Latar Belakang Geopolitik Moneter dan Tren De-Dolarisasi

Dominasi Dolar Amerika Serikat (USD) sebagai mata uang cadangan global adalah salah satu fitur paling abadi dalam arsitektur keuangan internasional sejak berakhirnya Perang Dunia II. Mata uang cadangan global harus memenuhi tiga fungsi utama: penyimpanan nilai (seperti cadangan devisa), unit akun (penetapan harga komoditas dan kontrak), dan alat tukar (penyelesaian transaksi lintas batas).

Dalam beberapa tahun terakhir, hegemoni USD telah berada di bawah pengawasan ketat, didorong oleh meningkatnya ketegangan geopolitik, sanksi ekonomi, dan kekhawatiran fiskal yang mendalam di Amerika Serikat. Indikasi dari penurunan kepercayaan ini terlihat dari adanya pergeseran investasi ke aset lindung nilai seperti Emas atau mata uang kripto seperti Bitcoin. Fenomena ini sering disebut sebagai de-dolarisasi.

Namun, terdapat paradoks yang harus diuraikan: meskipun ada keinginan politik yang jelas di antara beberapa negara untuk mengurangi ketergantungan pada USD, kebutuhan struktural global terhadap dolar—yang didasarkan pada fondasi ekonomi, bukan sentimen politik—tetap tinggi. Dominasi USD belum berakhir, meskipun “retakan mulai terlihat”. Laporan ini bertujuan untuk menyediakan analisis struktural yang mendalam mengenai kebutuhan yang terus-menerus terhadap USD dan menilai secara kritis hambatan sistemik yang dihadapi oleh mata uang alternatif utama.

Struktur dan Metodologi Laporan

Pendekatan analisis dalam laporan ini terbagi menjadi dua tingkat utama. Tingkat pertama mengidentifikasi dan mengukur kekuatan struktural yang menjangkar USD (terutama likuiditas pasar dan kerangka hukum). Tingkat kedua mengevaluasi kekuatan pendorong erosi (geopolitik, fiskal, dan diversifikasi cadangan) dan menilai kelayakan mata uang alternatif utama (Euro dan Yuan) berdasarkan kriteria trinitas mata uang cadangan: kedalaman pasar keuangan, kepercayaan institusional/aturan hukum, dan konvertibilitas penuh.

Pondasi Struktural Dan Kebutuhan Terhadap Dolar As

Kebutuhan sistem keuangan global terhadap Dolar AS saat ini didasarkan pada fondasi struktural yang, hingga saat ini, tidak dapat ditiru oleh mata uang lain. Fondasi ini mencakup kedalaman dan likuiditas pasar, serta peran transaksional yang tertanam kuat dalam rantai pasokan global.

Kedalaman dan Likuiditas Pasar Keuangan AS (The Anchor)

Pilar utama yang menopang hegemoni USD adalah pasar obligasi pemerintah Amerika Serikat (US Treasury). Pasar ini berfungsi sebagai tolok ukur suku bunga bebas risiko global dan, yang paling penting, merupakan aset aman (safe asset) utama bagi institusi keuangan dan bank sentral di seluruh dunia. Skala dan kedalamannya tidak tertandingi, menawarkan likuiditas yang memungkinkan pergerakan modal dalam jumlah triliunan dolar tanpa dampak harga yang signifikan.

Menurut data terbaru, total pasar obligasi AS bernilai lebih dari $51 triliun, di mana obligasi pemerintah saja mencapai lebih dari $26 triliun. Kedalaman pasar sebesar ini memastikan apa yang disebut likuiditas sistemik. Dalam keadaan tekanan pasar atau krisis likuiditas global—seperti yang terlihat dalam studi kasus disfungsi pasar sekuritas—pasar Treasury tetap menjadi satu-satunya tempat bagi investor global untuk segera mengubah aset mereka menjadi uang tunai. Fenomena ini terkait secara implisit dengan prinsip Asset Shiftability di mana aset dapat dijual cepat untuk memperoleh likuiditas, sebuah fungsi yang vital bagi ketahanan sistem keuangan global.

