Arah dan implementasi kebijakan fiskal terbaru di bawah kepemimpinan Menteri Keuangan RI, Purbaya Yudhi Sadewa, yang dilantik pada 8 September 2025, kebijakan yang diusungnya mencerminkan pergeseran strategis dari pendekatan fiskal yang sangat berhati-hati menuju orientasi yang lebih ekspansif dan berani, namun tetap terukur. Pergeseran ini didorong oleh visi untuk mengatasi tantangan ekonomi yang melambat dan mencapai target pertumbuhan ambisius pemerintahan baru.

Temuan kunci dari tulisan ini menunjukkan bahwa Purbaya, dengan latar belakangnya sebagai praktisi pasar, telah memperkenalkan serangkaian kebijakan yang mengandalkan sinergi kuat antara instrumen fiskal dan moneter. Peningkatan defisit dan belanja negara dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 menunjukkan komitmen untuk menstimulasi ekonomi secara langsung. Di sisi lain, ia juga melanjutkan reformasi perpajakan yang telah berjalan, termasuk berbagai insentif pajak untuk menjaga daya beli masyarakat dan dunia usaha. Kebijakan terobosan yang paling menonjol adalah injeksi dana sebesar Rp200 triliun ke perbankan nasional, yang bertujuan untuk meningkatkan likuiditas dan mendorong penyaluran kredit ke sektor riil.

Meskipun kebijakan ini berpotensi besar dalam mendorong pertumbuhan, tulisan ini juga mengidentifikasi sejumlah tantangan signifikan. Antara lain, risiko shortfall penerimaan pajak, potensi dampak inflasi dan moral hazard dari injeksi dana, serta kebutuhan untuk mengelola ekspektasi publik terkait kebijakan pajak yang sensitif. Secara keseluruhan, kepemimpinan Purbaya Yudhi Sadewa di Kementerian Keuangan ditandai dengan upaya menyeimbangkan disiplin fiskal dengan kebutuhan mendesak untuk mendorong pertumbuhan, menjadikan kebijakannya subjek yang layak untuk dikaji secara mendalam.

Pendahuluan: Profil Menteri Keuangan dan Konteks Awal Masa Jabatan

Profil dan Latar Belakang Menteri Purbaya Yudhi Sadewa

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa adalah seorang ekonom dan insinyur yang dilantik sebagai Menkeu pada 8 September 2025 sebagai bagian dari Kabinet Merah Putih di bawah Presiden Prabowo Subianto. Latar belakang akademisnya mencakup gelar sarjana Teknik Elektro dari Institut Teknologi Bandung (ITB) serta gelar Master of Science dan Doktor di bidang Ilmu Ekonomi dari Purdue University, Amerika Serikat.

Sebelum menjabat di pemerintahan, rekam jejaknya sangat kental dengan pengalaman di sektor swasta dan keuangan. Beliau memulai karier sebagai Field Engineer di Schlumberger Overseas SA dari tahun 1989 hingga 1994, kemudian beralih ke sektor ekonomi sebagai Senior Economist di Danareksa Research Institute, dan bahkan pernah menjabat sebagai Direktur Utama PT Danareksa Securities. Pengalaman ini memberinya pemahaman mendalam tentang dinamika pasar dan mekanisme keuangan. Di lingkungan pemerintahan, Purbaya telah memegang posisi strategis, termasuk Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, serta Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dari tahun 2020 hingga 2025.

Tantangan Ekonomi di Awal Masa Jabatan

Purbaya Yudhi Sadewa memulai masa jabatannya di tengah lanskap ekonomi yang penuh tantangan. Salah satu pekerjaan rumah (PR) utamanya adalah kondisi ekonomi global yang mengalami perlambatan, yang diperkirakan hanya tumbuh 3,4 persen pada tahun 2022, jauh di bawah proyeksi awal. Kondisi ini secara langsung memengaruhi ekonomi domestik dan menimbulkan tekanan pada berbagai sektor.

