Tulisan ini menyajikan tinjauan ahli mengenai proses akulturasi dan warisan budaya peradaban Arab (Moorish) di Semenanjung Iberia, yang dikenal sebagai Al-Andalus, mulai dari masa penaklukan pada 711 M hingga berakhirnya kekuasaan Muslim pada 1492 M. Akulturasi ini menghasilkan sintesis budaya yang unik, meninggalkan jejak mendalam dan abadi dalam arsitektur, musik, sains, ekonomi, dan bahasa Spanyol modern.
Konteks Historis Dan Mekanisme Akulturasi Awal (711–929 M)
Definisi dan Batasan Historis Al-Andalus
Al-Andalus (Arab: الأندلس al-andalus) adalah sebutan historis untuk wilayah Semenanjung Iberia (meliputi Spanyol dan Portugal modern) yang berada di bawah kekuasaan Muslim, atau orang Moor, selama periode antara 711 M dan 1492 M. Meskipun sering dikaitkan dengan wilayah administratif modern Andalusia di Spanyol, penggunaan historisnya mencakup wilayah yang lebih luas.
Masa kekuasaan Islam di Iberia dimulai dengan Pertempuran Guadalete pada tahun 711 M, ketika pasukan Umayyah di bawah pimpinan Tariq bin Ziyad mengalahkan kaum Visigoth. Sejarah politik Al-Andalus dibagi menjadi beberapa fase penting:
- Periode Pertama (711–750 M): Wilayah ini awalnya menjadi provinsi Kekhalifahan Umayyah di Damaskus. Masa ini, yang ditandai dengan peletakan dasar dan invasi, sangat minim pembangunan peradaban dan kebudayaan karena seringnya konflik internal dan gangguan dari sisa-sisa musuh Islam di pegunungan.
- Masa Keamiran (750–929 M): Setelah jatuhnya Umayyah di Timur Tengah, Abdurrahman al-Dakhil mendirikan dinasti Umayyah di Andalusia, memulai masa keamiran.
- Masa Kekhalifahan (929–1031 M): Periode ini, terutama di bawah Khalifah Abdurrahman III, menandai puncak stabilitas dan kemajuan intelektual di Córdoba.
- Masa Kerajaan Taifa (1031–1492 M): Fragmentasi politik menjadi kerajaan-kerajaan kecil yang bersaing.
Struktur Masyarakat Multi-Kutub
Masyarakat Al-Andalus adalah masyarakat multikultural yang kompleks, terdiri dari tiga kelompok utama berdasarkan agama: Muslim, Kristen, dan Yahudi. Meskipun perlakuan terhadap non-Muslim di Al-Andalus masih menjadi bahan perdebatan sejarah, terdapat bukti koeksistensi yang memungkinkan terjadinya pertukaran budaya yang intens. Orang Yahudi, misalnya, seringkali memegang peran krusial dalam masyarakat, seperti pedagang, pemungut pajak, dokter, atau duta besar, menunjukkan adanya mobilitas sosial dan utilitas budaya.
Stabilitas yang dicapai pada masa Kekhalifahan, khususnya di bawah Abdurrahman III (912–961 M), memungkinkan akumulasi sumber daya dan pengetahuan yang luar biasa; kota Córdoba memiliki 700 masjid, 60.000 istana, dan 70 perpustakaan, dengan satu perpustakaan terbesar menampung hingga 500.000 naskah. Abdurrahman III secara strategis menggunakan kemajuan intelektual ini sebagai alat politik untuk menyaingi Kekhalifahan Abbasiyah di Timur Tengah.
Yang menarik, perpecahan politik yang terjadi setelah kekhalifahan runtuh dan memasuki masa Muluk ath-Thawa’if (Kerajaan Taifa) pada abad ke-11 tidak serta merta menyebabkan kemunduran peradaban. Sebaliknya, persaingan sengit antara penguasa Taifa di Málaga, Toledo, Sevilla, dan Granada untuk menyaingi kemegahan Córdoba justru mendorong desentralisasi intelektual dan penciptaan pusat-pusat peradaban baru yang seringkali lebih maju secara spesifik. Fenomena ini menunjukkan bahwa dorongan untuk kemajuan budaya di Al-Andalus sangat kuat, bahkan mampu memanfaatkan fragmentasi politik sebagai katalisator untuk proliferasi artistik dan ilmiah.
