat bahwa negara yang didirikan untuk tujuan militer tidak akan mampu menyatukan penduduk yang heterogen. Namun, Utsmaniyah membuktikan bahwa kekuatan militer adalah alat untuk membangun dan mempertahankan sebuah sistem administrasi yang fleksibel. Mereka menggunakan kekuatan untuk menaklukkan, tetapi mengelola kekuasaan melalui toleransi dan pragmatisme, menjadikannya fondasi stabilitas imperium.

Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Inovasi: Tradisi yang Berkelanjutan

Meskipun beberapa pandangan umum mengklaim bahwa Utsmaniyah kurang menonjol di bidang ilmu pengetahuan dibandingkan masa Abbasiyah , bukti yang ada menunjukkan adanya kontribusi signifikan. Terdapat ilmuwan-ilmuwan terkemuka yang berkarya di era Utsmaniyah. Salah satunya adalah Taqi al-Din, seorang astronom yang mendirikan observatorium di Istanbul pada abad ke-16. Ada pula Ali Kuscu, seorang astronom dan ahli matematika yang perumusannya mengenai model planet Merkurius menjadi referensi penting pada masanya. Selain itu, terdapat figur pionir seperti Lagari Hasan Çelebi, yang melakukan eksperimen penerbangan menggunakan roket mesiu pada abad ke-17 di hadapan Sultan Murad IV.

Perbedaan antara fokus keilmuan Utsmaniyah dengan era Abbasiyah dapat dipahami sebagai pergeseran prioritas. Sementara Dinasti Abbasiyah dikenal dengan gerakan penerjemahan besar-besaran seperti di Baitul Hikmah , Utsmaniyah cenderung berfokus pada ilmu pengetahuan terapan yang relevan dengan kebutuhan imperium. Astronomi, misalnya, sangat penting untuk navigasi dan penentuan waktu ibadah. Teknologi roket dan meriam sangat vital bagi dominasi militer mereka. Institusi pendidikan seperti madrasah juga berperan dalam melahirkan para cendekiawan. Oleh karena itu, Utsmaniyah tidak mengalami stagnasi intelektual, melainkan menyesuaikan fokusnya untuk mendukung kebutuhan praktis dan strategis negara.

Mahakarya Seni dan Arsitektur: Identitas Visual Kekuasaan

Kejayaan Utsmaniyah juga termanifestasi dalam seni dan arsitekturnya yang monumental. Arsitektur Utsmaniyah memadukan pengaruh Bizantium dan Islam, menciptakan gaya yang unik dan harmonis. Masjid-masjid Utsmaniyah, yang dibangun dengan deretan kubah, menara, dan interior berhiaskan kaligrafi indah, menjadi simbol kekuasaan dan dedikasi spiritual.

Karya-karya arsitek agung Mimar Sinan, yang melayani beberapa sultan termasuk Sulaiman I dan Selim II, menjadi puncak pencapaian ini. Karyanya yang paling terkenal antara lain Masjid Sulaimaniyah dan Masjid Selimiye, yang diklaim sebagai mahakarya terbaiknya. Bangunan ikonik lainnya adalah Masjid Sultan Ahmed (Masjid Biru), yang dibangun atas perintah Sultan Ahmed I untuk menyaingi keagungan Hagia Sophia. Selain masjid, Utsmaniyah juga membangun istana, madrasah, dan jembatan, termasuk Istana Topkapi yang menjadi kediaman resmi para Sultan selama lebih dari 600 tahun.

Di samping arsitektur, seni kaligrafi Arab juga mencapai puncaknya di bawah Utsmaniyah. Kaligrafi dipandang sebagai bentuk ekspresi keagamaan yang paling dihormati, digunakan untuk menghias manuskrip suci dan dekorasi masjid. Gaya-gaya kaligrafi seperti Diwani, Sulus, dan Naskhi berkembang pesat dan digunakan dalam berbagai dokumen resmi dan religius. Dukungan penuh dari para Sultan, bahkan termasuk Sultan Sulaiman I yang dikenal sebagai seorang kaligrafer terampil, mendorong perkembangan seni ini. Warisan seni dan arsitektur ini masih dapat dinikmati hingga saat ini, yang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan masa lalu Utsmaniyah dengan identitas modern Turki.

Puncak Kekuasaan: Profil Para Sultan dan Figur Kunci

Utsmaniyah tidak akan mencapai kejayaannya tanpa kepemimpinan para sultan dan figur kunci yang visioner. Berikut adalah profil dari beberapa tokoh paling berpengaruh.

