Tentang Christiaan Snouck Hurgronje (1857–1936), seorang orientalis, sarjana, dan penasihat kontroversial yang memainkan peran sentral dalam sejarah kolonial Belanda dan studi Islam. Lebih dari sekadar seorang akademisi, Snouck adalah arsitek kebijakan kolonial yang berhasil merumuskan dan mengimplementasikan strategi intelektual untuk menaklukkan perlawanan berbasis Islam di Hindia Belanda, terutama dalam Perang Aceh yang berlarut-larut. Laporan ini mengupas peran gandanya, menelusuri bagaimana pengetahuan akademisnya tentang Islam—yang diperoleh melalui penelitian etnografi partisipan yang berani dan terkadang menipu—diubah menjadi senjata efektif untuk memecah belah dan menekan kekuatan politik Islam. Analisis mendalam mencakup kontribusinya pada studi Islam, strategi politik Divide et Impera, dan dampak abadi dari pemikirannya pada struktur hukum dan politik di Indonesia. Dokumen ini juga mengevaluasi secara kritis warisannya yang paradoks, sebagai seorang intelektual yang pemikirannya membentuk ilmu pengetahuan modern sekaligus menjadi hamba kolonialisme.
Pendahuluan: Memahami Konflik dan Kebutuhan akan Strategi Baru
Christiaan Snouck Hurgronje adalah nama yang tak terpisahkan dari narasi kolonialisme di Hindia Belanda, terutama terkait upaya Belanda dalam menundukkan Kesultanan Aceh. Sosoknya merupakan representasi kompleks dari dualitas peran: di satu sisi, ia adalah seorang orientalis terkemuka yang diakui secara internasional atas sumbangan ilmiahnya terhadap studi Islam dan bahasa-bahasa Timur; di sisi lain, ia adalah penasihat kunci pemerintah kolonial yang menggunakan pengetahuan mendalamnya untuk menaklukkan perlawanan rakyat pribumi secara brutal. Keberadaannya di panggung sejarah membuktikan bagaimana ilmu pengetahuan, dalam konteks imperialis, dapat berfungsi sebagai alat kekuasaan yang sangat efektif.
Latar belakang historis yang mengantarkan Snouck ke Hindia Belanda adalah kebuntuan yang dihadapi oleh pemerintah kolonial dalam Perang Aceh. Konflik ini, yang dimulai pada tahun 1873, berkembang menjadi perang terlama dan termahal dalam sejarah kolonial Belanda. Perlawanan rakyat Aceh yang sengit tidak hanya didasarkan pada kekuatan militer, tetapi juga, dan yang lebih penting, pada semangat jihad yang digerakkan oleh para ulama. Taktik militer konvensional Belanda, yang berfokus pada penyerangan terhadap istana Kesultanan, terbukti tidak efektif karena perlawanan justru semakin menguat di bawah kepemimpinan ulama dan menggunakan taktik gerilya yang sulit dilawan. Kegagalan ini menciptakan kondisi di mana pendekatan baru yang berbasis pemahaman mendalam tentang masyarakat lokal menjadi sangat diperlukan. Pada titik inilah Snouck Hurgronje, dengan rekam jejak akademisnya yang cemerlang, dipandang sebagai sosok yang tepat untuk memecahkan teka-teki perlawanan Aceh dan merumuskan strategi baru bagi Belanda.
Tulisan ini akan menggunakan kerangka analisis multidisiplin, mengintegrasikan data dari biografi, sejarah politik, dan studi Islam, untuk mengupas kompleksitas Snouck Hurgronje. Setiap tindakan, pemikiran, dan kontroversinya akan dievaluasi dalam konteks historisnya, menunjukkan bagaimana ia berhasil membentuk kebijakan kolonial dan, pada gilirannya, bagaimana pemikirannya meninggalkan jejak abadi dalam wacana hukum dan politik di Indonesia. Semua data dari materi penelitian yang diberikan akan disintesis dan dievaluasi secara kritis untuk menyajikan laporan yang kaya, mendalam, dan bernuansa.