Tantangan fiskal yang paling mendesak adalah risiko shortfall penerimaan pajak. Target penerimaan pajak untuk tahun 2025 ditetapkan sebesar Rp2.189 triliun, sebuah angka yang berisiko tidak tercapai. Kondisi ini diperburuk oleh realisasi  shortfall pajak sebesar Rp50 triliun pada tahun 2024, yang menjadi modal awal yang kurang baik bagi pemerintah baru. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bahkan memprediksi shortfall pajak dapat mencapai Rp120 triliun pada akhir tahun 2025, yang menunjukkan betapa krusialnya tantangan ini. Lemahnya konsumsi domestik juga disebut berpotensi menekan penerimaan negara, memaksa Menteri Keuangan untuk mencari solusi cepat melalui kebijakan stimulus ekonomi. Selain itu, Purbaya juga dihadapkan pada tantangan untuk memformalisasi grey economy atau ekonomi informal yang selama ini membatasi basis penerimaan pajak negara.

Analisis Pergeseran Paradigma dari Birokrat ke Praktisi Pasar

Penunjukan Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan menandai sebuah pergeseran signifikan dalam pendekatan pengelolaan fiskal. Pendahulunya, Sri Mulyani Indrawati, dikenal dengan latar belakangnya sebagai birokrat internasional dengan pengalaman luas di institusi multilateral seperti Bank Dunia. Pendekatan fiskalnya cenderung konservatif, sangat berhati-hati, dan menekankan disiplin anggaran yang ketat.

Sebaliknya, Purbaya memiliki pengalaman yang mendalam sebagai praktisi pasar, terutama di sektor perbankan dan pasar modal melalui kariernya di Danareksa dan LPS. Latar belakang ini memengaruhi gaya kepemimpinannya, yang dinilai pelaku pasar akan lebih fleksibel dan berani dalam mengambil langkah-langkah non-konvensional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Pernyataannya yang berjanji untuk “lebih fleksibel untuk mendukung pertumbuhan” menjadi sinyal penting bagi pasar. Harapan tinggi yang disematkan pada Purbaya mencerminkan keyakinan bahwa pendekatannya yang pragmatis dapat menghasilkan stimulus yang lebih efektif, terutama dalam menghadapi tantangan perlambatan ekonomi. Oleh karena itu, kemampuan Purbaya untuk menyeimbangkan antara stabilitas fiskal dan dorongan pertumbuhan menjadi ujian utama yang akan menentukan arah ekonomi Indonesia ke depan.

Arah Kebijakan Fiskal Jangka Menengah dan Postur RAPBN 2026

Visi dan Strategi Fiskal

Kerangka Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) tahun 2026 yang diusung oleh Kementerian Keuangan di bawah Purbaya Yudhi Sadewa berorientasi pada pencapaian visi yang lebih besar, yaitu mewujudkan “Indonesia Tangguh, Mandiri, dan Sejahtera”. Kebijakan fiskal secara spesifik diarahkan untuk mencapai tiga pilar utama: Kedaulatan Pangan, Kedaulatan Energi, dan Kedaulatan Ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa anggaran negara tidak lagi hanya dipandang sebagai instrumen administratif, tetapi sebagai alat strategis untuk mewujudkan visi pembangunan yang berpihak pada kesejahteraan rakyat.

Rincian Postur Rancangan APBN 2026

Pemerintah dan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI telah menyepakati postur RAPBN 2026 yang menunjukkan pergeseran ke arah kebijakan yang lebih ekspansif dibandingkan rancangan awal. Kesepakatan ini menghasilkan postur anggaran yang disesuaikan untuk mendukung agenda-agenda prioritas pemerintah.