Osman I: Sang Pendiri Legendaris

Osman I, pendiri dinasti (memerintah 1299-1324) , memiliki peran fundamental dalam membentuk Kekhalifahan. Ia mewarisi kekuasaan dari ayahnya dan segera memperluas wilayah kekuasaannya. Ia dikenal sebagai ahli perang dan perdamaian, yang mampu menarik prajurit baru dan pengungsi untuk bergabung dengan sukunya.

Sultan Mehmed II Al-Fatih: Penakluk Konstantinopel

Sultan Mehmed II (memerintah 1444-1446 dan 1451-1481) adalah sosok legendaris yang bergelar “Al-Fatih” (Sang Penakluk). Pencapaian terbesarnya adalah penaklukan Konstantinopel pada tahun 1453. Kemenangan ini secara strategis mengubah Utsmaniyah dari kekuatan regional menjadi imperium global, mengendalikan jalur perdagangan antara Eropa dan Asia. Setelah ditaklukkan, kota ini diubah namanya menjadi Istanbul dan menjadi ibu kota baru Kekhalifahan, serta pusat budaya dan kekuasaan Islam.

Sultan Sulaiman I Al-Qanuni: Negarawan, Pembuat Hukum, dan Arsitek Masa Keemasan

Masa pemerintahan Sultan Sulaiman I (1520-1566) adalah puncak kejayaan Utsmaniyah. Dikenal di Barat sebagai “Sulaiman yang Agung” (Suleiman the Magnificent) dan di negerinya sebagai “al-Qanuni” (Sang Pembuat Hukum). Gelar ini diberikan karena jasanya dalam menyusun undang-undang (qanun) yang menjadi fondasi hukum kekaisaran hingga abad ke-19. Pemerintahan Sulaiman adalah yang terpanjang dari semua Sultan, berlangsung selama 44 tahun.

Di bidang militer, ia berhasil melakukan ekspansi yang gemilang ke Eropa, menaklukkan Wina, Hungaria, dan Persia, serta menguasai wilayah pesisir Arab. Di bawah kepemimpinannya, Utsmaniyah menjadi negara adidaya yang disegani dalam politik, ekonomi, dan militer. Ia juga seorang seniman dan sastrawan yang mendirikan sekolah-sekolah dan universitas, menjadikan Istanbul pusat seni dan ilmu pengetahuan.

Tokoh Penting Lainnya: Mimar Sinan dan Kontributor Intelektual

Selain para Sultan, figur-figur seperti Mimar Sinan memiliki peran monumental. Mimar Sinan adalah arsitek utama Utsmaniyah yang melayani beberapa Sultan dan bertanggung jawab atas pembangunan lebih dari 300 struktur utama, termasuk Masjid Sulaimaniyah. Kehadiran tokoh-tokoh seperti Sinan, Ali Kuscu, dan Lagari Hasan Çelebi menunjukkan bahwa kejayaan Utsmaniyah tidak hanya didorong oleh kekuatan militer, tetapi juga oleh dukungan terhadap inovasi dan talenta di berbagai bidang.

Dari Stagnasi menuju Keruntuhan: Analisis Faktor-Faktor Kehancuran

Kemunduran Kekhalifahan Utsmaniyah adalah proses bertahap dan kompleks yang disebabkan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal.

Faktor Internal: Penyakit dari Dalam

Kelemahan Suksesi dan Degenerasi Kepemimpinan

Setelah kematian Sultan Sulaiman I, yang menjadi titik balik , kualitas para Sultan yang berkuasa semakin menurun. Tidak adanya aturan suksesi yang jelas menyebabkan perebutan kekuasaan yang berujung pada Sultan-sultan yang kurang cakap dan tidak mampu mengendalikan wilayah yang semakin meluas. Kerapuhan ini membuat istana dan pemerintahan dikuasai oleh faksi-faksi tertentu. Kelemahan kepemimpinan ini bukan hanya masalah individu, tetapi mencerminkan kegagalan sistem untuk beradaptasi dari model “pemimpin karismatik” menjadi “institusi yang kuat.” Ketergantungan pada kekuatan pribadi pemimpin, yang berfungsi dengan baik pada masa kejayaan, menjadi kelemahan fatal ketika pemimpin yang cakap tidak lagi muncul.

Korupsi dan Disintegrasi Birokrasi

Korupsi menjadi masalah yang merajalela, terutama setelah masa Sulaiman I, merusak sistem birokrasi yang sebelumnya efisien. Masalah keuangan yang kacau dan menumpuknya utang menjadi indikator utama melemahnya ekonomi. Inflasi besar-besaran yang disebabkan oleh masuknya emas dan perak dari Spanyol ke Eropa juga berkontribusi pada keruntuhan ekonomi.