Meskipun terdapat upaya yang disengaja untuk mendiversifikasi cadangan karena alasan geopolitik, laju de-dolarisasi secara fundamental dibatasi oleh kedalaman pasar. Bank sentral yang memegang triliunan dolar sebagai cadangan devisa memerlukan tempat penyimpanan yang terjamin keamanannya dan memiliki kapasitas untuk menyerap pergerakan modal besar. Pasar US Treasury adalah satu-satunya yang memenuhi kriteria ini. Untuk menggambarkan keunggulan likuiditas ini, perbandingan ukuran pasar utang pemerintah menjadi sangat relevan.

Table 1: Perbandingan Ukuran Pasar Utang Pemerintah Utama Global (Estimasi)

Yurisdiksi Total Nilai Pasar Obligasi Pemerintah (Triliun) Mata Uang Denominasi Wawasan Likuiditas
Amerika Serikat >$26 Triliun (Pemerintah) USD Likuiditas, Kedalaman, dan Ketahanan Tertinggi (Safe Asset Global)
Tiongkok $21.3 Triliun (Total Est.) CNY Tingkat Kepemilikan Asing Rendah; Volatilitas Kebijakan
Jepang $13+ Triliun (Est.) JPY Dominasi Kepemilikan Bank Sentral (BoJ)
Uni Eropa (Supranasional) Mendekati €1 Triliun EUR Meningkat; Belum mencapai skala yang dapat menantang Treasury AS

Perbandingan ini memperjelas bahwa meskipun pasar utang Tiongkok memiliki ukuran yang besar, tingkat kepemilikan asing yang rendah dan volatilitas kebijakan mengurangi daya tariknya sebagai aset aman universal. Pasar utang Eurozone, meskipun berkembang, masih jauh dari skala yang dapat menantang kedalaman Pasar Treasury AS. Kekurangan likuiditas dan kedalaman pada mata uang alternatif ini menciptakan ketergantungan struktural, atau structural lock-in, pada USD, membatasi kemampuan bank sentral untuk melakukan diversifikasi secara cepat, terlepas dari keinginan mereka.

Peran Transaksional USD: Faktur Perdagangan dan Keuangan Lintas Batas

USD mempertahankan dominasi substansial dalam fungsi transaksional dan unit akun, yang merupakan pilar kedua dominasinya yang sulit digoyahkan. USD adalah mata uang yang dominan untuk faktur perdagangan global, khususnya untuk komoditas dan rantai pasokan internasional.

Sebagai contoh, dalam perdagangan Uni Eropa dengan negara-negara non-UE (extra-EU trade), Dolar AS merupakan mata uang yang paling banyak digunakan untuk impor, dengan pangsa 51% pada tahun 2024, melebihi Euro yang hanya 40%. Dominasi ini bahkan lebih mencolok dalam komoditas utama; untuk impor dan ekspor produk petroleum, USD adalah mata uang yang paling banyak digunakan, mencapai 70% dari faktur ekspor . Di tingkat regional, meskipun Indonesia mencatat surplus perdagangan (seperti USD 31.04 miliar pada 2024), volume ekspor dan impor utama, termasuk ke Tiongkok dan Amerika Serikat, tetap didenominasi dalam USD.

Dominasi USD juga meluas ke sektor keuangan lintas batas. Sebagian besar utang internasional, termasuk pinjaman sindikasi besar seperti yang diperoleh PLN senilai $1.62 miliar, dan pinjaman komersial global didenominasikan dan diselesaikan dalam Dolar AS. Utang Luar Negeri Bruto Total Amerika Serikat sendiri yang mencapai $28.6 triliun  menunjukkan besarnya pasar keuangan yang berputar di sekitar mata uang ini.

Erosi dominasi USD terjadi lebih cepat pada fungsi penyimpanan nilai (cadangan devisa) dibandingkan fungsi alat tukar/unit akun (faktur perdagangan). Keputusan untuk mendiversifikasi cadangan adalah keputusan makroprudensial yang dibuat oleh bank sentral. Sebaliknya, mengubah mata uang faktur perdagangan global memerlukan perubahan pada kebiasaan ribuan perusahaan, sistem kliring komoditas, dan kontrak internasional, yang secara kolektif menghasilkan efek jaringan yang sangat kuat. Oleh karena itu, dominasi USD dalam perdagangan dan keuangan lintas batas menunjukkan stickiness transaksional yang akan bertahan lama, meskipun bank sentral aktif mengurangi kepemilikan Treasuries mereka.

