Penentuan universitas “tertua di dunia” bukanlah masalah kronologi murni, melainkan kompleksitas historiografi yang melibatkan perdebatan definisional mengenai tipologi institusi, otonomi, dan struktur akademik. Untuk menyajikan ulasan lengkap, penting untuk membandingkan model pendidikan tinggi awal yang dikembangkan di dunia Islam dengan model korporat yang muncul di Eropa abad pertengahan.

Perdebatan Definisi: Universitas (Universitas) vs. Madrasah (Madrasa)

Secara historis, istilah “universitas” dalam tradisi Eropa merujuk pada universitas magistrorum et scholarium (perkumpulan guru dan mahasiswa). Institusi ini memiliki ciri khas yang berkembang dari abad ke-11 dan ke-12, termasuk piagam resmi, otonomi korporat, dan hak untuk memberikan gelar akademik yang diakui secara universal (ius ubique docendi). Model universitas modern, dengan fakultas Seni, Hukum, Kedokteran, dan Teologi, adalah turunan langsung dari kerangka kerja Eropa ini.

Model ini sering kali kontras dengan institusi di Timur Tengah yang didirikan jauh lebih awal. Institusi seperti Al-Qarawiyyin dan Al-Azhar berfungsi sebagai pusat pembelajaran tinggi, yang dikenal sebagai madrasah. Madrasah berfokus pada ilmu non-vokasional, terutama hukum agama dan teologi. Sebagian sejarawan berpendapat bahwa madrasah tradisional tidak memenuhi standar tipologi universitas Barat hingga mereka mengalami reformasi struktural di abad ke-20. Pandangan ini menunjukkan adanya kecenderungan standar tipologi institusional yang didominasi oleh tradisi Barat, yang mengabaikan fungsi dan peran intelektual yang dilakukan oleh institusi-institusi Islam selama berabad-abad sebelum universitas Eropa didirikan.

Kriteria Pengakuan dan Kronologi Awal

Meskipun terdapat perdebatan akademik, beberapa institusi secara luas diakui berdasarkan kriteria “operasi berkelanjutan” (continually operating).

Universitas Al-Qarawiyyin, yang didirikan di Fez, Maroko, pada 859 Masehi, diakui oleh Guinness World Records sebagai institusi pendidikan tertua yang masih ada dan beroperasi secara berkelanjutan di dunia. Namun, perlu dicatat bahwa Al-Qarawiyyin baru secara resmi menjadi universitas negara modern pada tahun 1963. Perubahan status ini merupakan adaptasi krusial terhadap kerangka pendidikan tinggi global modern, memungkinkan keberlanjutan operasionalnya namun secara mendasar mengubah karakter historisnya dari pusat masjid/madrasah murni.

Perbandingan kronologi kunci menunjukkan perbedaan usia yang signifikan antara institusi di dunia Islam dan Eropa:

  • Al-Qarawiyyin (Maroko): 859 M.
  • Al-Azhar (Mesir): 970–972 M.
  • Bologna (Italia): 1088 M.
  • Oxford (Inggris): c. 1167 M (berkembang pesat).

Komparasi Kronologi dan Definisional Institusi Pendidikan Tinggi Tertua

Tabel berikut menyajikan perbandingan institusi-institusi yang paling sering diklaim sebagai yang tertua, menyoroti perbedaan kronologi dan definisi kelembagaan mereka.

Komparasi Kronologi dan Definisional Institusi Pendidikan Tinggi Tertua

Institusi (Lokasi) Tahun Pendirian Klaim Historis Awal Transformasi Kunci Status Definisi Terkini Sumber Kunci
Al-Qarawiyyin (Maroko) 859 M Madrasah/Pusat Studi Islam Menjadi Universitas Negeri tahun 1963 Tertua yang beroperasi secara berkelanjutan (Guinness)
Al-Azhar (Mesir) 970–972 M Institusi Pembelajaran Tinggi Islam Mendapatkan status universitas pada 1961 Kedua tertua secara kronologis
Bologna (Italia) 1088 M Studium Generale (Guild Mahasiswa/Guru) Pelopor sistem gelar akademik terstruktur Tertua di Dunia Barat (Alma Mater Studiorum)
Oxford (Inggris) c. 1167 M Universitas Korporat (Universitas) Pengembangan sistem kolese (Abad ke-13) Salah satu universitas tertua yang beroperasi penuh

Pionir Pembelajaran Global: Institusi Tertua Non-Eropa (Abad ke-9 dan ke-10)

Institusi-institusi dari Dunia Islam Timur Tengah dan Afrika Utara memainkan peran sentral dalam Zaman Keemasan Islam dan mendahului kemunculan universitas di Eropa Barat.