Tabel I: Postur RAPBN 2026 dan Perbandingannya

Komponen Anggaran Rancangan Awal Postur yang Disepakati Keterangan
Pendapatan Negara Tidak disebutkan secara spesifik Rp3.153,6 triliun Naik Rp5,9 triliun dari rancangan awal
Belanja Negara Rp3.786,5 triliun Rp3.842,7 triliun Naik Rp56,2 triliun dari rancangan awal
       Belanja K/L Rp1.510,5 triliun Rp1.510,5 triliun Stabil, untuk agenda prioritas pembangunan
       Belanja Non-K/L Tidak disebutkan secara spesifik Rp1.639,2 triliun Untuk subsidi, pengelolaan utang, dan risiko fiskal
       Transfer ke Daerah (TKD) Rp650 triliun Rp693 triliun Naik Rp43 triliun sebagai respons terhadap dinamika ekonomi
Pembiayaan Anggaran Rp638,8 triliun Rp689,1 triliun Naik Rp50,3 triliun dari rancangan sebelumnya
Defisit APBN 2,48% dari PDB 2,68% dari PDB Masih di bawah batas aman (3%)

Analisis Kenaikan Belanja dan Defisit

Kenaikan defisit RAPBN 2026 menjadi 2,68% dari PDB merupakan konsekuensi dari penambahan belanja negara, khususnya pada Belanja Pemerintah Pusat (BPP) dan Transfer ke Daerah (TKD). Peningkatan belanja ini menunjukkan orientasi kebijakan yang lebih berani dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Meskipun pemerintah menyatakan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjaga kondisi fiskal, langkah ini secara efektif melebarkan ruang fiskal untuk membiayai program-program prioritas. Hal ini merupakan sebuah pendekatan yang kontradiktif antara narasi kehati-hatian dan langkah kebijakan yang ekspansif.

Langkah ini diambil dengan pertimbangan bahwa target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4% pada tahun 2026 cukup ambisius dan membutuhkan dorongan signifikan dari sisi belanja pemerintah. Kenaikan belanja negara, termasuk penambahan TKD sebesar Rp43 triliun, dirancang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi secara lebih merata dan memastikan program-program prioritas pemerintah dapat diimplementasikan dengan efektif.

Selain itu, peningkatan TKD dan fokus pada ketahanan pangan adalah upaya untuk mengatasi tantangan efisiensi belanja. Ekonom telah menyoroti adanya mis-opportunity atau peluang yang hilang ketika dana yang dialokasikan dalam anggaran tidak terserap dengan cepat. Dengan mengalirkan dana secara lebih substansial ke daerah dan sektor-sektor kunci seperti ketahanan pangan (melalui koperasi desa untuk distribusi pangan), pemerintah berharap dapat menggerakkan roda ekonomi dan menciptakan efek pengganda yang lebih besar di tingkat lokal. Ini adalah langkah yang disadari untuk memastikan dana APBN benar-benar menggerakkan ekonomi, bukan sekadar dialokasikan di atas kertas.

Reformasi Perpajakan: Insentif, Kontradiksi, dan Optimalisasi Penerimaan

Kontinuitas dan Paket Insentif Pajak

Kebijakan perpajakan di bawah Purbaya Yudhi Sadewa menunjukkan kesinambungan dengan reformasi yang telah digariskan sebelumnya. Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) tetap menjadi landasan hukum utama. Selain itu, pemerintah secara konsisten melanjutkan dan memperpanjang berbagai paket stimulus dan insentif di bidang perpajakan pada tahun 2025.

Kebijakan insentif ini dirancang untuk menjaga daya beli masyarakat dan melindungi dunia usaha di tengah tantangan ekonomi. Beberapa insentif yang diteruskan, antara lain:

  • PPN Ditanggung Pemerintah (DTP): Perpanjangan PPN DTP sebesar 100% untuk penyerahan rumah tapak dan satuan rumah susun dari 1 Juli hingga 31 Desember 2025, yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 60/2025. Insentif PPN DTP juga diberikan untuk pembelian Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB).
  • PPh Ditanggung Pemerintah (DTP): Pemberian insentif PPh Pasal 21 DTP untuk pekerja dengan gaji hingga Rp10 juta per bulan, yang menyasar sektor padat karya seperti tekstil dan alas kaki.
  • Insentif untuk UMKM: Perpanjangan masa berlaku PPh Final sebesar 0,5% bagi UMKM dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar per tahun. Selain itu, UMKM dengan omzet hingga Rp500 juta per tahun tetap dibebaskan dari pengenaan PPh.