Kepercayaan Institusional dan Efek Jaringan

Meskipun sistem Bretton Woods yang mematok USD ke emas telah lama ditinggalkan, AS terus mendapatkan manfaat dari faktor kelembagaan yang sulit ditiru. AS menyediakan kerangka hukum yang kuat, independensi relatif bank sentral (The Fed), dan sistem pasar yang transparan, yang mengurangi risiko intervensi pemerintah yang tiba-tiba dibandingkan dengan yurisdiksi pesaing.

Kepercayaan institusional ini diperkuat oleh efek jaringan: USD digunakan oleh hampir semua pihak karena semua pihak lain menggunakannya. Jaringan global ini menurunkan biaya transaksi, mengurangi risiko valuta asing, dan menyederhanakan pelaporan keuangan bagi perusahaan multinasional. Kepercayaan ini, digabungkan dengan kedalaman pasar, membentuk benteng pelindung yang melindungi USD dari erosi cepat.

Tekanan De-Dolarisasi: Erosi Kepercayaan Dan Risiko Sistemik

Meskipun fondasi struktural USD kokoh, mata uang ini menghadapi tantangan signifikan yang berasal dari tekanan geopolitik dan fiskal AS, yang secara bertahap mengikis kepercayaan institusional dan mendorong upaya de-dolarisasi.

Penurunan Pangsa Cadangan Devisa Resmi (COFER)

Bukti paling jelas dari de-dolarisasi adalah penurunan pangsa Dolar AS dalam Currency Composition of Official Foreign Exchange Reserves (COFER) yang dilaporkan oleh IMF. Pangsa USD sebagai cadangan devisa global telah turun ke level terendah dalam 30 tahun. Meskipun penurunan ini bersifat bertahap—dari puncaknya sekitar 72% pada tahun 2000 menjadi antara 56.32% hingga 59.0% saat ini , hal ini menandakan upaya aktif dan berkelanjutan oleh bank sentral untuk mendiversifikasi kepemilikan mereka.

Penurunan pangsa USD ini tidak sepenuhnya diserap oleh satu mata uang pesaing tunggal (seperti Euro atau Yuan). Sebaliknya, diversifikasi terjadi menuju mata uang alternatif non-tradisional, seperti Dolar Kanada, Dolar Australia, dan Emas. Pergerakan ini menunjukkan pergeseran bertahap menuju sistem mata uang multipola, di mana bank sentral menyebar risiko di berbagai yurisdiksi, mengurangi paparan mereka terhadap risiko yang terkait dengan mata uang tunggal.

Table 2: Pangsa Mata Uang dalam Cadangan Devisa Resmi Global (COFER)

Mata Uang Pangsa Tahun 2000 (%) (Estimasi) Pangsa Terkini (IMF/COFER) (%) Keterangan
Dolar AS (USD) ~72.0% 56.32% – 59.0% [ Penurunan signifikan, mencapai level terendah 30 tahun.
Euro (EUR) Alternatif terbesar kedua.
Yuan Tiongkok (CNY) Sangat kecil Meningkat perlahan Pertumbuhan tercepat, namun pangsa masih minor.
Lainnya (Termasuk Emas) Diversifikasi aktif Menunjukkan pergerakan menuju sistem multipolar.

Implikasi Utang Publik AS dan Kepercayaan Fiskal

Tingkat utang publik AS yang sangat tinggi menimbulkan kekhawatiran tentang solvabilitas jangka panjang dan stabilitas mata uang. Utang Luar Negeri Bruto Total Amerika Serikat mencapai angka yang sangat besar, yaitu $28.6 triliun. Angka ini, dikombinasikan dengan kebijakan moneter yang agresif (Quantitative Easing), memicu kekhawatiran mengenai penurunan nilai USD (debasement), di mana kemampuan beli mata uang berkurang.

Kekhawatiran terhadap penurunan nilai ini telah mendorong investor dan pemegang utang negara AS internasional untuk mencari aset lindung nilai. Investor merespons dengan mengalihkan aset ke Emas dan bahkan aset non-tradisional seperti Bitcoin [1]. Meskipun utang luar negeri berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi [15], utang domestik AS yang terus meningkat menambah risiko jangka panjang pada status mata uang cadangan.