Arsitektur Moorish Klasik: Sintesis Estetika Islam Barat
Asal Usul dan Sumber Pengaruh
Arsitektur Moorish adalah gaya spesifik dalam arsitektur Islam yang berkembang di dunia Islam bagian barat, mencakup Al-Andalus dan Maghreb (Maroko, Aljazair, Tunisia). Perkembangan gaya ini merupakan hasil sintesis luar biasa dari berbagai tradisi :
- Pengaruh Pra-Islam: Elemen arsitektur Romawi, Bizantium, dan Visigoth.
- Arus Islam Timur: Pengaruh dari Timur Tengah.
- Tradisi Lokal: Kontribusi tradisi Berber Afrika Utara.
Iklim intelektual multikultural di Al-Andalus, yang dihuni oleh orang Arab, Berber, dan Yahudi Sephardic, menyediakan lahan subur bagi inovasi arsitektur ini.
Ciri Khas Estetika Moorish
Arsitektur Moorish memiliki ciri khas yang mudah dikenali dan membedakannya dari gaya arsitektur Islam di Timur:
- Lengkungan: Penggunaan lengkungan tapal kuda (horseshoe arch) dan lengkungan berbilah yang menjadi elemen struktural dan dekoratif utama.
- Struktur Kuboid: Penggunaan menara persegi (kuboid), berbeda dengan menara silinder di Timur.
- Fokus Interior: Gaya ini cenderung fokus pada kemewahan dan kerumitan dekorasi di bagian interior bangunan daripada eksteriornya.
- Seni Dekoratif: Dekorasi permukaan yang rumit menjadi ciri khas, terutama melalui motif geometris, arabesque (motif tumbuhan floral), dan kaligrafi Arab, yang diwujudkan dalam plesteran, kayu, dan ubin zellij.
Pemanfaatan pola geometris dan vegetal yang sangat rumit ini terkait erat dengan prinsip-prinsip teologis Islam. Keengganan tradisi Islam untuk menggambarkan figur manusia secara luas mendorong seniman Moorish untuk mengalihkan fokus dan energi kreatif mereka ke pola non-figural. Hal ini mengakibatkan pengembangan komposisi geometris dan floral yang mencapai tingkat kerumitan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pola-pola alami ini tidak hanya berfungsi sebagai ornamen tetapi juga terinspirasi oleh deskripsi Al-Qur’an tentang keindahan surga. Oleh karena itu, arsitektur Moorish, khususnya desain interior dan taman, sering kali berfungsi sebagai representasi fisik dari konsep surga (Jannah), yang paling nyata terlihat dalam kompleks istana Alhambra.
Studi Kasus Monumen Kunci
Dua mahakarya utama arsitektur Moorish di Spanyol adalah:
- Masjid Agung Córdoba (Mezquita): Dianggap sebagai monumen pendiri dan simbol keagamaan utama Kekhalifahan Córdoba. Masjid ini menjadi cetak biru, memberikan pengaruh besar pada perkembangan arsitektur selanjutnya di seluruh Al-Andalus dan Maghreb.
- Alhambra di Granada: Merupakan kesaksian terakhir dan puncak arsitektur Nasrid (abad ke-14). Alhambra terkenal karena kemewahan dekorasinya, termasuk penggunaan kubah muqarnas (struktur stalaktit) yang paling rumit dan canggih dalam sejarah arsitektur Islam.
Salah satu inovasi terbesar peradaban Moorish adalah sistem hidrologi yang canggih. Melalui kanal dan kolam, air dialirkan dari pegunungan ke kota-kota dan istana, memungkinkan pembangunan taman riad yang subur dan indah, seperti yang ada di Alhambra. Taman-taman ini berfungsi ganda, sebagai tempat rekreasi sekaligus representasi ideal surga dalam kepercayaan Islam.
Jembatan Budaya: Fenomena Seni Mudéjar
Definisi dan Konteks Pascakonsolidasi
Akulturasi budaya Arab tidak berhenti dengan berakhirnya kekuasaan politik Muslim (711–1492 M). Setelah proses Reconquista (penaklukkan ulang) oleh kerajaan-kerajaan Kristen, muncul gaya seni yang dikenal sebagai Mudéjar (atau Mudejarismo). Istilah Mudéjar merujuk pada Muslim yang diizinkan untuk tinggal di wilayah Kristen yang baru ditaklukkan.