Stagnasi Militer dan Pemberontakan

Pasukan elit Yanisari, yang dulu menjadi pilar kejayaan , secara ironis berubah menjadi penghambat reformasi. Seiring berjalannya waktu, mereka menuntut bayaran lebih , terlibat dalam politik, dan bahkan menggulingkan Sultan yang mencoba memodernisasi militer, seperti Sultan Selim III. Keberadaan mereka menghalangi adopsi teknologi militer modern dan melemahkan angkatan bersenjata. Puncaknya, Sultan Mahmud II membubarkan korps Yanisari secara paksa pada tahun 1826 dalam peristiwa yang dikenal sebagai “Insiden Menguntungkan” (Auspicious Incident), di mana ribuan Yanisari dibunuh atau diasingkan. Meskipun merupakan langkah modernisasi yang penting, pembubaran ini justru semakin melemahkan militer Utsmaniyah pada saat itu.

Faktor Eksternal: Tekanan dari Luar

Keterlambatan Teknologi dan Revolusi Industri

Utsmaniyah gagal mengimbangi kemajuan teknologi yang pesat di Eropa akibat Revolusi Industri. Ketidakmampuan untuk beradaptasi dengan perubahan teknologi, terutama dalam bidang militer, membuat mereka kalah bersaing dengan kekuatan-kekuatan Eropa.

Munculnya Nasionalisme di Balkan

Ideologi nasionalisme yang muncul di Eropa memicu gelombang pemberontakan di wilayah Balkan, yang dihuni oleh populasi Kristen di bawah sistem millet. Sistem millet yang awalnya berfungsi sebagai alat stabilitas, kini menjadi pemicu keruntuhan. Populasi Balkan tidak lagi melihat diri mereka sebagai “komunitas agama” yang dilindungi, melainkan sebagai “bangsa” yang berhak atas negara merdeka. Kekuatan Eropa, terutama Rusia dan Austria-Hongaria, memanfaatkan sentimen ini untuk campur tangan dan mendukung pemberontakan, yang secara bertahap menyebabkan hilangnya wilayah-wilayah penting Utsmaniyah.

Bencana Perang Dunia I dan Pembubaran Akhir

Serangkaian kekalahan militer, terutama dalam Perang Balkan, membuat Utsmaniyah merasa terisolasi secara diplomatik. Dalam upaya untuk merebut kembali wilayah yang hilang dan menjalin aliansi, Utsmaniyah akhirnya terlibat dalam Perang Dunia I di pihak Blok Sentral, bersekutu dengan Jerman. Keterlibatan ini menjadi kesalahan strategis terbesar. Kekalahan dalam perang berujung pada pembagian wilayah imperium oleh kekuatan Sekutu melalui Perjanjian Sèvres. Di tengah kekacauan, gerakan nasional Turki di bawah kepemimpinan Mustafa Kemal Atatürk bangkit dan memenangkan Perang Kemerdekaan Turki. Puncaknya, Majelis Nasional Agung Turki secara resmi membubarkan Kekhalifahan pada 1 November 1922 , mengusir sultan terakhir, dan mendirikan Republik Turki modern.

Kesimpulan dan Warisan Kekhalifahan Utsmaniyah

Analisis Kausalitas Kehancuran: Runtuhnya Sebuah Peradaban yang Kompleks

Keruntuhan Kekhalifahan Utsmaniyah tidak dapat diatribusikan pada satu faktor tunggal, melainkan merupakan akumulasi dari kelemahan internal yang berinteraksi dengan tekanan eksternal yang semakin kuat. Masa kejayaan imperium sangat bergantung pada kepemimpinan karismatik para Sultan, tetapi kegagalan sistem suksesi dan meningkatnya korupsi melemahkan fondasi negara dari dalam. Di saat yang sama, Utsmaniyah gagal mengadopsi kemajuan teknologi Eropa dan tidak mampu menghadapi gelombang nasionalisme yang menghancurkan struktur multinasional mereka. Keterlibatan dalam Perang Dunia I adalah paku terakhir di peti mati, di mana kerentanan internal dan tekanan eksternal mencapai puncaknya.

