Mata Uang Digital Bank Sentral (CBDC) mewakili pergeseran paradigmatik dalam arsitektur moneter global, yang didorong bukan hanya oleh inovasi teknologi tetapi oleh motivasi strategis yang mendalam, terutama terkait kedaulatan moneter dan persaingan hegemoni pembayaran global. Analisis ini menunjukkan bahwa CBDC adalah instrumen kebijakan yang kompleks, memaksa Bank Sentral untuk menavigasi serangkaian trade-off politik dan ekonomi yang rumit.

Secara domestik, keputusan desain CBDC mencerminkan dilema antara stabilitas perbankan (membutuhkan desain restriktif, seperti batas kepemilikan rendah atau tanpa bunga) dan utilitas maksimal (membutuhkan adopsi luas dan daya tarik). Pilihan ini sering kali merupakan hasil negosiasi politik antara Bank Sentral dan lobi bank komersial. Secara geopolitik, CBDC telah menjadi arena persaingan, di mana proyek-proyek seperti e-CNY Tiongkok dan inisiatif multilateral seperti mBridge secara eksplisit bertujuan untuk membangun infrastruktur pembayaran otonom yang menantang dominasi dolar AS. Meskipun dolar AS mempertahankan keunggulan yang mengakar kuat, CBDC grosir (W-CBDC) dan platform multi-CBDC (mCBDC) akan mempercepat fragmentasi sistem pembayaran global. Proyeksi menunjukkan bahwa sistem moneter di masa depan akan ditandai oleh koeksistensi sistem pembayaran paralel, dengan CBDC multilateral yang berpotensi menetapkan standar baru untuk efisiensi lintas batas.

Pendahuluan: CBDC sebagai Instrumen Kekuatan Moneter

Definisi dan Klasifikasi CBDC

CBDC didefinisikan sebagai versi digital dari mata uang resmi suatu negara, yang diterbitkan dan dikelola langsung oleh bank sentral. CBDC merupakan liabilitas Bank Sentral. Meskipun berbeda secara fundamental dari mata uang kripto yang terdesentralisasi, CBDC, seperti uang tunai fisik, dirancang untuk berfungsi sebagai alat tukar, satuan hitung, dan penyimpan nilai yang stabil.

CBDC umumnya diklasifikasikan menjadi dua jenis fungsional :

  1. CBDC Ritel (Retail CBDC atau GPCBDC):Ditujukan untuk masyarakat umum (konsumen) dalam transaksi sehari-hari, mirip dengan uang kertas atau logam. Tujuannya adalah untuk meningkatkan inklusi keuangan dan ketersediaan uang bank sentral digital.
  2. CBDC Grosir (Wholesale CBDC/W-CBDC):Ditujukan untuk institusi keuangan (seperti bank komersial) untuk penyelesaian transaksi antar bank dan pasar keuangan. Tujuannya lebih kepada peningkatan efisiensi sistem pembayaran dan mitigasi risiko kegagalan sistem.

Tingkat eksplorasi CBDC secara global sangat tinggi. Survei menunjukkan bahwa antara 91% hingga 94% Bank Sentral di seluruh dunia secara aktif mengeksplorasi CBDC. Menariknya, eksplorasi W-CBDC secara agregat berada pada tahap yang lebih maju dibandingkan eksplorasi R-CBDC. Perkembangan ini mengindikasikan prioritas strategis Bank Sentral yang fokus pada peningkatan sistem pembayaran B2B dan lintas batas, yang membawa risiko domestik yang lebih rendah namun memiliki implikasi geopolitik yang substansial.

Motivasi Politik Inti di Balik Pengembangan CBDC

Pengembangan CBDC didorong oleh tujuan politik dan ekonomi yang berbeda, yang bervariasi antara negara maju dan negara berkembang:

Kedaulatan Moneter dan Resiliensi

Motivasi politik inti bagi banyak negara, terutama di Barat dan Uni Eropa, adalah mempertahankan kedaulatan moneter (monetary sovereignty). Seiring makin populernya aset swasta seperti stablecoin (yang sebagian besar didenominasi dalam dolar AS) dan perusahaan teknologi swasta memasuki ruang pembayaran, beberapa negara khawatir akan kehilangan kontrol atas sistem moneter mereka. CBDC berfungsi sebagai respons strategis, menyediakan alternatif yang stabil dan didukung pemerintah. Digital Euro, misalnya, dipandang sebagai alat untuk mengurangi ketergantungan Eropa pada platform pembayaran asing dan mempertahankan otonomi moneter di tengah friksi geopolitik.

