Sosok Zulkifli Lubis, seorang figur yang kehadirannya dalam narasi sejarah Indonesia modern kerap diselimuti misteri dan kontroversi. Dikenal secara luas sebagai arsitek dan peletak dasar intelijen pertama Republik Indonesia, Zulkifli Lubis memegang peranan krusial dalam pembentukan Badan Istimewa (BI), Badan Rahasia Negara Indonesia (BRANI), dan lembaga-lembaga intelijen lainnya di masa revolusi fisik. Atas jasa fundamental ini, ia secara luas dijuluki sebagai “Bapak Intelijen Indonesia”.

Namun, citra patriot yang berdedikasi ini berjalin-kelindan dengan rekam jejaknya sebagai tokoh yang menentang pemerintah pusat dan menjadi “gembong” dalam pemberontakan PRRI-Permesta. Perjalanan kariernya ditandai dengan konflik internal yang intens dalam tubuh Angkatan Darat, termasuk rivalitas sengit dengan Jenderal Abdul Haris Nasution, Peristiwa 17 Oktober 1952, dan dugaan keterlibatannya dalam Peristiwa Cikini 1957.

Tulisan ini berargumen bahwa Zulkifli Lubis adalah representasi dari kompleksitas perjuangan Indonesia pasca-kemerdekaan. Ia seorang patriot yang berdedikasi namun juga pemberontak, seorang arsitek negara yang sekaligus menjadi musuh negara, mencerminkan gejolak internal yang lebih besar antara idealisme revolusi dan realitas politik praktis. Tulisan ini akan mengupas perjalanan hidupnya secara kronologis, dari masa pembentukan karakternya hingga akhir hayat, dengan menyoroti titik-titik krusial yang membentuk warisannya. Tinjauan ini akan menggunakan pendekatan analitis untuk mengeksplorasi motivasi, ideologi, dan implikasi dari setiap tindakannya dalam konteks sejarah sosial-politik Indonesia.

Akar dan Formasi Awal (1923-1945)

Zulkifli Lubis dilahirkan di Kutaraja, Kota Banda Aceh, pada 26 Desember 1923. Meskipun lahir di ujung utara Sumatera, Zulkifli Lubis memiliki darah Batak Mandailing dari garis ayah dan ibunya. Ayahnya bernama Aden Lubis, sedangkan ibunya adalah Siti Rewan Nasution, yang memiliki kekerabatan dengan Abdul Haris Nasution. Hubungan kekeluargaan ini, yang seharusnya menjadi ikatan, justru menjadi ironi di kemudian hari karena keduanya dikenal tidak pernah akur, terutama pada dekade 1950-an.

Selama masa kecilnya, Zulkifli Lubis memiliki ciri fisik yang unik, seperti kulit putih, rambut pirang, dan mata biru, yang membuatnya dijuluki “Kifli Bule”. Ia memulai perjalanan pendidikannya di Hollandsch Inlandsche School (HIS) Kutaraja (1930-1937) dan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) Kutaraja (1937-1941). Sejak masa sekolahnya di MULO, Zulkifli Lubis sudah menunjukkan jiwa oposisi yang mendasar, menolak untuk menyanyikan lagu kebangsaan Belanda, “Wilhelmus,” saat upacara. Perilaku ini adalah sinyal awal dari jiwa anti-kemapanan yang akan terus mewarnai karier militernya.

Titik balik penting dalam hidupnya terjadi ketika Jepang memasuki Indonesia. Pendidikannya di Algemeene Middelsbare School (AMS) Yogyakarta terhenti pada kelas dua akibat kedatangan tentara Jepang. Alih-alih melanjutkan pendidikan formal, Zulkifli Lubis mengikuti pelatihan semi-militer di Seinen Kurenso di Yogyakarta selama dua bulan. Bakat dan potensinya terlihat jelas, yang kemudian membuatnya terpilih untuk mengikuti pelatihan di sekolah intelijen Seinen Dojo di Tangerang pada tahun 1943. Di Seinen Dojo, ia bertemu dengan sejumlah tokoh yang kelak menjadi penting dalam sejarah militer Indonesia, termasuk Daan Mogot, Supriyadi, dan Kemal Idris. Zulkifli Lubis dikenal sebagai salah satu siswa terbaik, yang tidak pernah mendapatkan hukuman fisik dari instruktur Jepang karena keprofesionalannya dalam latihan. Setelah lulus, ia melanjutkan pelatihan ke Renseitai di Bogor dan menjadi asisten instruktur pendidikan shodancho (komandan peleton).

