Amartya Sen: Jembatan antara Ekonomi, Etika, dan Filosofi
Amartya Kumar Sen (lahir 3 November 1933) diakui secara luas sebagai salah satu pemikir intelektual yang paling transformatif di abad ke-20 dan ke-21. Kontribusinya mencakup bidang ekonomi, filosofi, dan teori keputusan. Sen secara fundamental mengubah disiplin ekonomi kesejahteraan, menantang ortodoksi yang berlaku dengan menuntut integrasi etika dan filosofi politik ke dalam analisis ekonomi. Dalam pandangannya, ekonomi tidak dapat dipisahkan sebagai disiplin teknis yang murni terlepas dari pertimbangan moral; sebaliknya, ekonomi harus dipandang sebagai ‘ilmu moral’ (science morale) yang secara intrinsik peduli dengan kebebasan individu dan keadilan.
Karya-karya Sen, yang telah diterjemahkan ke lebih dari tiga puluh bahasa, meliputi spektrum luas dari teori matematis abstrak mengenai pilihan sosial hingga analisis terapan mengenai kemiskinan dan kelaparan. Pencapaiannya diakui secara global, terutama dengan anugerah Nobel Prize in Economic Sciences pada tahun 1998 dan kehormatan sipil tertinggi India, Bharat Ratna, yang diterimanya pada tahun 1999.
Latar Belakang Kehidupan dan Pembentukan Intelektual
Santiniketan dan Pengaruh Rabindranath Tagore
Sen lahir di Santiniketan, Benggala Barat, India. Lokasi ini merupakan pusat universitas yang didirikan oleh peraih Nobel, Rabindranath Tagore. Lingkungan Santiniketan memberikan pengaruh formatif yang mendalam, dicirikan oleh sistem pendidikan yang liberal, pluralistik, dan mendorong keingintahuan serta pemikiran rasional. Ayah Sen, Ashutosh Sen, adalah seorang Profesor Kimia di Universitas Dhaka, dan Sen sendiri menghabiskan sebagian besar masa kecilnya di Dhaka sebelum kembali ke Santiniketan untuk menyelesaikan sekolah. Sebelum menemukan minatnya pada ekonomi, Sen menyukai studi Sansekerta, matematika, dan fisika—disiplin yang kemudian terlihat dalam pendekatan multi-disiplinernya.
Pengalaman Formatif: Kelaparan Bengal 1943
Pengalaman masa kecil Sen yang paling krusial dan memberikan arah bagi seluruh lintasan akademisnya adalah menyaksikan Kelaparan Besar Bengal pada tahun 1943. Peristiwa tragis ini menewaskan sekitar tiga juta orang. Peristiwa ini, bersama dengan kerusuhan komunal di India pada tahun 1940-an, memberikan urgensi moral dan arah langsung pada pemikiran Sen mengenai kemiskinan, kelaparan, dan ketidaksetaraan.
Pencarian intelektual Sen mengenai ekonomi kesejahteraan dan ketidakadilan global tidak muncul dari sekadar keingintahuan akademis; ia merupakan respons moral terapan terhadap trauma yang disaksikannya secara langsung. Fondasi filosofis yang ia warisi dari Santiniketan—yang menekankan pluralisme dan perdebatan—memungkinkannya untuk secara kritis mempertanyakan penjelasan ekonomi konvensional mengenai kelaparan. Traumatik kelaparan tersebut memberikan urgensi kritis yang mendorongnya untuk mengembangkan mekanisme yang lebih adil dan efektif, yaitu Pendekatan Hak (Entitlement Approach), yang secara langsung menghubungkan latar belakang biografisnya dengan keluaran teoretisnya mengenai perampasan.
Pendidikan dan Lintasan Karir Akademik Global
Sen memulai pendidikan tingginya di India, menyelesaikan program Bachelors in Arts dengan Jurusan Ekonomi dari Presidency College, Calcutta, pada tahun 1953. Pada tahun yang sama, ia melanjutkan studi ke University of Cambridge di Inggris. Karena usianya yang masih terlalu muda untuk program pascasarjana, ia memulai lagi program Bachelors di Trinity College. Ia kemudian meraih gelar PhD dari Cambridge.