Seni Mudéjar adalah gaya hibrida unik yang berkembang di Spanyol dan Portugal dari abad ke-12 hingga ke-16 M. Gaya ini dicirikan oleh penggunaan teknik dan elemen dekoratif Islami—yang diterapkan oleh para seniman dan pembangun Muslim yang masih hidup di wilayah tersebut—pada bangunan yang dipesan oleh penguasa atau lembaga Kristen dan Yahudi. Keberadaan dan popularitas Seni Mudéjar membuktikan bahwa keterampilan dan estetika Moorish memiliki daya tarik dan kualitas teknis yang superior, sehingga akulturasi budaya terus berlanjut melampaui batas-batas politik dan agama.
Ciri Khas Mudéjar
Seni Mudéjar memadukan struktur dasar Gothik atau Romawi dengan dekorasi Moorish:
- Dekorasi Geometris: Penggunaan dekorasi girih (tali geometris) dan azulejo (ubin keramik berwarna-warni).
- Elemen Struktural: Penerapan lengkungan tapal kuda dan alfiz (bingkai persegi yang mengelilingi lengkungan), ciri khas Moorish, pada gereja dan istana Kristen.
- Artesonado: Pengembangan langit-langit kayu yang rumit dan berpola geometris.
Adopsi gaya Mudéjar oleh penguasa Kristen didasarkan pada utilitas ekonomi dan keunggulan artistik. Para penguasa Kristen secara pragmatis menyerap gaya Moorish karena ia merupakan simbol kecanggihan, kemewahan, dan efisiensi konstruksi, serta merupakan keahlian teknis terbaik yang tersedia secara lokal melalui pengrajin Mudejar yang terampil. Ini menjadikan Mudéjar sebagai bukti fisik paling kuat dari warisan budaya yang bertahan dan berasimilasi secara sengaja oleh peradaban penakluk, menunjukkan keabadian keahlian Moorish.
Tabel I: Perbandingan Arsitektur Moorish Klasik dan Seni Mudéjar
Ciri Khas | Arsitektur Moorish (Al-Andalus Klasik) | Seni Mudéjar (Pascakonquista) |
Periode Dominan | Abad ke-8 hingga ke-13 M | Abad ke-12 hingga ke-16 M |
Pusat Kunci | Córdoba, Granada | Toledo, Sevilla, Aragon |
Lengkungan Khas | Lengkungan Tapal Kuda, Lengkungan Berbilah | Lengkungan Tapal Kuda, Lengkungan dalam Bingkai Alfiz |
Material/Teknik | Bata, Plesteran, Zellij, Muqarnas | Bata, Plesteran, Azulejo, Artesonado (langit-langit kayu) |
Fungsi Bangunan Utama | Masjid, Istana (Alhambra), Hammam | Gereja (Iglesias), Sinagoga, Istana Kristen (Alcázar Sevilla) |
Harmoni Al-Andalus: Warisan Musik Arab Dan Kelahiran Flamenco
Musik Andalusi Klasik dan Fondasi Teoritis
Musik Andalusi klasik (atau musik Arab-Andalusian) adalah genre yang lahir di Al-Andalus dan kemudian menyebar serta memengaruhi banyak gaya di Maghreb. Genre ini diduga lahir di Emirat Córdoba pada abad ke-9, dipelopori oleh Ziryâb (w. 857 M), seorang musisi istana yang berasal dari Irak. Kemudian, Ibn Bajjah (w. 1139 M) mengembangkan gaya ini lebih lanjut dengan menggabungkannya dengan pendekatan Barat, menyebarkannya ke seluruh Iberia.
Musik vokal Andalusi terbagi dalam empat bentuk lirik, di antaranya yang paling populer adalah muwashshaḥ dan zajal. Bentuk-bentuk lirik Arab ini, yang menampilkan puisi liris dan irama yang kompleks, menjadi blok bangunan dasar yang dipinjam oleh seni musik Iberia selanjutnya.