Kisah pendidikan Zulkifli Lubis ini mengisyaratkan sebuah pola pembentukan karakter yang krusial. Karakteristik Zulkifli Lubis yang anti-status quo tampaknya terbentuk dari pengalaman pendidikannya yang terpotong oleh kolonialisme Belanda. Ia tidak menyelesaikan pendidikan formal ala Belanda yang cenderung membentuk mentalitas hierarkis dan prosedural. Sebaliknya, ia langsung didoktrinasi dalam sistem militer Jepang yang menekankan militansi, semangat revolusioner, dan perang gerilya. Pola ini membedakannya secara fundamental dari perwira jebolan Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger (KNIL), seperti Abdul Haris Nasution, yang memiliki latar belakang yang berbeda. Perbedaan filosofis ini, antara mentalitas militer revolusioner dan mentalitas militer profesional, menjadi akar dari pergolakan ideologis dalam tubuh TNI Angkatan Darat di kemudian hari. Gejolak yang seringkali disebut sebagai perseteruan pribadi antara Lubis dan Nasution, sesungguhnya adalah manifestasi dari dua aliran pemikiran yang berlawanan dalam merancang masa depan militer Indonesia.

Sang Arsitek: Peletak Dasar Intelijen Republik (1945-1952)

Peran Zulkifli Lubis sebagai arsitek intelijen Indonesia adalah kontribusinya yang paling signifikan dan diakui secara luas. Setelah proklamasi kemerdekaan, ia segera bergerak untuk membentuk lembaga intelijen pertama. Pada Agustus atau September 1945, ia mendirikan Badan Istimewa (BI), sebuah badan intelijen yang melekat pada Badan Keamanan Rakyat (BKR). Setelah Badan Istimewa, Zulkifli Lubis juga merintis Penyelidik Militer Khusus (PMC) yang bertugas untuk mengumpulkan informasi intelijen dan melakukan operasi gerilya di belakang garis pertahanan musuh.

Lembaga intelijen yang dipimpinnya mengalami evolusi pesat seiring dengan dinamika perjuangan revolusi. Pada Mei 1946, ia memimpin Badan Rahasia Negara Indonesia (BRANI), dengan satuan lapangan bernama Field Preparation (FP). Lembaga ini tidak hanya berfokus pada pengumpulan informasi intelijen, tetapi juga bertindak sebagai organ revolusioner yang aktif. Mereka bertanggung jawab untuk melakukan propaganda kontra-Belanda, bahkan sampai pada level menyediakan kertas untuk penerbitan media seperti koran Merdeka. Tanggal 7 Mei 1946, hari pembentukan BRANI, kini diperingati sebagai hari ulang tahun Badan Intelijen Negara (BIN).

Setelah itu, pada April 1947, BRANI dilebur dengan Badan Pertahanan B yang dibentuk oleh Menteri Pertahanan Amir Sjarifuddin, menjadi Bagian V. Zulkifli Lubis menjabat sebagai wakil pimpinan dalam lembaga ini. Perannya tidak terbatas pada level pusat. Pada tahun 1948, ia mengepalai Staf Umum Angkatan Darat (SUAD)-I, merangkap kepala Markas Besar Komando Jawa (MBKD)-I. Setelah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada Desember 1949, situasi politik mulai berubah. Berbagai faksi dan kepentingan politik mulai muncul, yang menyebabkan intelijen-militer mulai terlibat dalam berbagai “petualangan”. Untuk mengatasi kekosongan koordinasi intelijen, Zulkifli Lubis kembali merestrukturisasi intelijen pada awal tahun 1952 dengan membentuk Intelijen Kementerian Pertahanan (IKP), yang kemudian dilanjutkan dengan pendirian Biro Informasi Staf Angkatan Perang (BISAP). BISAP secara khusus bertugas menyiapkan informasi strategis untuk Menteri Pertahanan dan Kepala Staf Angkatan Perang (KSAP) saat itu, T.B. Simatupang.