Lintasan karir akademis Sen bersifat global dan strategis, memungkinkannya untuk menyintesis teori global dengan masalah pembangunan lokal:
- Jadavpur dan Delhi: Saat mengejar PhD di Cambridge pada akhir 1950-an, Sen kembali ke India untuk periode singkat mengajar di Jadavpur University (JU). Setelah memenangkan Prize Fellowship di Trinity College, ia memilih untuk mempelajari filosofi di Cambridge. Sekembalinya lagi ke India pada tahun 1963, ia mengajar di Delhi School of Economics (DSE) dan Delhi University hingga 1971.
- Signifikansi DSE: Periode di DSE (1963–1971) sangat penting; di sinilah ia secara intensif mengembangkan karyanya mengenai Teori Pilihan Sosial, yang kemudian memberinya Hadiah Nobel. Dengan mengembangkan teori-teori abstrak ini sambil mengajar di negara berkembang, Sen memastikan bahwa kerangka kerjanya didasarkan pada kompleksitas ekonomi dan sosial dunia nyata, bukan sekadar konstruksi matematis yang steril. Ini menjadikan karyanya relevan dan aplikatif di konteks global.
- Posisi Internasional: Karirnya mencakup jabatan-jabatan bergengsi seperti Profesor Ekonomi di London School of Economics (LSE), Drummond Professor of Political Economy di Oxford, Master of Trinity College, Cambridge, dan Lamont University Professor di Harvard.
Penghargaan dan Pengakuan
Sen telah menerima lebih dari sembilan puluh gelar doktor kehormatan dari berbagai universitas di seluruh dunia. Penghargaan utamanya mencakup:
- Sveriges Riksbank Prize in Economic Sciences in Memory of Alfred Nobel (1998): Diberikan atas kontribusinya pada ekonomi kesejahteraan.
- Bharat Ratna (1999): Penghargaan sipil tertinggi yang dianugerahkan oleh Presiden India.
- Pengakuan Internasional Lainnya: Commandeur de la Legion d’Honneur (Prancis), National Humanities Medal (USA), Honorary Companion of Honour (UK), dan Aztec Eagle (Meksiko).
Pilar I: Teori Pilihan Sosial dan Rasionalitas
Konteks Sejarah: Tantangan Teorema Ketidakmungkinan Arrow
Teori Pilihan Sosial (Social Choice Theory) adalah bidang yang mempelajari bagaimana preferensi individu dapat digabungkan menjadi keputusan kolektif atau preferensi sosial yang koheren. Bidang ini mengalami krisis besar di pertengahan abad ke-20 dengan publikasi Teorema Ketidakmungkinan Arrow.
Kenneth Arrow (1951) menunjukkan bahwa mustahil bagi prosedur pilihan sosial mana pun—yang didasarkan pada preferensi ordinal murni—untuk secara bersamaan memenuhi bahkan beberapa kondisi rasionalitas dan demokratis yang paling lunak. Kesimpulan pesimistis ini menyatakan bahwa upaya untuk mencapai penilaian sosial yang sistematis dan adil akan berakhir pada inkonsistensi atau kediktatoran.
Kontribusi Sen: Mengintegrasikan Informasi Kesejahteraan dan Etika
Karya monumental Sen, Collective Choice and Social Welfare (1970), secara signifikan memajukan dan memberikan solusi terhadap krisis yang ditimbulkan oleh Teorema Arrow. Sen menunjukkan bahwa pesimisme Arrow dapat diatasi dengan memperkaya basis informasi yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan kolektif.
Daripada berpegang pada preferensi ordinal murni, Sen berpendapat bahwa dengan memasukkan informasi etis dan data pengukuran kesejahteraan yang lebih rinci (misalnya, perbandingan utilitas antarindividu dan informasi non-utilitas), konsistensi dalam pilihan sosial dapat dicapai. Upaya ini membuka kembali kemungkinan untuk penilaian sosial yang sistematis dan non-despotik.
Koreksi terhadap Model Homo Economicus
Salah satu kontribusi filosofis terpenting Sen adalah kritik kerasnya terhadap asumsi inti ekonomi neoklasik mengenai rasionalitas, khususnya model homo economicus yang menyamakan rasionalitas dengan maksimalisasi kepentingan diri (self-interest).
