Sinergi Protokol dan Infrastruktur sebagai Tulang Punggung Jaringan Global
Internet modern, sebuah jaringan terintegrasi yang kini menjadi fondasi ekonomi dan komunikasi global, tidak muncul dari satu sumber tunggal. Kehadirannya merupakan hasil konvergensi dua garis sejarah yang berbeda namun saling melengkapi: inovasi protokol logis (berasal dari proyek seperti ARPANET) dan pengembangan infrastruktur fisik jarak jauh berkapasitas tinggi (berasal dari warisan kabel bawah laut). Analisis ini bertujuan untuk membongkar asal-usul jaringan global, menekankan bahwa evolusi Internet adalah proses kolaboratif intelektual dan teknis yang melampaui batas geografis dan mandat militer AS.
Internet sebagai sistem komunikasi cerdas dimungkinkan oleh terobosan dalam arsitektur protokol, tetapi kecepatan, kapasitas, dan latensi rendah yang menjadi ciri khas jaringan abad ke-21 sepenuhnya bergantung pada revolusi material. Infrastruktur fisik, khususnya Kabel Serat Optik Bawah Laut (FOC), merupakan arteri vital yang membawa lebih dari 99% lalu lintas data antarbenua, menjadikannya aset strategis yang sangat rentan dan kritis bagi kesinambungan digital global.
Sejarah komunikasi antarbenua menunjukkan bahwa permintaan untuk koneksi instan global sudah menjadi prioritas strategis jauh sebelum komputasi digital berkembang. Penggelaran kabel bawah laut untuk telegraf pada pertengahan abad ke-19 menggarisbawahi adanya dorongan ekonomi dan politik yang abadi untuk mengatasi kendala geografis. Oleh karena itu, Internet bukanlah inovasi yang berdiri sendiri; sebaliknya, protokol digital awal hanya memberikan cara yang jauh lebih efisien dan tahan banting untuk memanfaatkan infrastruktur fisik yang telah ada, dan mendorong pengembangan media transmisi berkapasitas jauh lebih besar. Dengan demikian, tesis utama laporan ini adalah bahwa jaringan global adalah ekosistem kolaboratif di mana Inovasi Protokol Awal (TCP/IP) memungkinkan konektivitas global yang cerdas, yang kemudian disempurnakan oleh revolusi Kabel Serat Optik Bawah Laut berkapasitas tinggi.
Lapisan Konseptual Awal: ARPANET dan Kolaborasi Intelektual Lintas Batas
Jaringan global dimulai dengan eksplorasi fundamental mengenai bagaimana komputer dapat berbagi sumber daya dan berkomunikasi secara andal dalam jarak jauh. Jauh dari citra tunggal proyek militer tertutup, fondasi teoretis Internet berakar pada pengembangan paralel dan kontribusi internasional.
Basis Filosofis: Konsep Packet Switching
Prinsip fundamental di balik jaringan modern adalah packet switching, sebuah teknik yang memecah pesan data menjadi paket-paket kecil yang dapat dikirim secara independen dan disusun ulang di tujuan. Berbeda dengan jaringan circuit-switching tradisional (seperti telepon) yang memerlukan jalur fisik khusus selama durasi komunikasi, packet switching menawarkan kontrol terdistribusi, membuat jaringan menjadi tahan banting dan non-sentralistik.
Meskipun ARPANET sering dikaitkan dengan realisasi awal teknologi ini, basis teoretisnya dikembangkan secara independen di awal tahun 1960-an. Tokoh kunci dalam pengembangan ini adalah Paul Baran di RAND Corporation (AS) dan Donald Davies di National Physical Laboratory (NPL) di Inggris. Munculnya konsep packet switching secara simultan di dua benua mencerminkan adanya paralelisme intelektual esensial yang memvalidasi model ini sebagai solusi yang unggul untuk komunikasi terdistribusi. Pengembangan awal di NPL dan kemudian di ARPANET pada tahun 1969 membuktikan kelayakan pengiriman paket pertama.