Zulkifli Lubis dikenal menanamkan prinsip-prinsip intelijen yang kuat kepada para kadernya. Menurutnya, seorang intelijen harus memiliki security minded dan bekerja tanpa pamrih. Ia meyakini bahwa intelijen tidak boleh menuntut pengakuan, pangkat, atau dimakamkan di makam pahlawan seperti tentara reguler, melainkan harus memiliki dedikasi yang total dan mutlak. Pandangan ini menunjukkan bahwa bagi Zulkifli Lubis, intelijen tidak hanya dilihat sebagai alat teknis negara, tetapi sebagai pilar revolusi yang berdiri di garis depan perjuangan.

Evolusi lembaga intelijen di bawah kepemimpinan Zulkifli Lubis mencerminkan pandangannya yang unik terhadap intelijen. Lembaga-lembaga yang ia bangun, seperti BRANI, tidak hanya berfungsi sebagai pengumpul informasi, tetapi juga sebagai organ revolusioner yang aktif. Mereka melakukan propaganda kontra-Belanda dan bahkan menyediakan logistik seperti kertas untuk koran, membuktikan Indonesia masih eksis. Namun, ketika revolusi berakhir pada tahun 1949, fungsi-fungsi revolusioner ini kehilangan musuh bersama. Idealismenya berbenturan dengan realitas politik yang semakin korup dan terpolitisasi, mendorong kelompok intelijen-militer untuk “bermain dalam pelbagai petualangan” dan pada akhirnya mendorong Zulkifli Lubis sendiri ke jalur oposisi.

Berikut adalah tabel yang merangkum evolusi lembaga intelijen yang dipimpin oleh Zulkifli Lubis pada masa awal kemerdekaan.

Nama Lembaga Singkatan Periode Pemimpin Catatan Kunci
Badan Istimewa BI 1945 Zulkifli Lubis Menempel pada Badan Keamanan Rakyat (BKR), cikal bakal intelijen Indonesia.
Badan Rahasia Negara Indonesia BRANI 1946 Zulkifli Lubis Satuan lapangan bernama Field Preperation (FP). Berperan dalam propaganda dan logistik.
Bagian V KP V 1947 Wakil (di bawah Menteri Pertahanan) Peleburan BRANI dengan Badan Pertahanan B.
Penyelidik Militer Khusus PMC 1945 Zulkifli Lubis Unit khusus untuk operasi gerilya di belakang garis musuh.
Intelijen Kementerian Pertahanan IKP 1952 Zulkifli Lubis Dibentuk untuk mengatasi krisis koordinasi intelijen setelah 1949.
Biro Informasi Staf Angkatan Perang BISAP 1952 Zulkifli Lubis Bertugas menyiapkan informasi strategis untuk Menteri Pertahanan dan Kepala Staf Angkatan Perang.

Di Pusaran Badai: Pergolakan Internal Angkatan Darat (1952-1956)

Setelah pengakuan kedaulatan, Zulkifli Lubis menjadi tokoh sentral dalam berbagai pergolakan internal yang melanda Angkatan Darat. Pergolakan ini berakar dari pertentangan ideologis antara faksi militer yang pro-rasionalisasi (ingin membentuk TNI menjadi tentara profesional, diwakili oleh A.H. Nasution dan T.B. Simatupang) dengan faksi eks-PETA (yang cenderung mempertahankan mentalitas gerilya, diwakili oleh Bambang Supeno dan Zulkifli Lubis). Perbedaan pandangan ini bukan semata-mata soal kepribadian, melainkan cerminan dari dua aliran pemikiran yang berbenturan tentang masa depan militer Indonesia.

