Penyakit Tropis Terabaikan sebagai Indikator Ketidaksetaraan Sosial-Ekonomi Global
Penyakit Tropis Terabaikan (NTDs) merupakan kelompok beragam yang terdiri dari 25 kondisi, yang disebabkan oleh berbagai patogen termasuk virus, bakteri, parasit, jamur, dan toksin. Kondisi-kondisi ini secara kolektif memengaruhi sekitar 1 miliar orang, utamanya berfokus pada populasi yang paling rentan dan hidup di komunitas yang kurang terlayani di seluruh dunia. Prevalensi NTDs yang tinggi dan persisten menunjukkan kegagalan dalam keadilan kesehatan global.
Krisis NTDs berakar kuat dalam ketidaksetaraan sosial-ekonomi. Penyakit-penyakit ini diklasifikasikan sebagai “infeksi kemiskinan” (infections of poverty) karena beredar di lingkungan dengan sanitasi buruk, air kotor, dan akses terbatas terhadap fasilitas kesehatan dasar. Akibatnya, NTDs tidak hanya merupakan konsekuensi dari kemiskinan, tetapi juga pendorong utama yang melanggengkan siklus kemiskinan struktural. Beban penyakit ini, yang sering kali bersifat kronis dan melemahkan, menghasilkan persentase tinggi dari beban penyakit global yang diukur melalui Disability-Adjusted Life Years (DALYs).
Kerangka Kerja Global: Peta Jalan WHO 2021–2030 dan Status Kemajuan
Komunitas kesehatan global, dipimpin oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), telah menetapkan target ambisius melalui Peta Jalan NTD 2021–2030. Visi utama peta jalan ini adalah mengurangi 90% jumlah orang yang membutuhkan pengobatan untuk NTDs dan mencapai eliminasi setidaknya satu NTD di 100 negara pada tahun 2030.
Sejauh ini, program intervensi telah menunjukkan efektivitas yang signifikan. Hingga Mei 2025, 56 negara telah berhasil mengeliminasi setidaknya satu NTD sebagai masalah kesehatan masyarakat. Selain itu, jumlah populasi global yang membutuhkan intervensi telah berkurang 32% dari batas dasar 2010, dengan perkiraan 1,495 miliar orang membutuhkan intervensi pada tahun 2023. Beban penyakit global juga menunjukkan penurunan, dengan DALYs terkait NTD turun dari 17,2 juta menjadi 14,1 juta antara tahun 2015 dan 2021.
Argumentasi Sentral: Mendefinisikan Kesenjangan Keadilan Kesehatan dalam Konteks NTD
Meskipun terdapat kemajuan besar ini, Kesenjangan Keadilan Kesehatan (Health Equity Gap) dalam konteks NTD tetap signifikan. Kesenjangan ini didefinisikan sebagai diskrepansi antara kebutuhan kesehatan populasi yang paling rentan di negara berpenghasilan rendah dan menengah (Low- and Middle-Income Countries – LMICs) dengan sumber daya yang dialokasikan untuk mengatasi masalah tersebut.
Situasi yang berkembang menunjukkan adanya “Perangkap Keberhasilan” (The Success Trap) dalam pendanaan global. Meskipun keberhasilan eliminasi, pengurangan DALYs, dan penurunan kebutuhan pengobatan yang dicapai seharusnya mendorong investasi berkelanjutan untuk menyelesaikan eliminasi di wilayah yang tersisa, data menunjukkan sebaliknya. Keberhasilan ini justru ditafsirkan oleh donor besar sebagai indikasi bahwa program telah mencapai titik balik, yang memicu penarikan pendanaan yang drastis. Interpretasi ini berbahaya, sebab fase eliminasi akhir, yang berfokus pada komunitas yang paling sulit dijangkau (last-mile), merupakan fase yang paling intensif sumber daya dan membutuhkan komitmen finansial yang stabil untuk surveilans dan pengiriman intervensi.