Inisiasi ARPANET (Proyek Laboratorium Awal)
Advanced Research Projects Agency (ARPA, yang kini dikenal sebagai DARPA) dari Departemen Pertahanan AS memegang peran sentral dalam mendanai pengembangan ARPANET, dengan tujuan utama memungkinkan berbagi sumber daya digital di antara komputer yang terpisah secara geografis.
Langkah seminal dalam urutan ini terjadi pada tahun 1968 ketika ARPA mengontrak BBN Technologies untuk membangun router pertama, yang disebut Interface Message Processors (IMPs). Setahun kemudian, pada tahun 1969, ARPANET resmi beroperasi. Jaringan awal ini menghubungkan dua node pertama di University of California, Los Angeles (UCLA) dan SRI International di Menlo Park, California, diikuti oleh node di Universitas California, Santa Barbara (UCSB) dan Departemen Grafik Universitas Utah. Menjelang akhir tahun 1971, jaringan ini telah berkembang menjadi lima belas situs yang saling terhubung.
Peran Jaringan Eropa dan Kolaborasi Awal
Sejarah Internet harus dipertimbangkan sebagai kolaborasi yang lebih luas. Jaringan packet-switching lainnya dikembangkan secara independen di luar AS, seperti jaringan NPL oleh Donald Davies dan jaringan Merit Network, CYCLADES, serta Telenet yang dikembangkan pada akhir 1960-an dan awal 1970-an. Jaringan CYCLADES di Prancis, yang didemonstrasikan pada tahun 1973, memperkuat ide host-to-host communication yang lebih terdistribusi, yang terbukti penting untuk arsitektur Internet di masa depan.
Meskipun kolaborasi internasional awal untuk ARPANET masih terbatas—terutama karena para pengembang Eropa pada awalnya lebih condong pada pengembangan jaringan X.25—ekspansi internasional tetap terjadi, membuktikan sifat kolaboratif jaringan ini. Pengecualian penting adalah koneksi luar AS pertama: Norwegian Seismic Array (NORSAR) pada Juni 1973, diikuti pada tahun yang sama oleh Swedia dan kelompok riset Peter T. Kirstein di University College London (UCL) di Inggris. Koneksi-koneksi ini, yang saat itu masih menggunakan protokol 1822, membuktikan kelayakan internetworking—konsep menghubungkan jaringan yang terpisah—melintasi batas geografis.
Kelahiran TCP/IP: Bahasa Universal Jaringan
Inti dari transformasi ARPANET menjadi Internet global adalah pengembangan serangkaian protokol yang menjadi bahasa universal jaringan. Vinton Cerf dan Robert Kahn, ilmuwan yang didukung oleh DARPA, merancang arsitektur Internet dan prosedur yang dikenal sebagai Transmission Control Protocol/Internet Protocol (TCP/IP) pada paruh pertama tahun 1970-an.
Protokol ini menyediakan fondasi teknis Internet. TCP berfungsi memungkinkan komputer “berbicara bahasa yang sama” dengan mengontrol pergerakan data. Sementara itu, IP (Internet Protocol) bertanggung jawab untuk memberikan alamat unik (IP Address) yang dapat digunakan untuk menemukan lokasi setiap perangkat yang terhubung ke jaringan di seluruh dunia. Kombinasi ini memungkinkan trafik Internet menemukan tujuannya secara akurat. Penggunaan istilah “Internet” itu sendiri sebagai singkatan untuk internetworking muncul dalam dokumen teknis RFC 675 pada Desember 1974.
Adopsi TCP/IP menandai transisi kritis. Jaringan yang awalnya menggunakan protokol seperti Network Control Program (NCP) di ARPANET , kini beralih ke TCP/IP. Pergeseran ini mengubah ARPANET, jaringan tertutup milik pemerintah AS, menjadi jaringan yang saling terhubung secara global, atau yang dikenal sebagai ‘Internet’. Keberhasilan jaringan global, pada dasarnya, bukan terletak pada siapa yang membangun jalur kabel pertama, melainkan pada penemuan bahasa universal (TCP/IP) yang memungkinkan siapa pun membangun jalur kabel dan terhubung ke jaringan yang lebih besar.