Sen menolak pandangan yang melihat tindakan manusia hanya bisa dipahami melalui motif maksimalisasi kepentingan-diri. Ia menunjukkan bahwa pandangan ini terlalu sempit untuk menjelaskan tindakan manusia yang kompleks, terutama yang didorong oleh komitmen atau simpati.
Sen membedakan antara selfishness (egosime sempit) dan self-interest (kepentingan diri yang lebih luas). Simpati—misalnya, perhatian terhadap penderitaan orang lain karena hal itu memengaruhi kesejahteraan diri sendiri—dapat diakomodasi oleh konsep self-interest. Namun, komitmen etis, di mana seseorang bertindak berdasarkan nilai-nilai moral meskipun bertentangan dengan kepentingan diri sendiri, memerlukan pemahaman rasionalitas yang lebih luas.
Kontribusi terbesar Sen pada studi rasionalitas adalah pergeseran definisi. Ia berpendapat bahwa rasionalitas bukanlah pencapaian hasil tertentu (yaitu, maksimalisasi utilitas), tetapi keberhasilan dalam proses pengambilan keputusan. Tindakan dianggap rasional sejauh ia telah diperiksa secara kritis dan bermalar (critically scrutinized). Pemahaman ini secara filosofis memungkinkan tindakan etis, seperti altruisme atau pengorbanan, untuk dianggap rasional, sehingga menghidupkan kembali peran etika dalam analisis ekonomi.
Integrasi Kebebasan dalam Pilihan Sosial
Sen mengintegrasikan konsep kebebasan ke dalam teori pilihan sosial. Ia berpendapat bahwa teori tradisional hanya memperhitungkan aspek kesejahteraan, namun mengabaikan pentingnya kebebasan individu.
Dalam rumusan teori pilihan sosialnya, Sen menekankan bahwa keputusan sosial harus memberikan ruang bagi partisipasi bebas dari setiap anggota masyarakat dan tidak diperkenankan untuk melanggar kebebasan individu dengan alasan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, tindakan etis, dalam kerangka Sen, diukur pada sejauh mana tindakan itu melindungi kebebasan (aspek proses) dan memperluas kapabilitas (aspek kesempatan nyata).
Pilar II: Analisis Kemiskinan dan Kelaparan (Entitlement Approach)
Poverty and Famines (1981): Paradigma Baru tentang Kelaparan
Karya klasik Sen, Poverty and Famines: An Essay on Entitlement and Deprivation (1981), memberikan pukulan telak terhadap teori kelaparan yang dominan saat itu. Latar belakang personalnya menyaksikan Kelaparan Bengal 1943 mendorongnya untuk mencari tahu mengapa keadaan subhuman (tidak manusiawi) itu terjadi.
Kritik Teori FAD (Food Availability Decline)
Selama ini, kelaparan sering kali dijelaskan melalui kegagalan ketersediaan makanan secara agregat (Food Availability Decline – FAD). Sen secara empiris menunjukkan bahwa kelaparan bukan hanya fungsi dari penurunan pasokan makanan. Ia mencatat bahwa beberapa kelaparan terburuk, termasuk Kelaparan Bengal 1943, terjadi tanpa penurunan ketersediaan pangan per kapita yang signifikan. Oleh karena itu, kelaparan bukan masalah komoditas itu sendiri, melainkan masalah hubungan antara orang dan komoditas.
Mekanisme Pendekatan Hak (Entitlement Approach)
Pendekatan Hak Sen berfokus pada struktur kepemilikan dan hak individu untuk mendapatkan makanan. Kelaparan terjadi karena kegagalan hak seseorang untuk mendapatkan makanan, bukan karena kekurangan makanan secara umum di suatu wilayah.
Dalam ekonomi pasar kepemilikan pribadi, hak seseorang atas makanan dapat diperoleh melalui:
- Hak Berdasarkan Perdagangan: Memperoleh makanan dengan menukar kepemilikan yang dimiliki (uang, barang).
- Hak Berdasarkan Produksi: Memperoleh makanan dengan memproduksi makanan sendiri dari sumber daya yang dimiliki atau disewa.
- Hak Atas Tenaga Kerja Sendiri: Menukarkan tenaga kerja untuk mendapatkan upah yang kemudian digunakan untuk membeli makanan.