Asal-Usul Seorang Orientalis dan Misi Kontroversial di Tanah Suci
Latar Belakang dan Pendidikan Awal
Christiaan Snouck Hurgronje lahir pada tanggal 8 Februari 1857, di Tholen, Belanda, dari sebuah keluarga Protestan yang taat. Ayah dan kakeknya adalah pendeta, dan ia sendiri sempat memiliki cita-cita untuk menjadi seorang rohaniawan. Jalur akademisnya dimulai di Universitas Leiden, di mana ia pada awalnya mendaftar di Fakultas Teologi pada tahun 1875. Namun, ketertarikannya dengan ilmu pengetahuan membawanya beralih ke Fakultas Sastra, dengan fokus pada Jurusan Bahasa Arab. Ketekunan dan kecerdasannya terbukti dari capaian akademisnya yang luar biasa. Pada usia 23 tahun, tepatnya pada tahun 1880, ia berhasil meraih gelar doktor sastra Arab dengan predikat cum laude dengan disertasi berjudul Het Mekkaansche Feest (Perayaan di Mekah). Pencapaian ini tidak hanya menjadi fondasi bagi reputasi akademisnya, tetapi juga menjadi titik awal dari keterlibatannya dengan dunia Islam, sebuah hubungan yang akan mendefinisikan seluruh sisa hidupnya.
Misi ke Mekah: Penyamaran dan Tujuan Politik
Setelah menyelesaikan pendidikannya, Snouck Hurgronje dikirim ke Mekah pada tahun 1884. Berdasarkan catatan, misi perjalanan ini tidak hanya untuk tujuan akademis, tetapi juga secara eksplisit “untuk tujuan politik Belanda”. Mekah pada saat itu adalah kota suci yang tertutup bagi orang non-Muslim, sehingga Snouck harus melakukan penyamaran agar dapat masuk dan mempelajari kehidupan umat Islam di sana. Ia berpura-pura menjadi seorang Muslim, mengucapkan syahadat, mengganti namanya menjadi Abdul Ghaffar, dan bahkan melaksanakan ibadah haji. Namun, sumber-sumber lain dan korespondensi pribadinya mengungkap bahwa konversi ini adalah sebuah kepura-puraan yang disengaja. Dalam suratnya kepada seorang teman sarjana Islam Jerman, Theodor Nöldeke, ia mengaku hanya melakukan idhar al-Islam, sebuah akting lahiriah sebagai Muslim, yang dimaksudkan untuk menipu dan mendapatkan informasi sebanyak mungkin dari masyarakat pribumi. Para peneliti modern pada umumnya sepakat bahwa Snouck tidak pernah benar-benar memeluk Islam dan tetap tercatat sebagai seorang Protestan hingga akhir hayatnya.
Tindakan Snouck menunjukkan bahwa dualitas perannya sebagai akademisi dan agen kolonial telah terbentuk sejak awal. Metode etnografi partisipan yang ia pelopori—mengamati dan berinteraksi langsung dengan subjek penelitian di lingkungannya—menjadi alat yang sangat efektif untuk tujuan spionase dan kolonialisme. Ia menggunakan kedok ilmiah untuk mengumpulkan data yang memiliki nilai strategis bagi pemerintah kolonial. Oleh karena itu, penyamaran ini bukan sekadar taktik, melainkan sebuah identitas ganda yang sengaja dibangun, di mana ilmu pengetahuan secara langsung berfungsi sebagai senjata imperialis. Dualitas inilah yang menjadi inti dari kontroversi abadi seputar sosoknya.
Jaringan Intelijen Awal di Mekah
Selama di Mekah, Snouck tidak hanya mempelajari ritual dan budaya, tetapi juga membangun jaringan intelijen awal yang krusial. Berkat penyamarannya, ia dapat berbaur dengan jamaah haji dari berbagai penjuru dunia, termasuk dari Hindia Belanda. Dari interaksi ini, ia bertemu dengan tokoh-tokoh penting, seperti Habib Abdurrachman Az-Zahir, seorang tokoh Aceh yang pernah menjadi wakil Kesultanan. Melalui Habib Abdurrachman, Snouck mendengar cerita tentang perlawanan sengit Aceh yang berhasil mengalahkan pasukan Belanda. Ia memperoleh wawasan penting tentang strategi perlawanan Aceh, yang kemudian ia sampaikan dalam sebuah buku rekomendasi kepada pemerintah Belanda. Hubungan ini, dan yang lainnya, menjadi fondasi bagi jaringan informan pribumi yang akan ia kembangkan di kemudian hari di Hindia Belanda. Kedekatan ini menunjukkan bagaimana ia dengan cermat mengidentifikasi celah-celah strategis yang dapat dieksploitasi untuk kepentingan kolonial.
