Kontekstualisasi Ancaman Ganda (The Dual Threat Context)

Generasi muda internasional, yang didominasi oleh Generasi Z dan Milenial muda, saat ini menghadapi konvergensi dua ancaman sistemik yang bersifat global: eskalasi Krisis Iklim dan proliferasi Ketidakstabilan Politik. Ancaman-ancaman ini tidak beroperasi secara terpisah; sebaliknya, mereka membentuk “Ancaman Ganda” yang menghasilkan tingkat stres psikososial yang belum pernah terjadi sebelumnya. Laporan ini berargumentasi bahwa beban mental yang diderita oleh kaum muda, yang sering dimanifestasikan sebagai eco-anxiety (kecemasan ekologis), merupakan krisis kesehatan masyarakat yang mendesak dan secara langsung diakibatkan oleh kegagalan tata kelola sistemik.

Krisis Iklim berfungsi sebagai ancaman eksistensial jangka panjang yang melumpuhkan harapan akan masa depan yang stabil, sementara Ketidakstabilan Politik—yang mencakup korupsi, kekerasan, dan konflik—memberikan stresor akut dan menghilangkan keyakinan kaum muda terhadap kemampuan institusi untuk melindungi mereka. Analisis mendalam diperlukan untuk memahami mekanisme transmisi stres ini, membedakan manifestasinya secara geografis, dan merumuskan respons kebijakan yang tidak hanya berfokus pada individu, tetapi juga pada reformasi struktural yang mengurangi sumber stres itu sendiri.

Kerangka Konseptual Beban Ganda (The Dual Stressor Framework)

Untuk memahami dampak psikologis pada populasi muda, perlu diakui bahwa krisis iklim dan politik berfungsi melalui mekanisme stres yang berbeda, namun saling memperkuat.

Definis Krisis Iklim sebagai Stressor Kronis

Krisis Iklim adalah ancaman yang bersifat kronis, difus, dan eksistensial. Ancaman ini menciptakan ketidakpastian mendalam mengenai jaminan keberlanjutan sumber daya dasar dan lingkungan hidup di masa depan. Dampaknya memicu perasaan dread (ketakutan yang mendalam) dan helplessness (ketidakberdayaan), terutama karena bencana iklim diproyeksikan terjadi dalam rentang waktu hidup generasi muda saat ini. Kecemasan ini adalah respons rasional terhadap bahaya yang nyata dan telah memicu krisis kesehatan mental yang mendesak, ditandai dengan kekhawatiran yang intens terhadap masa depan planet ini.

Definis Ketidakstabilan Politik sebagai Stressor Akut dan Sistemik

Ketidakstabilan politik, didefinisikan secara luas, mencakup korupsi, kekerasan politik, konflik bersenjata, dan kegagalan institusional dalam menyediakan layanan dasar atau keadilan. Stressor ini bersifat akut dan traumatis, memberikan dampak langsung pada kehidupan sehari-hari kaum muda, yang secara signifikan memperburuk tingkat stres, depresi, dan kondisi mental yang buruk.

Ketika korupsi merajalela atau konflik meningkat, kaum muda tidak hanya menghadapi ancaman fisik, tetapi juga menyaksikan runtuhnya jaring pengaman sosial dan fungsionalitas negara. Kegagalan tata kelola yang sistematis ini menciptakan lingkungan di mana kaum muda merasa dikhianati dan diabaikan oleh pemerintah dan generasi dewasa yang seharusnya bertindak untuk melindungi mereka dari perubahan iklim. Secara kolektif, krisis politik dan iklim menghasilkan trauma ganda: ketakutan akan bencana fisik dan trauma yang berasal dari pelanggaran kepercayaan sosial dan etika kepemimpinan.

Landasan Etis: Keadilan Antargenerasi (Intergenerational Justice)

Beban psikologis yang dialami kaum muda secara inheren terkait dengan kegagalan keadilan antargenerasi. Generasi muda merasakan secara mendalam bahwa kesulitan yang mereka hadapi saat ini dan di masa depan adalah hasil dari inaksi atau kebijakan eksploitatif generasi terdahulu.