Kegagalan Hak Tukar (Exchange Entitlement Failure)
Kelaparan massal seringkali disebabkan oleh Kegagalan Hak Tukar (Exchange Entitlement Failure). Hal ini terjadi ketika nilai komoditas atau aset yang dimiliki individu rentan (misalnya, tenaga kerja, ternak, atau jasa) anjlok tajam relatif terhadap harga makanan. Akibatnya, kelompok yang secara ekonomi rentan—seperti nelayan atau buruh tani di Bengal pada tahun 1943—kehilangan daya beli mereka secara tiba-tiba meskipun makanan mungkin masih tersedia di gudang atau pasar.
Pendekatan Hak menunjukkan bahwa solusi kelaparan tidak hanya terletak pada peningkatan produksi pangan, tetapi pada penciptaan dan perlindungan hak-hak ekonomi dan hukum bagi kelompok rentan. Dalam kasus Kelaparan Bengal, kegagalan hak tukar akibat spekulasi dan kebijakan harga yang buruk menyebabkan kematian, meskipun pedagang mungkin memiliki cadangan. Analisis ini menjadi dasar penting bagi pengembangan konsep keamanan protektif yang ia bahas lebih lanjut dalam karya pembangunan.
Demokrasi dan Pencegahan Kelaparan
Berdasarkan analisisnya terhadap berbagai bencana kelaparan, Sen menyimpulkan sebuah pengamatan kunci yang sangat berpengaruh pada filosofi politiknya: “tidak ada kelaparan yang pernah terjadi di negara demokrasi yang berfungsi”.
Hal ini disebabkan oleh mekanisme akuntabilitas yang melekat pada sistem politik yang bebas. Kebebasan politik dan pers yang independen memaksa pemerintah untuk responsif terhadap kebutuhan rakyat, khususnya yang termiskin. Kegagalan panen atau kekurangan pangan mungkin terjadi, tetapi kelaparan massal terjadi karena kegagalan kebijakan publik dan kurangnya transparansi. Dalam demokrasi, pemerintah tidak bisa secara politik bertahan hidup jika membiarkan rakyatnya mati kelaparan.
Pilar III: Pendekatan Kapabilitas (Capability Approach) dan Pembangunan Manusia
Kritik terhadap Fokus Utilitas dan PDB
Sejak akhir 1970-an, Sen mengembangkan Pendekatan Kapabilitas (Capability Approach – CA) sebagai alternatif normatif dan evaluatif terhadap kerangka ekonomi standar, yang terlalu fokus pada PDB atau utilitas. Sen mengkritik PDB karena mengabaikan masalah distribusi dan kualitas hidup; sementara utilitas (kesejahteraan subjektif) dipertanyakan karena mengabaikan kenyataan bahwa individu berbeda secara fundamental.
Sen menekankan fenomena heterogenitas manusia. Individu berbeda dalam kemampuan mereka untuk mengubah sumber daya (pendapatan) menjadi kesejahteraan (functionings) yang nyata. Sebagai contoh, seseorang dengan disabilitas atau penyakit kronis memerlukan sumber daya yang jauh lebih besar (misalnya, peralatan medis, transportasi mahal) hanya untuk mencapai tingkat fungsi dasar (misalnya, mobilitas atau kesehatan) yang setara dengan orang lain. Jika fokus hanya pada pendapatan atau utilitas, sumber daya akan didistribusikan ke mereka yang paling efisien mengubah sumber daya menjadi utilitas, yang merugikan orang sakit atau disabilitas.
Konsep Inti: Fungsi (Functionings) dan Kapabilitas (Capability)
Pendekatan Kapabilitas (CA) berfokus pada apa yang dapat dilakukan dan menjadi diri seseorang (what people are able to do and to be) sebagai tolok ukur non-ekonomik dalam evaluasi pembangunan.
- Fungsi (Functionings): Didefinisikan sebagai pencapaian aktual, yaitu berbagai “keadaan menjadi dan melakukan” (beings and doings) yang berharga yang dicapai seseorang. Contohnya termasuk berada dalam kondisi bernutrisi yang baik, memiliki kesehatan yang baik, atau dapat bersepeda. Fungsi adalah realisasi aktual dari kehidupan yang dijalani.