Transfer Instrumen dan Teknologi Musik
Muslim Iberia adalah pusat manufaktur instrumen musik yang penting pada abad ke-10, yang kemudian menyebar ke Provence, memengaruhi troubadour Prancis, dan akhirnya mencapai seluruh Eropa. Transfer teknologi ini dibuktikan secara linguistik: banyak instrumen Eropa yang namanya berasal dari bahasa Arab, menunjukkan adopsi instrumen dan teknik.
Tabel II: Etimologi Instrumen Musik: Transfer Kultural Arab-Spanyol
Nama Spanyol Modern/Medieval | Asal Arab (Al-Andalus) | Jenis Instrumen |
Laúd | Al-‘Ud | Lute (Kecapi) |
Guitarra | Qitarah | Zither/Gitar |
Rabel | Rabab | Rebec (Biola Senar) |
Añafil | Al-Nafir | Terompet Moor |
Adufe | Al-Duff | Rebana (Tambourine) |
Nácara | Naqqarah | Cavalry Drum |
Akar Arab dalam Flamenco
Flamenco, yang lahir dan berkembang di Andalusia selatan, adalah hasil akulturasi budaya yang paling jelas dan dinamis. Ia lahir di marchlands (wilayah perbatasan) antara kerajaan Muslim dan Kristen, tempat orang Arab, Yahudi, Kristen, dan Gipsi (gitanos) berbaur secara bebas, menciptakan persilangan artistik yang hidup.
Pengaruh Arab dalam cante flamenco (lagu flamenco) sangat mendalam, memengaruhi gaya pertunjukan, ritme, dan tangga nada itu sendiri.
- Tangga Nada dan Melodi: Flamenco, terutama cante jondo (lagu dalam klasik), menunjukkan pengaruh Arab melalui penggunaan tangga nada lima nada dan gaya melodi yang sangat ornamental, kebebasan ritmis yang improvisatif, dan interval yang terdengar asing bagi telinga Barat. Terdapat koneksi yang diakui antara gitar Spanyol dan oud Arab dalam tradisi improvisasi vokal.
- Ritme dan Vokal: Elemen perkusif jaleo (tepukan tangan, jentikan jari, seruan vokal) dalam Flamenco sangat mirip dengan musik rakyat Afrika Utara yang mengandalkan drum, rebana, dan tepukan tangan. Selain itu, vokalisasi Gipsi seperti “Ay-ay-ay!” diperkirakan berasal dari seruan tradisional Arab “Ya ‘ain!” (Wahai mata!). Bahkan interjeksi Spanyol “Olé” diyakini berasal dari kata Arab “Allah”.
Fakta bahwa akar Flamenco terbentuk di zona percampuran dan konflik menunjukkan bahwa pertukaran budaya paling intens sering terjadi di persimpangan peradaban. Eksplorasi warisan bersama ini, didukung oleh gerakan andalucismo modern, telah menghasilkan kolaborasi kontemporer yang menggabungkan gitar flamenco rumba dengan alunan oud, memperkuat pengakuan terhadap harmoni Arab-Andalusi yang abadi.
Transmisi Intelektual: Sains, Filsafat, Dan Peran Al-Andalus Di Eropa
Al-Andalus, terutama Córdoba, berfungsi sebagai mercusuar intelektual yang memelihara dan mengembangkan ilmu pengetahuan pada saat Eropa mengalami kemunduran Skolastisisme. Khalifah Abdurrahman III secara aktif mengumpulkan buku dan melindungi ilmuwan.
Kontribusi Filsafat: Averroisme
Ibnu Rusyd (Averroes), filsuf besar yang lahir di Córdoba, adalah tokoh sentral dalam transmisi ilmu. Ia dikenal sebagai komentator dan kritikus ulung terhadap karya-karya Aristoteles. Pengaruh Ibnu Rusyd di Eropa tidak hanya terbatas pada penerjemahan. Ia mengambil peran inovatif dengan tidak hanya memberi anotasi, tetapi juga menambahkan pandangan filosofisnya sendiri, suatu hal yang jarang dilakukan oleh filsuf sebelumnya.
Kritik dan komentar filosofis Ibnu Rusyd terhadap Aristoteles memiliki pengaruh besar pada kalangan ilmuwan Eropa, memicu gerakan yang dikenal sebagai Averroisme. Dengan menambahkan kritik dan pandangan baru, Al-Andalus membuktikan dirinya sebagai pusat inovasi filosofis, bukan sekadar konservator teks kuno. Kontribusi ini secara tidak langsung meletakkan dasar bagi kebangkitan intelektual di Eropa abad pertengahan dengan menyediakan akses kritis dan sistematis ke tradisi pemikiran Yunani kuno.