Beban Ganda NTDs: Analisis Penyakit Prioritas di LMICs
Metrik Beban Penyakit: DALYs dan Morbiditas Kronis
NTDs secara historis menyumbang persentase tinggi dari beban penyakit global, terutama karena sifatnya yang kronis dan mengakibatkan kecacatan jangka panjang, yang tercermin dalam metrik DALYs. Meskipun data terbaru (2015–2021) menunjukkan tren penurunan DALYs terkait NTD, ini menekankan bahwa intervensi yang ada berhasil ketika didanai. Namun, kerentanan sistem pendanaan berarti morbiditas kronis dan kecacatan tetap menjadi ancaman besar, berpotensi membalikkan kemajuan ini.
Fokus 1: Demam Berdarah Dengue (Dengue)
Demam Berdarah Dengue, meskipun memiliki strategi pengendalian yang berbeda dari banyak NTD berbasis kemoterapi pencegahan massal (MDA), semakin diakui sebagai beban besar di LMICs. Data dari awal tahun 2024 menunjukkan lonjakan epidemiologi yang mengkhawatirkan: hingga April 2024, lebih dari 7,6 juta kasus dengue dilaporkan kepada WHO secara global, dengan 3,4 juta di antaranya terkonfirmasi.
Dampak perubahan iklim memainkan peran sentral. Pemanasan global dan perubahan iklim secara eksplisit meningkatkan kemungkinan dan penyebaran penyakit yang ditularkan melalui vektor, termasuk dengue, leishmaniasis, dan Chagas disease. Hal ini menempatkan komunitas miskin pada risiko yang lebih besar. Di samping itu, kesenjangan akses diagnostik dan vaksin menjadi masalah mendasar. Meskipun teknologi diagnostik cepat tersedia, aksesibilitas dan logistik rantai dingin sering kali tidak memadai di daerah terpencil.
Fokus 2: Kusta (Leprosy)
Kusta, atau Morbus Hansen, adalah penyakit yang secara inheren terkait dengan stigma sosial yang mendalam. Meskipun upaya eliminasi telah berlangsung selama puluhan tahun, kusta masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang signifikan di banyak LMICs, memerlukan percepatan dalam pengurangan beban penyakit.
Kusta adalah contoh klasik bagaimana NTD melanggengkan kemiskinan melalui saluran sosial dan ekonomi. Disabilitas dan disfigurasi yang timbul dari kusta secara langsung mengganggu kapasitas produktif individu dan menyebabkan eksklusi sosial. Data menunjukkan bahwa stigma terkait kusta menyebabkan penolakan sosial, kesulitan menikah, dan bahkan putusnya pernikahan. Dampak ini sangat kritis dan seringkali spesifik gender. Sementara pria lebih mengkhawatirkan batasan pada peluang ekonomi, disfigurasi pada wanita muda menghambat prospek pernikahan, yang di banyak LMICs berfungsi sebagai jaring pengaman ekonomi, dan secara langsung mengurangi kapasitas mereka untuk mencari nafkah. Stigma ini merupakan “beban tersembunyi” (hidden burden) yang memperkuat kemiskinan struktural.
Fokus 3: Penyakit Chagas (American Trypanosomiasis)
Penyakit Chagas, yang disebabkan oleh parasit Trypanosoma cruzi dan utamanya ditularkan oleh vektor (kumbang triatomine), merupakan beban kesehatan yang besar di benua Amerika. Diperkirakan 6–7 juta orang terinfeksi di seluruh dunia, dengan 30.000–40.000 kasus baru setiap tahunnya dan sekitar 12.000 kematian terkait penyakit.
Beban Penyakit Chagas sangat menakutkan dari perspektif ekonomi jangka panjang. Penyakit ini seringkali menyebabkan masalah kardiovaskular kronis yang mengakibatkan kematian dini dan hilangnya produktivitas. Total biaya global Penyakit Chagas diestimasi mencapai $7,19 miliar per tahun, dan biaya seumur hidup diperkirakan mencapai $188,80 miliar.
Sebuah dimensi penting dari keadilan kesehatan terkait Chagas adalah globalisasi beban penyakit yang terabaikan. Meskipun prevalensi tertinggi berada di Amerika Latin tropis dan Andean , analisis menunjukkan bahwa lebih dari 10% dari total biaya ini berasal dari Amerika Serikat dan Kanada, di mana penyakit Chagas tidak secara tradisional endemik. Fenomena ini menunjukkan bahwa migrasi populasi rentan telah “mengimpor” beban penyakit ke negara-negara berpenghasilan tinggi. Namun, kegagalan sistem pendanaan dan kesehatan global untuk mengatasi penyakit ini secara komprehensif di negara asalnya berarti beban tetap diabaikan, bahkan ketika memengaruhi populasi imigran yang rentan di negara maju.
