Pendahuluan: Memetakan  Gerakan “Dark Indonesia”

Gerakan “Dark Indonesia,” atau yang dikenal sebagai Indonesia Gelap, merupakan sebuah manifestasi signifikan dari ketidakpuasan publik yang muncul pasca-Pemilu 2024. Gerakan ini tidak hadir dalam ruang hampa, melainkan sebagai respons langsung terhadap serangkaian kebijakan kontroversial yang diluncurkan oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang baru menjabat. Protes ini, yang menandai demonstrasi terbesar sejak Prabowo dilantik, menyoroti ketidakpuasan yang mendalam terhadap isu-isu ekonomi dan sosial. Laporan ini akan memposisikan gerakan sebagai sebuah respons multi-faset yang mencerminkan kekhawatiran publik yang meluas, bukan sekadar protes sporadis terhadap kebijakan tunggal.

Slogan “Indonesia Gelap” itu sendiri memiliki signifikansi simbolis yang mendalam. Nama ini berawal dari tagar yang viral di media sosial X (sebelumnya Twitter), yang dalam waktu 24 jam berhasil meningkatkan penggunaannya dari 760 ribu cuitan menjadi 14 juta cuitan. Slogan ini merupakan antitesis langsung dari visi pemerintah, “Indonesia Emas” (Golden Indonesia), yang sering digaungkan selama kampanye. Dengan mengenakan pakaian serba hitam, para demonstran menyimbolkan pesimisme dan kekhawatiran mereka bahwa alih-alih menuju masa keemasan, Indonesia justru sedang menuju kegelapan.

Secara analitis, gerakan ini dapat dipahami melalui dua lensa teoritis utama dalam ilmu politik. Pertama, analisis menempatkan gerakan “Dark Indonesia” sebagai warisan dari pemerintahan sebelumnya yang dicirikan oleh apa yang disebut “populisme predatori”. Teori ini, yang dikemukakan oleh Kurt Weyland, menjelaskan bagaimana seorang pemimpin karismatik dapat mengikis institusi demokratis, melemahkan system checks and balances, dan mengkonsolidasikan kekuasaan dalam institusi negara. Akibatnya, undang-undang kontroversial dapat dengan mudah disahkan tanpa deliberasi yang memadai, dan struktur hukum diperlemah untuk melayani kepentingan elit yang berkuasa. Gerakan “Indonesia Gelap” ini adalah buah pahit dari sepuluh tahun pemerintahan seperti itu. Kedua, kekhawatiran publik mengenai kemunduran demokrasi yang tercermin dalam protes ini sejalan dengan konsep “otoritarianisme kompetitif,” di mana institusi-institusi demokrasi tetap ada, tetapi dimanfaatkan oleh pihak yang berkuasa untuk mempertahankan kontrol. Ketegangan antara janji pertumbuhan ekonomi dan langkah-langkah yang berpotensi mengikis kebebasan politik inilah yang menjadi inti dari keresahan yang diungkapkan oleh gerakan ini.

Evolusi Gerakan dan Kronologi Peristiwa Kunci

Gerakan “Dark Indonesia” tidak terjadi dalam satu peristiwa tunggal, melainkan berkembang melalui beberapa gelombang protes yang dipicu oleh isu-isu yang berbeda namun saling terkait.

Gelombang Pertama Protes (Februari 2025)

Gelombang pertama protes, yang dimulai pada 17 Februari 2025, dipimpin oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI). Pemicu utamanya adalah kebijakan penghematan anggaran pemerintah yang diamanatkan melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025. Kebijakan ini dilaporkan memangkas anggaran sebesar US 19miliar hingga US43 miliar, secara signifikan memengaruhi sektor-sektor vital seperti pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial. Pemotongan ini menimbulkan kekhawatiran bahwa pemerintah akan membatasi beasiswa dan mengganggu layanan publik, yang berpotensi menyebabkan gelombang PHK massal bagi pekerja kontrak pemerintah.

Bersamaan dengan pemotongan anggaran, program “Makan Bergizi Gratis” yang diusung oleh pemerintahan Prabowo-Gibran menuai kritik. Meskipun bertujuan untuk mengatasi stunting, program ini dianggap “boros dan tidak efektif” oleh para kritikus, terutama karena dana sebesar US 7 miliar hingga lebih dari US40 miliar dialihkan dari sektor pendidikan dasar dan tinggi. Sebagai contoh, dana untuk pendidikan dipangkas sekitar US$480 juta, sementara program ini terus digulirkan. Demonstran berpendapat bahwa pendidikan gratis harus menjadi prioritas utama daripada makanan gratis.