Analisis menunjukkan bahwa kegagalan untuk mengatasi krisis iklim secara efektif merupakan pelanggaran prinsip keadilan antargenerasi dan hak-hak dasar kaum muda. Ketika kaum muda menyatakan perasaan dikhianati dan diabaikan oleh para pemangku kekuasaan karena kegagalan mereka bertindak, ini bukan hanya ekspresi kekecewaan, tetapi pengakuan akan cedera moral sistemik. Kecemasan diperparah oleh kesadaran bahwa bahaya yang akan datang—baik itu bencana iklim atau erosi demokrasi—sebenarnya dapat dihindari jika para pemimpin bertindak secara etis dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, kecemasan kaum muda mencerminkan respons moral terhadap pelanggaran kepercayaan yang mendasarinya. Intervensi kebijakan harus mengakui dimensi etis dan politik dari kecemasan ini, menolak pandangan yang mereduksinya hanya sebagai masalah psikologis individual.

Mekanisme Transmisi Stres dan Kecemasan Ekologis

Anatomi Eco-Anxiety dan Skala Krisis Kesehatan Mental

Eco-anxiety atau kecemasan ekologis didefinisikan sebagai ketakutan kronis akan bencana lingkungan. Meskipun istilah ini dapat terdengar seperti kondisi klinis, penting untuk membedakannya: kecemasan yang meluas di antara kaum muda ini sebagian besar merupakan respons yang rasional dan valid terhadap ancaman eksistensial yang nyata yang ditimbulkan oleh krisis iklim dan kegagalan aktor-aktor kekuasaan untuk merespons.

Data Skala Global dan Implikasinya

Data global menguatkan bahwa beban psikologis ini telah mencapai dimensi krisis kesehatan masyarakat. Mayoritas, yaitu 68% remaja dan dewasa muda, menyatakan sangat khawatir atau amat khawatir tentang krisis iklim. Tingkat kecemasan yang masif ini tidak dapat dijelaskan hanya oleh kerentanan pribadi; ini adalah bukti adanya distress yang berasal dari disfungsi sistemik (struktural). Memfokuskan intervensi hanya pada individu dengan menyediakan layanan terapi tradisional berisiko mengalihkan tanggung jawab dari pemerintah dan industri yang gagal mengatasi sumber stres.

Selain eco-anxiety, kondisi lain seperti Solastalgia (distress yang dialami ketika lingkungan rumah dirusak atau diubah) dan Eco-Grief (duka atas kehilangan ekologis) juga menjadi semakin umum, menandakan pergeseran pola penyakit mental di era Antroposen. Beban ini menuntut solusi yang berorientasi pada perubahan struktural, bukan hanya penyesuaian perilaku individu.

Trauma Politik: Erosi Kepercayaan Institusional

Ketidakstabilan politik berfungsi sebagai mekanisme pemicu trauma yang memperkuat dampak negatif dari krisis iklim.

Korupsi dan Kekerasan sebagai Stressor Langsung

Kaum muda yang terpapar pada ketidakstabilan politik, seperti tingkat korupsi yang tinggi, konflik bersenjata, atau kekerasan politik, mengalami peningkatan signifikan dalam tingkat stres, depresi, dan kondisi mental yang buruk. Di lingkungan yang secara politik tidak aman, rasa kontrol dan prediktabilitas kehidupan sehari-hari terkikis. Ketidakstabilan ini melumpuhkan harapan akan masa depan yang stabil dan meningkatkan kerentanan psikologis terhadap ancaman lain.

Mekanisme Cedera Moral dan Pengkhianatan

Analisis mendalam mengenai perasaan pengkhianatan yang dirasakan kaum muda menunjukkan bahwa trauma yang dialami bersifat moral. Kecemasan kaum muda diperburuk, bukan hanya oleh bahaya fisik yang akan datang, tetapi oleh kesadaran bahwa bahaya tersebut diizinkan terjadi atau diperparah oleh inaksi para pemangku kekuasaan.

Kegagalan kepemimpinan politik dan tata kelola yang lemah (korupsi, konflik) mengubah ancaman iklim—yang awalnya merupakan ancaman eksternal—menjadi trauma internal dan sosial. Ketika kaum muda melihat bahwa struktur kekuasaan tidak hanya gagal mengatasi krisis iklim, tetapi juga aktif merusak keamanan mereka (misalnya, melalui korupsi yang mengalihkan dana untuk adaptasi), harapan untuk dapat memecahkan masalah melalui saluran institusional yang ada hancur. Konsekuensi dari erosi kepercayaan ini adalah fatalisme dan kemarahan yang mendalam.