Penting untuk dicatat bahwa keberhasilan TCP/IP sebagian besar didorong oleh adanya kontribusi dan validasi paralel dari beberapa proyek berbeda, termasuk pengembangan jaringan X.25 yang marak di Eropa. Jaringan-jaringan awal ini menunjukkan bahwa protokol pemenang haruslah universal dan terbuka (interoperable) untuk menjembatani sistem yang beragam, dan bukan hanya sistem milik AS, yang pada akhirnya menggarisbawahi sifat kolaboratif yang diperlukan oleh jaringan.
Transformasi Jaringan: Dari TCP/IP ke World Wide Web (WWW) dan Standarisasi
Setelah pondasi protokol (TCP/IP) ditetapkan, langkah selanjutnya dalam evolusi Internet adalah memastikan standarisasi global dan, yang paling penting, menciptakan antarmuka yang dapat diakses oleh khalayak luas.
Standarisasi dan Tata Kelola Global
Untuk memastikan interoperabilitas global, protokol Internet dikembangkan dan dikelola melalui proses yang terbuka dan berbasis komunitas, yang didokumentasikan dalam seri Request for Comments (RFC). Proses standarisasi ini merupakan kunci untuk menjaga konsistensi teknis di antara berbagai jaringan yang ingin terhubung.
Pada tahun 1972, Internet Assigned Numbers Authority (IANA) didirikan. Pembentukan IANA, jauh sebelum Internet menjadi fenomena komersial, adalah langkah awal yang penting menuju tata kelola jaringan terpusat yang diperlukan untuk mengelola penomoran dan alamat di seluruh jaringan. Selain itu, peran lembaga akademis AS, di luar DARPA, juga vital. National Science Foundation (NSF) mendanai Computer Science Network (CSNET) pada tahun 1981, memperluas akses ke jaringan dan mendorong penggunaan Internet meluas di kalangan akademis dan riset.
Kontribusi CERN dan Demokratisasi Informasi
Meskipun TCP/IP menyediakan kerangka teknis untuk menghubungkan jaringan, yang mengubah Internet menjadi alat komunikasi dan informasi massal adalah World Wide Web (WWW). WWW ditemukan pada tahun 1989 oleh Sir Tim Berners-Lee, seorang ilmuwan Inggris yang saat itu bekerja di CERN (Organisasi Eropa untuk Riset Nuklir), yang berbasis di Swiss.
Latar belakang penemuan ini menunjukkan sifat kolaboratif global Internet. WWW dikembangkan secara eksplisit untuk mengatasi permintaan akan berbagi informasi otomatis di antara komunitas ilmuwan internasional CERN yang sangat luas. Komunitas ini mencakup lebih dari 10.000 ilmuwan dari lebih dari 100 negara yang tersebar, menjadikan komunikasi yang baik—termasuk berbagi data dan dokumentasi—sebagai hal yang esensial. Ide dasar Berners-Lee adalah menggabungkan teknologi komputer pribadi, jaringan komputer, dan hypertext menjadi sistem informasi global yang kuat dan mudah digunakan.
Berners-Lee merancang bahasa utama Web: HyperText Mark-up Language (HTML), sistem Uniform Resource Locator (URL), dan HyperText Transfer Protocol (HTTP). WWW mengubah Internet (infrastruktur dasar jaringan) dari alat transfer data akademis yang kompleks menjadi sistem informasi global yang mudah diakses melalui browser. Keberadaan WWW mendorong jumlah komputer yang terhubung dalam jaringan melampaui satu juta pada tahun 1992, memicu adopsi publik dan memunculkan istilah “surfing”.
Kontribusi CERN ini menunjukkan bahwa asal-usul Internet benar-benar global: Protokol (TCP/IP) diciptakan di AS, tetapi aplikasi massal yang menggerakkan adopsi publik (WWW) diciptakan di Eropa. Keputusan untuk menjaga protokol inti WWW (HTML, HTTP) tetap terbuka dan tidak dipatenkan oleh CERN adalah pilar ekonomi bagi revolusi digital berikutnya. Keputusan ini memungkinkan munculnya perusahaan komersial dan belanja e-retail pada tahun 1994, seperti Yahoo.