Efisiensi, Daya Saing, dan Inklusi

Di negara maju, tujuan utamanya adalah meningkatkan efisiensi pembayaran dan menjaga daya saing di tengah inovasi fintech. Sementara itu, di pasar negara berkembang, tujuan utamanya adalah inklusi keuangan. CBDC ritel menawarkan cara yang aman bagi populasi yang tidak memiliki akses ke rekening bank (unbanked) untuk menyimpan dan mengirim uang hanya dengan menggunakan ponsel. Pendorong inklusi ini penting untuk mendapatkan legitimasi politik domestik. Contoh pelopor yang aktif memanfaatkan CBDC untuk tujuan domestik ini adalah Tiongkok (e-CNY), Nigeria (eNaira), Bahama (Sand Dollar), dan Jamaika (Jam-Dex).

Politik Domestik: Stabilitas, Privasi, dan Tata Kelola

Dilema Keuangan: Risiko Disintermediasi Struktural

Salah satu tantangan politik dan ekonomi terbesar dalam desain CBDC ritel adalah mengatasi risiko disintermediasi struktural perbankan.

Mekanisme Risiko dan Interest-Bearing CBDC

CBDC, yang merupakan liabilitas langsung Bank Sentral, dianggap sebagai aset digital paling aman, bebas dari risiko gagal bayar (risiko yang melekat pada deposito bank komersial). Potensi CBDC untuk menarik perpindahan dana besar-besaran, atau bank run, dari deposito bank komersial ke CBDC adalah risiko stabilitas yang nyata.

Risiko ini meningkat secara signifikan jika CBDC dirancang sebagai interest-bearing CBDC (CBDC yang menawarkan bunga). Jika CBDC menawarkan bunga yang menarik, banyak konsumen perbankan berpotensi memilih untuk memindahkan dananya dari deposito ke CBDC yang lebih aman. Untuk mempertahankan nasabah dan sumber pendanaan mereka (deposito), bank komersial akan dipaksa untuk merespons dengan meningkatkan tingkat bunga deposito. Peningkatan suku bunga deposito ini meningkatkan biaya operasional bank.

Dampak pada Profitabilitas dan Kredit

Untuk mengimbangi biaya operasional yang lebih tinggi (deposito berbunga tinggi) dan mempertahankan tingkat profitabilitas, bank komersial mungkin perlu meningkatkan suku bunga pinjaman (kredit). Peningkatan suku bunga kredit ini, pada gilirannya, dapat mengurangi volume pinjaman yang disalurkan, sehingga membatasi peran krusial bank sebagai penyalur kredit utama dalam perekonomian.

Bank Sentral menghadapi Dilema CBDC: mendesain CBDC agar sangat menarik (misalnya, dengan bunga tinggi dan batas kepemilikan tidak terbatas) akan memaksimalkan adopsi publik dan efisiensi, tetapi secara bersamaan akan meningkatkan risiko disintermediasi. Sebaliknya, mendesain CBDC secara restriktif (tanpa bunga dan batas kepemilikan rendah, seperti yang dipertimbangkan untuk Digital Euro, yang membatasi kepemilikan individu hingga €3.000) akan melindungi stabilitas perbankan, tetapi mengurangi daya tarik dan potensi geopolitiknya. Keputusan politik mengenai batasan desain ini secara eksplisit mencerminkan kekuatan pelobi bank komersial yang berupaya keras melindungi model bisnis deposito tradisional mereka. Desain CBDC yang muncul oleh karena itu sering kali merupakan kompromi politik yang menyeimbangkan kebutuhan kebijakan moneter dengan stabilitas sektor keuangan swasta.

Tabel 1: Trade-off Desain Ritel CBDC (Domestik)

Dimensi Kebijakan Desain Pro-Stabilitas (Restriktif) Desain Pro-Utilitas (Agresif) Konflik Politik yang Dihindari/Dihadapi
Batas Kepemilikan Rendah (mis. €3.000) Tinggi/Tidak Terbatas Perlindungan bank komersial vs. Inklusi Keuangan Maksimal.
Bunga Non-Interest Bearing atau Rendah Interest Bearing Mencegah Disintermediasi Struktural.
Privasi Anominitas Terprogram Transparansi Penuh (seperti bank) Keseimbangan antara hak sipil (privasi) dan keamanan nasional (AML/CFT).