Multiplikator Kerentanan

Ketidakstabilan politik bertindak sebagai multiplikator risiko bagi dampak iklim. Di wilayah di mana tata kelola lemah dan korupsi tinggi, kemampuan adaptasi iklim juga rendah. Hal ini memperburuk ketakutan akan kelangsungan hidup.

Sebagai contoh, negara-negara dengan ketidakstabilan politik yang tinggi cenderung memiliki infrastruktur yang buruk dan perencanaan adaptasi iklim yang gagal. Kaum muda di wilayah ini menghadapi ancaman fisik dari krisis iklim, sementara pada saat yang sama, tidak ada jaring pengaman sosial atau pemerintah yang berfungsi untuk melindungi mereka. Hal ini menghasilkan tingkat kecemasan yang jauh lebih tinggi dan akut, terutama terkait dengan ketakutan akan kelangkaan sumber daya dan jaminan ekonomi. Dengan demikian, respons kebijakan terhadap krisis mental generasi muda harus dimulai dengan perbaikan tata kelola dan akuntabilitas politik.

Tabel 1: Mekanisme Stres Ganda dan Dampak Psikososial pada Generasi Muda

Kategori Stressor Utama Jenis Stressor Mekanisme Transmisi Psikologis Manifestasi Kecemasan Utama (Bukti)
Krisis Iklim Kronis, Eksistensial Existential Dread, Ketidakberdayaan (Learned Helplessness), Duka Ekologis Kecemasan Ekologis Meluas
Ketidakstabilan Politik Akut, Trauma Struktural Erosi Kepercayaan, Rasa Dikhianati (Moral Injury), Ketakutan Konflik Depresi, Ketegangan, Kemarahan
Interseksionalitas Survival Akut Ketidakamanan Jangka Panjang (Insecurity) terhadap Kebutuhan Dasar Kekhawatiran Ekonomi dan Ketidakstabilan Sumber Daya

Manifestasi dan Konsekuensi Pandangan Masa Depan

Tingginya tingkat kecemasan ekologis dan politik tidak hanya memengaruhi kondisi mental saat ini, tetapi juga secara fundamental mengubah proyeksi dan perencanaan hidup generasi muda, berujung pada fatalisme kolektif.

Erosi Proyeksi Masa Depan dan Fatalisme

Kecemasan yang tinggi berkorelasi kuat dengan ketidakpastian mendalam yang meracuni prospek pribadi kaum muda. Ketika ancaman eksistensial yang dihadapi begitu besar—misalnya, keruntuhan ekologis yang diprediksi akan terjadi dalam beberapa dekade mendatang—kemampuan untuk merencanakan masa depan jangka panjang menjadi terhambat.

Implikasi dari ketidakpastian ini sangat nyata: kaum muda mungkin menolak perencanaan jangka panjang, berfokus pada strategi koping jangka pendek, dan mengembangkan keyakinan bahwa masa depan adalah tragedi yang tak terhindarkan. Kondisi ini, yang dikenal sebagai fatalisme, tidak hanya memengaruhi pilihan pribadi tetapi juga mengurangi modal sosial dan kemauan untuk berinvestasi dalam proyek-proyek kolektif yang membutuhkan waktu untuk terwujud. Erosi harapan ini merupakan indikator Pembangunan Sosial yang terancam. Jika kaum muda tidak dapat merencanakan masa depan, stabilitas sosial, produktivitas, dan kesinambungan demografi berada dalam risiko, menciptakan siklus umpan balik negatif.

Kekhawatiran Ekonomi dan Keamanan Sumber Daya

Krisis iklim dan ketidakstabilan politik memiliki kaitan langsung dengan kekhawatiran kaum muda terhadap keamanan ekonomi dan ketersediaan sumber daya dasar. Kecemasan yang tinggi ini berkorelasi dengan pesimisme tentang masa depan, terutama terkait dengan jaminan ekonomi dan ketersediaan sumber daya dasar seperti pangan dan air.

Diferensiasi Geografis Kekhawatiran

Penting untuk membedakan manifestasi kekhawatiran ini secara geografis. Di negara-negara berpendapatan tinggi (Global North), kecemasan sering kali berpusat pada kengerian eksistensial dan etika. Sebaliknya, di negara-negara berpendapatan rendah atau negara yang rentan secara iklim dan politik (Global South), kecemasan adalah ketakutan akut akan survival—hilangnya pangan, air, dan keamanan ekonomi. Di wilayah yang rentan, ini bukan lagi prediksi abstrak, melainkan realitas yang memicu kecemasan harian.