Puncak dari pertentangan ini adalah Peristiwa 17 Oktober 1952, di mana Angkatan Darat menggerakkan massa dan artileri untuk mengepung Istana Kepresidenan, menuntut pembubaran parlemen. Zulkifli Lubis disebut sebagai pemimpin “Gerakan Anti 17 Oktober 1952” dan sempat menghubungi ajudan Presiden Soekarno untuk memperingatkan tentang pengerahan massa tersebut. Meskipun ia menentang cara-cara yang digunakan para panglima pro-rasionalisasi, ia melihatnya sebagai momen kritis yang dapat menyebabkan kudeta. Namun, demonstrasi tetap terjadi, dan tindakan ini menandai titik balik di mana militer mulai secara terbuka terlibat dalam politik praktis.

Konflik yang paling dikenal adalah rivalitasnya dengan Abdul Haris Nasution, yang digambarkan sebagai “seteru saudara sepupu”. Pertentangan keduanya dimulai sejak Agresi Militer Belanda II pada 1948, ketika Zulkifli Lubis merasa bahwa Nasution, sebagai Panglima Komando Jawa, mengabaikan informasi intelijen darinya tentang kemungkinan serangan Belanda ke Yogyakarta. Perbedaan latar belakang pendidikan, yakni PETA bagi Lubis dan KNIL bagi Nasution, juga menjadi salah satu penyebab utama ketidakcocokan mereka.

Rivalitas ini memuncak dalam dua peristiwa penting:

  1. Konflik dengan Bambang Utoyo: Pada tahun 1955, Zulkifli Lubis memimpin pemboikotan terhadap pelantikan Kolonel Bambang Utoyo sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Peristiwa ini dikenal sebagai “Peristiwa 27 Juni” dan berdampak pada jatuhnya Kabinet Ali Sastroamijoyo.
  2. Peristiwa Lubis: Pada tahun 1956, saat menjabat sebagai Wakil KSAD, Zulkifli Lubis memerintahkan penangkapan terhadap Menteri Luar Negeri Roeslan Abdulgani atas tuduhan korupsi. Namun, Perdana Menteri Ali Sastroamijoyo dan KSAD A.H. Nasution campur tangan untuk membatalkan penangkapan tersebut. Tindakan ini membuat Zulkifli Lubis marah dan mengecam kedua pejabat tersebut, yang oleh Nasution dinamakan sebagai  Peristiwa Lubis.

Pergolakan ini menunjukkan dualisme ideologi dan struktural yang ada di tubuh TNI. Faksi PETA, yang diwakili oleh Zulkifli Lubis, memandang diri mereka sebagai “pendukung dan pembela kemerdekaan” yang tidak sepenuhnya harus tunduk pada pemerintah sipil yang mereka anggap korup atau tidak efektif. Mereka menentang upaya restrukturisasi yang dipandang pro-Barat dan pro-KNIL. Sebaliknya, Nasution mewakili faksi yang ingin menjadikan TNI sebagai angkatan perang modern yang terorganisir di bawah kendali sipil. Pertentangan ini bukan hanya soal perebutan kekuasaan, melainkan sebuah pergumulan untuk mendefinisikan peran dan identitas militer dalam sebuah negara yang baru merdeka.

Jalan Pemberontakan dan Kontroversi (1957-1961)

Karier Zulkifli Lubis memasuki babak baru yang penuh kontroversi setelah ia meletakkan jabatannya sebagai penjabat KSAD pada tahun 1956. Ia dituding terlibat dalam dua peristiwa besar yang menguji stabilitas negara: Peristiwa Cikini dan pemberontakan PRRI.

Pada 30 November 1957, terjadi Peristiwa Cikini, sebuah percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno menggunakan granat di Perguruan Cikini. Tujuh orang tewas dan banyak lainnya luka-luka, meskipun Soekarno dan kedua anaknya, Guntur dan Megawati, selamat. Zulkifli Lubis dituding sebagai “otak” di balik tragedi berdarah ini.