Tabel II: Ringkasan Insentif Perpajakan dan Peruntukannya

Jenis Insentif Peraturan Terkait Tujuan Utama
PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) PMK 60/2025, PER-15/PJ/2025 Meringankan beban masyarakat kelas menengah untuk pembelian properti dan kendaraan listrik
PPh Ditanggung Pemerintah (DTP) Tidak disebutkan Menjaga daya beli pekerja di sektor padat karya
PPh Final UMKM UU HPP 7/2021, PP 23/2018 Melindungi pelaku usaha kecil dan mikro, mendorong kepatuhan pajak
Bantuan Pangan dan Bantuan Sosial Tidak disebutkan Menjaga daya beli masyarakat berpenghasilan rendah dan rentan

Sumber: Kemenkeu dan Dirjen Pajak

Kontradiksi dan Tantangan Kebijakan

Terdapat potensi kontradiksi dalam narasi kebijakan pajak yang disampaikan Purbaya Yudhi Sadewa. Beliau menyatakan bahwa “saat ini tidak perlu ada pajak baru lagi di Indonesia” dan memastikan pada tahun 2026 tidak ada “kenaikan maupun pungutan pajak baru”. Pernyataan ini berpotensi tumpang tindih dengan fakta bahwa kenaikan tarif PPN menjadi 12% akan mulai berlaku pada 1 Januari 2026, sebagaimana diatur dalam UU HPP yang disahkan pada 2021.

Kontradiksi ini dapat dijelaskan sebagai tantangan komunikasi. Pernyataan Purbaya mungkin merujuk pada tidak adanya kebijakan pajak baru yang diusulkan oleh kabinetnya, sementara implementasi dari undang-undang yang sudah disahkan sebelumnya tetap akan berjalan. Namun, di sisi lain, pernyataan tersebut juga dapat diinterpretasikan sebagai sinyal bahwa pemerintah mungkin mempertimbangkan penundaan kenaikan tarif PPN jika kondisi ekonomi tidak memungkinkan.

Kenaikan tarif PPN memiliki potensi dampak signifikan terhadap perekonomian. Meskipun bertujuan untuk memperkuat penerimaan negara dan mengurangi defisit anggaran, kebijakan ini berisiko memicu inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat, terutama pada kelompok berpenghasilan menengah ke bawah. Kenaikan harga barang dan jasa dapat menekan konsumsi dan investasi, serta mengurangi profitabilitas perusahaan. Untuk mengatasi dampak negatif ini, pemerintah secara strategis telah menyiapkan berbagai langkah mitigasi, seperti subsidi, bantuan sosial, dan insentif untuk produk lokal, sebagai upaya untuk menjaga stabilitas sosial dan ekonomi.

Strategi untuk meningkatkan penerimaan pajak di tahun 2026, yang ditargetkan mencapai Rp2.357,7 triliun, tidak hanya bergantung pada kenaikan tarif, tetapi juga pada perbaikan kepatuhan wajib pajak. Hal ini dilakukan melalui penyempurnaan sistem administrasi perpajakan (Coretax DJP) yang mengintegrasikan data dan memperkuat pengawasan. Fokus pada peningkatan kepatuhan dan penegakan pajak yang lebih efektif menunjukkan bahwa pemerintah berupaya membangun fondasi penerimaan yang lebih berkelanjutan, tidak hanya mengandalkan pungutan baru.

Sinergi Kebijakan Fiskal dan Moneter: Analisis Injeksi Dana Rp200 Triliun

Latar Belakang dan Tujuan Kebijakan

Salah satu kebijakan paling berani dan inovatif yang diluncurkan oleh Purbaya Yudhi Sadewa adalah injeksi dana sebesar Rp200 triliun dari pemerintah ke perbankan nasional. Kebijakan ini, yang sering disebut sebagai “Purbaya Effect,” bertujuan untuk memberikan “bahan bakar” baru bagi pertumbuhan ekonomi, baik dari sisi fiskal maupun moneter, tanpa memicu lonjakan inflasi. Purbaya menekankan bahwa langkah ini bukan sekadar kebijakan likuiditas, tetapi instrumen strategis untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional.