Di Global South, pesimisme ekonomi adalah hasil langsung dari dampak fisik iklim (kekeringan, banjir) yang diperburuk oleh ketidakstabilan politik lokal. Jika survival adalah fokus utama, pandangan pesimistis di negara rentan diterjemahkan menjadi tindakan fisik, seperti mencari keamanan dan migrasi, daripada tindakan pasif. Oleh karena itu, kebijakan kesehatan mental yang efektif di wilayah ini harus diintegrasikan dengan solusi berbasis kesehatan masyarakat dan keamanan sumber daya, karena mengurangi ancaman fisik adalah intervensi psikologis yang paling mendasar.

Dampak pada Kesehatan Reproduksi: Pilihan Anti-Natalis

Salah satu manifestasi yang paling mendalam dari keputusasaan generasi muda adalah keputusan untuk menunda atau menolak memiliki anak, yang terkadang disebut sebagai birth strike. Fenomena ini mencerminkan tingkat keputusasaan yang paling akut, menunjukkan bahwa generasi muda tidak yakin bahwa dunia di masa depan akan mampu mendukung kehidupan yang layak bagi generasi penerus.

Keputusan anti-natalis ini sering didasarkan pada respons etis terhadap krisis iklim, di mana membiarkan anak lahir ke dunia yang diproyeksikan penuh penderitaan dan ketidakstabilan dianggap sebagai tindakan yang tidak bertanggung jawab. Reaksi ini menggarisbawahi kegagalan kepemimpinan global untuk memberikan jaminan minimal tentang keberlanjutan planet ini, memaksa kaum muda membuat pilihan pribadi yang sangat membatasi hidup mereka akibat ketidakstabilan sistemik.

Tabel 2: Konsekuensi Kecemasan pada Proyeksi Kehidupan Generasi Muda

Domain Kehidupan Indikator Dampak Manifestasi Umum Keterkaitan dengan Krisis Ganda (Bukti)
Kepastian Ekonomi Insecurity Karir/Investasi Penundaan pembelian aset besar, kesulitan perencanaan pensiun. Kekhawatiran jaminan ekonomi, diperparuhi oleh korupsi.
Keluarga dan Reproduksi Pilihan Anti-Natalis Penolakan/penundaan memiliki anak. Respon etis terhadap ancaman iklim, fatalisme mendalam.
Kepercayaan Sosial Erosi Kepercayaan Institusional Ketidakpercayaan terhadap pemerintah dan generasi dewasa. Merusak kemampuan masyarakat untuk merespons krisis secara kolektif.

Ketahanan, Agensi, dan Transformasi Kecemasan

Meskipun menghadapi ancaman ganda yang menciptakan tekanan psikologis luar biasa, generasi muda juga menunjukkan mekanisme ketahanan yang kuat, seringkali melalui aktivisme dan keterlibatan politik.

Mengubah Kecemasan Pasif menjadi Agensi Proaktif

Tingkat kecemasan yang tinggi pada generasi muda adalah energi politik yang berpotensi menjadi destruktif (mengarah ke depresi, fatalisme) jika tidak disalurkan secara konstruktif. Namun, bukti menunjukkan bahwa partisipasi dalam aktivisme iklim dan gerakan politik berfungsi sebagai mekanisme koping psikologis yang efektif.

Aktivisme sebagai Koping Positif

Keterlibatan aktif dalam upaya perubahan iklim atau politik memberikan rasa kontrol yang hilang karena kegagalan institusional. Kecemasan yang berorientasi pada tindakan (action-oriented anxiety) dapat meningkatkan rasa kontrol diri (self-efficacy), yang sangat penting dalam mengatasi rasa ketidakberdayaan (learned helplessness) yang mendalam akibat krisis global. Ketika kaum muda bertindak dan melihat diri mereka sebagai bagian dari solusi, mereka mengubah kecemasan pasif menjadi agensi proaktif, yang mengurangi beban psikologis secara signifikan. Keterlibatan ini berfungsi sebagai “vaksin psikologis” terhadap fatalisme dan keputusasaan.

Peran komunitas dan solidaritas dalam jaringan aktivis juga menyediakan dukungan sosial yang vital, memerangi isolasi psikologis yang sering menyertai kesadaran akan krisis eksistensial.