Meskipun demikian, tuduhan ini tidak pernah terbukti secara hukum. Para pelaku yang ditangkap dan diadili—Jusuf Ismail, Sa’idon bin Muhammad, Tasrif bin Husein, dan Moh Tasin bin Abubakar—dinyatakan sebagai anggota Darul Islam/Negara Islam Indonesia (DI/TII). Salah satu terdakwa memang sempat menyebutkan nama Zulkifli Lubis sebagai dalang, tetapi pengakuan ini diragukan oleh berbagai kalangan, dan pada akhirnya Jusuf Ismail mengaku memimpin pelemparan granat tersebut. Zulkifli Lubis sendiri membantah keras keterlibatannya, menyatakan bahwa ia dikambinghitamkan oleh lawan-lawan politiknya. Ia juga tidak pernah menjalani persidangan untuk membuktikan tuduhan tersebut, karena pemerintah menyatakan “masalah itu sudah selesai”. Dengan statusnya sebagai buronan setelah upaya kudeta tahun 1956, Zulkifli Lubis memilih melarikan diri ke Sumatera sebelum penangkapan dilakukan.

Sebagai buronan, ia bergabung dengan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) pada awal tahun 1958. Gerakan ini didukung oleh sejumlah panglima militer di Sumatera seperti Ahmad Husein, Simbolon, dan Ventje Sumual, serta para politisi dari Masyumi dan PSI. Dalam gerakan ini, Zulkifli Lubis berperan sebagai koordinator militer. Keterlibatannya adalah puncak dari ketidakpuasannya terhadap pemerintah pusat dan rivalitasnya yang tak kunjung usai dengan A.H. Nasution.

Peristiwa Cikini dan PRRI menunjukkan bagaimana dunia intelijen yang dibangun oleh Zulkifli Lubis, yang seharusnya menjadi tulang punggung negara, justru menjadi medan pertempuran politik dan perang klandestin. Tuduhan yang tidak terbukti terkait Peristiwa Cikini secara strategis memojokkan Zulkifli Lubis, menjadikannya buronan yang tidak memiliki pilihan lain selain bergabung dengan oposisi bersenjata. Hal ini membuktikan betapa kuatnya narasi politik dapat digunakan untuk mengisolasi dan menyingkirkan lawan. Kasus ini juga menyoroti bagaimana perselisihan pribadi dan faksional dalam tubuh militer dapat berkembang menjadi pergolakan nasional yang serius. Keterlibatan Zulkifli Lubis dalam PRRI-Permesta, yang bahkan didukung oleh intelijen Amerika Serikat (CIA), menegaskan bahwa pertarungan yang ia hadapi bukan lagi sebatas persoalan internal TNI, melainkan bagian dari permainan geopolitik yang lebih luas.

Pascabadai: Pengasingan, Kebebasan, dan Warisan (1961-1993)

Setelah kekalahan PRRI, Zulkifli Lubis menyerah kepada pemerintah pada tahun 1961. Ia dipindahkan ke Cipayung, Jakarta, untuk menjalani “karantina politik indoktrinasi Manipol-USDEK” dan kemudian mendekam di Rumah Tahanan Militer Budi Utomo, Jakarta, pada tahun 1964.

Ia dibebaskan pada tahun 1966, di awal pemerintahan Orde Baru. Setelah bebas, ia menolak tawaran untuk kembali ke dunia militer dan intelijen, meskipun sempat berkiprah kembali dalam intelijen pada masa awal Orde Baru. Ia memilih beralih profesi menjadi pengusaha, mendirikan perusahaan PT Riau Timas pada tahun 1970, serta lembaga penelitian dan pengembangan bernama Reda. Di masa tuanya, ia tampil bersahaja dengan rambut putih dan janggut yang tidak dicukur, dikenal sebagai sosok yang berwibawa dan rendah hati. Meskipun sempat kecewa dengan pemerintahan Soeharto yang dinilai tidak demokratis, ia tetap menjaga integritasnya.

Terlepas dari rekam jejaknya yang kontroversial dan keterlibatannya dalam pemberontakan, Zulkifli Lubis secara luas diakui sebagai “Bapak Intelijen Indonesia”. Tanggal 7 Mei 1946, yang merupakan hari pembentukan Badan Rahasia Negara Indonesia (BRANI) olehnya, secara resmi ditetapkan sebagai hari ulang tahun Badan Intelijen Negara (BIN) dan dirayakan setiap tahunnya. Zulkifli Lubis wafat di Jakarta pada 23 Juni 1993, di usianya yang ke-69 tahun. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Dredet, Bogor, secara militer. Pemakaman di makam pahlawan ini menegaskan bahwa jasa-jasanya sebagai peletak fondasi intelijen di masa revolusi tetap diakui oleh negara, terlepas dari segala kontroversi dan perannya sebagai pemberontak.