Tulisan ini akan menggunakan tabel berikut untuk memetakan secara kronologis perjalanan hidup Snouck Hurgronje, menunjukkan transisinya dari seorang akademisi muda menjadi sosok sentral dalam politik kolonial.
Tabel 1: Kronologi Kehidupan dan Perjalanan Christiaan Snouck Hurgronje
Tahun | Peristiwa Penting | Konteks |
1857 | Lahir di Tholen, Belanda | Dari keluarga Protestan yang taat. |
1875 | Mulai studi di Universitas Leiden | Awalnya di Fakultas Teologi, kemudian pindah ke Sastra Arab. |
1880 | Meraih gelar doktor | Dengan disertasi Het Mekkaansche Feest. |
1884-1885 | Misi ke Mekah | Menyamar sebagai Abdul Ghaffar untuk tujuan politik Belanda. |
1889 | Tiba di Batavia | Ditunjuk sebagai petugas peneliti Indonesia. |
1891 | Ditunjuk sebagai Penasihat Urusan Bahasa-Bahasa Timur dan Hukum Islam | Menetapkan posisinya dalam struktur pemerintahan. |
1898-1903 | Menjadi penasihat J.B. Van Heutsz | Memainkan peran sentral dalam menaklukkan Aceh. |
1906 | Kembali ke Belanda | Setelah merasa sarannya kurang diimplementasikan. |
1907 | Diangkat sebagai guru besar di Universitas Leiden | Mengukuhkan karier akademisnya setelah masa tugas kolonial. |
1936 | Meninggal dunia | Mengakhiri hidupnya sebagai seorang akademisi dan penasihat berpengaruh. |
Keterlibatan dalam Politik Kolonial Hindia Belanda dan Perumusan Politik Islam
Penunjukan Resmi dan Awal Karier di Hindia Belanda
Setelah upayanya untuk masuk ke Aceh secara langsung terhambat oleh Gubernur Van Teijn pada tahun 1889, Snouck Hurgronje tiba di Batavia pada tanggal 11 Mei 1889. Kedatangannya disambut dengan penunjukan resmi sebagai petugas peneliti oleh Gubernur Jenderal C. Pijnacker Hordijk. Jabatan ini dengan cepat berkembang; pada 15 Maret 1891, ia diangkat sebagai Penasihat Urusan Bahasa-Bahasa Timur dan Hukum Islam. Seiring waktu, posisinya semakin kuat, dan pada 11 Januari 1899, ia menjabat sebagai Penasihat Urusan Pribumi dan Arab. Jabatan ini memberikan Snouck kekuasaan dan pengaruh yang signifikan untuk membentuk kebijakan pemerintah kolonial, sebuah peran yang ia emban hingga ia kembali ke Belanda pada tahun 1906.
Analisis Politik Islam (Islam-politiek) Snouck: Mengubah Paradigma Kolonial
Pemikiran Snouck Hurgronje menjadi fondasi bagi kebijakan Belanda terhadap Islam, sebuah doktrin yang kemudian dikenal sebagai Politik Islam. Sebelum Snouck, pemerintah kolonial cenderung melihat Islam sebagai ancaman monolitik yang harus ditindas secara total. Namun, Snouck membawa pendekatan yang jauh lebih halus dan, pada akhirnya, lebih berbahaya. Ia merumuskan doktrin inti yang menyatakan bahwa “musuh kolonialisme bukanlah Islam sebagai Agama, melainkan Islam sebagai Doktrin Politik”.
Berdasarkan doktrin ini, Snouck membedakan Islam menjadi dua ranah utama yang memerlukan perlakuan berbeda dari pemerintah kolonial:
- Islam sebagai urusan ibadah (cultus): Snouck menyarankan pemerintah untuk bersikap toleran dan tidak mengganggu ritual keagamaan, seperti salat, puasa, dan ziarah haji. Ia berpendapat bahwa membatasi praktik-praktik ini justru akan menjadi kontraproduktif dan memicu perlawanan rakyat. Dengan memberikan keleluasaan dalam urusan ritual, Belanda akan dipandang sebagai pihak yang tidak memusuhi agama.