Mekanisme dan Dampak Berantai

Mekanisme kebijakan ini dirancang untuk memaksa perputaran uang di masyarakat. Purbaya menggambarkan penempatan dana ini layaknya “deposito” yang ditempatkan pemerintah di bank, di mana bank-bank memiliki kewajiban untuk menyalurkannya. Hal ini secara langsung mengatasi masalah likuiditas perbankan yang cenderung “terperangkap” dalam instrumen pasif seperti Surat Berharga Negara (SBN).

Kebijakan ini diperkirakan memicu efek berantai yang signifikan:

  1. Peningkatan Likuiditas Bank: Tahap pertama adalah masuknya dana segar sebesar Rp200 triliun ke dalam sistem perbankan, khususnya bank-bank BUMN, yang meningkatkan cadangan likuiditas mereka.
  2. Penurunan Biaya Dana (Cost of Fund): Dengan adanya sumber pendanaan baru yang efisien ini, bank-bank tidak perlu lagi bersaing keras untuk menghimpun dana melalui deposito berbunga tinggi, yang secara langsung menurunkan biaya dana perbankan.
  3. Penurunan Suku Bunga Kredit: Penurunan biaya dana memungkinkan bank untuk menawarkan suku bunga kredit yang lebih rendah dan kompetitif. Hal ini berlaku untuk berbagai jenis pinjaman, seperti kredit usaha, KPR, dan kredit kendaraan.
  4. Akselerasi Ekonomi Sektor Riil: Biaya modal yang lebih murah mendorong dunia usaha untuk berekspansi dan masyarakat untuk melakukan pembelian besar, sehingga roda ekonomi berputar lebih cepat. Sektor-sektor seperti properti, semen, dan ritel diprediksi menjadi penerima manfaat utama. Injeksi dana ini juga berpotensi meningkatkan penerimaan pajak karena meningkatnya aktivitas ekonomi.

Analisis Sinergi Fiskal-Moneter dan Risiko Kebijakan

Kebijakan injeksi dana ini merupakan contoh nyata dari sinergi yang belum pernah terjadi sebelumnya antara kebijakan fiskal (Kementerian Keuangan) dan moneter (Bank Indonesia). Secara tradisional, stimulus moneter adalah ranah BI, sementara stimulus fiskal adalah ranah Kemenkeu. Kebijakan ini mengaburkan batas tersebut, di mana Kemenkeu secara proaktif menggunakan instrumen fiskalnya untuk menstimulasi sistem perbankan demi tujuan pertumbuhan ekonomi.  Meskipun menjanjikan, kebijakan ini juga tidak luput dari potensi risiko.

Tabel III: Potensi Dampak Kebijakan Injeksi Dana Rp200 Triliun

Dampak Positif yang Diharapkan Potensi Risiko yang Harus Diwaspadai
Peningkatan likuiditas bank-bank BUMN Risiko inflasi jika dana mengalir terlalu cepat ke konsumsi
Penurunan suku bunga kredit dan biaya dana Risiko moral hazard di mana bank merasa terlalu aman
Stimulasi sektor riil dan efek pengganda ekonomi Risiko gelembung aset (pasar modal/properti) dari dana berlebih
Peningkatan penerimaan pajak dari aktivitas ekonomi yang naik Risiko penyaluran kredit yang tidak tepat sasaran (lebih konsumtif daripada produktif)

Sumber: Analisis dari berbagai sumber berita

Untuk mengoptimalkan manfaat kebijakan ini, pemerintah perlu memastikan bahwa penyaluran kredit diarahkan secara tepat sasaran ke sektor-sektor produktif, terutama UMKM, dan tidak hanya berakhir di sektor konsumtif.