Lapisan Fisik: Sejarah Dua Abad Kabel Bawah Laut
Keberadaan jaringan komunikasi instan antarbenua sudah berakar jauh sebelum era komputer. Infrastruktur fisik yang menjadi tulang punggung Internet modern adalah hasil langsung dari evolusi dramatis kabel bawah laut.
Fondasi Komunikasi Jarak Jauh: Era Telegraf
Komunikasi global jarak jauh yang pertama kali diimplementasikan bergantung pada kabel telegraf listrik pada pertengahan abad ke-19. Teknologi ini disempurnakan melalui kolaborasi internasional yang melibatkan William Fothergill Cooke dan Charles Wheatstone dari Inggris, serta Samuel Morse dari Amerika.
Upaya perintisan untuk meletakkan kabel di dasar laut adalah hal yang mahal dan penuh kegagalan. Namun, pada tahun 1851, upaya sukses meletakkan kabel bawah laut pertama melintasi Selat Inggris, dari Dover ke Cape Gris Nez di Prancis. Kawat ini diisolasi dengan gutta-percha, zat lateks yang berasal dari pohon di Semenanjung Melayu, menunjukkan kolaborasi material global yang diperlukan. Prestasi terbesar kemudian dicatat pada tahun 1866 dengan keberhasilan peletakan kabel trans-Atlantik menggunakan kapal raksasa The Great Eastern, menetapkan fondasi fisik untuk komunikasi antarbenua yang akan bertahan selama lebih dari satu abad.
Revolusi Serat Optik (FOC)
Meskipun kabel koaksial berupaya mendukung komunikasi telepon dan data pada abad ke-20, hambatan kapasitas dan jangkauan baru teratasi secara revolusioner dengan adopsi Kabel Serat Optik Bawah Laut (FOC). FOC kini membentuk tulang punggung komunikasi global, menggantikan kabel logam dengan serat kaca ultra-tipis.
Perbedaan mendasar dalam metode transportasi ini adalah yang memungkinkan jaringan berkapasitas tinggi. Kabel serat optik mentransmisikan data melalui pulsa cahaya, alih-alih sinyal listrik tradisional. FOC menawarkan keunggulan teknis yang superior: jangkauan yang jauh lebih unggul, mencapai ribuan kilometer tanpa memerlukan penguat sinyal, dibandingkan dengan kabel koaksial yang jangkauan sinyal digitalnya terbatas hingga sekitar 500 meter. Teknologi ini memastikan komunikasi berkecepatan tinggi dan andal antarbenua.
Kapasitas, Latensi, dan Batasan Fisika
Konvergensi antara protokol yang efisien (packet switching TCP/IP) dan media transmisi berkapasitas tinggi (FOC) adalah yang memungkinkan Internet modern. Protokol tanpa kapasitas FOC akan lambat dan mahal, sementara FOC tanpa TCP/IP akan menjadi saluran telegraf yang mahal.
Kapasitas (Bandwidth)
Kabel serat optik bawah laut mampu mentransmisikan data dalam jumlah besar dan dengan kecepatan yang sangat tinggi. Kabel modern dapat mendukung beberapa Terabit per detik (Tbps). Sebagai contoh, kabel bawah laut INDIGO yang menghubungkan Australia dan Asia Tenggara menggunakan teknologi optik koheren terkini, dengan sepasang kabel serat optik mampu mendukung hingga 36 Tbps. Kabel Marea milik konsorsium teknologi besar juga mencapai kecepatan transfer data rata-rata 9.5 Tbps.
Kapasitas masif ini dicapai melalui teknik Wavelength Division Multiplexing (WDM), yang merupakan teknologi multiplexing dengan menetapkan warna (frekuensi) cahaya yang berbeda untuk setiap kanal data, memungkinkan transmisi simultan banyak sinyal melalui satu untai serat optik.