- Kapabilitas (Capability): Merupakan kebebasan efektif yang dimiliki seseorang—yaitu, set lengkap fungsi berharga yang dapat mereka akses dan pilih.21 Kapabilitas mewakili kebebasan nyata (substantif) seseorang untuk memilih antara berbagai jenis kehidupan yang mereka anggap berharga.
Perbedaan antara keduanya sangat penting, karena fokus pada Kapabilitas menegaskan bahwa yang penting adalah kebebasan untuk memilih, bukan hanya hasilnya. Sebagai ilustrasi, seseorang yang berpuasa dan seseorang yang kelaparan mungkin memiliki kondisi nutrisi yang sama (fungsi yang sama). Namun, fakta bahwa puasa adalah pilihan (mencerminkan set kapabilitas yang berbeda) adalah signifikan dan harus diakui dalam evaluasi kesejahteraan. Jika seseorang tidak memiliki opsi untuk memilih, kebebasan mereka hilang, meskipun hasil yang dicapai sama dengan orang yang memiliki pilihan penuh. Oleh karena itu, Kapabilitas adalah tolok ukur kebebasan substantif, yang harus menjadi inti dari evaluasi keadilan.
Table 2: Perbedaan Konsep Kapabilitas dan Fungsi (Functionings) Amartya Sen
| Dimensi Konsep | Functionings (Berfungsi) | Capability (Kapabilitas) |
| Definisi Inti | Pencapaian aktual seseorang (“keadaan menjadi dan melakukan”). | Kebebasan efektif seseorang (rangkaian fungsi yang dapat diakses). |
| Fokus Evaluasi | Apa yang telah dilakukan atau dicapai (Status aktual). | Apa yang mungkin dilakukan atau dicapai (Opsi nyata). |
| Contoh Kunci | Berada dalam kondisi bernutrisi atau bersepeda. | Kebebasan memilih untuk berpuasa (memiliki pilihan untuk tidak makan). |
| Nilai Filosofis | Hasil akhir (achievements). | Kebebasan substantif dan pilihan. |
Development as Freedom (1999)
Dalam bukunya yang paling populer, Development as Freedom (1999), Sen merumuskan tesis sentralnya: Pembangunan harus dipahami sebagai proses perluasan kebebasan masyarakat. Kebebasan bukan hanya tujuan utama (untuk evaluasi) tetapi juga sarana utama (untuk efektivitas pembangunan).
Sen mengidentifikasi lima jenis kebebasan instrumental yang saling mendukung dan penting bagi pembangunan :
- Kebebasan Politik: Kebebasan untuk memutuskan dan mengkritik siapa yang memerintah.
- Fasilitas Ekonomi: Termasuk kebebasan untuk mengakses kredit dan pasar.
- Peluang Sosial: Mengacu pada akses ke pendidikan dan perawatan kesehatan.
- Jaminan Transparansi: Jaminan kejelasan dan keterbukaan antarindividu dan institusi.
- Keamanan Protektif: Perlindungan dari kemiskinan ekstrem melalui bantuan pendapatan dan tunjangan pengangguran.
Pengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Pendekatan Kapabilitas Sen merupakan kerangka kerja filosofis utama di balik penciptaan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) PBB. IPM, yang mengukur pencapaian rata-rata suatu negara dalam hidup sehat (kesehatan), berpengetahuan (pendidikan), dan standar hidup layak, merupakan aplikasi langsung dari penekanan Sen pada kapabilitas dasar sebagai ukuran kemajuan.
Kontribusi Sen melalui Pendekatan Kapabilitas adalah salah satu contoh paling sukses di mana filsafat moral secara struktural mengubah metrik makroekonomi global. Dengan memengaruhi IPM, Sen memaksa negara-negara dan lembaga donor untuk memprioritaskan investasi pada kapabilitas dasar (seperti kesehatan dan pendidikan), bukan sekadar pada pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Hal ini memberikan kerangka etika yang kuat untuk menilai apakah pembangunan benar-benar menyentuh kehidupan manusia.
Pilar IV: Filosofi Keadilan Komparatif
The Idea of Justice (2009): Kritik Keadilan Transendental
Buku The Idea of Justice (2009) adalah karya filosofis Sen yang paling menonjol, terutama berfungsi sebagai kritik dan revisi mendalam terhadap karya fundamental John Rawls, A Theory of Justice (1971). Sen, yang mendedikasikan buku ini untuk mengenang Rawls, mengambil pandangan berbeda mengenai bagaimana keadilan harus didekati.