Universitas Al-Qarawiyyin (Fez, Maroko): Simbol Keberlanjutan

Universitas Al-Qarawiyyin didirikan pada tahun 859 Masehi di Fez, Maroko. Institusi ini memiliki sejarah pendirian yang unik karena didirikan oleh seorang wanita Muslim bernama Fatima al-Fihri, sebagai bagian dari kompleks masjid. Fakta ini menyoroti peran penting filantropi wanita dalam pengembangan pendidikan tinggi di awal abad pertengahan Islam.

Meskipun awalnya didirikan sebagai masjid, Al-Qarawiyyin dengan cepat berkembang menjadi pusat studi spiritual dan pendidikan terkemuka di Dunia Muslim. Kurikulumnya berfokus pada ilmu agama dan hukum Islam, dengan penekanan khusus pada Mazhab Maliki, serta tata bahasa dan linguistik Arab klasik. Setelah Perang Dunia II, untuk menyesuaikan diri dengan sistem pendidikan tinggi global, institusi ini diintegrasikan ke dalam sistem universitas negara modern Maroko pada tahun 1963, yang kemudian diakui sebagai Universitas Al Quaraouiyine. Pengakuan berkelanjutan oleh Guinness World Records menegaskan statusnya sebagai institusi pendidikan tinggi tertua yang beroperasi tanpa henti.

Universitas Al-Azhar (Kairo, Mesir): Benteng Pembelajaran Sunni

Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir, didirikan sekitar tahun 970 hingga 972 Masehi , menjadikannya institusi pendidikan tinggi tertua kedua yang beroperasi secara berkelanjutan. Al-Azhar didirikan sebagai institusi untuk pembelajaran Islam tinggi, dan selama berabad-abad, ia memantapkan dirinya sebagai institusi premier untuk hukum dan teologi Islam di seluruh dunia. Meskipun fokus utamanya adalah kajian Islam, perannya sebagai benteng intelektual telah menarik cendekiawan dari berbagai latar belakang, termasuk beberapa tokoh terkenal seperti Abdurrahman Wahid, presiden keempat Indonesia.

Keberhasilan Al-Qarawiyyin dan Al-Azhar dalam mempertahankan operasi selama lebih dari satu milenium (melalui perubahan dinasti, konflik, dan penjajahan) didukung oleh stabilitas institusi agama. Institusi yang berakar kuat pada fungsi keagamaan dan yurisprudensi masyarakat cenderung lebih resisten terhadap perubahan politik dibandingkan institusi sekuler murni. Mereka memenuhi kebutuhan sosial-keagamaan yang konstan, sehingga menjamin dukungan dan relevansi yang berkelanjutan. Al-Azhar juga bertransisi menjadi universitas negara modern pada tahun 1961, mencerminkan pola adaptasi serupa dengan Al-Qarawiyyin.

Kebangkitan Pendidikan Tinggi Eropa: Model Korporat Abad Pertengahan

Kebangkitan universitas di Eropa Barat pada abad ke-11 dan ke-12 memperkenalkan model institusional yang berbeda—model korporat—yang akan menjadi cetak biru bagi pendidikan tinggi global modern.

Universitas Bologna (Italia): Sang Ibu Semua Studi (Alma Mater Studiorum)

Universitas Bologna secara konvensional diakui didirikan pada tahun 1088 M, menjadikannya universitas tertua di dunia Barat. Institusi ini berawal dari berkumpulnya  studium generale, atau serikat mahasiswa dan guru, yang utamanya bertujuan mendalami Hukum Romawi dan yurisprudensi.