Penguburan Zulkifli Lubis di TMP Dredet, sebuah makam yang diperuntukkan bagi pahlawan, adalah sebuah keputusan yang memiliki makna historis mendalam. Hal ini menunjukkan sebuah rekonsiliasi sejarah, di mana negara pada akhirnya memilih untuk mengakui dan menghormati kontribusi fundamentalnya dalam pembentukan institusi negara, di atas perselisihan politik dan faksional yang pernah terjadi. Warisannya sebagai seorang arsitek intelijen terbukti tidak terhapus oleh manuver politiknya di kemudian hari. Keputusan ini secara tidak langsung menegaskan bahwa kontribusi fungsional dan keahlian spesifik dalam mendirikan lembaga-lembaga vital dianggap lebih penting daripada perselisihan personal dan politik yang bersifat temporal. Julukan “Bapak Intelijen Indonesia” bukan sekadar label, melainkan narasi resmi yang diakui oleh negara, menguatkan posisinya sebagai tokoh sentral dalam sejarah intelijen Indonesia.

Untuk mempermudah pemahaman kronologi kehidupan Zulkifli Lubis, berikut adalah linimasa peristiwa penting yang ia alami:

Tahun Peristiwa Penting
1923 Lahir di Kutaraja, Banda Aceh.
1930-1941 Menempuh pendidikan di HIS dan MULO di Aceh.
1942 Berhenti sekolah di AMS Yogyakarta karena kedatangan Jepang dan masuk pelatihan Seinen Kurenso.
1943 Mengikuti pelatihan di sekolah intelijen Seinen Dojo di Tangerang.
1945 Mendirikan Badan Istimewa (BI) dan Penyelidik Militer Khusus (PMC).
1946 Memimpin Badan Rahasia Negara Indonesia (BRANI). Tanggal 7 Mei kini menjadi HUT BIN.
1947 Menjadi wakil Bagian V di bawah Menteri Pertahanan Amir Sjarifuddin.
1948 Dikecewakan oleh A.H. Nasution yang mengabaikan informasi intelijennya terkait Agresi Militer Belanda II.
1952 Membentuk Intelijen Kementerian Pertahanan (IKP) dan Biro Informasi Staf Angkatan Perang (BISAP). Menjadi pemimpin Gerakan Anti 17 Oktober 1952.
1955 Memimpin pemboikotan pelantikan KSAD Bambang Utoyo, menyebabkan jatuhnya kabinet.
1956 Meletakkan jabatan setelah ‘Peristiwa Lubis’ (upaya penangkapan Roeslan Abdulgani).
1957 Dituding sebagai dalang Peristiwa Cikini, melarikan diri ke Sumatera.
1958 Bergabung dengan pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) sebagai koordinator militer.
1961 Menyerah dan dipindahkan ke karantina politik di Cipayung.
1964 Mendekam di Rumah Tahanan Militer Budi Utomo.
1966 Dibebaskan dari tahanan dan menolak kembali ke militer.
1967 Mendirikan lembaga research and development Reda.
1970 Mendirikan perusahaan PT Riau Timas.
1993 Wafat pada 23 Juni di Jakarta dan dimakamkan di TMP Dredet, Bogor.

Kesimpulan:

Zulkifli Lubis tidak bisa dipandang hanya dari satu sisi. Ia adalah potret seorang patriot yang idealis namun tersesat dalam pusaran politik pasca-revolusi. Pembentukan karakternya dipengaruhi secara mendalam oleh didikan militer Jepang, yang membekalinya dengan keahlian teknis intelijen dan mentalitas anti-kemapanan. Mentalitas ini menjadi kekuatan pendorong di balik keberaniannya merintis lembaga-lembaga intelijen pertama yang menjadi tulang punggung perjuangan kemerdekaan.