Keterbatasan dan Tantangan Agensi

Meskipun aktivisme menawarkan manfaat terapeutik, jalur ini tidak tanpa risiko. Aktivis sering kali menghadapi burnout (kelelahan), trauma sekunder akibat paparan terus-menerus terhadap berita bencana, dan ancaman politik.

Lebih lanjut, di negara-negara dengan ketidakstabilan politik tinggi, di mana kekerasan atau korupsi merajalela, keterlibatan dapat membawa risiko fisik yang serius. Pembatasan ruang sipil oleh rezim otoriter atau tidak stabil secara ironis memperburuk stres, karena saluran yang paling efektif untuk mengubah kecemasan menjadi tindakan justru ditutup. Apabila agensi dibatasi, kecemasan tidak memiliki saluran yang konstruktif dan kemungkinan besar akan terinternalisasi menjadi depresi dan fatalisme. Oleh karena itu, kebijakan yang mendukung dan melindungi ruang sipil harus dipandang sebagai infrastruktur kesehatan mental preventif.

Tinjauan Kritis Respon Global dan Rekomendasi Kebijakan

Kesenjangan Respon Institusional

Respon institusional global saat ini terhadap krisis mental generasi muda dinilai tidak memadai dan seringkali salah arah.

Kegagalan Sistem Pendidikan

Sistem pendidikan global secara umum gagal membekali kaum muda dengan literasi krisis yang diperlukan—baik literasi iklim maupun politik—serta alat koping yang konstruktif. Kurikulum sering kali berfokus pada menyoroti ancaman lingkungan tanpa menawarkan jalur yang jelas menuju solusi atau agensi. Hal ini secara efektif meningkatkan tingkat kecemasan tanpa membangun ketahanan atau collective efficacy (keyakinan kolektif).

Keterbatasan Layanan Kesehatan Mental Tradisional

Sistem kesehatan mental yang ada, terutama di Global North, umumnya dirancang untuk mengatasi patologi individual dan belum siap menangani kecemasan kolektif dan struktural seperti eco-anxiety atau moral injury. Intervensi berbasis terapi kognitif tradisional yang berfokus pada “mengubah pikiran” individu sering kali tidak valid dalam konteks ancaman eksistensial yang nyata dan kegagalan kepemimpinan. Di Global South, tantangan ini diperparah oleh rendahnya aksesibilitas, stigma, dan kurangnya pelatihan profesional dalam dukungan trauma konflik dan iklim.

Rekomendasi Kebijakan Lintas Sektor: Tiga Pilar Intervensi

Respons yang efektif harus bersifat transformatif dan multi-sektoral, menargetkan sumber stres di tingkat sistemik dan meningkatkan agensi psikologis.

Pilar A: Intervensi Politik dan Tata Kelola (Mengurangi Stressor Politik)

Pengurangan kecemasan pada kaum muda hanya dapat dicapai melalui tindakan nyata dan ambisius oleh pemerintah.

  1. Pemulihan Kepercayaan Institusional:Kebijakan anti-korupsi yang transparan dan akuntabilitas politik harus dilihat sebagai strategi kesehatan mental preventif yang paling dasar. Mengatasi korupsi dan ketidakstabilan politik secara langsung mengurangi tingkat stres dan mengembalikan rasa kontrol kaum muda terhadap masa depan.
  2. Memperkuat Hak Generasi Muda:Institusi global dan nasional harus mengakui krisis iklim sebagai masalah hak asasi manusia yang melanggar hak-hak generasi muda, yang memerlukan mekanisme perlindungan hukum dan pengawasan yang ketat terhadap komitmen iklim.

Pilar B: Intervensi Psikososial yang Sensitif Iklim (Mengelola Distress)

Dukungan harus disesuaikan dengan konteks geografis dan mekanisme stres utama.

  1. Integrasi Climate-Informed Therapy:Profesional kesehatan mental harus dilatih untuk mengenali eco-anxiety sebagai distress yang valid dan mengintegrasikan dimensi sosial dan politik ke dalam praktik koping, alih-alih mereduksinya menjadi masalah individual.
  2. Dukungan Differentiated Berdasarkan Geografi:
    • Global North:Intervensi harus berfokus pada mengubah kecemasan eksistensial menjadi agensi politik dan tindakan komunitas.
    • Global South:Fokus harus bergeser ke dukungan trauma konflik dan ketahanan berbasis survival. Layanan kesehatan mental harus diintegrasikan secara erat dengan program keamanan pangan, air, dan bantuan kemanusiaan, karena ketakutan survival akut adalah pendorong utama kecemasan.