Geopolitik Moneter: Risiko “Penggunaan Senjata” Dolar AS (Sanctions Weaponization)

Pemicu paling kuat dan politis untuk de-dolarisasi adalah penggunaan USD sebagai alat sanksi politik (sanctions weaponization). Tindakan Barat, seperti pembekuan cadangan mata uang Rusia sebagai respons terhadap konflik di Ukraina, secara tajam menyoroti risiko memegang aset yang didenominasi USD.

Para analis menegaskan bahwa penggunaan dolar sebagai alat politik adalah alasan utama mengapa negara-negara seperti BRICS (Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan) mencari alternatif mata uang lokal dalam perdagangan internasional mereka . Tindakan sanksi ini memaksa negara-negara yang berisiko tinggi untuk memprioritaskan keamanan politik dan insulasi dari yurisdiksi AS, bahkan jika hal tersebut berarti mengorbankan efisiensi ekonomi dan likuiditas yang ditawarkan oleh sistem USD.

Analisis Kelayakan Alternatif Mata Uang Cadangan Utama

Mata uang cadangan global harus menjadi pilihan default, yang berarti mereka harus mampu mempertahankan fungsinya di bawah tekanan. Dua pesaing utama, Euro dan Yuan, masih menghadapi hambatan struktural signifikan.

Euro (€): Alternatif dengan Kedalaman Pasar yang Meningkat

Euro, sebagai mata uang cadangan terbesar kedua, memiliki peran transaksional yang kuat dalam kawasan ekonomi Uni Eropa. Lebih dari setengah (52%) ekspor Uni Eropa difakturkan dalam Euro.

Namun, Euro secara historis menghadapi hambatan struktural dalam fungsi safe asset. Pasar obligasi Eropa terfragmentasi, dengan investor keamanan tinggi secara tradisional beralih ke utang negara tunggal, seperti German Bunds. Tidak adanya aset aman sentral yang tunggal dan likuid dalam skala besar menghambat Euro untuk menantang Pasar Treasury AS.

Perkembangan positif kini terlihat. Uni Eropa sedang membangun pasar obligasi supranasional. Rencana untuk menerbitkan obligasi baru diperkirakan akan mendorong pasar sekuritas teraman Eropa melampaui ambang €1 triliun. Meskipun nilai ini masih jauh dari $26 triliun Pasar Treasury AS, pertumbuhan dan likuiditas yang ditingkatkan dari obligasi supranasional ini menciptakan alternatif yang menarik bagi investor global. Jika Uni Eropa berhasil mengonsolidasikan pasar utang yang terpusat dan sangat likuid, hambatan utama bagi Euro sebagai mata uang cadangan global dapat berkurang secara signifikan, menjadikannya pesaing yang lebih kredibel dalam jangka menengah.

Yuan Tiongkok (RMB/CNY): Ambisi dan Kontrol Modal

Tiongkok secara strategis berupaya meningkatkan peran Yuan di tingkat global. Bank sentral Tiongkok (PBOC) telah meluncurkan regulasi baru untuk mengawasi transaksi yuan lintas batas antar bank, yang bertujuan untuk menstabilkan aliran uang sambil mendukung pasar yuan offshore dan meningkatkan pembiayaan yuan lintas batas. Strategi ini, yang didorong oleh ambisi geopolitik, merupakan upaya untuk meningkatkan mobilitas Yuan tanpa mengorbankan stabilitas keuangan domestik.

Meskipun upaya ini gencar, analis makro global berpendapat bahwa Yuan Tiongkok belum siap menggantikan Dolar AS sebagai mata uang cadangan dunia. Hal ini bukan hanya karena ukuran ekonominya, tetapi karena kebijakan struktural Tiongkok sendiri.

Kritik mendasar adalah bahwa internasionalisasi Yuan yang lebih luas bergantung pada kekuatan ekonomi domestik dan, yang paling penting, kemajuan lebih lanjut dalam konvertibilitas akun modal. Akun modal yang tertutup, intervensi pemerintah yang tidak dapat diprediksi, dan kebijakan mata uang yang dikelola adalah hambatan kritis.