Dalam respons awal terhadap gelombang protes ini, Menteri Sekretariat Negara Prasetyo Hadi menyatakan bahwa pemerintah telah menerima dan akan mempelajari tuntutan mahasiswa.  Namun, langkah yang lebih substansial terjadi sehari setelah demonstrasi ketika Presiden Prabowo melakukan reshuffle kabinet dengan mencopot Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Satryo Brodjonegoro. Analisis terhadap kejadian ini menunjukkan sebuah langkah politik yang taktis. Pernyataan menteri sebelumnya yang mengakui bahwa efisiensi anggaran berdampak pada kenaikan biaya kuliah dianggap sebagai amunisi bagi gerakan protes dan berpotensi menjadi “liabilitas politik” bagi pemerintahan yang baru. Dengan mencopotnya, pemerintah memberikan sinyal bahwa mereka “mendengarkan” aspirasi rakyat, sekaligus menunjuk “kambing hitam” tanpa harus membatalkan kebijakan fundamental yang diprotes. Ini merupakan contoh respons reaktif yang khas dalam manajemen krisis politik.

Gelombang Kedua dan Ketiga (Maret-Agustus 2025)

Gelombang protes berikutnya terjadi pada Maret 2025, dipicu oleh pengesahan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Revisi ini meningkatkan jumlah posisi sipil yang dapat diisi oleh perwira militer aktif dari 10 menjadi 14. Kebijakan ini membangkitkan kekhawatiran publik tentang potensi kembalinya doktrin Dwifungsi ABRI. Doktrin ini, yang diterapkan selama masa Orde Baru, memberi militer dua fungsi: sebagai kekuatan pertahanan dan sebagai pemegang kekuasaan politik dan sosial. Pengesahan undang-undang ini dilihat sebagai ancaman serius terhadap kemunduran demokrasi karena dapat mengikis supremasi sipil dan memperkuat dominasi militer dalam birokrasi, yang merupakan salah satu tuntutan utama Reformasi 1998 untuk dihapuskan.

Gelombang ketiga yang pecah pada Agustus 2025 didorong oleh isu yang berbeda, yaitu usulan kenaikan tunjangan dan fasilitas anggota DPR yang dianggap “tidak sensitif” di tengah kenaikan pajak dan biaya hidup yang membebani rakyat. Protes ini dengan cepat meluas dan berubah menjadi kekerasan, yang memuncak pada 25 Agustus ketika seorang pengemudi ojek online tewas terlindas kendaraan taktis aparat. Insiden tragis ini memicu kemarahan publik yang lebih besar dan menyebabkan eskalasi kekerasan, termasuk pembakaran fasilitas dan serangan terhadap aparat keamanan.

Analisis Tuntutan: Dari 13 Poin Menuju Platform 17+8

Tuntutan gerakan “Dark Indonesia” mengalami evolusi dari serangkaian poin yang spesifik menjadi sebuah platform reformasi yang lebih terstruktur dan komprehensif.

Tuntutan Awal (13 Poin)

Pada gelombang pertama protes, BEM SI mengajukan 13 poin tuntutan yang fokus pada isu-isu krusial. Tuntutan ini mencakup pencabutan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025, pembatalan pemotongan anggaran pendidikan, penolakan revisi UU TNI/Polri/Kejaksaan dan UU Minerba, penghapusan multifungsi ABRI, dan reformasi kepolisian. Tuntutan ini juga meminta evaluasi total program makan bergizi gratis, reformasi agraria, dan pengesahan RUU Perampasan Aset.

Tuntutan Jangka Pendek dan Panjang (17+8)

Setelah gelombang ketiga protes, tuntutan-tuntutan tersebut dikonsolidasikan ke dalam sebuah kerangka yang lebih terorganisir, dikenal sebagai “17+8 Tuntutan Rakyat.” Platform ini digagas oleh sebuah koalisi aktivis dan tokoh-tokoh publik, termasuk Jerome Polin, Fathia Izzati, dan Andovi da Lopez, yang mengkompilasi 211 tuntutan berbeda dari berbagai organisasi sipil dan serikat buruh. Tuntutan ini dibagi menjadi dua kategori: 17 tuntutan jangka pendek yang harus dipenuhi dalam waktu satu minggu (hingga 5 September 2025) dan delapan tuntutan jangka panjang yang memiliki tenggat waktu satu tahun (hingga 31 Agustus 2026).