- Islam sebagai urusan politik (politiek): Sebaliknya, Snouck secara tegas menganjurkan agar pemerintah Belanda harus bersikap keras dan tanpa ampun terhadap setiap gerakan yang menjadikan Islam sebagai dasar perlawanan politik. Taktik ini menargetkan para pemimpin agama yang mengobarkan semangat jihad dan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial.
Pendekatan ini merupakan pergeseran paradigma yang sangat signifikan. Snouck memberikan Belanda sebuah cetak biru untuk mengelola Islam secara efektif, sebuah redefinisi fundamental dari hubungan antara kekuasaan kolonial dan rakyat terjajah. Dengan toleransi yang selektif terhadap urusan ritual, Belanda berhasil menciptakan ilusi bahwa mereka tidak memusuhi agama. Pada saat yang sama, mereka memiliki legitimasi untuk menumpas setiap bentuk ekspresi politik Islam. Taktik ini secara efektif meminggirkan Islam dari ruang publik dan politik, sebuah warisan yang sebagian dampaknya masih terasa hingga kini dalam wacana hubungan agama-negara di Indonesia. Strategi Snouck, yang tampaknya moderat dan ilmiah, sesungguhnya merupakan alat yang sangat efektif untuk memecah belah dan mengendalikan masyarakat.
Perang Aceh dan Strategi Divide et Impera
Laporan De Atjehers (Rakyat Aceh) dan Nasihat Kunci
Tugas Snouck Hurgronje yang paling signifikan dan kontroversial adalah perannya dalam menaklukkan Aceh. Setelah diangkat sebagai penasihat, ia tiba di Kutaraja (sekarang Banda Aceh) pada tanggal 9 Juli 1891 dan menetap di sana selama hampir setahun. Selama di Aceh, Snouck melakukan penelitian etnografi yang mendalam tentang struktur sosial dan politik masyarakat Aceh. Ia menjadi orang kepercayaan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, J.B. Van Heutsz , dan berhak menasihati pasukan militer serta ikut dalam ekspedisi.
Hasil dari penelitiannya yang komprehensif ini dituangkan dalam sebuah laporan yang sangat berpengaruh, De Atjehers. Laporan ini memberikan analisis yang signifikan: perlawanan sengit rakyat Aceh tidak dipimpin oleh Sultan yang berkedudukan di Keumala, melainkan oleh para ulama yang membangkitkan semangat jihad. Berdasarkan temuan ini, Snouck merumuskan serangkaian nasihat strategis yang menjadi kunci keberhasilan Belanda dalam menaklukkan Aceh.
Tabel 2: Nasihat Utama Snouck Hurgronje untuk Menaklukkan Aceh
Poin Nasihat | Deskripsi |
1. Sisihkan Kelompok Sultan | Mengesampingkan golongan Keumala (Sultan) dan pengikutnya, karena mereka bukan sumber kekuatan utama. |
2. Serang Ulama | Senantiasa menyerang dan menghantam kaum ulama sebagai sumber utama perlawanan. |
3. Hindari Negosiasi Gerilya | Jangan mau berunding dengan para pimpinan gerilya. Perlawanan harus ditumpas tuntas. |
4. Bangun Pangkalan Permanen | Mendirikan pangkalan tetap di Aceh Besar untuk mengendalikan wilayah. |
5. Tunjukkan Niat Baik | Menunjukkan niat baik kepada rakyat Aceh melalui pembangunan dan pekerjaan sosial, seperti membangun masjid dan memperbaiki jalan/irigasi. |
Implementasi Strategi Divide et Impera
Nasihat-nasihat tersebut menjadi fondasi bagi strategi yang dikenal sebagai Divide et Impera atau politik pecah belah. Snouck merekomendasikan pemerintah kolonial untuk memecah belah kekuatan di Aceh dengan memanfaatkan kelompok elite priyayi, yang ia sebut uleebalang, untuk bekerja sama dengan Belanda. Ia menilai ke-Islaman para uleebalang cenderung lebih fleksibel dan tidak terlalu peduli dengan “kekafiran” pemerintah kolonial. Dengan memisahkan dan mengadu domba ulama dan uleebalang, Snouck berhasil menciptakan perpecahan yang melemahkan persatuan rakyat Aceh dan mematahkan taktik gerilya mereka. Penyerahan Sultan Daud Syah pada tahun 1904 sering dianggap sebagai tanda takluknya Aceh, meskipun perlawanan gerilya terus berlanjut hingga tahun 1914.