Pilar C: Intervensi Pendidikan dan Agensi (Membangun Ketahanan)

Sistem pendidikan harus menjadi sumber agensi dan harapan, bukan kecemasan.

  1. Literasi Solusi Iklim:Kurikulum harus bergeser dari fokus pada malapetaka ke fokus pada solusi, inovasi, dan mitigasi, menanamkan rasa collective efficacy dan kompetensi praktis.
  2. Mendukung Ruang Sipil:Melindungi dan mendanai platform keterlibatan kaum muda adalah komponen penting dari ketahanan masyarakat. Pemerintah harus secara aktif memastikan bahwa kaum muda memiliki saluran yang aman dan didukung untuk menyalurkan energi kecemasan mereka menjadi tindakan politik yang konstruktif.

Tabel 3: Strategi Peningkatan Ketahanan Generasi Muda yang Terdiferensiasi Secara Global

Tujuan Kebijakan Global North (Kecemasan Eksistensial) Global South (Survival Akut & Konflik)
Mengurangi Stressor Utama Implementasi kebijakan iklim yang ambisius (untuk mengembalikan kepercayaan institusional). Peningkatan Tata Kelola Anti-Korupsi dan Pengamanan Sumber Daya secara Fisik.
Dukungan Psikososial Terapi berbasis komunitas dan edukasi agensi kolektif. Program dukungan trauma dan kesehatan mental yang terintegrasi dengan bantuan kemanusiaan dan mitigasi bencana.
Membangun Ketahanan Pendidikan yang berfokus pada solusi teknologi dan Pemberdayaan Agensi Politik. Pelatihan ketahanan fisik (pertanian adaptif, manajemen air) dan dukungan mata pencaharian.

Kesimpulan Utama dan Implikasi Jangka Panjang

Ringkasan Temuan Kritis

Laporan ini menyimpulkan bahwa beban psikologis yang dialami Generasi Muda Internasional adalah hasil langsung dari krisis global yang bersifat struktural dan etis. Kecemasan ekologis yang meluas, di mana 68% kaum muda sangat khawatir, diperburuk oleh trauma politik dan kegagalan tata kelola yang memicu perasaan pengkhianatan. Kecemasan ini bukan hanya masalah kesehatan individu; ini adalah indikator kesehatan sistem global yang gagal. Manifestasi konsekuensi, seperti pesimisme ekonomi dan pilihan anti-natalis, mengancam modal sosial dan stabilitas demografi di masa depan.

Namun, agensi yang diwujudkan melalui aktivisme terbukti menjadi mekanisme koping yang kuat, yang menunjukkan bahwa solusi kesehatan mental yang paling efektif adalah pengembalian kontrol dan pemulihan kepercayaan.

Arah Penelitian Lanjutan

Dibutuhkan penelitian lanjutan yang terfokus untuk mengukur efektivitas intervensi berbasis agensi dan studi perbandingan jangka panjang yang memetakan perkembangan moral injury struktural di berbagai konteks politik. Penelitian harus membedakan dampak spesifik ketidakstabilan politik (korupsi vs. konflik terbuka) terhadap pola kecemasan iklim, terutama di Global South. Pengukuran keberhasilan kebijakan harus melampaui metrik kesehatan mental tradisional, mencakup peningkatan self-efficacy dan pemulihan kepercayaan institusional.

Seruan untuk Aksi

Respons kebijakan harus transformatif dan segera. Ini menuntut para pembuat kebijakan untuk melihat kegagalan dalam mengatasi krisis iklim dan korupsi bukan hanya sebagai masalah ekonomi atau politik, tetapi sebagai ancaman langsung terhadap kesehatan masyarakat dan hak-hak generasi penerus.

Intervensi harus bergeser dari terapi individu menuju reformasi tata kelola yang memprioritaskan keamanan ekologis dan politik kaum muda. Respons yang efektif adalah yang mengurangi sumber stres—krisis iklim dan ketidakstabilan politik—sambil secara aktif melindungi dan mendukung saluran agensi kaum muda. Kegagalan untuk bertindak sekarang akan menghasilkan generasi yang tidak hanya mewarisi planet yang rusak, tetapi juga mewarisi sistem yang gagal, dengan konsekuensi psikologis yang menghancurkan dan tidak dapat dipulihkan.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

82 − = 76
Powered by MathCaptcha