Politik Pengawasan: Privasi vs. Kepatuhan (AML/CFT)

Aspek politik penting lainnya adalah masalah pengawasan pemerintah (surveillance). Ada kekhawatiran yang meluas bahwa CBDC, sebagai alat pembayaran yang diterbitkan Bank Sentral, akan memfasilitasi pengawasan penuh atas setiap transaksi, meniadakan privasi yang dijamin oleh uang tunai.

Namun, desain CBDC dapat diatur secara teknis untuk menawarkan perlindungan privasi yang lebih unggul daripada sistem pembayaran digital swasta yang ada. Desain ini memungkinkan tingkat anonimitas tertentu—baik anonimitas pembayar, anonimitas transaksi, atau kombinasi keduanya. Meskipun demikian, desain yang menjaga privasi ini secara langsung menimbulkan konflik dengan kerangka peraturan Anti-Pencucian Uang dan Pemberantasan Pendanaan Terorisme (AML/CFT) yang saat ini memerlukan transparansi data transaksi penuh untuk tujuan keamanan nasional. Oleh karena itu, dilema ini menuntut modernisasi kerangka hukum AML/CFT untuk mengakomodasi anonimitas yang terprogram, memungkinkan perlindungan privasi tanpa mengorbankan tujuan keamanan publik.

Tata Kelola, Kerangka Hukum, dan Risiko Operasional

Implementasi CBDC menuntut kesiapan kerangka hukum dan operasional yang kuat. Indonesia, misalnya, menghadapi kebutuhan mendesak untuk mengembangkan kerangka hukum yang kuat, terutama di sektor keamanan siber, untuk mendukung implementasi CBDC. Peran Bank Sentral menjadi sangat penting sebagai satu-satunya pihak yang berhak menentukan dan meregulasi alat pembayaran sah. Risiko operasional, khususnya ancaman keamanan siber yang terus berkembang, memerlukan penanganan legislatif dan teknis yang serius untuk menjaga integritas sistem CBDC.

Geopolitik CBDC: Arena Persaingan Hegemoni Moneter

CBDC adalah instrumen geopolitik yang secara langsung menantang struktur keuangan global pasca-Perang Dunia II, yang didominasi oleh dolar AS dan sistem pembayaran Barat.

Tantangan terhadap Dominasi Dolar AS

CBDC berkontribusi pada fragmentasi sistem pembayaran global dan memperkuat gerakan de-dolarisasi. Kolaborasi strategis negara-negara BRICS (Brazil, Rusia, India, Tiongkok, Afrika Selatan) bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS dalam perdagangan dan keuangan internasional. Upaya kolektif ini mencakup diversifikasi cadangan devisa dan, yang lebih penting, pembentukan sistem pembayaran alternatif yang didukung oleh momentum penggunaan mata uang lokal dalam transaksi perdagangan.

CBDC Grosir (W-CBDC) adalah mekanisme teknis yang efisien untuk memfasilitasi penggunaan mata uang lokal tersebut. Namun, meskipun “retakan mulai terlihat” pada dominasi dolar AS , analisis menunjukkan bahwa keunggulan dolar AS (pasar modal yang likuid, efek jaringan global, dan institusi yang tepercaya) masih mengakar kuat. CBDC kemungkinan hanya akan menghasilkan peningkatan peran mata uang lain secara bertahap atau inkremental, bukan penggantian secara mendadak.

Strategi Tiongkok: e-CNY sebagai Alat Internasionalisasi RMB

Tiongkok, melalui People’s Bank of China (PBOC), adalah salah satu pelopor paling agresif dalam memanfaatkan CBDC untuk ambisi geopolitiknya.

Arsitektur Hybrid dan Kontrol Sentral

e-CNY (Digital Yuan) mengadopsi sistem pencatatan hybrid, yang menggabungkan arsitektur tersentralisasi dengan Distributed Ledger Technology (DLT). Sistem ini dirancang untuk memastikan Bank Sentral memiliki kontrol penuh terhadap seluruh proses pengelolaan e-CNY dari ujung ke ujung, sekaligus mendukung pertumbuhan volume transaksi yang cepat dan ketahanan sistem. Distribusi menggunakan model two tier, di mana PBOC menerbitkan mata uang ke bank komersial terpilih sebelum didistribusikan ke publik.

Ambisi Lintas Batas dan Otonomi

Tiongkok secara eksplisit memposisikan e-CNY untuk mempromosikan internasionalisasi Renmibi (RMB) melalui peningkatan pembayaran lintas batas. PBOC menjajaki program pembayaran lintas batas dan bekerja sama dengan bank negara lain untuk mengatur pengaturan pertukaran dengan prinsip interkonektivitas.