Table 1: Perbandingan Beban dan Karakteristik NTDs Prioritas di LMICs
| Penyakit | Estimasi Kasus/Terinfeksi Global | DALYs/Beban Ekonomi | Isu Keadilan Kesehatan Utama | |
| Dengue | Lebih dari 7.6 Juta Kasus (Q1 2024) | Morbiditas tinggi, kerugian produktivitas akut | Kerentanan iklim, kesenjangan akses vaksin/diagnostik | |
| Kusta (Leprosy) | Data Kasus Baru Tahunan | DALYs kronis, kerugian produktivitas seumur hidup | Stigma mendalam, disabilitas, isolasi sosial, hambatan ekonomi | |
| Penyakit Chagas | 6–7 Juta Terinfeksi | $188.8 Miliar biaya per seumur hidup | Beban kardiovaskular, tantangan diagnostik dan eliminasi penularan kongenital |
NTDs, Stigma, dan Pelanggengan Kemiskinan
Hubungan Dua Arah: Penyakit sebagai Penyebab dan Akibat Kemiskinan Struktural
NTDs beroperasi dalam lingkaran setan kemiskinan. Sebagai akibat dari kemiskinan, penyakit ini berkembang biak di komunitas yang kekurangan akses terhadap infrastruktur dasar seperti air bersih dan sanitasi. Sebagai penyebab kemiskinan, NTDs menyebabkan kecacatan kronis yang mengurangi kemampuan individu untuk bekerja, mencari nafkah, dan berpartisipasi penuh dalam kehidupan ekonomi dan sosial. Kehilangan kapasitas produktif ini menenggelamkan keluarga lebih dalam ke dalam kemiskinan.
Stigma Sosial sebagai Beban Tersembunyi (Hidden Burden)
Selain beban fisik dan ekonomi yang dapat diukur, NTDs membebankan beban tersembunyi yang signifikan: stigma sosial dan diskriminasi. Stigma ini, yang sulit diukur dalam data epidemiologi standar, memengaruhi tidak hanya pasien tetapi juga keluarga dan komunitas mereka. Misalnya, kondisi seperti onchocerciasis (kebutaan sungai) dan filariasis limfatik (kaki gajah) seringkali menimbulkan disfigurasi fisik yang mencolok.
Diskriminasi yang diakibatkan oleh disfigurasi fisik dapat menghancurkan prospek sosial dan ekonomi. Individu mungkin menyembunyikan lesi kulit mereka, diabaikan, dianggap berbahaya, dan ditakuti oleh orang lain. Dampak paling parah terlihat pada prospek pernikahan dan kapasitas mencari nafkah. Bagi gadis dan wanita muda dengan filariasis limfatik, disfigurasi yang timbul dapat menghambat kemampuan mereka untuk menikah dan secara langsung mengganggu kapasitas ekonomi mereka. Bagi pria, stigma seringkali membatasi peluang ekonomi mereka. Stigma ini, yang menolak hak sipil dan penerimaan sosial seseorang karena status kesehatannya, merupakan pendorong kuat isolasi sosial dan kerugian finansial jangka panjang, mengukuhkan siklus kemiskinan yang sulit diputus.
Mengatasi Stigma: Pendekatan Berpusat pada Manusia
Mengingat sifat destruktif stigma, intervensi pengobatan NTD harus diperluas melampaui obat-obatan fisik untuk mencakup dukungan kesehatan mental dan pendekatan yang berpusat pada manusia.
Masalah stigma NTD harus diperlakukan sebagai masalah hak asasi manusia yang fundamental, bukan sekadar komplikasi medis. Konsep kuno tentang stigma kini digantikan oleh kerangka kerja hak asasi manusia yang menekankan imoralitas dari penolakan yang tidak adil terhadap hak sipil dan penerimaan sosial. Kerangka ini mendikte bahwa respons kebijakan harus terintegrasi, mencakup tidak hanya pengobatan dan pencegahan, tetapi juga reformasi sosial dan hukum untuk melawan diskriminasi. Hanya dengan mengakui dan mengatasi beban tersembunyi ini, upaya eliminasi dapat mencapai dampak transformatif pada kehidupan populasi rentan.