Namun, semangat revolusioner yang sama pula yang menjadi penyebab utama gesekannya dengan faksi militer yang lebih profesionalis, seperti yang dipimpin oleh A.H. Nasution. Perselisihan mereka, yang berawal dari perbedaan pandangan dalam menghadapi musuh bersama, terus berkembang menjadi konflik pribadi dan politik yang semakin memanas. Pada akhirnya, ketidakpuasan Zulkifli Lubis terhadap pemerintah yang dinilai korup dan faksional, ditambah dengan tuduhan-tuduhan politik yang memojokkannya, mendorongnya ke jalan pemberontakan.

Meskipun demikian, warisannya terbukti tidak terhapus oleh kontroversi. Penguburannya di Taman Makam Pahlawan adalah sebuah pengakuan penting dari negara, yang menunjukkan bahwa kontribusi fundamentalnya dalam meletakkan fondasi institusi intelijen dianggap lebih besar dan lebih abadi daripada perselisihan politik yang pernah ia jalani. Kehidupan Zulkifli Lubis adalah sebuah cerminan sejarah Indonesia di masa awal kemerdekaan, yang menunjukkan bahwa perjuangan tidak berakhir dengan proklamasi, tetapi berlanjut dalam konflik internal yang tak kalah sengit untuk mendefinisikan identitas, struktur, dan arah bangsa. Ia adalah sosok yang kompleks dan berharga, yang mengajarkan bahwa sejarah seringkali merupakan narasi tentang paradoks—seorang arsitek negara yang juga menjadi musuh negara, namun pada akhirnya dikenang atas jasa-jasanya yang tak tergantikan.

 

Daftar Pustaka :