Taktik ini menunjukkan bagaimana pengetahuan akademis Snouck secara harfiah menjadi senjata mematikan. Ia tidak hanya menyarankan strategi “adu domba” secara umum, tetapi laporannya memberikan cetak biru yang sangat spesifik dan terperinci. Ia mengidentifikasi dengan tepat siapa yang harus diserang (ulama) dan siapa yang harus didekati (uleebalang). Penerapan langsung metode antropologi dan etnografi ini membantu Belanda mematahkan perlawanan Aceh, yang menyebabkan puluhan ribu korban jiwa dan kerugian besar bagi rakyat pribumi.
Peran Intelijen dan Informan Pribumi
Untuk mengumpulkan informasi yang begitu rinci, Snouck Hurgronje membangun jaringan intelijen yang kuat dari kalangan pribumi. Cara yang ia tempuh sama dengan yang ia lakukan di Mekah: membangun hubungan dan melakukan kontak dengan warga setempat untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Di antara informan pribumi yang paling penting adalah Haji Hasan Mustapa, yang menjabat sebagai Hoofd penghulu (kepala penghulu) di Kutaraja, Aceh.
Hubungan antara Snouck dan Haji Hasan Mustapa adalah studi kasus yang menarik tentang kompleksitas relasi dalam konteks kolonial. Di satu sisi, Mustapa berfungsi sebagai informan yang memberikan informasi penting tentang tokoh-tokoh seperti Teuku Umar, yang ia yakini tidak dapat dipercaya. Hubungan ini membantu Snouck dalam merumuskan nasihatnya kepada otoritas Belanda. Di sisi lain, korespondensi mereka, yang tersimpan di Perpustakaan Universitas Leiden, menunjukkan hubungan yang melampaui sekadar atasan-bawahan. Mereka memiliki “persahabatan” yang mendalam, bahkan dengan unsur emosional. Mustapa memandang Snouck sebagai sahabat dekat yang berkomitmen untuk saling membela, dan ia bahkan “meneteskan air mata ketika mengingat waktu kebersamaan”. Hubungan ini menantang narasi biner “penjajah-terjajah” dan mengundang pertanyaan tentang loyalitas, pragmatisme, dan psikologi dalam konteks kolonial, sebuah ambivalensi yang merupakan bagian integral dari warisan Snouck.
Kontribusi Teoritis dan Dampak Jangka Pendek
Teori Resepsi (Theorie Receptie): Subordinasi Hukum Islam
Selain peran strategisnya di Aceh, Snouck Hurgronje juga memberikan kontribusi signifikan dalam bidang hukum kolonial. Ia mengusulkan sebuah doktrin hukum yang dikenal sebagai Teori Resepsi (Theorie Receptie). Teori ini, yang kemudian dikembangkan oleh murid-muridnya, menyatakan bahwa hukum Islam baru memiliki kekuatan hukum dan dapat diberlakukan jika telah “diterima” (gerecipieerd) atau diadopsi oleh hukum adat setempat.
Esensi dari Teori Resepsi adalah menempatkan hukum adat di atas hukum Islam. Doktrin ini secara efektif membatasi penerapan syariat Islam hanya pada urusan-urusan tertentu, seperti masalah keluarga dan warisan, sementara urusan politik dan pidana tetap berada di bawah kendali hukum kolonial Belanda. Snouck berupaya agar hukum Islam menyesuaikan diri dengan adat istiadat dan realitas politik, sehingga Islam tidak akan mengalahkan adat istiadat.
Upaya Depolitisasi Islam dan Sekularisasi
Teori Resepsi bukanlah teori hukum yang terisolasi. Sebaliknya, ia adalah perpanjangan logis dari Politik Islam Snouck di ranah hukum. Jika Politik Islam bertujuan untuk menghancurkan kekuatan politik ulama, maka Teori Resepsi bertugas mematikan potensi hukum Islam untuk menjadi dasar negara atau hukum publik. Keduanya bekerja sama untuk membatasi Islam pada domain pribadi dan ritualistik, sebuah upaya sekularisasi yang mendalam dan berjangkauan luas.