Krisis Pendanaan: Kerentanan Arsitektur Keuangan Global NTD
Ketergantungan Berlebihan pada ODA dan Filantropi
Program NTD secara luas diakui sebagai salah satu inisiatif paling hemat biaya dalam kesehatan global, keberhasilan yang sebagian besar disebabkan oleh kemitraan publik-swasta yang efektif. Pondasi strategi pengobatan banyak NTD adalah donasi obat-obatan dalam jumlah besar. Sejak 2011 hingga saat ini, program ini telah menerima donasi obat yang secara kumulatif bernilai lebih dari US$ 12 miliar dari 12 produsen farmasi utama (termasuk Bayer AG, GSK, Pfizer, dan lainnya). Donasi ini memungkinkan perawatan yang mengubah hidup tersedia bagi yang membutuhkan dengan biaya minimal.
Namun, ketergantungan ini menciptakan arsitektur keuangan yang sangat rapuh, di mana program sangat bergantung pada Bantuan Pembangunan Resmi (ODA) dari negara-negara donor untuk menutupi biaya operasional dan pengiriman.
Dampak Bencana Pemotongan ODA (2024–2025)
Kemajuan yang dicapai dalam eliminasi kini berada di bawah ancaman serius akibat pembongkaran ODA untuk kesehatan global. Krisis ini diperparah oleh penarikan pendanaan baru-baru ini oleh Amerika Serikat dari proyek-proyek NTD dan pengakhiran inisiatif flagship Inggris (program Ascend) pada tahun 2021, yang membahayakan investasi global selama 19 tahun.
Dampak kuantitatif dari pemotongan ODA sangat menghancurkan dan langsung dirasakan di garis depan. Laporan awal WHO pada pertengahan 2025 menunjukkan bahwa penarikan pendanaan telah menunda 47 kampanye pengobatan massal (MDA) yang diperlukan, yang berimplikasi pada kegagalan membebaskan 143 juta orang dari beban NTDs. Kegagalan ini diperkirakan akan menunda pencapaian target eliminasi pada tahun 2030 di setidaknya 10 negara tambahan.
Konsekuensi operasional termasuk gangguan layanan kesehatan yang dilaporkan oleh lebih dari 70% kantor negara WHO, dengan program NTD menjadi yang paling parah terkena dampaknya. Selain itu, penangguhan pendanaan telah memicu kehilangan pekerjaan di antara petugas kesehatan dan perawat di lebih dari separuh negara yang disurvei, melemahkan kapasitas implementasi lokal secara kritis. Pemotongan mendadak juga menghentikan penelitian penting untuk memvalidasi perawatan, diagnostik, dan platform pengawasan baru, yang diperlukan untuk tahap eliminasi.
Krisis Operasional yang Terselubung
Kesenjangan keadilan kesehatan yang paling akut saat ini bukanlah kurangnya obat-obatan, melainkan kegagalan dalam mendanai biaya operasional dan pengiriman program. Program global sangat pandai dalam mengamankan donasi obat-obatan bernilai miliaran dolar, tetapi seringkali gagal mengamankan dana operasional yang jauh lebih kecil untuk membawa obat tersebut ke komunitas last-mile.
Krisis ini menghasilkan dilema yang tragis: donasi obat yang dimaksudkan untuk menyelamatkan nyawa kini berisiko menjadi kerugian total. Jika mekanisme alternatif untuk penyediaan layanan tidak diamankan dengan cepat, penangguhan dan pengurangan ODA dapat menyebabkan kedaluwarsa lebih dari 55 juta tablet NTD di Afrika saja pada akhir tahun 2025. Kejadian ini membuktikan kerapuhan sistem yang bergantung pada donasi: ketergantungan pada donasi membuat seluruh sistem distribusi rentan terhadap ketidakstabilan pendanaan operasional, mengubah sumber daya berharga menjadi sampah jika tidak ada staf, logistik, dan pengawasan yang memadai untuk mengirimkannya.