  1. Zulkifli Lubis Layak Digelari Bapak Intelijen Indonesia – Tirto.id, diakses September 24, 2025, https://tirto.id/zulkifli-lubis-layak-digelari-bapak-intelijen-indonesia-c5M5
  2. Momentum Zulkifli Lubis – Historia.ID, diakses September 24, 2025, https://www.historia.id/article/momentum-zulkifli-lubis
  3. Zulkifli Lubis Rahimahullahu Merupakan Sosok Yang Pertama Menjabat Kepala Intelejen di Indonesia – TransNusantara.co.id, diakses September 24, 2025, https://transnusantara.co.id/2022/07/08/zulkifli-lubis-rahimahullahu-merupakan-sosok-yang-pertama-menjabat-kepala-intelejen-di-indonesia/
  4. Kisah Zulkifli Lubis, Peletak Dasar Intelijen Indonesia yang Memberontak | kumparan.com, diakses September 24, 2025, https://m.kumparan.com/potongan-nostalgia/kisah-zulkifli-lubis-peletak-dasar-intelijen-indonesia-yang-memberontak-1tlKhzAR9dV
  5. Sepak Terjang Spion Melayu – Historia.ID, diakses September 24, 2025, https://www.historia.id/article/sepak-terjang-spion-melayu-vg84k
  6. Kisah Zulkifli Lubis, Bapak Intelijen Indonesia Dituding Terlibat Peristiwa Cikini yang Meneror Soekarno | News+ on RCTI+, diakses September 24, 2025, https://www.rctiplus.com/news/detail/infografis/4605438/kisah-zulkifli-lubis-bapak-intelijen-indonesia-dituding-terlibat-peristiwa-cikini-yang-meneror-soekarno
  7. Nekat! Kolonel Pentolan Intelijen Ini Berani Lawan Sepupunya yang Berpangkat Jenderal | Halaman 2 – SINDOnews.com, diakses September 24, 2025, https://nasional.sindonews.com/read/651529/14/nekat-kolonel-pentolan-intelijen-ini-berani-lawan-sepupunya-yang-berpangkat-jenderal-1641661272/15
  8. Zulkifli Lubis Komandan Intelijen Pertama – Biar sejarah yang bicara, diakses September 24, 2025, https://serbasejarah.wordpress.com/2010/04/16/zulkifli-lubis-komandan-intelijen-pertama/
  9. Sang Peletak Dasar Intelijen Indonesia Dan Sejarah Badan Intelijen …, diakses September 24, 2025, https://intinews.co.id/sang-peletak-dasar-intelijen-indonesia-dan-sejarah-badan-intelijen-di-indonesia/
  10. Zulkifli Lubis Komandan Intelijen Pertama … – Laman 2 – Biar sejarah yang bicara, diakses September 24, 2025, https://serbasejarah.wordpress.com/2010/04/16/zulkifli-lubis-komandan-intelijen-pertama/2/
  11. KOMANDAN INTELIJEN PERTAMA … – 1989-07-29 – DATA TEMPO, diakses September 24, 2025, https://data.tempo.co/MajalahTeks/detail/ARM2018061223652/komandan-intelijen-pertama
  12. Sejarah Intelijen Indonesia, diakses September 24, 2025, https://serbasejarah.wordpress.com/tag/sejarah-intelijen-indonesia/
  13. Ketika Moncong Meriam Menodong Istana – Historia.ID, diakses September 24, 2025, https://www.historia.id/article/moncong-meriam-menodong-istana-vxy4p
  14. Kolonel Misterius Di Balik Pergolakan TNI AD: Komandan Intelijen Pertama Indonesia Zulkifli Lubis, diakses September 24, 2025, https://www.perpustakaankarmelindo.org/index.php?p=show_detail&id=196085&keywords=
  15. Profil Zulkifli Lubis – Tirto.id, diakses September 24, 2025, https://tirto.id/tokoh/zulkifli-lubis-cp
  16. Seteru Saudara Sepupu – Historia.ID, diakses September 24, 2025, https://www.historia.id/article/seteru-saudara-sepupu
  17. Zulkifli dan Penggranatan Cikini, diakses September 24, 2025, https://news.detik.com/x/detail/intermeso/20160913/Zulkifli-dan-Penggranatan-Cikini/
  18. 4 Fakta Menarik Zulkifli Lubis, Kolonel Intelijen Pertama Indonesia – SINDOnews.com, diakses September 24, 2025, https://nasional.sindonews.com/read/1138461/14/4-fakta-menarik-zulkifli-lubis-kolonel-intelijen-pertama-indonesia-1687828004
  19. Melawan Lupa (159) , “Kolonel TNI. Zulkifli Lubis, Bapak Intelejen Indonesia yang bisa ngobrol dikamar tidur dengan Bung Karno” – KORAN JOKOWI, diakses September 24, 2025, https://koranjokowi.com/2023/05/09/melawan-lupa-159-kolonel-tni-zulkifli-lubis-bapak-intelejen-indonesia-yang-bisa-ngobrol-dikamar-tidur-dengan-bung-karno/
  20. Zulkifli Lubis Komandan Intelijen Pertama … – Laman 3 – Biar sejarah yang bicara, diakses September 24, 2025, https://serbasejarah.wordpress.com/2010/04/16/zulkifli-lubis-komandan-intelijen-pertama/3/
  21. Nasution dan Lubis Akur, Gatot Subroto Senang – Historia.ID, diakses September 24, 2025, https://www.historia.id/article/nasution-dan-lubis-akur-gatot-subroto-senang-pg8oy
  22. PERISTIWA 27 JUNI 1955: Kajian Tentang Hubungan Sipil dan Militer Pada Masa Demokrasi Liberal (1950-1959) – UPI Repository, diakses September 24, 2025, http://repository.upi.edu/4124/
  23. Nekat! Kolonel Pentolan Intelijen Ini Berani Lawan Sepupunya yang Berpangkat Jenderal, diakses September 24, 2025, https://nasional.sindonews.com/read/651529/14/nekat-kolonel-pentolan-intelijen-ini-berani-lawan-sepupunya-yang-berpangkat-jenderal-1641661272?showpage=all
  24. Kolonel Zulkifli Lubis – socio-politica, diakses September 24, 2025, https://socio-politica.com/tag/kolonel-zulkifli-lubis/
  25. Tragedi Cikini 1957, Upaya Pembunuhan Soekarno – Kompas.com, diakses September 24, 2025, https://www.kompas.com/stori/read/2021/08/27/100000879/tragedi-cikini-1957-upaya-pembunuhan-soekarno?page=all
  26. Empat Sekawan dalam Penggranatan – Historia.ID, diakses September 24, 2025, https://www.historia.id/article/empat-sekawan-dalam-penggranatan

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

17 − = 11
Powered by MathCaptcha