Strategi Pengelolaan Utang Negara: Kredibilitas dan Keberlanjutan

Postur Utang dan Strategi Jangka Menengah

Pemerintah berkomitmen untuk menjaga kredibilitas fiskal dan keberlanjutan utang negara. Rasio utang pemerintah terhadap PDB tetap berada di bawah batas aman 60%. Pedoman pengelolaan utang jangka menengah diamanatkan untuk disusun oleh Kementerian Keuangan melalui dokumen Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah (SPUJM). Dokumen ini menjadi acuan untuk menjaga risiko utang tetap terkendali, terutama risiko suku bunga, mata uang, likuiditas, dan jatuh tempo.

Mekanisme Burden Sharing dan Pengelolaan Utang Jatuh Tempo

Salah satu tantangan fiskal yang dihadapi adalah jatuh tempo Surat Berharga Negara (SBN) yang berasal dari skema burden sharing antara Kemenkeu dan Bank Indonesia (BI) pada tahun 2020. Untuk mengelola utang yang akan jatuh tempo pada tahun 2025 ini, Kemenkeu dan BI telah sepakat untuk menerbitkan SBN baru dengan mekanisme bilateral debt switch.

Dalam skema ini, SBN yang jatuh tempo akan ditukar dengan SBN reguler bertenor lebih panjang yang dapat diperdagangkan di pasar. Ini menunjukkan pendekatan yang proaktif dan terkoordinasi dalam menjaga stabilitas pasar obligasi. Daripada membiarkan SBN jatuh tempo dan berpotensi membebani pasar, Purbaya memilih solusi teknis yang mengikat kembali utang dengan tenor yang lebih panjang, sejalan dengan kebutuhan operasi moneter BI dan kesinambungan fiskal pemerintah. Ini adalah contoh bagaimana pengelolaan utang di bawah kepemimpinannya beralih dari sekadar pengurangan utang menjadi optimalisasi pendanaan yang lebih cerdas dan terintegrasi.

Tantangan dan Prospek ke Depan

Kebijakan fiskal di bawah Purbaya Yudhi Sadewa tidak lepas dari tantangan yang harus diatasi. Pertama, risiko shortfall penerimaan pajak tetap menjadi ancaman nyata yang dapat membatasi ruang gerak fiskal pemerintah. Prediksi shortfall hingga Rp120 triliun pada tahun 2025 menjadi pengingat bahwa pemerintah harus bekerja keras untuk meningkatkan kepatuhan pajak dan memformalisasi grey economy.

Kedua, ada tantangan fundamental dalam menjaga keseimbangan antara pertumbuhan dan stabilitas. Kebijakan ekspansif yang ditunjukkan oleh kenaikan defisit dan belanja negara bertujuan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi yang ambisius. Namun, hal ini harus dikelola dengan hati-hati agar tidak mengorbankan stabilitas makroekonomi dalam jangka panjang. Para ekonom berpendapat bahwa postur APBN 2026 mungkin belum cukup untuk mendongkrak pertumbuhan hingga 5,4%, sehingga diperlukan reformasi struktural yang lebih dalam, termasuk tata kelola subsidi dan birokrasi.

Ketiga, keberhasilan kebijakan injeksi dana Rp200 triliun akan sangat bergantung pada implementasi yang cermat. Pemerintah harus memastikan bahwa dana tersebut benar-benar mengalir ke sektor produktif, tidak hanya ke sektor konsumtif, dan tidak memicu inflasi atau gelembung aset.

Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang mendalam, kebijakan Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan mencerminkan pendekatan yang pragmatis, proaktif, dan berorientasi pasar. Dengan latar belakangnya sebagai praktisi di sektor keuangan, ia menampilkan sebuah gaya kepemimpinan yang berani melakukan terobosan, seperti kebijakan injeksi dana Rp200 triliun, yang menunjukkan sinergi kuat antara Kemenkeu dan Bank Indonesia. Postur RAPBN 2026 yang lebih ekspansif juga menjadi bukti komitmennya untuk menstimulasi ekonomi dan merealisasikan agenda prioritas pemerintah. Meskipun demikian, Purbaya tetap menjaga fondasi fiskal melalui pengelolaan utang yang terukur dan melanjutkan reformasi perpajakan untuk membangun basis penerimaan negara yang lebih berkelanjutan.