Snouck juga menganjurkan implementasi “politik asosiasi” melalui pendidikan Barat untuk menciptakan kelas elite pribumi yang ter-Eropanisasi. Ia meyakini bahwa pendidikan sekuler akan menanamkan pemikiran rasional dan menghilangkan cita-cita Pan-Islam, sehingga menjamin loyalitas mereka terhadap pemerintah kolonial. Strategi ini, yang menargetkan kaum priyayi, diharapkan dapat menghasilkan pemimpin-pemimpin yang bangga dengan pemikiran Barat dan mengabaikan nilai-nilai agama. Dengan demikian, Snouck tidak hanya berperang di medan militer, tetapi juga di medan ideologis, berupaya mensekulerkan masyarakat Hindia Belanda dari akarnya.
Warisan dan Kontroversi Abadi
Snouck dalam Studi Orientalisme dan Islam Kontemporer
Warisan Snouck Hurgronje dalam dunia akademis sama kompleksnya dengan perannya dalam politik kolonial. Ia secara luas diakui sebagai salah satu orientalis paling terkenal pada masanya dan dijuluki sebagai “dewa” dalam bidang Arabistik-Islamologi. Kontribusinya mencakup perintis penggunaan metode antropologi dan etnografi dalam studi Islam, yang hingga kini terus digunakan oleh para peneliti, termasuk di universitas-universitas Islam di Indonesia. Ia mengabadikan ilmunya dalam berbagai karya, termasuk buku dan koleksi foto etnografi yang berharga.
Namun, warisan akademisnya tak lepas dari kritik tajam. Ia sering digambarkan sebagai sosok yang hipokrit dan “mata-mata utama”. Perdebatan di kalangan sejarawan modern menempatkannya sebagai studi kasus klasik dalam etika penelitian dan kolaborasi intelektual dengan kekuasaan. Pertanyaan mendasar muncul: apakah seorang ilmuwan yang menggunakan pengetahuannya untuk tujuan imperialis dapat tetap dianggap sebagai akademisi murni? Laporan ini menyimpulkan bahwa warisannya adalah dua sisi dari mata uang yang sama: pengetahuan akademis yang tak tertandingi di abadnya, dan eksploitasi yang brutal dari pengetahuan tersebut untuk tujuan imperialis.
Kritik terhadap Warisan Politik
Dampak politik dari pemikiran Snouck Hurgronje terus menjadi subjek perdebatan yang intens. Kritik modern berpendapat bahwa strategi politiknya telah menyebabkan “kerusakan ideologis pada pola pikir Islam” dan melemahkan ideologi politik Islam, yang sebagian dampaknya masih terasa hingga kini. Depolitisasi yang ia anjurkan dan implementasi Teori Resepsi telah membentuk wacana hubungan agama-negara di Indonesia, menempatkan hukum Islam sebagai pranata hukum yang inferior dan meminggirkan peran partai-partai politik Islam. Upaya untuk memisahkan ulama dari politik, yang ia gagas, telah meninggalkan jejak mendalam yang terus diperdebatkan dalam konteks modern.
Kontroversi Pribadi
Aspek pribadi kehidupan Snouck Hurgronje juga tidak lepas dari kontroversi. Selama di Hindia Belanda, ia menikah dua kali dengan wanita Sunda dan memiliki beberapa anak. Namun, ketika ia kembali ke Belanda pada tahun 1906, ia meninggalkan keluarganya di Jawa dan menikah lagi dengan seorang wanita Belanda. Meskipun ada yang berpendapat bahwa ia terus memantau keluarganya melalui korespondensi dengan Haji Hasan Mustapa , tindakan ini tetap menjadi poin kritik terkait moralitas dan tanggung jawabnya sebagai seorang ayah dan suami. Kontroversi ini menambah lapisan kompleksitas pada sosoknya, menunjukkan jurang pemisah antara kehidupan publiknya sebagai seorang akademisi-kolonial dan kehidupan pribadinya.
Kesimpulan
Christiaan Snouck Hurgronje adalah arsitek kolonialisme intelektual yang berperan ganda sebagai seorang cendekiawan brilian dan agen imperialis yang efektif. Ia bukanlah seorang akademisi yang secara kebetulan terlibat dalam politik, melainkan seorang yang sengaja menggunakan ilmu pengetahuannya sebagai alat untuk tujuan penaklukan dan kontrol. Perannya tidak hanya dalam menaklukkan Aceh, tetapi juga dalam membentuk cara Belanda (dan dunia Barat) berinteraksi dengan Islam di tanah jajahan, dari ranah militer hingga hukum dan pendidikan.