Kemajuan Ilmu dan Teknologi Lainnya
Peradaban Al-Andalus juga mencatat kemajuan di bidang lain:
- Sains dan Matematika: Ilmuwan dan astronom Muslim, seperti al-Khwārizmī, melengkapi dan menyempurnakan model geosentris (bumi sebagai pusat alam semesta) yang ada, misalnya dengan menghitung ukuran bumi dan jaraknya ke matahari.
- Kedokteran: Kontribusi dalam ilmu kedokteran sangat signifikan. Para ulama Al-Andalus, termasuk sosok dari Córdoba yang sering disebut sebagai bapak ilmu bedah modern, memainkan peran kunci dalam pengembangan praktik medis.
Ekonomi, Pertanian, Dan Transformasi Kuliner
Revolusi Pertanian Moorish
Salah satu warisan paling transformatif dari peradaban Islam di Spanyol adalah sistem pertanian yang maju. Bangsa Moor unggul dalam teknik irigasi dan manajemen hidrologi, yang memungkinkan budidaya di tanah Mediterania yang kering.
Pengetahuan pertanian didokumentasikan dalam karya-karya ilmiah terperinci, seperti Nabate oleh Ibnu Was (Kutsami) dan tulisan Abu Ibnu Luyun. Teks-teks ini menjelaskan berbagai teknik pertanian, termasuk metode penyuburan tanah tandus dan pengaturan tata letak tanaman yang spesifik di kebun.
Inovasi pertanian ini berfungsi sebagai fondasi bagi kekuatan urban Al-Andalus. Peningkatan pengetahuan irigasi dan teknik menanam tanaman baru (seperti tebu, jeruk, dan beras) menghasilkan surplus produksi. Surplus ini kemudian didukung oleh infrastruktur ekonomi yang terencana. Daulah Umayyah membangun jalan dan pasar khusus (untuk tukang besi, daging, bunga, dll.) untuk memfasilitasi transaksi hasil pertanian dan industri. Dengan demikian, kemegahan arsitektur dan intelektual di Córdoba berakar pada efisiensi sistem pertanian dan ekonomi pasar yang dibangun di atas warisan teknologi Arab.
Akulturasi Kuliner (Gastronomi)
Budaya Arab secara fundamental mengubah kuliner Iberia, memperkenalkan bahan baku, rempah-rempah, dan teknik memasak baru.
- Rempah dan Bahan Baku: Bangsa Arab membawa rempah-rempah penting yang menjadi ciri khas Mediterania, seperti saffron (kuma-kuma), cumin (jintan), cinnamon (kayu manis), dan cardamom (kapulaga). Mereka juga memperkenalkan bahan baku seperti nasi (beras), almond, madu, tebu, dan jeruk.
- Contoh Hidangan: Paella, hidangan nasi khas Spanyol, secara langsung mencerminkan warisan kuliner Moor di Valencia. Nasi itu sendiri diperkenalkan oleh Arab , dan saffron (yang memberi warna kuning keemasan) adalah rempah yang dibawa oleh bangsa Arab ke Spanyol.
- Manisan dan Teknik: Konsep manisan yang dibuat dari almond dan gula, seperti Marzipan, diperkenalkan oleh Arab. Selain itu, teknik memasak seperti merebus dalam kuah rempah, penggunaan air mawar, dan konsep manis-gurih dalam satu sajian juga merupakan warisan budaya Arab di dapur Iberia.
Warisan Linguistik Dan Keabadian Budaya
Warisan Arab yang paling gigih dan abadi di Spanyol terletak pada lapisan linguistik. Interaksi selama lebih dari delapan abad telah memasukkan ribuan kata dan pola linguistik ke dalam bahasa Spanyol modern (Kastilia), membuktikan betapa eratnya percampuran peradaban ini.
Jejak Bahasa Arab dalam Bahasa Spanyol (Kastilia)
- Awalan “al-“: Pengaruh linguistik yang paling menonjol adalah awalan definitif “al-” (yang dalam bahasa Arab berfungsi sebagai kata sandang “the”). Awalan ini melekat pada banyak kosakata Spanyol, terutama yang berkaitan dengan arsitektur, pertanian, dan administrasi.