Sen membedakan antara dua konsep keadilan India:
- Niti: Mengacu pada pengaturan institusional yang sempurna atau keadilan transendental (mirip dengan pendekatan Rawls).
- Nyaya: Mengacu pada realisasi keadilan, yaitu fokus pada bagaimana ketidakadilan yang dapat diperbaiki dapat dihindari atau dikurangi.
Sen berpendapat bahwa filsafat politik harus berfokus pada Nyaya. Menurutnya, yang mendorong manusia, termasuk anak-anak, adalah keinginan untuk menghilangkan ketidakadilan yang nyata dan dapat diperbaiki (remediable injustice), bukan pencarian masyarakat yang sepenuhnya adil.
Mengatasi Permasalahan Rawls dan Keadilan Komparatif
Sen percaya bahwa Rawls terlalu meremehkan kesulitan dalam membuat semua orang mematuhi norma masyarakat yang adil. Selain itu, ia menolak posisi Rawls yang menyatakan bahwa hanya ada satu hasil yang mungkin dari keseimbangan reflektif di balik selubung ketidaktahuan. Sebaliknya, Sen berpendapat bahwa banyak prinsip keadilan yang sah dan rasional dapat muncul secara bersamaan, yang menantang proses bertahap menuju masyarakat yang sempurna.
Sen sangat mengandalkan Adam Smith dan konsep pengamat imparsial (impartial spectator) yang diuraikan dalam The Theory of Moral Sentiments (1759). Model pengamat imparsial ini menyediakan mekanisme untuk menilai keadilan secara komparatif—membandingkan situasi ‘A’ dengan situasi ‘B’—yang menurut Sen lebih praktis dan sesuai untuk dialog global daripada metode kontraktarian yang berusaha merancang institusi yang sempurna.
Imparsialitas Terbuka (Open Impartiality)
Dalam konteks globalisasi, Sen menekankan pentingnya imparsialitas terbuka (open impartiality). Konsep ini melibatkan pengambilan pandangan dari luar untuk mengatasi bias lokal. Imparsialitas terbuka sangat penting untuk mencapai keadilan dalam dunia global karena menekankan pentingnya dialog global dan inklusi suara-suara yang terpinggirkan.
Dalam kerangka filosofis Sen, keadilan dicapai bukan dengan merancang institusi yang sempurna (Niti), tetapi dengan memperluas kapabilitas individu (Nyaya). Semakin besar kebebasan efektif yang dimiliki seseorang untuk menjalani hidup yang berharga (kapabilitas), semakin adil masyarakat tersebut. Oleh karena itu, The Idea of Justice menyelaraskan filosofi politiknya dengan Pendekatan Kapabilitas: keadilan adalah perluasan kapabilitas.
Warisan Intelektual dan Relevansi Kontemporer
Karya-karya Monumen dan Tinjauan Kontribusi
Kontribusi Amartya Sen bersifat interdisipliner dan kohesif, menghubungkan logika formal pilihan sosial dengan pertanyaan etika mendasar mengenai keadilan dan pembangunan.