Kontribusi Bologna terhadap pendidikan tinggi global sangat signifikan. Universitas ini adalah pelopor sistem akademik yang terstruktur, termasuk pengenalan dan formalisasi gelar akademik (sarjana, magister, doktor). Sistem ini kemudian diadopsi oleh institusi-institusi lain di seluruh dunia, menjadikannya fondasi dari sistem pendidikan tinggi modern yang kita kenal sekarang. Moto universitas,  Alma Mater Studiorum (Ibu dari Semua Studi), mencerminkan perannya sebagai pionir dalam pembentukan tradisi pendidikan tinggi global. Saat ini, Universitas Bologna tetap menjadi sistem yang dinamis dan kompleks, beroperasi di 5 kampus (Bologna, Cesena, Forlì, Ravenna, dan Rimini) dengan komunitas yang luas, melayani sekitar 96.945 mahasiswa, termasuk hampir 10.000 mahasiswa internasional.

Universitas Paris (Sorbonne, Prancis): Arketipe Fakultas

Universitas Paris, yang dikenal secara metonimia sebagai Sorbonne, muncul sekitar tahun 1150 sebagai korporasi guru dan pelajar yang berasosiasi dengan sekolah katedral Paris. Institusi ini secara resmi diakui melalui piagam kerajaan pada tahun 1200 oleh Raja Philip II dan diakui oleh Paus Innosensius III pada tahun 1215.

Paris menjadi sangat terkenal secara internasional karena keunggulan akademiknya dalam humaniora, terutama teologi dan filsafat. Paris memperkenalkan tradisi akademik yang bertahan lama, termasuk konsep gelar doktoral dan pembagian mahasiswa berdasarkan asal geografis yang disebut “nations”. Namun, tidak seperti Bologna atau Oxford, Universitas Paris ditutup selama Revolusi Prancis (1793–1806) dan asetnya dijual. Napoleon kemudian merombak sistem pendidikan tinggi Prancis, yang secara radikal mengubah strukturnya pada tahun 1806. Akhirnya, pada tahun 1970, universitas ini diatur ulang sebagai 13 universitas otonom. Kasus penutupan dan restrukturisasi radikal ini menunjukkan pentingnya kriteria “operasi berkelanjutan” yang digunakan oleh organisasi seperti Guinness World Records, dan menjelaskan mengapa institusi seperti Al-Qarawiyyin dan Bologna, yang tidak pernah berhenti beroperasi, memiliki klaim historiografi yang lebih kuat atas keberlanjutan.

Universitas Oxford (Inggris): Model Kolegial (Collegiate)

Universitas Oxford berkembang pesat setelah Raja Henry II pada tahun 1167 melarang pelajar Inggris menghadiri Universitas Paris, yang secara efektif mengalihkan pusat intelektual ke Inggris. Pada tahun 1214, institusi tersebut dipimpin oleh seorang  Chancellor, dan pada tahun 1231, para Masters diakui sebagai universitas, atau korporasi.

Oxford memelopori model tata kelola unik melalui sistem kolegial. Konflik antara mahasiswa dan penduduk lokal pada abad ke-13 mempercepat pembentukan college—rumah tinggal berendowment di bawah pengawasan Master—dengan college tertua seperti University, Balliol, dan Merton didirikan antara 1249 dan 1264. Sistem kolegial ini memberikan stabilitas residensial dan pengawasan akademik. Selain itu, kedatangan Emo of Friesland, mahasiswa luar negeri pertama yang diketahui sekitar tahun 1190 , menggarisbawahi bahwa sejak awal, universitas abad pertengahan adalah institusi yang bersifat internasional, memainkan peran penting dalam mobilitas intelektual global.

Struktur Kurikulum dan Tata Kelola Abad Pertengahan

Kurikulum universitas-universitas Eropa tertua (Bologna, Paris, Oxford) secara filosofis didasarkan pada Seni Liberal, yang merupakan fondasi studi intelektual yang diperlukan sebelum memasuki studi profesional tingkat lanjut (Hukum, Kedokteran, atau Teologi).

Filosofi Seni Liberal: Fondasi Intelektual

Pendidikan Seni Liberal pada abad pertengahan bertujuan untuk memberikan pemahaman terpadu tentang realitas, mengatasi pemisahan modern antara humaniora dan ilmu pengetahuan. Kurikulum dasar dibagi menjadi dua kelompok besar, yakni  Trivium dan Quadrivium.