Warisan Abadi Utsmaniyah terhadap Dunia Modern

Meskipun Kekhalifahan Utsmaniyah telah runtuh, warisannya tetap hidup. Peninggalan arsitektur megah seperti Hagia Sophia, Masjid Biru, Masjid Raya Sulaiman, dan Istana Topkapi tidak hanya menjadi daya tarik wisata, tetapi juga simbol identitas budaya dan peradaban Islam yang maju. Istana Topkapi, misalnya, yang dulunya adalah pusat kekuasaan, kini menjadi museum yang menyimpan peninggalan bersejarah penting. Warisan Utsmaniyah juga terlihat dalam seni kaligrafi dan tradisi intelektual yang masih dipelajari hingga kini. Secara geopolitik, keruntuhan imperium ini secara signifikan membentuk peta politik Timur Tengah dan Eropa Tenggara modern, meninggalkan jejak yang masih terasa dalam konflik dan dinamika politik kontemporer.

 

Daftar Pustaka :

  1. CARITA: Jurnal Sejarah dan Budaya Sejarah Kerajaan Turki Usmani, diakses September 10, 2025, https://ejurnal.iainpare.ac.id/index.php/carita/article/download/3473/1244
  2. Sejarah Turki Usmani, Kapan Berdirinya, Masa Kejayaan, dan Faktor-Faktor yang Memengaruhinya – Hot Liputan6.com, diakses September 10, 2025, https://www.liputan6.com/hot/read/5295433/sejarah-turki-usmani-kapan-berdirinya-masa-kejayaan-dan-faktor-faktor-yang-memengaruhinya
  3. Kesultanan Utsmaniyah: Sejarah, Sultan, Kejayaan, dan Keruntuhan – KOMPAS.com, diakses September 10, 2025, https://www.kompas.com/stori/read/2021/12/03/080000179/kesultanan-utsmaniyah-sejarah-sultan-kejayaan-dan-keruntuhan
  4. Osman Ghazi, Sang Pendiri Utsmaniyah – Republika.id, diakses September 10, 2025, https://www.republika.id/posts/11501/osman-ghazi-sang-pendiri-utsmaniyah
  5. Kisah Osman Ghazi, Pendiri Kekaisaran Ottoman Membawa …, diakses September 10, 2025, https://nationalgeographic.grid.id/read/134048600/kisah-osman-ghazi-pendiri-kekaisaran-ottoman-membawa-ketenaran-islam?page=all
  6. Militer Kesultanan Utsmaniyah – Wikipedia bahasa Indonesia …, diakses September 10, 2025, https://id.wikipedia.org/wiki/Militer_Kesultanan_Utsmaniyah
  7. Auspicious Incident | Ottoman history – Britannica, diakses September 10, 2025, https://www.britannica.com/topic/Auspicious-Incident
  8. Devsirme: Sebuah Tangga ke Puncak Kekaisaran Ottoman bagi Non-Muslim – Semua Halaman – National Geographic Indonesia, diakses September 10, 2025, https://nationalgeographic.grid.id/read/133723265/devsirme-sebuah-tangga-ke-puncak-kekaisaran-ottoman-bagi-non-muslim?page=all
  9. Pengaruh Kekhalifahan Utsmani Dalam Menyatukan Sejarah Dunia Islam – Repository UIN Malang, diakses September 10, 2025, http://repository.uin-malang.ac.id/22204/2/22204.pdf
  10. KEKHALIFAAN TURKI UTSMANI – Repositori UIN Alauddin Makassar, diakses September 10, 2025, http://repositori.uin-alauddin.ac.id/29082/1/40200119041_EKA%20NURDIANTI.pdf
  11. Mengguncang Barat, Menyatukan Timur: Pengaruh Kekhalifahan Utsmani Dalam Menyatukan Sejarah Dunia Islam | Ameena Journal, diakses September 10, 2025, https://ejournal.ymal.or.id/index.php/aij/article/view/115
  12. Studi tentang Kebudayaan Islam pada Masa Kerajaan Turki Usmani di Turki – Indonesian Research Journal on Education, diakses September 10, 2025, https://irje.org/irje/article/download/1881/1503/9894
  13. Jarang Orang Tahu, 4 Ilmuwan di Era Utsmaniyah – Studies In Turkey, diakses September 10, 2025, https://www.studiesinturkey.com/jarang-orang-tahu-4-ilmuwan-di-era-utsmaniyah/
  14. Arsitektur Ottoman: Ciri Khas Kejayaan Islam yang Tersisa! – Fatih Gazi, diakses September 10, 2025, https://fatihgazi.id/arsitektur-ottoman-ciri-khas-kejayaan-islam-yang-tersisa/