- Contoh: Alcázar (dari al-qasr, yang berarti benteng), albahaca (dari al-habaq, kemangi), dan aceite (dari al-zayt, minyak).
- Toponimi (Nama Tempat): Banyak nama tempat di Spanyol berasal dari bahasa Arab, yang mencerminkan jejak geografis peradaban:
- Guadalquivir (dari al-wadi al-kabir, Sungai Besar).
- Alhambra (dari al-hamra, Merah).
- Ekspresi Sehari-hari: Beberapa ungkapan yang digunakan sehari-hari memiliki akar Arab, seperti Ojalá (Semoga), yang merupakan korupsi dari In shā’ Allāh (jika Tuhan menghendaki). Selain itu, pola bunyi tertentu dalam bahasa Spanyol, terutama di Andalusia selatan, menunjukkan kemiripan dengan fonologi bahasa Arab.
Karena interaksi bahasa sudah begitu erat, kosakata dan struktur fonologi yang terasimilasi secara masif ini tidak dapat dihilangkan oleh Reconquista. Bahasa modern Spanyol dengan demikian bertindak sebagai cermin sejarah yang melestarikan warisan peradaban Islam.
Tabel III: Warisan Linguistik Arab di Spanyol
Kata Spanyol | Asal Bahasa Arab | Makna Asli/Turunan | Kategori Pengaruh |
Alcázar | Al-Qasr | Benteng / Istana | Bangunan/Struktur |
Guadalquivir | Al-Wadi al-Kabir | Sungai Besar | Toponimi |
Albahaca | Al-Habaq | Basil (Kemangi) | Flora/Kuliner |
Aceite | Al-Zayt | Minyak | Kuliner |
Ojalá | In shā’ Allāh | Semoga | Ekspresi/Interjeksi |
Sastra dan Identitas Budaya
Sastra Arab yang berkembang di Al-Andalus memiliki dampak signifikan pada sastra Spanyol abad pertengahan. Karya-karya dalam bentuk syair ghazal dan muwashshah serta prosa menjadi inspirasi bagi penulis-penulis Spanyol berikutnya. Warisan ini telah mendarah daging dalam budaya dan identitas Spanyol, terutama di wilayah Andalusia, menciptakan keragaman yang unik dan kaya.
Kesimpulan
Al-Andalus berdiri sebagai contoh monumental dari sintesis peradaban multikultural, tempat elemen Arab, Berber, Romawi, Visigoth, Yahudi, dan Kristen berinteraksi untuk menghasilkan peradaban Hispano-Moorish yang mencapai puncak kejayaan.
Akulturasi budaya Arab di Spanyol merupakan proses yang komprehensif:
- Arsitektur: Terwujud dalam gaya Moorish klasik (Masjid Córdoba, Alhambra) dan gaya hibrida Mudéjar, yang menunjukkan keunggulan teknis dan daya tarik estetika yang bertahan bahkan setelah perubahan kekuasaan politik.
- Musik: Memengaruhi fondasi musik Spanyol, mulai dari instrumen (gitar, laúd) hingga ritme, tangga nada, dan gaya vokal Flamenco, menjadikannya warisan budaya yang paling hidup.
- Intelektual: Melalui tokoh seperti Ibnu Rusyd, Al-Andalus menjadi jembatan kritis yang mentransmisikan filsafat dan sains kuno ke Eropa, melalui anotasi dan kritik inovatif yang memicu kebangkitan intelektual di Barat.
- Ekonomi dan Kuliner: Revolusi pertanian Moorish menciptakan surplus dan mendukung ekonomi urban yang kompleks, sekaligus secara permanen mengubah diet Mediterania melalui pengenalan rempah-rempah, nasi, dan gula.
- Linguistik: Warisan yang paling abadi, dibuktikan dengan ribuan kata dalam bahasa Spanyol dan toponimi utama yang berakar pada bahasa Arab.
Warisan Al-Andalus saat ini tidak hanya menjadi peninggalan sejarah tetapi juga berfungsi sebagai simbol koeksistensi dan pertukaran budaya yang kaya, menegaskan bahwa identitas Spanyol modern merupakan hasil dari jalinan sejarah yang erat antara peradaban Islam dan Eropa.