Tabel berikut menyajikan perbandingan substansi antara tuntutan awal (13 poin) dan tuntutan yang terkristalisasi dalam platform 17+8:

Aspek Tuntutan Gerakan “Dark Indonesia” (13 Poin) Platform “17+8 Tuntutan Rakyat”
Isu Utama Pendidikan, agraria, militer, dan reformasi hukum. Reformasi struktural yang komprehensif, HAM, transparansi anggaran, dan akuntabilitas.
Tuntutan Jangka Pendek – Ciptakan pendidikan gratis. – Cabut PSN bermasalah. – Tolak revisi UU Minerba. – Hapuskan multifungsi ABRI. – Sahkan RUU Masyarakat Adat. – Cabut Inpres No. 1/2025. – Evaluasi total program makan gratis. – Realisasikan tunjangan kinerja dosen. – Desak Perppu Perampasan Aset. – Tolak revisi UU TNI/Polri/Kejaksaan. – Rombak Kabinet Merah Putih. – Tolak revisi aturan DPR. – Reformasi Kepolisian. Untuk Presiden: – Tarik TNI dari peran sipil. – Bebaskan demonstran. – Bentuk tim investigasi kekerasan aparat. Untuk DPR: – Bekukan kenaikan tunjangan dan fasilitas. – Transparansi anggaran. Untuk Aparat: – Bebaskan demonstran yang ditahan. – Akhiri kekerasan dan tegakkan SOP. – Adili aparat yang terlibat pelanggaran HAM. Untuk TNI: – Kembali ke barak. – Tegakkan disiplin internal. Untuk Kementerian Ekonomi: – Pastikan upah layak dan cegah PHK. – Buka dialog dengan serikat buruh.
Tuntutan Jangka Panjang Tidak ada spesifikasi. Struktural & Total: – Reformasi total DPR dan partai politik. – Sahkan UU Perampasan Aset. – Reformasi kepolisian. – TNI kembali ke barak, tanpa pengecualian. – Susun reformasi pajak yang adil. – Perkuat lembaga HAM dan pengawas independen.

Perbandingan ini menunjukkan bahwa platform 17+8 merupakan evolusi yang jauh lebih matang, terstruktur, dan komprehensif. Ia mengubah isu-isu spesifik menjadi kerangka tuntutan reformasi yang sistemik, menjembatani tuntutan langsung dengan tujuan perubahan struktural yang lebih besar.

Aktor, Respons, dan Dinamika Kekuasaan

Aktor-Aktor Utama dan Mobilisasi Gerakan

Motor penggerak utama gerakan ini adalah mahasiswa, dengan BEM SI sebagai koordinator sentral yang memulai protes di berbagai kota. Namun, seiring berjalannya waktu, basis gerakan meluas dan menarik partisipasi dari berbagai elemen masyarakat, termasuk serikat buruh, pengemudi ojek online, kelompok perempuan, dan koalisi masyarakat sipil.

Satu fitur yang membedakan gerakan ini adalah peran vital aktivisme digital yang didorong oleh figur-figur publik dan influencer. Tokoh-tokoh seperti Jerome Polin dan Fathia Izzati tidak hanya menyuarakan tuntutan, tetapi mereka juga berfungsi sebagai “kurator” dan “amplifier” yang menjembatani aksi jalanan dengan audiens daring yang masif. Mereka mengkompilasi ratusan tuntutan yang berbeda dari berbagai kelompok menjadi satu platform yang ringkas dan mudah dicerna (17+8), mempopulerkannya melalui media sosial. Fenomena ini menunjukkan adanya dua jalur mobilisasi yang saling melengkapi: mobilisasi fisik di jalanan oleh mahasiswa dan mobilisasi digital yang efektif oleh tokoh-tokoh publik. Sifat dualitas ini menjadi alasan utama mengapa gerakan “Dark Indonesia” memiliki jangkauan yang sangat luas dan mendapat perhatian signifikan.