Untuk memastikan keberhasilan kebijakan-kebijakan yang telah diluncurkan, tulisan ini merekomendasikan langkah-langkah strategis berikut:

  • Peningkatan Komunikasi Publik: Mengingat sensitivitas isu pajak, pemerintah perlu meningkatkan transparansi dan komunikasi publik, terutama terkait implementasi UU HPP yang mencakup kenaikan PPN.
  • Penguatan Pengawasan Penyaluran Dana: Kemenkeu perlu bekerja sama erat dengan perbankan untuk memastikan dana Rp200 triliun yang diinjeksikan disalurkan secara efektif ke sektor-sektor produktif yang memiliki efek pengganda ekonomi tinggi, seperti industri padat karya dan UMKM.
  • Percepatan Realisasi Anggaran: Pemerintah harus mempercepat penyerapan anggaran, terutama Transfer ke Daerah (TKD), untuk meminimalkan mis-opportunity dan memastikan dana mengalir ke ekonomi riil secepat mungkin.
  • Pengembangan Strategi Inovatif untuk Grey Economy: Selain Coretax DJP, diperlukan strategi konkret dan inovatif untuk memformalisasi sektor ekonomi informal, yang akan secara signifikan memperluas basis pajak dan meningkatkan penerimaan negara dalam jangka panjang.

 

 

Daftar Pustaka :