Latensi dan Batasan Fisika
Meskipun bandwidth tinggi telah dicapai, kecepatan transmisi data yang sesungguhnya dibatasi oleh fisika. Pulsa cahaya hanya bergerak sekitar dua pertiga (≈32) kecepatan cahaya ketika melewati kaca serat optik.
Latensi, atau waktu tunda antara pengiriman perintah dan penerimaan respons, sangat penting dalam aplikasi real-time seperti video call dan game online. Dalam sektor keuangan global, terutama untuk perdagangan berfrekuensi tinggi (HFT), keterlambatan sekecil apa pun dapat menimbulkan kerugian finansial yang signifikan, menjadikan kabel bawah laut sebagai infrastruktur vital yang menuntut latensi serendah mungkin.
Analisis menunjukkan bahwa pembatasan kecepatan kini telah bergeser. Dahulu, kecepatan transfer dibatasi oleh kapasitas serat dan jangkauan optik, di mana upaya meningkatkan kapasitas fiber cenderung mengurangi jangkauan jarak. Namun, FOC telah mengatasi masalah jangkauan. Kini, batasan akhir lebih berkaitan dengan kecepatan dan presisi pemancar dan penerima optik di ujung kabel. Oleh karena itu, riset modern berfokus pada kemajuan teknologi semikonduktor, seperti pengembangan silicon photonics, untuk mengintegrasikan komponen fotonik (laser, modulator, detektor) langsung ke chip silikon, yang dapat meningkatkan kecepatan pemrosesan di ujung jaringan, mengatasi batasan kecepatan yang tersisa pada ujung jaringan, alih-alih serat itu sendiri.
Table 2: Perbandingan Media Komunikasi Antarbenua: Evolusi Fisik
| Media Transmisi | Tahun Adopsi Jarak Jauh | Material Inti | Kecepatan Maksimum (Teoritis) | Jangkauan (Tanpa Penguat) |
| Kabel Telegraf | 1850-an | Tembaga | Sangat Rendah (Kata per menit) | Terbatas, memerlukan repeater sering |
| Kabel Koaksial (Generasi Awal) | Pertengahan Abad ke-20 | Tembaga/Plastik | Rendah (Mbps-Gbit) | Maks. 500 meter (Terestrial) |
| Kabel Serat Optik Bawah Laut | Akhir 1980-an – Sekarang | Kaca ultra-tipis | Sangat Tinggi (Tbps) | Ribuan kilometer |
| Batasan Fisika | N/A | Serat Optik | ≈32 Kecepatan Cahaya (dalam kaca) | N/A |
Arsitektur Jaringan Modern: Ekonomi, Geopolitik, dan Ketahanan
Setelah komersialisasi pada tahun 1990-an, Internet telah bertransformasi menjadi arena kompetisi strategis. Kontrol atas infrastruktur fisik, khususnya FOC, kini menjadi isu geopolitik dan ekonomi yang kritis.
Struktur Kepemilikan dan Investasi Hyperscalers
Meskipun ARPANET didanai oleh militer AS dan telegraf dikembangkan oleh konsorsium nasional , infrastruktur kabel bawah laut modern didominasi oleh konsorsium multinasional dan perusahaan hyperscaler (penyedia konten besar).
Investasi dan pembangunan kabel bawah laut saat ini melibatkan kolaborasi entitas swasta yang masif. Contohnya adalah sistem kabel INDIGO, yang menghubungkan Singapura, Jakarta, Perth, dan Sydney. Konsorsium ini melibatkan operator telekomunikasi regional dan hyperscaler seperti AARNet, Google, Indosat Ooredoo, Singtel, SubPartners, dan Telstra. Penggunaan teknologi spektrum bersama dalam konsorsium ini memungkinkan setiap anggota untuk secara independen meningkatkan kapasitas di masa depan, yang menyoroti pergeseran kontrol dari entitas negara tunggal ke kendali konsorsium multinasional.