Respons Pemerintah dan DPR

Pemerintah pada awalnya cenderung merespons secara defensif dan hati-hati, dengan pernyataan awal dari Menteri Sekretariat Negara yang menjanjikan bahwa tuntutan akan dipelajari. Namun, di bawah tekanan yang meningkat, terutama setelah kekerasan yang terjadi pada Agustus 2025, pemerintah dan DPR mulai mengambil langkah akomodatif. Sebagai respons langsung terhadap tuntutan publik, DPR mengumumkan enam keputusan yang ditujukan untuk meredam kemarahan rakyat. Keputusan-keputusan ini mencakup penghentian tunjangan perumahan anggota DPR, moratorium kunjungan kerja ke luar negeri, serta pemangkasan tunjangan dan fasilitas lainnya. Selain itu, DPR berkomitmen untuk memperkuat transparansi dan partisipasi publik dalam proses legislasi. Keputusan ini dinilai sebagai konsesi nyata, namun koalisi masyarakat sipil menegaskan bahwa ini hanyalah langkah awal, dan mereka masih menantikan tindak lanjut atas tuntutan yang lebih luas dan struktural.

Dinamika Kekerasan dan Isu Akuntabilitas

Dinamika kekerasan menjadi titik sentral dalam narasi gerakan ini. Berbagai sumber melaporkan jumlah korban yang berbeda, dengan Komnas HAM mencatat 10 korban meninggal dunia, sementara sumber lain menyebutkan angka 8 korban. Perbedaan ini mencerminkan kontestasi narasi antara versi resmi dan versi investigasi independen.

Lembaga-lembaga hak asasi manusia seperti Komnas HAM, KontraS, dan Komnas Perempuan melakukan investigasi dan merilis temuan yang mendokumentasikan pelanggaran HAM oleh aparat. Laporan-laporan ini mengonfirmasi adanya kekerasan, termasuk penggunaan gas air mata dan kendaraan taktis yang melanggar prosedur. Laporan-laporan ini juga mencatat kasus penahanan perempuan dan orang hilang pasca-demonstrasi. Fakta bahwa lembaga-lembaga negara seperti Komnas HAM membentuk tim investigasi independen menunjukkan adanya upaya serius untuk menuntut akuntabilitas aparat, yang menjadi salah satu prioritas tinggi dalam tuntutan “17+8”.

Perbandingan Historis: Gerakan 2025 versus Reformasi 1998

Untuk memahami signifikansi gerakan “Dark Indonesia,” sangat penting untuk menempatkannya dalam konteks sejarah gerakan mahasiswa di Indonesia, khususnya dengan membandingkannya dengan Gerakan Reformasi 1998.

Kriteria Gerakan Mahasiswa 1998 Gerakan “Dark Indonesia” 2025
Krisis Ekonomi Collapse total. Kelumpuhan ekonomi nasional. Kondisi ekonomi berat, namun tidak ambruk.
Legitimasi Politik Rezim otoriter 32 tahun yang kehilangan legitimasi sosial dan elektoral. Presiden baru, hasil pemilu yang sah. Legitimasi elektoral masih bekerja.
Sasaran Gerakan Sasaran tunggal dan jelas: Soeharto dan Orde Baru. Sasaran terpecah: dari DPR, merembet ke kebijakan pemerintah.
Dinamika Elite Elite pecah, oposisi kuat, tentara tidak solid. Kontrol elite relatif solid, tentara di barisan pemerintah, tidak ada oposisi yang kuat.
Tujuan & Hasil Mengganti babak sejarah. Berujung pada perubahan rezim. Memberikan teguran keras. Berujung pada konsesi kebijakan.

Analisis perbandingan ini menunjukkan bahwa meskipun ada kesamaan superfisial—protes mahasiswa, kritik terhadap penguasa, dan tuntutan reformasi—kedua gerakan ini memiliki perbedaan fundamental. Gerakan 1998 adalah sebuah “ledakan” yang didorong oleh krisis ekonomi yang melumpuhkan, hilangnya legitimasi total rezim, dan perpecahan di kalangan elite. Sebaliknya, gerakan 2025 adalah sebuah “teguran keras”. Legitimasi elektoral pemerintah masih kuat, elite politik relatif solid, dan meskipun ekonomi sedang sulit, ia tidak dalam kondisi ambruk. Oleh karena itu, gerakan “Dark Indonesia” tidak memiliki potensi untuk menggulingkan rezim, tetapi ia berfungsi sebagai mekanisme checks and balances non-institusional yang kuat. Ia berhasil menekan pemerintah untuk melakukan koreksi cepat dan menunjukkan bahwa masyarakat sipil tetap waspada terhadap potensi kemunduran demokrasi.