Table 2: Dampak Langsung Pemotongan ODA Terhadap Program NTD Global (WHO, 2025)
| Indikator Dampak Krisis ODA | Data Kuantitatif (Estimasi/Laporan Awal) | Konsekuensi Keadilan Kesehatan yang Parah |
| Kampanye Pengobatan Tertunda | 47 Kampanye | 143 Juta orang tidak menerima intervensi pengobatan massal yang diperlukan. |
| Risiko Kedaluwarsa Obat | Lebih dari 55 Juta tablet NTD (di Afrika saja) | Pemborosan sumber daya donasi dan kegagalan sistem pengiriman. |
| Gangguan Layanan Kesehatan | Dilaporkan oleh lebih dari 70% kantor negara WHO | Program NTD termasuk yang paling parah terkena, mengancam pembalikan kemajuan. |
| Kehilangan Pekerjaan Staf Kesehatan | Petugas kesehatan/perawat di lebih dari 50% negara terdampak | Hilangnya kapasitas kritis di garis depan untuk implementasi program MDA dan surveilans. |
Tantangan Logistik dan Distribusi Intervensi di Garis Depan
Implementasi Kemoterapi Pencegahan Massal (MDA): Hambatan Operasional
Strategi Kemoterapi Pencegahan Massal (MDA) merupakan inti dari upaya pengendalian banyak NTD, namun implementasinya di tingkat akar rumput menghadapi tantangan multi-sektoral. Hambatan utama termasuk kurangnya komitmen politik yang memadai di tingkat kabupaten/kota, yang seringkali menyebabkan rendahnya prioritas daerah terhadap penyakit seperti Frambusia (Yaws) meskipun ada peningkatan kasus baru.
Selain itu, kurangnya koordinasi lintas program dan sektor, serta kurangnya dana untuk implementasi strategi, menghambat pencapaian cakupan yang diperlukan. Program pengendalian Frambusia di Indonesia, misalnya, menunjukkan perlunya penemuan kasus aktif melalui puskesmas keliling dan kunjungan dari rumah ke rumah, namun upaya ini terhambat ketika prioritas daerah rendah, menunjukkan perlunya perencanaan program di tingkat mikro (kabupaten/kota) dan integrasi program.
Hambatan Geografis, Keamanan, dan Infrastruktur
Tantangan logistik diperparah oleh kondisi geografis dan infrastruktur di LMICs. Biaya transportasi untuk mendistribusikan obat ke daerah terpencil sangat tinggi karena jarak yang jauh dan kondisi jalan yang sulit, yang pada akhirnya menaikkan harga obat dan membebani masyarakat.
Lebih lanjut, risiko keamanan fisik menghambat pengiriman, karena konvoi pengiriman obat dapat terhambat atau bahkan diserang. Kurangnya pengawasan dan pengendalian kualitas di daerah terpencil juga membuka peluang bagi peredaran obat palsu atau kedaluwarsa, yang menimbulkan bahaya kesehatan masyarakat yang serius.
Tantangan Rantai Dingin (Cold Chain)
Ketersediaan intervensi modern, termasuk vaksin (misalnya Dengue) dan diagnostik, semakin meningkatkan tuntutan pada logistik rantai dingin. Rantai dingin memerlukan kontrol suhu yang presisi dan konsisten di setiap tahap proses untuk menjaga integritas dan kualitas produk sensitif suhu.
Di LMICs, tantangan utama cold supply chain adalah infrastruktur yang tidak memadai, yang menyebabkan kontrol suhu yang buruk selama penyimpanan dan distribusi. Ini adalah masalah mendasar yang membatasi kecepatan distribusi.
Logistik diagnostik seringkali menjadi area yang terabaikan. Meskipun fokus program NTD seringkali pada donasi obat untuk MDA, ketersediaan dan logistik diagnostik yang sensitif suhu (seperti Rapid Diagnostic Test atau RDT) seringkali diabaikan. Ini menciptakan kesenjangan parah dalam kemampuan sistem kesehatan untuk mendeteksi kasus secara dini, terutama untuk penyakit yang memerlukan intervensi cepat seperti Penyakit Chagas dan Dengue, dan menghambat surveilans pasca-eliminasi.