Trivium: Seni Kata (Ars Sermocinalis)

Trivium secara tradisional dipelajari terlebih dahulu dan berfokus pada “Seni Kata” (Arts of the Word). Komponennya terdiri dari:

  1. Tata Bahasa (Grammar): Penggunaan bahasa yang benar dan penafsiran teks.
  2. Logika (Logic/Dialektika): Pengajaran cara berpikir kritis, menyusun argumen, dan menguji kebenaran. Logika merupakan inti dari pendidikan abad pertengahan.
  3. Retorika (Rhetoric): Pengajaran cara menyajikan kebenaran secara persuasif melalui pidato dan tulisan.

Trivium adalah rangkaian sekuensial—Tata Bahasa digunakan dalam Logika, dan keduanya digunakan dalam Retorika. Tujuannya adalah untuk mencapai penyajian kebenaran yang tepat, yang berbicara kepada pikiran dan emosi.

Quadrivium: Seni Angka atau Kuantitas (Ars Realis)

Setelah menyelesaikan Trivium, siswa melanjutkan ke Quadrivium, yang dikenal sebagai “Seni Angka atau Kuantitas” (Arts of Number or Quantity). Komponennya terdiri dari:

  1. Aritmetika (Arithmetic)
  2. Geometri (Geometry)
  3. Musik (Music)
  4. Astronomi (Astronomy)

Quadrivium dianggap sebagai cara manusia berkomunikasi dengan tatanan alam semesta melalui pemahaman angka dan kuantitas. Dengan menguasai disiplin ilmu ini, siswa diharapkan dapat memahami hubungan alamiah dan kosmos dengan lebih baik.

Tata Kelola Mahasiswa dan Fakultas

Universitas-universitas abad pertengahan di Eropa umumnya diatur dalam empat fakultas utama: Seni (tempat Trivium dan Quadrivium diajarkan), Hukum, Kedokteran, dan Teologi. Di institusi seperti Paris, untuk mengelola komunitas mahasiswa yang datang dari seluruh Eropa, mahasiswa dikelompokkan berdasarkan asal geografis ke dalam “nations” , sebuah sistem tata kelola yang memfasilitasi integrasi dan mobilitas intelektual.

Status Kontemporer dan Relevansi Global

Universitas-universitas tertua di dunia harus menjalani reformasi yang signifikan untuk tetap relevan dalam lingkungan akademik Abad ke-21. Kemampuan mereka untuk beradaptasi menentukan posisi mereka dalam sistem peringkat global modern.

Adaptasi dan Reformasi di Era Modern

Institusi-institusi kuno ini telah bertahan melalui reformasi, perang, dan revolusi. Universitas Paris menjalani reorganisasi total pada tahun 1970. Sementara itu, institusi Islam seperti Al-Azhar dan Al-Qarawiyyin harus bertransformasi dari pusat pembelajaran teologis murni menjadi bagian dari sistem universitas negara modern (misalnya, Al-Qarawiyyin pada 1963).

Saat ini, kurikulum telah berkembang jauh melampaui teologi dan seni liberal abad pertengahan. Institusi ini kini menawarkan program dalam ilmu pengetahuan modern, teknik, dan mata pelajaran kontemporer, sambil tetap mempertahankan misi inti mereka untuk melestarikan pengetahuan.

Kinerja Global dalam Peringkat Internasional

Peringkat global merupakan indikator utama dari relevansi modern, yang cenderung didominasi oleh institusi yang telah mengadopsi model universitas riset komprehensif.

Universitas Oxford, misalnya, menduduki Peringkat 3 dalam QS World University Rankings 2025 , menempatkannya di garis depan akademisi global. Universitas Bologna juga mempertahankan peringkat internasional yang kuat dan merupakan pusat pendidikan tinggi berskala besar di Eropa, dengan lebih dari 96.000 siswa. Universitas ini menawarkan 110 program yang bersifat internasional dan 91 di antaranya diajarkan sepenuhnya dalam bahasa Inggris.

Di sisi lain, institusi yang mempertahankan fokus spesialisasi historis mereka, khususnya pada ilmu agama dan hukum Islam, menunjukkan perbedaan dalam kinerja peringkat global umum. Universitas Al-Azhar, meskipun tercatat dalam peringkat (misalnya, 801–1000 THE 2024) , tergolong jauh di bawah rekan-rekan Eropanya. Universitas Al-Qarawiyyin, dengan fokusnya yang ketat pada ilmu agama dan hukum Maliki , seringkali tidak tercantum dalam peringkat global umum yang menuntut spektrum akademik luas dan metrik penelitian sekuler.