Lonjakan permintaan akan layanan cloud computing, 5G, IoT, dan Artificial Intelligence (AI) telah memicu lonjakan investasi infrastruktur digital secara global. Negara-negara di Asia Pasifik, termasuk Indonesia, menjadi target strategis investasi besar. Pemerintah Indonesia, misalnya, telah membuka peluang investasi di sektor pusat data dan infrastruktur digital, memproyeksikan kebutuhan kapasitas yang signifikan dan menarik investasi strategis dari perusahaan teknologi global. Pergeseran ini menunjukkan bahwa aset infrastruktur yang paling strategis bagi komunikasi global kini berada di bawah kendali segelintir korporasi teknologi besar, menimbulkan pertanyaan geopolitik dan regulasi mengenai akses, keamanan, dan netralitas.
Kabel sebagai Aset Strategis dan Kerentanan
Kabel bawah laut adalah tulang punggung ekonomi digital global dan merupakan aset strategis bagi keamanan nasional, termasuk komunikasi militer, pemantauan perbatasan, dan pertahanan. Kabel ini juga sangat penting bagi industri keuangan global, di mana transfer data berkecepatan tinggi antar pusat keuangan memerlukan keandalan yang hampir sempurna; sedikit keterlambatan saja dapat menimbulkan kerugian finansial yang signifikan.
Ancaman Eksternal dan Kerusakan
Meskipun penting, kabel bawah laut sangat rentan terhadap ancaman eksternal. Rata-rata 150 hingga 200 kerusakan, pemutusan, atau jenis kerusakan lain terjadi setiap tahun. Hampir dua pertiga dari kerusakan ini disebabkan oleh “agresi eksternal,” yang biasanya berasal dari aktivitas manusia seperti penangkapan ikan dan penjangkaran kapal. Kerusakan ini berpotensi menimbulkan kerugian antara 2% hingga 20% dari pendapatan layanan yang bergantung pada kabel tersebut.
Geopolitik dan Sabotase
Kompetisi teknologi global, khususnya antara Amerika Serikat dan Tiongkok, telah meluas ke ranah kabel komunikasi bawah laut. Kerentanan ini semakin dieksploitasi dalam strategi perang hibrida yang diadopsi oleh musuh geopolitik, menekankan taktik zona abu-abu. Bukti menunjukkan peningkatan risiko terhadap struktur ini melalui aktivitas sabotase, seperti insiden di Laut Merah dan dekat lepas pantai Finlandia serta Taiwan.
Kekhawatiran keamanan ini secara langsung memengaruhi kinerja teknis jaringan. Latensi ditentukan oleh panjang kabel dan rute geografis. Namun, peningkatan kerentanan dan risiko sabotase memaksa operator untuk memilih rute yang lebih aman, meskipun rute tersebut mungkin lebih panjang. Rute yang lebih panjang secara inheren meningkatkan latensi. Dengan demikian, keputusan strategis geopolitik secara langsung memengaruhi kinerja teknis jaringan, dan negara yang mampu mengamankan atau merusak rute kabel bawah laut dapat memaksakan batasan latensi dan mengganggu perdagangan global.
Tantangan Ketahanan dan Redundansi
Memastikan ketahanan (resilience) dan redundansi jaringan telah menjadi prioritas utama. Wilayah seperti Samudra Pasifik, yang menjadi lokasi sebagian besar komunikasi digital yang menghubungkan pantai barat AS dengan Asia (Jepang, Singapura, Hong Kong), rawan terhadap gangguan seismik dan lalu lintas kapal laut yang padat.
Proses perbaikan kabel merupakan tantangan yang berkelanjutan dan kompleks. Kerusakan dapat memerlukan waktu perbaikan berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan, karena beberapa faktor: terbatasnya jumlah kapal perbaikan khusus di seluruh dunia, kepadatan jalur strategis (seperti Laut Cina Selatan), dan kesulitan dalam memperoleh izin yang diperlukan untuk pengerahan kapal, terutama di wilayah yang sensitif secara politik. Kelangkaan kritis kapal perbaikan ini meningkatkan kerentanan jaringan global.