Secara lebih luas, Tiongkok telah mendirikan Cross-border Interbank Payment System (CIPS) dan memimpin inisiatif CBDC multilateral seperti proyek mBridge. Tujuan kolektif inisiatif-inisiatif ini adalah membangun infrastruktur moneter dan pembayaran yang otonom, mengurangi ketergantungan global pada sistem yang dikendalikan Barat seperti SWIFT, CHIPS, dan Fedwire. Upaya ini mencerminkan tujuan Beijing untuk memperluas otonomi internasional dan pengaruh geopolitiknya, mengintegrasikan infrastruktur moneter ke dalam proyeksi kekuatan yang lebih luas seperti Belt and Road Initiative.

Respons Strategis Eropa: Digital Euro sebagai Pertahanan Otonomi

Eropa memandang CBDC sebagai tindakan balasan strategis. Digital Euro diposisikan sebagai respons terhadap kerentanan signifikan yang dihadapi sistem pembayaran Eropa, di mana mayoritas pembayaran digital dan kartu diproses oleh perusahaan non-Eropa (AS), yang menimbulkan risiko biaya tinggi, hilangnya kontrol data sensitif, dan potensi kerentanan terhadap campur tangan politik asing.

Digital Euro bertujuan untuk mempertahankan kedaulatan moneter dan meningkatkan resiliensi pembayaran, bertindak sebagai alternatif publik terhadap stablecoin berbasis USD dan e-CNY Tiongkok di pasar modal yang di-tokenisasi. Jika desain Digital Euro berhasil menetapkan standar privasi yang kuat, ia dapat memberikan Eropa kemampuan geopolitik untuk mengambil kembali kepemilikan infrastruktur keuangannya dan meningkatkan daya saing.

Namun, potensi geopolitik ini terhambat oleh keputusan desain domestik yang bersifat restriktif. Batas kepemilikan yang rendah (misalnya, €3.000) dan pembatasan akses hanya untuk penduduk zona euro (terlepas dari sinyal keterbukaan di masa depan) secara signifikan melemahkan daya tarik global dan kemampuan Digital Euro untuk berperan sebagai instrumen geopolitik yang efektif.

Tabel 2: Perbandingan Strategis CBDC Global dan Ambisi Geopolitik

Dimensi Politik/Kebijakan e-CNY (Tiongkok) Digital Euro (Eurozone) Implikasi Geopolitik
Tujuan Utama Internasionalisasi RMB; Otonomi Pembayaran (melawan SWIFT) Mempertahankan Kedaulatan Moneter; Mengurangi Ketergantungan AS Persaingan untuk standar dan pengaruh teknologi moneter.
Arsitektur Inti Hybrid (Sentralisasi oleh PBOC + DLT); Kontrol end-to-end Sentralisasi; Fokus pada mitigasi disintermediasi Model Tiongkok memaksimalkan kecepatan, model Eurozone memaksimalkan stabilitas.
Akses Lintas Batas Agresif, memimpin mBridge (mCBDC) Terbatas (fokus domestik/regional; akses global di masa depan) Keunggulan Tiongkok dalam mendefinisikan infrastruktur pembayaran global alternatif.
Status Adopsi Pilot skala besar, volume transaksi tinggi Fase persiapan formal (akhir 2023) Kesenjangan waktu implementasi strategis.

Infrastruktur Pembayaran Lintas Batas dan Fragmentasi Global

Revolusi Multi-CBDC (mCBDC)

CBDC Grosir (W-CBDC) adalah katalisator utama untuk perubahan geopolitik melalui pengembangan platform Multi-CBDC (mCBDC). Salah satu contoh paling maju adalah Project mBridge, sebuah kolaborasi antara BIS Innovation Hub, Bank of Thailand, Central Bank of the UAE, Digital Currency Institute of PBOC, Hong Kong Monetary Authority, dan Saudi Central Bank (bergabung pada 2024).

Project mBridge bertujuan mengatasi inefisiensi yang melumpuhkan sistem pembayaran lintas batas saat ini: biaya tinggi, kecepatan rendah, dan kompleksitas operasional. Platform mCBDC berbasis DLT ini menawarkan potensi untuk membuat pembayaran lintas batas menjadi instan, murah, dan dapat diakses secara universal dengan penyelesaian akhir (final settlement) yang cepat. Dengan mencapai tahap Minimum Viable Product (MVP) pada pertengahan 2024, mBridge telah membuktikan kelayakan arsitektur tunggal yang dibagi antara berbagai Bank Sentral dan bank komersial.