Perbandingan Status Kontemporer dan Relevansi Global

Perbedaan peringkat global yang signifikan (Oxford di posisi 3 vs. Al-Azhar di 800+) menggarisbawahi bahwa kriteria “keunggulan” modern—yang didasarkan pada penelitian, publikasi berbahasa Inggris, dan diversifikasi ilmu pengetahuan—memberikan keuntungan besar bagi institusi yang berevolusi dari model Barat. Institusi yang mempertahankan spesialisasi historis dianggap unggul dalam hal sejarah dan resiliensi institusional, tetapi kurang dominan dalam arena kompetisi penelitian global modern.

Data Kontemporer dan Peringkat Global Institusi Kuno

Institusi Tahun Pendirian Klaim Keunikan/Definisi QS World University Ranking (2025/2024) Jumlah Mahasiswa (Perkiraan) Sumber Kunci
Al-Qarawiyyin 859 M Tertua yang beroperasi secara berkelanjutan Tidak Terperingkat di QS Umum ~8.120
Al-Azhar 970–972 M Pusat Pembelajaran Islam Tertua 801–1000 (THE 2024) Sangat Tinggi
Bologna 1088 M Tertua di Dunia Barat Termasuk dalam QS Ranking (Tinggi di Eropa) ~96.945
Oxford c. 1167 M Model Collegiate Internasional 3 (QS 2025) Tinggi

Dampak Peradaban dan Legacy

Universitas-universitas tertua di dunia ini telah menciptakan tradisi intelektual yang mendefinisikan peradaban masing-masing—mulai dari pelestarian Hukum Romawi di Bologna, pengembangan Teologi di Paris, hingga Hukum Islam di Fez dan Kairo. Kemampuan mereka untuk memadukan tradisi dengan inovasi, sebagaimana dibuktikan oleh kinerja Oxford dan Bologna dalam metrik penelitian kontemporer, menunjukkan bahwa usia institusi tidak hanya mencerminkan sejarah, tetapi juga memperkuat kredibilitas penelitian dan daya tarik global.

Kesimpulan

Analisis universitas tertua di dunia mengungkapkan dikotomi mendasar antara model institusi Timur (Madrasah) yang diwakili oleh Al-Qarawiyyin dan Al-Azhar, dan model universitas korporat Barat yang dipelopori oleh Bologna dan Oxford. Institusi Timur secara kronologis jauh lebih tua, dengan Al-Qarawiyyin diakui sejak 859 M sebagai institusi yang beroperasi secara berkelanjutan.

Warisan terbesar dari institusi-institusi ini adalah resiliensi institusional mereka—kemampuan untuk bertahan dari konflik peradaban dan melakukan adaptasi struktural yang diperlukan. Reformasi yang mengubah madrasah menjadi universitas negara modern (seperti Al-Qarawiyyin pada 1963) dan restrukturisasi Paris pasca-Revolusi adalah contoh upaya adaptasi ini. Model collegiate Oxford memberikan stabilitas tata kelola unik yang memastikan keberlanjutan.

Meskipun demikian, terdapat perbedaan mendasar dalam relevansi global saat ini. Institusi yang berevolusi dari model Barat dan berhasil mendiversifikasi kurikulum mereka ke dalam ilmu pengetahuan dan penelitian modern mendominasi peringkat global. Institusi yang mempertahankan fokus spesialisasi historis mereka, meski tak ternilai harganya bagi kajian agama dan humaniora tertentu, menghadapi tantangan dalam bersaing dengan metrik yang semakin sekuler dan berbasis penelitian global.

Di masa depan, universitas tertua di dunia harus terus menyeimbangkan warisan historis mereka yang kaya—yang merupakan sumber daya pendidikan yang tak tertandingi—dengan tuntutan penelitian dan pendidikan global yang semakin kompetitif, memastikan bahwa tradisi dan inovasi dapat berjalan beriringan untuk kemajuan kolektif.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

63 + = 64
Powered by MathCaptcha