  15. Mimar Sinan, diakses September 10, 2025, http://www.cs.bilkent.edu.tr/~bedir/CS411/Miscellaneous/MimarSinan.htm
  16. 3 Bangunan Peninggalan Turki Utsmani, Nomor 1 Dibangun untuk …, diakses September 10, 2025, https://international.sindonews.com/read/815939/45/3-bangunan-peninggalan-turki-utsmani-nomor-1-dibangun-untuk-saingi-hagia-sophia-1656817666?showpage=all
  17. Warisan Khilafah Utsmani Turki untuk Dunia Zaman Modern – Quran Cordoba, diakses September 10, 2025, https://www.qurancordoba.com/artikel/warisan-khilafah-utsmani-turki-untuk-dunia-zaman-modern
  18. Pengaruh Daulah Usmani terhadap Perkembangan Seni Kaligrafi dan Manuskrip, diakses September 10, 2025, https://kumparan.com/sejarah-dan-sosial/pengaruh-daulah-usmani-terhadap-perkembangan-seni-kaligrafi-dan-manuskrip-23XTbnHXGbS
  19. Nama-Nama Khalifah Daulah Usmani dalam Sejarah Islam – Kumparan.com, diakses September 10, 2025, https://kumparan.com/sejarah-dan-sosial/nama-nama-khalifah-daulah-usmani-dalam-sejarah-islam-21iWa9TLM0d
  20. Sosok Sultan Salim I, Pembawa Puncak Kejayaan Dinasti Usmani – detikcom, diakses September 10, 2025, https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6131551/sosok-sultan-salim-i-pembawa-puncak-kejayaan-dinasti-usmani
  21. Saat Khalifah Utsmani Diganti Menjadi Republik Turki | Republika Online, diakses September 10, 2025, https://khazanah.republika.co.id/berita/p50f9m282/saat-khalifah-utsmani-diganti-menjadi-republik-turki
  22. Sang Pembuka Kekhalifahan Utsmaniyah – Republika.id, diakses September 10, 2025, https://www.republika.id/posts/10528/sang-pembuka-kekhalifahan-utsmaniyah
  23. 5 Penyebab Runtuhnya Turki Utsmani yang Penting Dipahami …, diakses September 10, 2025, https://kumparan.com/sejarah-dan-sosial/5-penyebab-runtuhnya-turki-utsmani-yang-penting-dipahami-21u1fqWGKDZ
  24. Kejayaan Turki Usmani Terkikis Pemberontakan hingga Korupsi – CNN Indonesia, diakses September 10, 2025, https://www.cnnindonesia.com/internasional/20210415144646-134-630394/kejayaan-turki-usmani-terkikis-pemberontakan-hingga-korupsi
  25. Salah Satu Penyebab Mundurnya Turki Utsmani: Lemahnya Ekonomi Dan Banyak Utang, diakses September 10, 2025, https://www.islampos.com/salah-satu-penyebab-mundurnya-turki-utsmani-lemahnya-ekonomi-dan-banyak-utang-202071/
  26. Kemunduran Turki Utsmani Dipicu Oleh Beberapa Faktor Ini – Dakwah.ID, diakses September 10, 2025, https://www.dakwah.id/kemunduran-turki-utsmani-dipicu-faktor-ini/
  27. Kemunculan dan Runtuhnya Janissari, Pasukan Elite Kekaisaran Ottoman – Semua Halaman – National Geographic Indonesia, diakses September 10, 2025, https://nationalgeographic.grid.id/read/133719490/kemunculan-dan-runtuhnya-janissari-pasukan-elite-kekaisaran-ottoman?page=all
  28. Thereby hangs a Janissary – Cornucopia Magazine, diakses September 10, 2025, https://www.cornucopia.net/magazine/articles/thereby-hangs-a-janissary/
  29. The rise of the Balkan Nationalism(s) – Vista Journal, diakses September 10, 2025, https://vistajournal.online/latest-articles/the-rise-of-the-balkan-nationalisms
  30. 46 BAB III KETERLIBATAN TURKI UTSMANI DALAM … – Eprints UNY, diakses September 10, 2025, https://eprints.uny.ac.id/21319/7/BAB%20III.pdf
  31. Kekalahan dan pembubaran Kesultanan Utsmaniyah – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, diakses September 10, 2025, https://id.wikipedia.org/wiki/Kekalahan_dan_pembubaran_Kesultanan_Utsmaniyah
  32. Prestasi Kehalifaan Turki Utsmani di Turki (1299-1922) | Maliki …, diakses September 10, 2025, https://urj.uin-malang.ac.id/index.php/mij/article/view/14680

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

61 + = 70
Powered by MathCaptcha