Status mata uang cadangan global menuntut konvertibilitas modal bebas. Keputusan Tiongkok untuk mempertahankan kontrol modal mencerminkan prioritas domestik yang tinggi terhadap kebijakan moneter independen dan stabilitas internal. Keputusan ini secara efektif menjebak Yuan dalam dilema: mata uang ini tidak akan pernah sepenuhnya dipercaya sebagai aset penyimpanan global yang aman selama investor khawatir modal mereka dapat terperangkap atau menjadi sasaran intervensi kebijakan yang tiba-tiba. Akibatnya, Yuan kemungkinan akan berfungsi sebagai mata uang perdagangan regional yang signifikan bagi negara-negara BRICS dan mitra dagang Asia, tetapi gagal menjadi mata uang cadangan global yang setara dengan USD atau EUR.

Mekanisme Cadangan Dan Sistem Pembayaran Non-Tradisional

De-dolarisasi juga mendorong pengembangan mekanisme cadangan dan sistem pembayaran non-tradisional yang bertujuan mengurangi ketergantungan pada infrastruktur keuangan AS/Barat.

Hak Penarikan Khusus (SDR) IMF

Hak Penarikan Khusus (SDR) adalah aset cadangan internasional dan unit rekening Dana Moneter Internasional (IMF). SDR bukanlah mata uang tetapi merupakan klaim potensial terhadap mata uang anggota IMF, yang didasarkan pada keranjang mata uang utama: USD, Euro, Yen Jepang, Pound Sterling, dan Yuan Tiongkok .

SDR memiliki peran penting dalam menyediakan likuiditas tambahan bagi sistem ekonomi global tanpa menambah beban utang negara anggota. Sebagai contoh, IMF mendiskusikan alokasi SDR senilai $650 miliar untuk membantu pemulihan global dari krisis COVID-19. Fungsi SDR terutama terbatas pada stabilisasi cadangan dan unit akun untuk IMF dan bank sentral anggotanya, bukan sebagai alat pembayaran harian dalam perdagangan internasional.

Emas (Gold) sebagai Aset Lindung Nilai

Emas telah lama memegang peran vital dalam keuangan global. Meskipun sistem standar emas telah lama berakhir, kepercayaan terhadap emas sebagai aset lindung nilai tetap kuat dan meningkat. Bank sentral di berbagai negara memegang emas sebagai bagian dari cadangan devisa mereka untuk melindungi nilai kekayaan mereka di masa krisis.

Dalam konteks de-dolarisasi, pembelian emas oleh bank sentral tertentu berfungsi sebagai diversifikasi aktif dari USD. Hal ini terutama dilakukan oleh negara-negara yang sensitif terhadap risiko sanksi, yang melihat emas sebagai aset yang tidak tunduk pada kontrol yurisdiksi mana pun.

Alternatif Sistem Pesan Keuangan Global (Post-SWIFT)

Ancaman “penggunaan senjata” Dolar AS telah mendorong pengembangan sistem pesan keuangan alternatif untuk mengisolasi diri dari kemungkinan pemutusan jaringan SWIFT.

CIPS (China Inter-Bank Payments System)

CIPS dikembangkan oleh Tiongkok dan berfungsi sebagai sistem pesan alternatif terhadap SWIFT. CIPS memproses volume transaksi yang signifikan, sekitar $12.7 triliun pada tahun 2021. Meskipun CIPS menggunakan standar sintaks SWIFT, sistem ini memfasilitasi bisnis renminbi. Beberapa bank Rusia telah terhubung ke CIPS sebagai peserta tidak langsung, memfasilitasi perdagangan bilateral mereka.

SPFS (Russian System for Transfer of Financial Messages)

Rusia mengembangkan SPFS sejak 2014, setelah ancaman Amerika Serikat untuk memutuskan akses Rusia dari sistem SWIFT. Meskipun biaya transaksi SPFS telah dikurangi, sistem ini secara historis dipandang sebagai pilihan terakhir (last resort) karena keterbatasan operasionalnya dibandingkan dengan SWIFT global. Uni Eropa telah melarang bank-bank UE di luar Rusia menggunakan SPFS, dan AS telah memperingatkan institusi yang bergabung dengan sistem tersebut.