Debat tentang Snouck—apakah ia pahlawan atau penjahat—tidak dapat diselesaikan dengan narasi tunggal. Ia adalah paradoks yang berjalan: seorang orientalis yang memelopori metode etnografi partisipan, tetapi menggunakan metode itu untuk memicu kekerasan dan perpecahan. Ia adalah seorang yang dihormati di kalangan akademis sebagai “dewa” di bidangnya , tetapi dikutuk sebagai sosok hipokrit yang menyebabkan puluhan ribu kematian. Menerima kompleksitas ini adalah kunci untuk memahami warisannya.
Warisan Snouck Hurgronje, terutama pemikiran tentang pemisahan agama dari politik dan Teori Resepsi, terus membentuk wacana kontemporer tentang hubungan antara agama dan negara di Indonesia. Pemikirannya telah meninggalkan jejak mendalam pada struktur hukum, pendidikan, dan politik yang masih diperdebatkan hingga hari ini. Oleh karena itu, Snouck Hurgronje tetap menjadi studi kasus penting dalam sejarah kolonialisme dan etika penelitian, sebuah pengingat abadi tentang bagaimana pengetahuan dapat digunakan untuk kekuasaan, dan bagaimana dampaknya jauh melampaui masa hidup sang arsiteknya.
Daftar Pustaka :
- Mengenal Snouck Hurgronje: Tokoh Kontroversial Era Kolonial – Harianbatakpos.com, accessed on September 18, 2025, https://www.harianbatakpos.com/mengenal-snouck-hurgronje-tokoh-kontroversial-era-kolonial/
- Dua Sisi Snouck Hurgronje – Historia.ID, accessed on September 18, 2025, https://www.historia.id/article/dua-sisi-snouck-hurgronje-p4qgy
- Snouck Hurgronje dan Siasat untuk Meredam Perlawanan di Perang Aceh, accessed on September 18, 2025, https://www.goodnewsfromindonesia.id/2022/04/11/snouck-hurgronje-dan-siasat-untuk-meredam-perlawanan-di-perang-aceh
- Keterlibatan Snouck Hurgronje dalam Menalukkan Aceh Tahun 1889-1906 M, accessed on September 18, 2025, https://repository.unej.ac.id/handle/123456789/98747
- Apa Taktik Perang yang Digunakan Pejuang Aceh dalam Melawan Belanda? – Kompas.com, accessed on September 18, 2025, https://www.kompas.com/stori/read/2022/02/03/100000879/apa-taktik-perang-yang-digunakan-pejuang-aceh-dalam-melawan-belanda?page=all
- Tokoh-tokoh yang Menjalankan Politik Devide et Impera – Kompas.com, accessed on September 18, 2025, https://www.kompas.com/stori/read/2023/03/07/170000279/tokoh-tokoh-yang-menjalankan-politik-devide-et-impera
- Menelusuri Jejak Snouck Hurgronje di Nusantara – PPI Maroko, accessed on September 18, 2025, https://ppimaroko.or.id/menelusuri-jejak-snouck-hurgronje-di-nusantara/
- Snouck Hurgronje Taklukkan Indonesia dengan Westernisasi dan Kristenisasi – Suara Islam, accessed on September 18, 2025, https://suaraislam.id/snouck-hurgronje-taklukkan-indonesia-dengan-westernisasi-dan-kristenisasi/
- BAB IV SNOUCK HURGRONJE DAN KEBIJAKAN POLITIKNYA TERHADAP UMAT ISLAM A. Christiaan Snouck Hurgronje Christian Snouck Hurgronje l – Digilib UINSA, accessed on September 18, 2025, http://digilib.uinsa.ac.id/1785/7/Bab%204.pdf
- Menyamar Jadi Muslim, Snouck Hurgronje Nekat Masuk Makkah …, accessed on September 18, 2025, https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-7989676/menyamar-jadi-muslim-snouck-hurgronje-nekat-masuk-makkah-demi-belajar-islam
- Di Makkah, Snouck Hurgronje Bukan ‘yang Pertama’ | Republika ID, accessed on September 18, 2025, https://www.republika.id/posts/40712/di-makkah-snouck-hurgronje-bukan-yang-pertama
- Snouck Hurgronje, Orientalis yang Pernah Belajar di Mekkah – wahdah inspirasi zakat, accessed on September 18, 2025, https://wiz.or.id/snouck-hurgronje-orientalis-yang-pernah-belajar-di-mekkah/