Kesimpulan dan Wawasan Analitis

Gerakan “Dark Indonesia” merupakan sebuah fenomena politik kontemporer yang signifikan. Gerakan ini adalah manifestasi dari warisan ketidakpuasan yang mendalam terhadap kemunduran demokrasi dan kebijakan-kebijakan yang mengancam kesejahteraan publik dan supremasi sipil. Meskipun tidak memicu perubahan rezim seperti Gerakan Reformasi 1998, gerakan ini menunjukkan vitalitas masyarakat sipil, terutama kaum muda, sebagai kekuatan penting dalam lanskap politik Indonesia.

Tuntutan “17+8” berhasil mengkristalisasi berbagai keluhan menjadi sebuah platform reformasi yang kohesif. Gerakan ini meraih pencapaian nyata, di mana DPR memberikan konsesi substansial seperti penghentian tunjangan dan moratorium kunjungan kerja luar negeri. Namun, keberhasilan ini bersifat parsial. Tuntutan jangka panjang yang lebih struktural, seperti reformasi total DPR dan kepolisian, pengesahan RUU Perampasan Aset, dan penarikan militer dari peran sipil, masih belum tersentuh. Perjuangan untuk akuntabilitas atas kekerasan aparat selama demonstrasi juga terus berlanjut, yang mengindikasikan bahwa isu-isu hak asasi manusia dan impunitas tetap menjadi tantangan besar.

Gerakan ini juga menandai sebuah evolusi dalam aktivisme. Sinergi antara aksi jalanan tradisional yang dipimpin oleh mahasiswa dan mobilisasi digital yang efektif oleh tokoh-tokoh publik dan media sosial menunjukkan bagaimana gerakan sosial modern mampu menjangkau khalayak yang lebih luas dan merumuskan tuntutan dengan cara yang lebih cepat dan terorganisir.

Secara keseluruhan, gerakan “Dark Indonesia” bukanlah akhir dari sebuah cerita, melainkan sebuah babak baru yang menunjukkan bahwa perjuangan untuk demokrasi yang lebih sehat, transparan, dan akuntabel di Indonesia masih jauh dari selesai. Gerakan ini berfungsi sebagai pengingat yang kuat bagi para pemegang kekuasaan bahwa mereka harus terus memperkuat institusi demokrasi, bukan mengikisnya, untuk menghindari kembalinya kegelapan yang pernah mencengkeram bangsa ini.

 

Daftar Pustaka :