Keberhasilan platform mCBDC bukan hanya peningkatan efisiensi; itu adalah ancaman eksistensial terhadap sistem perbankan koresponden. Sistem korespondensi perbankan, yang merupakan fondasi utama sistem keuangan berbasis USD, secara historis rentan terhadap biaya tinggi dan sanksi politik. Arsitektur mCBDC menawarkan potensi untuk sepenuhnya memotong perantara ini, mengotomatisasi fungsi yang secara historis menjadi domain bank koresponden, dan mempercepat de-dolarisasi praktis dalam transaksi B2B dan perdagangan.

CBDC sebagai Katalis De-Dolarisasi

CBDC menyediakan mekanisme teknis untuk memfasilitasi pergeseran geopolitik menuju dunia multifaset. Dengan menawarkan infrastruktur yang efisien, CBDC Grosir memungkinkan negara-negara yang bersekutu (seperti BRICS) untuk meningkatkan penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan tanpa harus melalui sistem Barat.

Keterlambatan strategis, terutama dari Amerika Serikat dalam mengejar Digital Dollar, menciptakan kekosongan. Jika AS terus bersikap tidak terduga dan tidak konsisten, Tiongkok dapat memanfaatkan kekosongan geopolitik yang dihasilkan. Dalam skenario ini, negara-negara berkembang dan rezim yang mencari otonomi moneter dapat beralih ke infrastruktur moneter Tiongkok karena ketiadaan alternatif yang layak dan efisien yang berakar pada nilai-nilai yang berbeda. Persaingan CBDC pada dasarnya adalah perang memperebutkan kode dan protokol; negara yang menetapkan standar teknologi yang dominan akan memperluas pengaruh politiknya secara inheren.

Kesimpulan

Perkembangan CBDC mengubah secara fundamental peran Bank Sentral. Bank Sentral tidak lagi hanya menjadi penyedia uang fisik dan pengawas sistem perbankan tradisional. Mereka harus bertransformasi menjadi arsitek, operator, dan pengawas infrastruktur pembayaran digital yang kritis. Perubahan ini memerlukan kompetensi baru di bidang teknologi, keamanan siber, dan tata kelola data yang harus diinternalisasi oleh Bank Sentral untuk dapat menjalankan fungsinya sebagai satu-satunya pihak yang berhak meregulasi alat pembayaran sah.

Berdasarkan analisis politik dan stabilitas, beberapa rekomendasi strategis dapat diusulkan:

  1. Mengelola Dilema Desain dengan Transparan:Bank Sentral harus secara eksplisit dan transparan mengelola trade-off antara stabilitas keuangan domestik dan utilitas CBDC. Prioritas harus diberikan pada desain yang mitigatif risiko disintermediasi (seperti batas kepemilikan yang cerdas) untuk menjaga transmisi kebijakan moneter tetap efektif. Keputusan tentang desain CBDC harus dilembagakan melalui konsultasi politik yang luas, mengingat dampaknya yang mendalam pada sektor perbankan.
  2. Mendefinisikan Standar Privasi Global:Negara-negara yang menjunjung nilai-nilai demokratis harus memastikan bahwa desain CBDC mereka (misalnya, Digital Euro) memaksimalkan perlindungan privasi melalui anonimitas yang terprogram, sambil secara bersamaan memajukan modernisasi kerangka AML/CFT yang sudah ada. Standar privasi yang kuat dapat menjadi keunggulan kompetitif geopolitik, menjadikan CBDC tersebut menarik sebagai standar global yang sesuai dengan hak sipil.
  3. Partisipasi Aktif dalam Arsitektur Lintas Batas:Negara-negara harus berpartisipasi aktif dalam proyek mCBDC regional atau global (seperti mBridge atau inisiatif terkait) atau mengembangkan platform regional mereka sendiri. Tujuannya adalah memastikan bahwa mereka memiliki suara dalam mendefinisikan standar interoperabilitas global dan mencegah dominasi tunggal dari satu model teknologi (seperti yang didorong oleh Tiongkok), sehingga menjaga kedaulatan moneter di arena pembayaran global. Kegagalan untuk bertindak cepat akan berarti menyerahkan penentuan standar masa depan kepada pemain paling agresif.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

37 + = 44
Powered by MathCaptcha