Table 1: Dimensi Utama Kontribusi Intelektual Amartya Sen
| Bidang Kontribusi Utama | Teori/Konsep Kunci | Karya Utama Terkait |
| Ekonomi Kesejahteraan & Pilihan Sosial | Teori Pilihan Sosial (Koreksi Arrow’s Theorem); Rasionalitas Non-Egoistik | Collective Choice and Social Welfare (1970) |
| Analisis Kemiskinan dan Kelaparan | Pendekatan Hak (Entitlement Approach) & Kegagalan Hak Tukar | Poverty and Famines (1981) |
| Pembangunan Manusia & Etika Ekonomi | Pendekatan Kapabilitas (Capability Approach); Kebebasan Substantif | Development as Freedom (1999) |
| Filosofi Politik & Keadilan | Keadilan Komparatif (Nyaya) & Kritik terhadap Rawls; Imparsialitas Terbuka | The Idea of Justice (2009) |
| Studi Budaya & Identitas | Peran Pluralisme dan Debat Publik | The Argumentative Indian (2005); Identity and Violence (2006) |
Relevansi Pemikiran Sen untuk Kebijakan Publik di Negara Berkembang
Fokus pada Kualitas Pertumbuhan
Pemikiran Sen memberikan kritik fundamental terhadap pembangunan yang hanya berfokus pada peningkatan pendapatan. Ia menantang negara-negara berkembang untuk mengukur keberhasilan bukan hanya dari pertumbuhan PDB—yang seringkali hanya mengukur kuantitas—tetapi dari ‘Kualitas Pertumbuhan’. Kualitas Pertumbuhan, menurut kerangka Sen, adalah sejauh mana pertumbuhan ekonomi berhasil meningkatkan kapabilitas dasar masyarakat, seperti kesehatan, pendidikan, dan partisipasi. Kerangka konseptual ini memberikan alat bagi negara berkembang untuk menolak diktat pembangunan yang didikte secara tunggal oleh pertumbuhan ekonomi. Dengan Pendekatan Kapabilitas, mereka dapat memprioritaskan investasi sosial (kesehatan, pendidikan) sebagai tujuan pembangunan yang sah dan bernilai secara intrinsik, bahkan jika PDB tidak segera melonjak.
Aplikasi di Indonesia
Warisan pemikiran Sen sangat relevan dalam konteks Indonesia. Pendekatan ini berfungsi sebagai pengingat bahwa kemajuan tidak cukup ditandai oleh indikator fisik seperti gedung tinggi atau jalan tol, melainkan oleh seberapa besar masyarakat mampu menjalani hidup yang sehat, berpendidikan, bebas berpendapat, dan dihargai martabatnya.
Pemikiran Sen mengenai kebebasan dan keberdayaan (empowerment) telah diterapkan dalam analisis kebijakan di Indonesia. Penerapan Pendekatan Kapabilitas dalam program ekonomi kreatif, misalnya, bertujuan untuk memperluas akses masyarakat terhadap pendidikan, pelatihan, dan sumber daya, yang esensial untuk meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan dan mengatasi tantangan kemiskinan dan ketidakmerataan distribusi sumber daya.
Selain itu, dalam konteks mengatasi kemiskinan dan ketidakadilan, Sen memberikan penekanan pada peran modal sosial (social capital), seperti budaya saling asih dan asuh yang telah mengakar dalam budaya bangsa, sebagai media yang ampuh untuk penanggulangan masalah sosial. Hal ini menegaskan bahwa solusi pembangunan harus bersifat inklusif, berkelanjutan, dan didasarkan pada kebebasan substantif yang nyata.
Kesimpulan
Amartya Kumar Sen adalah seorang intelektual transformatif yang berhasil menjembatani ekonomi teoretis dengan filsafat moral dan politik. Kontribusinya bersifat koheren, dimulai dari kritik matematis terhadap Teorema Ketidakmungkinan Arrow, yang kemudian mengarah pada definisi ulang rasionalitas manusia yang mencakup etika dan komitmen.
Analisisnya mengenai kelaparan melalui Pendekatan Hak (Entitlement Approach) mengubah fokus dari ketersediaan makanan semata menjadi perlindungan hak-hak ekonomi dan politik, yang memunculkan tesis krusial mengenai peran demokrasi sebagai alat protektif terhadap bencana kelaparan.
Puncak dari karya-karyanya adalah Pendekatan Kapabilitas, yang mendefinisikan pembangunan sebagai perluasan kebebasan substantif—bukan sekadar peningkatan pendapatan. Pendekatan Kapabilitas telah diinstitusionalisasikan secara global melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Secara filosofis, konsep ini selaras dengan pandangannya tentang keadilan komparatif (Nyaya), yang berfokus pada upaya menghilangkan ketidakadilan yang dapat diperbaiki di dunia nyata, daripada mencari institusi yang sempurna.
Secara keseluruhan, warisan intelektual Amartya Sen bersifat instruktif, memberikan instrumen analitis yang kuat untuk menggeser fokus pembangunan global dari pertumbuhan materialistik menuju peningkatan kualitas hidup dan perluasan kebebasan efektif manusia. Karyanya memastikan bahwa pertanyaan tentang apa yang seharusnya dan mengapa akan selamanya menjadi pusat perhatian dalam ilmu ekonomi dan kebijakan pembangunan.