  1. Daftar Menteri – Kementerian Keuangan, diakses September 22, 2025, https://www.kemenkeu.go.id/profile/daftar-menteri
  2. KEM & PPKF – Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal – Kementerian Keuangan, diakses September 22, 2025, https://fiskal.kemenkeu.go.id/publikasi/kem-ppkf
  3. Purbaya Yudhi Sadewa: 5 Tantangan Berat Menkeu Baru – innoventure, diakses September 22, 2025, https://www.innoventure.id/purbaya-yudhi-sadewa-tantangan-menkeu/
  4. Rancangan APBN 2026: Sehat, Kredibel, dan Berpihak pada Rakyat – Media Keuangan, diakses September 22, 2025, https://mediakeuangan.kemenkeu.go.id/article/show/apbn-2026-sehat-kredibel-dan-berpihak-pada-rakyat
  5. Pemerintah dan … – Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal, diakses September 22, 2025, https://fiskal.kemenkeu.go.id/baca/2025/09/18/4549-pemerintah-dan-banggar-dpr-sepakati-usulan-postur-apbn-2026
  6. Kemenkeu ungkap defisit RAPBN 2026 naik jadi 2,68 persen …, diakses September 22, 2025, https://www.antaranews.com/berita/5118569/kemenkeu-ungkap-defisit-rapbn-2026-naik-jadi-268-persen
  7. Menkeu Purbaya akan monitor pelaksanaan belanja pemerintah ke daerah, diakses September 22, 2025, https://www.antaranews.com/berita/5118333/menkeu-purbaya-akan-monitor-pelaksanaan-belanja-pemerintah-ke-daerah
  8. Gebrakan Menkeu Purbaya Rombak RAPBN 2026 Lebih Ekspansif, Ini Analisis Celios, diakses September 22, 2025, https://www.youtube.com/watch?v=pRass6DBOWU
  9. Ekonom Menilai Postur APBN 2026 Belum Cukup Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi 5,4%, diakses September 22, 2025, https://nasional.kontan.co.id/news/ekonom-menilai-postur-apbn-2026-belum-cukup-dongkrak-pertumbuhan-ekonomi-54
  10. UU No. 7 Tahun 2021 – Peraturan BPK, diakses September 22, 2025, https://peraturan.bpk.go.id/details/185162/uu-no-7-tahun-2021
  11. Tak Ada Kenaikan dan Pungutan Pajak Baru pada 2026 | Direktorat …, diakses September 22, 2025, https://pajak.go.id/id/artikel/tak-ada-kenaikan-dan-pungutan-pajak-baru-pada-2026
  12. Simak! Sederet Peraturan Perpajakan yang Terbit Sepanjang …, diakses September 22, 2025, https://news.ddtc.co.id/berita/nasional/1813339/simak-sederet-peraturan-perpajakan-yang-terbit-sepanjang-agustus-2025
  13. Tarif Pajak Baru Berlaku Mulai Juli 2025, Ini Daftarnya – SoftwarePajak.Net (TaxCalc), diakses September 22, 2025, https://www.softwarepajak.net/news/tarif-pajak-baru-berlaku-mulai-juli-2025-ini-daftarnya/
  14. Dampak Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai 12% Terhadap Tingkat Konsumsi Masyarakat Indonesia – KIME FEB UNNES, diakses September 22, 2025, https://sites.unnes.ac.id/kimefe/2025/01/dampak-kenaikan-pajak-pertambahan-nilai-12-terhadap-tingkat-konsumsi-masyarakat-indonesia/
  15. 2025 PPN Naik 12%, Pakar UNAIR Ulas Dampaknya pada Aktivitas Ekonomi, diakses September 22, 2025, https://unair.ac.id/2025-ppn-naik-12-pakar-unair-ulas-dampaknya-pada-aktivitas-ekonomi/
  16. Purbaya Janji Kendalikan Laju Inflasi – detikFinance, diakses September 22, 2025, https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-8106117/purbaya-janji-kendalikan-laju-inflasi
  17. Bedah Purbaya Effect: Dampak Dana Rp200 T bagi Ekonomi – Jurnalzone.id, diakses September 22, 2025, https://www.jurnalzone.id/bedah-purbaya-effect-dampak-dana-rp200-t-bagi-ekonomi/
  18. Purbaya Yudhi Sadewa Pastikan Suntikan Dana Tak Picu Inflasi – Kupang News, diakses September 22, 2025, https://www.kupangnews.com/ekonomi/416585813/purbaya-yudhi-sadewa-pastikan-suntikan-dana-tak-picu-inflasi
  19. Dana Rp 200 Triliun Digelontorkan ke Bank, Setoran Pajak Bisa Tambah Rp 100 Triliun, diakses September 22, 2025, https://nasional.kontan.co.id/news/dana-rp-200-triliun-digelontorkan-ke-bank-setoran-pajak-bisa-tambah-rp-100-triliun
  20. Purbaya Effect, Reksadana Indeks Cuan hingga 7,7% dalam 3 Hari, Ini Strategi Tepat Investasinya – Bareksa.com, diakses September 22, 2025, https://www.bareksa.com/berita/reksa-dana/2025-09-15/purbaya-effect-reksadana-indeks-cuan-hingga-77-dalam-3-hari-ini-strategi-tepat-investasinya
  21. Dampak Guyuran Rp 200 Triliun Dana Pemerintah ke Bank terhadap Perekonomian, diakses September 22, 2025, https://money.kompas.com/read/2025/09/12/131756126/dampak-guyuran-rp-200-triliun-dana-pemerintah-ke-bank-terhadap-perekonomian?page=all
  22. Rasio Utang Pemerintah Menurun – Indonesia.go.id, diakses September 22, 2025, https://indonesia.go.id/kategori/editorial/8245/rasio-utang-pemerintah-menurun?lang=1
  23. Strategi Pengelolaan Utang – DJPPR – Kementerian Keuangan, diakses September 22, 2025, https://www.djppr.kemenkeu.go.id/strategipengelolaanutang
  24. Kelola Utang Jatuh Tempo 2025, Ini yang Dilakukan Pemerintah – Infobanknews, diakses September 22, 2025, https://infobanknews.com/kelola-utang-jatuh-tempo-2025-ini-yang-dilakukan-pemerintah/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

37 − = 35
Powered by MathCaptcha