Sistem-sistem alternatif ini adalah indikasi fragmentasi geopolitik. Mereka dirancang untuk menyediakan insulasi sanksi dan memastikan kelangsungan transaksi bilateral bagi negara-negara yang terpolarisasi secara geopolitik. Nilai utamanya terletak pada keandalan politik, bukan efisiensi ekonomi. Mereka menciptakan segmentasi geofinansial, meningkatkan kompleksitas dan biaya transaksi bagi anggota yang terisolasi, tetapi tidak menyediakan solusi global yang efisien yang dapat menggantikan efek jaringan SWIFT/USD bagi mayoritas negara.

Kesimpulan

Analisis struktural menunjukkan bahwa Dolar AS masih dibutuhkan karena superioritas likuiditas, kedalaman pasar, dan efek jaringan yang mengakar kuat. Meskipun demikian, tekanan geopolitik dan fiskal memastikan bahwa dominasi USD akan terus tergerus.

Sistem moneter global sedang bergerak menuju multipolaritas bertahap. Proses ini dicirikan oleh diversifikasi yang lambat dari USD dalam cadangan resmi, sementara USD mempertahankan peran dominannya dalam faktur perdagangan komoditas dan pasar modal yang sangat likuid.

Dalam sistem multipolar yang muncul, USD akan tetap menjadi mata uang primus inter pares (yang pertama di antara yang setara), tetapi Euro akan mengonsolidasikan perannya sebagai mata uang cadangan regional yang kuat di Eropa dan Afrika. Yuan Tiongkok akan menjadi mata uang utama dalam perdagangan regional Asia dan dalam blok BRICS, tetapi akan dibatasi oleh kontrol modalnya. Mata uang non-tradisional, termasuk Emas dan aset komoditas, akan semakin penting sebagai lindung nilai dan penyimpan nilai bagi bank sentral yang mencari insulasi politik.

Risiko Transisi Moneter dan Konsekuensi

Transisi dari hegemoni unipolar ke multipolaritas moneter tidak akan terjadi tanpa risiko.

  1. Risiko Likuiditas Global:Jika tekanan de-dolarisasi menyebabkan pelepasan besar-besaran aset Treasury AS oleh bank sentral, hal itu dapat mengganggu likuiditas pasar obligasi yang berfungsi sebagai jangkar keuangan global. Ini akan menciptakan volatilitas pasar, menekan harga obligasi, dan secara signifikan meningkatkan biaya pinjaman global, memengaruhi semua negara, termasuk AS.
  2. Fragmentasi Efisiensi:Pengembangan sistem pembayaran regional (seperti CIPS dan SPFS) yang diprioritaskan karena insulasi politik daripada efisiensi ekonomi  akan meningkatkan biaya transaksi dan inefisiensi. Fragmentasi geofinansial ini secara langsung melawan globalisasi dan dapat memperlambat pertumbuhan perdagangan global.

 

Kita masih membutuhkan Dolar AS karena kekokohan struktural Pasar Treasury AS dan dominasi transaksional USD yang tertanam dalam kontrak perdagangan global. Kedua pilar ini, didukung oleh aturan hukum AS, menciptakan structural lock-in yang membatasi kecepatan de-dolarisasi.

Meskipun Euro menawarkan likuiditas yang meningkat melalui obligasi supranasional dan Yuan didorong oleh ambisi geopolitik Tiongkok, keduanya gagal memenuhi semua kriteria mata uang cadangan global. Euro masih berjuang dengan fragmentasi pasar utang, sementara Yuan dibatasi secara fundamental oleh keengganan Tiongkok untuk membuka akun modal dan melepaskan kontrol politik atas mata uangnya.

Oleh karena itu, sistem di masa depan akan dicirikan oleh dominasi USD yang melemah tetapi tetap sentral, di tengah meningkatnya fragmentasi moneter dan keuangan. Para pembuat kebijakan harus mempersiapkan diri untuk lingkungan di mana diversifikasi portofolio dan manajemen risiko sanksi menjadi prioritas, tetapi efisiensi kliring USD tetap tak tergantikan.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

17 + = 25
Powered by MathCaptcha