- Hipokritisme Tokoh Orientalis Christiaan Snouck Hurgronje – Repository UIN Sunan Ampel Surabaya, accessed on September 18, 2025, https://repository.uinsa.ac.id/700/1/Budi%20Ichwayudi_Hipokritisme%20Tokoh%20Orientalis%20Christiaan%20Snouck%20Hurgronje.pdf
- Snouck Hurgronje Dijuluki Habib Kulit Putih di Aceh – Islami[dot]co, accessed on September 18, 2025, https://islami.co/snouck-hurgronje-dijuluki-habib-kulit-putih-di-aceh/
- This article discusses the Western perspective on Islamic studies, particularly through the academic legacy of Snouck, accessed on September 18, 2025, https://jurnalfuf.uinsa.ac.id/index.php/teosofi/article/view/2174/1454
- Getting Done With Snouck – Leiden Islam Blog, accessed on September 18, 2025, https://www.leidenislamblog.nl/articles/getting-done-with-snouck
- Persahabatan Penjajah dan Bangsa Jajahan di Hindia Belanda: C. Snouck Hurgronje dan Haji Hasan Mustapa – The Distant Reader, accessed on September 18, 2025, https://distantreader.org/stacks/journals/afkaruna/afkaruna-2788.pdf
- pandangan sonouck hurgronje tentang islam dan implikasinya terhadap praktik hukum dan politik di indonesia, accessed on September 18, 2025, https://jurnal.iainambon.ac.id/index.php/DT/article/view/1114/1955
- Rumusan Islam Politiek Snouck Hurgronje – Langgar.co, accessed on September 18, 2025, https://langgar.co/rumusan-islam-politiek-snouck-hurgronje/
- Christian Snouck Hurgronje | Balai Pelestarian Nilai Budaya Aceh – Direktorat Jenderal Kebudayaan, accessed on September 18, 2025, https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbaceh/christian-snouck-hurgronje/
- pemikiran christian snouck hurgronje dan implikasinya pada umat islam di indonesia (pendekatan, accessed on September 18, 2025, https://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/fa/article/download/5938/2732/18964
- Warisan Snouck Hurgronje: Pisahkan Islam dari Politik – Republika.id, accessed on September 18, 2025, https://www.republika.id/posts/40715/warisan-snouck-hurgronje-pisahkan-islam-dari-politik
- Snouck Hurgronje and the Tradition of Orientalism in Indonesia – SciSpace, accessed on September 18, 2025, https://scispace.com/pdf/snouck-hurgronje-and-the-tradition-of-orientalism-in-43582hqmi4.pdf
- Pemikiran Christian Snouck Hurgronje dan Implikasi Terhadap Umat Islam di Indonesia – Journal of IAIN Sultan Amai Gorontalo, accessed on September 18, 2025, https://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/fa/article/view/5938
- The Roles Of Snouck Hurgronje in Reducing The Acehnese’s Resistance Against The Dutch, accessed on September 18, 2025, https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/adabiya/article/view/14741
- Persahabatan Penjajah dan Bangsa Jajahan di Hindia Belanda: C. Snouck Hurgronje dan Haji Hasan Mustapa | Afkaruna: Indonesian Interdisciplinary Journal of Islamic Studies, accessed on September 18, 2025, https://journal.umy.ac.id/index.php/afkaruna/article/view/2788
- The Politics of Civilizing the Colony: Haji Hasan Mustapa’s Malay Guidebook on the Etiquette for Acehnese People towards the Dutch in the Netherland East Indies – The Distant Reader, accessed on September 18, 2025, https://distantreader.org/stacks/journals/jassr/jassr-21.pdf
- Scholarship in Action: Essays on the Life and Work of Christiaan Snouck Hurgronje (1857-1936) | Brill, accessed on September 18, 2025, https://brill.com/display/title/60437
- Menantang Warisan Snouck: Peran Ulama dalam Dekolonisasi Politik Aceh pada Pilkada 2024 – Serambinews.com, accessed on September 18, 2025, https://aceh.tribunnews.com/2024/09/04/menantang-warisan-snouck-peran-ulama-dalam-dekolonisasi-politik-aceh-pada-pilkada-2024