Kesenjangan Sumber Daya Manusia Kesehatan dan Kapasitas Lokal
Kesenjangan dalam distribusi sumber daya manusia kesehatan menjadi tantangan struktural yang signifikan. Ketersediaan dan kecukupan dokter dan tenaga kesehatan di tingkat layanan primer (Puskesmas) seringkali tidak merata di seluruh wilayah endemik.
Kapasitas lokal ini sangat rentan terhadap guncangan pendanaan. Penarikan ODA baru-baru ini telah memicu hilangnya pekerjaan pekerja kesehatan garis depan. Hilangnya staf yang terampil secara langsung melemahkan kemampuan komunitas lokal untuk menjalankan MDA yang sukses, melakukan penemuan kasus aktif, dan memastikan keterampilan diagnosis yang benar. Membangun kembali kapasitas yang hilang ini membutuhkan investasi waktu dan sumber daya yang besar.
Rekomendasi Strategis untuk Keadilan Kesehatan NTD 2030
Untuk menutup kesenjangan keadilan kesehatan yang mengancam pembalikan kemajuan dalam pengendalian NTDs, diperlukan pergeseran paradigma dari ketergantungan pada filantropi eksternal menuju keberlanjutan dan kepemilikan domestik.
Strategi Pendanaan Berkelanjutan dan Diversifikasi
Mekanisme pendanaan harus diperkuat melalui diversifikasi dan peningkatan kepemilikan. Pemerintah negara endemik harus didorong untuk menunjukkan kepemilikan program yang lebih besar dengan meningkatkan Mobilisasi Sumber Daya Domestik (DRM). Selain itu, mekanisme pembiayaan internasional yang ada, seperti World Bank’s International Development Association (IDA21), harus dimanfaatkan secara optimal untuk menjembatani kesenjangan pendanaan kesehatan.
Sangat penting untuk menggeser prioritas ODA yang tersisa. Pendanaan donor harus diprioritaskan untuk biaya operasional dan sistem pengiriman, termasuk gaji pekerja kesehatan garis depan, logistik last-mile, dan surveilans pasca-eliminasi. Strategi ini memastikan bahwa donasi obat bernilai miliaran dolar dapat mencapai penerima manfaat yang dituju dan tidak kedaluwarsa, mengatasi kerentanan struktural saat ini.
Integrasi Program NTD dan Pendekatan One Health
Keberlanjutan program sangat tergantung pada integrasi. Intervensi NTD harus diintegrasikan sepenuhnya ke dalam Layanan Kesehatan Primer (PHC) untuk memastikan cakupan yang lebih luas, memanfaatkan infrastruktur yang ada, dan meningkatkan efisiensi melalui penggunaan jalur distribusi obat dan deteksi kasus yang sama.
Untuk penyakit zoonosis seperti Penyakit Chagas dan Taeniasis/Cysticercosis, pendekatan One Health harus diterapkan. Ini melibatkan pengintegrasian kegiatan pengendalian yang melibatkan kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan, yang merupakan kunci untuk memutus siklus penularan yang kompleks.
Peningkatan Kapasitas Operasional dan Inovasi Logistik
Investasi dalam logistik dan infrastruktur adalah prasyarat untuk keadilan kesehatan di daerah terpencil. Pembangunan dan perbaikan jalan serta fasilitas transportasi adalah dasar untuk memastikan pengiriman obat yang aman dan tepat waktu. Inovasi teknologi, seperti penggunaan sistem manajemen rantai pasokan berbasis cloud, dapat mengoptimalkan distribusi dan mempercepat proses pengiriman.
Selain itu, strategi adaptasi iklim perlu dikembangkan untuk mengendalikan vektor di tengah tantangan perubahan iklim yang meningkatkan penyebaran penyakit seperti Dengue.
Memperkuat Advokasi Berbasis Hak Asasi Manusia
Untuk memastikan komitmen politik yang kuat, advokasi terhadap NTDs harus ditingkatkan dan berpusat pada hak pasien. Penolakan sosial dan ekonomi akibat penyakit seperti Kusta dan Filariasis harus dibingkai sebagai pelanggaran hak asasi manusia. Menggunakan kerangka hak asasi manusia memberikan dasar etika yang kuat untuk menuntut akuntabilitas dari pemerintah domestik dan mitra internasional, mendorong mereka untuk mengakhiri pengabaian terhadap populasi yang paling rentan ini.