Secara hukum, Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) 1982 menyediakan kerangka kerja untuk perlindungan kabel bawah laut, mengakui pentingnya infrastruktur ini bagi komunikasi global. Namun, implementasinya dalam hukum nasional memerlukan penguatan melalui harmonisasi regulasi, peningkatan pengawasan, dan penegakan hukum yang lebih efektif, terutama di wilayah perairan kepulauan seperti Indonesia, untuk menjamin keamanan dan keberlanjutan infrastruktur tersebut. Upaya kolaboratif antara pemerintah, pemangku kepentingan industri, dan masyarakat sangat diperlukan untuk memastikan ketahanan infrastruktur vital ini.
Kesimpulan
Evolusi Internet adalah kisah sejarah kolaboratif yang menggabungkan kecerdasan protokol dari inisiatif yang didanai AS (ARPANET) dengan validasi konsep independen di Eropa (NPL, CYCLADES) , dan didemokratisasi oleh penemuan di lembaga riset Eropa (WWW di CERN). Kesuksesan jaringan global modern bergantung pada konvergensi arsitektur logis TCP/IP dengan revolusi fisik yang diwakili oleh kabel serat optik bawah laut , yang menyediakan kapasitas masif dan latensi yang lebih rendah.
Jaringan global saat ini menghadapi paradoks yang kompleks: permintaan bandwidth trans-Pasifik telah meningkat tiga kali lipat antara 2019 dan 2023 , didorong oleh teknologi seperti 5G, IoT, dan AI. Namun, infrastruktur fisik yang menopang permintaan ini semakin rentan terhadap ancaman eksternal—baik dari aktivitas maritim maupun sabotase geopolitik—dan terhambat oleh keterbatasan kapasitas perbaikan.
Berdasarkan analisis ini, laporan ini menyajikan empat rekomendasi strategis bagi regulator pemerintah dan eksekutif industri:
Rekomendasi Strategis
- Peningkatan Ketahanan dan Diversifikasi Rute (Redundancy)
Regulator harus mendorong dan memberikan insentif finansial untuk pembangunan rute kabel bawah laut baru yang geografisnya terdiversifikasi. Diversifikasi rute sangat penting untuk menghindari jalur yang saat ini padat, rawan secara seismik, atau rentan secara geopolitik (misalnya, Laut Cina Selatan). Ketahanan jaringan harus menjadi metrik regulasi utama.
- Penguatan Kerangka Hukum dan Keamanan Bersama
Mengingat bahwa kepemilikan dan investasi infrastruktur kritis kini didominasi oleh perusahaan hyperscaler swasta , diperlukan perjanjian dan kerangka hukum internasional yang lebih kuat—yang melengkapi UNCLOS 1982—untuk secara eksplisit melindungi FOC dari agresi eksternal dan memfasilitasi perizinan cepat bagi kapal perbaikan. Perlindungan ini harus mencakup peningkatan pengawasan dan penegakan hukum yang konsisten di perairan kedaulatan.
- Fokus Investasi pada Fotonik Ujung Akhir (Optical Processing)
Meskipun peletakan kabel baru penting, industri harus menyeimbangkan investasi dengan fokus pada peningkatan teknologi semikonduktor dan fotonik silikon. Peningkatan ini diperlukan untuk meningkatkan kecepatan pemrosesan di stasiun pendaratan kabel (pemancar dan penerima optik) , karena batasan kecepatan transmisi saat ini lebih disebabkan oleh pemrosesan ujung akhir daripada kapasitas fisik serat itu sendiri.
- Penguatan Posisi Strategis Regional dan Regulasi Keamanan
Negara-negara dengan posisi geografis strategis, seperti negara kepulauan besar (contohnya Indonesia), harus secara agresif menarik investasi data center dan FOC untuk menempati posisi strategis di sektor digital kawasan Asia. Namun, daya tarik investasi ini harus diimbangi dengan regulasi nasional yang ketat dan transparan mengenai rute peletakan kabel, perlindungan fisik di perairan kedaulatan, dan pembatasan yang mengontrol risiko geopolitik dari kompetisi kekuatan besar. Investasi ini harus bertujuan untuk menjembatani kesenjangan digital dan meningkatkan peluang ekonomi domestik.