  1. The continuing saga of Dark Indonesia – The Dialectics, accessed September 13, 2025, https://thedialectics.org/the-continuing-saga-of-dark-indonesia/
  2. Clash breaks out in protest against salary hike for lawmakers – Politics – The Jakarta Post, accessed September 13, 2025, https://www.thejakartapost.com/indonesia/2025/08/25/clash-breaks-out-in-protest-against-salary-hike-for-lawmakers.html
  3. Dark Indonesia: The New Student Movement Stirring in Southeast Asia, accessed September 13, 2025, https://newbloommag.net/2025/02/20/dark-indonesia/
  4. ‘Dark Indonesia’ and Jokowi’s legacy of predatory populism, accessed September 13, 2025, https://indonesiaatmelbourne.unimelb.edu.au/dark-indonesia-and-jokowis-legacy-of-predatory-populism/
  5. Dark Indonesia: Youth Protests Austerity and Democratic Backsliding, accessed September 13, 2025, https://europeanvalues.cz/en/dark-indonesia-youth-protests-austerity-and-democratic-backsliding/
  6. Ini 13 Poin Tuntutan Demo BEM SI “Indonesia Gelap”, Apa Saja …, accessed September 13, 2025, https://www.tempo.co/politik/ini-13-poin-tuntutan-demo-bem-si-indonesia-gelap-apa-saja–1208489
  7. ‘Dark Indonesia’ Protests: A Reaction to Austerity and Policy Shifts – The Dialectics, accessed September 13, 2025, https://thedialectics.org/dark-indonesia-protests-a-reaction-to-austerity-and-policy-shifts/
  8. Mahasiswa Pimpin Protes ‘Indonesia Gelap’, Menentang Pemangkasan Anggaran, accessed September 13, 2025, https://www.voaindonesia.com/a/mahasiswa-pimpin-protes-indonesia-gelap-menentang-pemangkasan-anggaran/7982239.html
  9. Apa Arti Dwifungsi ABRI? – Kompas.com, accessed September 13, 2025, https://www.kompas.com/skola/read/2020/12/31/121151169/apa-arti-dwifungsi-abri
  10. Lini Masa Dwifungsi ABRI – Historia.ID, accessed September 13, 2025, https://www.historia.id/article/lini-masa-dwifungsi-abri-6lxom
  11. Sejarah Dwifungsi ABRI: Antara Stabilitas dan Kontroversi, accessed September 13, 2025, https://jejakfotosejarah.com/sejarah-dwifungsi-abri-antara-stabilitas-dan-kontroversi/
  12. Reformasi 1998 Lahirkan Sederet Produk Hukum Termasuk Penghapusan Dwifungsi ABRI, accessed September 13, 2025, https://www.tempo.co/hukum/-reformasi-1998-lahirkan-sederet-produk-hukum-termasuk-penghapusan-dwifungsi-abri-1444185
  13. Daftar 13 Tuntutan Demo Indonesia Gelap, Ini Isinya | IDN Times, accessed September 13, 2025, https://www.idntimes.com/news/indonesia/daftar-tuntutan-demo-indonesia-gelap-00-nwm7r-7v05sn
  14. What Are the “17+8 Demands from the People” Backed by Jerome Polin? – News En.tempo.co, accessed September 13, 2025, https://en.tempo.co/read/2045264/what-are-the-178-demands-from-the-people-backed-by-jerome-polin
  15. What’s Next for Activists If the 17+8 People’s Demands Go Unmet by the Deadline?, accessed September 13, 2025, https://en.tempo.co/read/2046227/whats-next-for-activists-if-the-178-peoples-demands-go-unmet-by-the-deadline
  16. https://www.youtube.com/shorts/itghzwIegfc
  17. KartiniMasaKini: Fathia Izzati – Puyo Blog |, accessed September 13, 2025, http://blog.puyodesserts.com/karitinimasakini-fathia-izzati/
  18. DPR RI Umumkan Enam Keputusan, Tanggapi 17+8 … – InfoPublik, accessed September 13, 2025, https://infopublik.id/kategori/nasional-politik-hukum/936557/dpr-ri-umumkan-enam-keputusan-tanggapi-17-8-tuntutan-rakyat
  19. Data Komnas HAM Sebut Ada 10 Korban Meninggal dalam Aksi Demonstrasi, accessed September 13, 2025, https://nasional.kompas.com/read/2025/09/02/18230381/data-komnas-ham-sebut-ada-10-korban-meninggal-dalam-aksi-demonstrasi
  20. Jurnalis Dibungkam: Kekerasan dan Intervensi Warnai Aksi 25–30 Agustus 2025 | AJI, accessed September 13, 2025, https://aji.or.id/informasi/jurnalis-dibungkam-kekerasan-dan-intervensi-warnai-aksi-25-30-agustus-2025
  21. Data Terbaru KontraS: Ada 10 Orang Hilang usai Peristiwa Agustus 2025 – KOMPAS.com, accessed September 13, 2025, https://nasional.kompas.com/read/2025/09/05/22332141/data-terbaru-kontras-ada-10-orang-hilang-usai-peristiwa-agustus-2025?page=all
  22. Imbas Demo Ricuh, 10 Perempuan Ditangkap dan 3 di Antaranya Masih Ditahan, accessed September 13, 2025, https://nasional.sindonews.com/read/1619303/13/imbas-demo-ricuh-10-perempuan-ditangkap-dan-3-di-antaranya-masih-ditahan-1757675359
  23. Pernyataan Sikap Komnas Perempuan Merespons Kekerasan Aparat terhadap Masa Aksi Demo 25 dan 28 Agustus 2025, accessed September 13, 2025, https://komnasperempuan.go.id/pernyataan-sikap-detail/pernyataan-sikap-komnas-perempuan-merespons-kekerasan-aparat-terhadap-masa-aksi-demo-25-dan-28-agustus-2025
  24. 1998 VS 2025, Bagaimana Nasib Prabowo? – JambiLINK.id, accessed September 13, 2025, https://jambilink.id/post/5403/1998-vs-2025-bagaimana-nasib-prabowo
  25. 17+8 Tuntutan Rakyat – Bijak Memantau, accessed September 13, 2025, https://bijakmemantau.id/tuntutan-178

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

− 1 = 6
Powered by MathCaptcha