Fondasi dan Signifikansi Pengukuran Dampak Sosial (PDS)
Laporan teknis ini menyajikan analisis kritis dan mendalam mengenai metodologi Pengukuran Dampak Sosial (PDS) yang digunakan oleh organisasi filantropi dan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Tujuan utama PDS adalah untuk membuktikan secara empiris bahwa donasi atau program yang dilaksanakan menciptakan “kebaikan sosial” yang tidak hanya terukur, tetapi juga berkelanjutan. Laporan ini berfungsi sebagai panduan strategis bagi para pengambil keputusan untuk memprofesionalisasi sistem pengukuran mereka, bergeser dari pelaporan aktivitas (outputs) menuju kuantifikasi nilai sosial bersih (Net Social Value).
Definisi dan Evolusi PDS dalam Sektor Filantropi dan CSR
Filantropi harus dipandang sebagai konsep afirmatif yang secara aktif mendorong perubahan, berbeda dengan konotasi pasif yang sering dilekatkan pada organisasi nirlaba atau non-pemerintah. Ruang lingkup filantropi mencakup isu-isu krusial seperti pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, lingkungan, dan pembangunan internasional. PDS adalah alat esensial untuk mengkuantifikasi perubahan yang didorong oleh upaya filantropi ini.
Dalam konteks Indonesia, yang memiliki potensi pendanaan filantropi yang besar, termasuk melalui instrumen Islam seperti Ziswaf (Wakaf) , tuntutan akuntabilitas terhadap pengelolaan dana semakin tinggi. PDS diidentifikasi sebagai mekanisme untuk meningkatkan praktik pengelolaan dana filantropi dan wakaf produktif. Dengan mengukur dampak secara terperinci, organisasi yang bergerak di luar sistem pemerintahan resmi dan tidak berorientasi pada keuntungan dapat membuktikan kontribusi mereka terhadap isu-isu sosial, yang secara langsung meningkatkan transparansi dan melampaui sekadar pemenuhan kewajiban administratif.
Urgensi PDS: Mengatasi Kesenjangan Kapasitas dan Investasi Sosial
Penguatan PDS adalah respon terhadap tantangan struktural dalam sektor sosial. Organisasi lokal sering menghadapi kendala, seperti kesulitan mendapatkan SDM profesional yang kompeten, rendahnya kecakapan manajerial, dan keterbatasan dalam mengelola dana. PDS yang terstruktur memaksa profesionalisasi manajemen program, mengatasi masalah kapasitas organisasi ini.
Penggunaan metodologi seperti Social Return on Investment (SROI) tidak hanya sebatas pelaporan eksternal, tetapi juga alat manajemen strategis yang vital. Indikator yang dimonetisasi dalam SROI memungkinkan manajemen untuk menganalisis dan membandingkan strategi alternatif. Hal ini memastikan bahwa sumber daya yang terbatas dialokasikan untuk strategi yang paling efektif dalam memaksimalkan keuntungan sosial yang dihasilkan. Dengan demikian, PDS memastikan bahwa dana filantropi diubah menjadi hasil sosial yang optimal dan efisien.
Mengapa Fokus pada Kebaikan Sosial yang Terukur dan Berkelanjutan
Untuk benar-benar membuktikan kebaikan sosial, PDS harus fokus pada efek jangka panjang (outcomes dan impacts), bukan hanya hasil segera (outputs). Dampak yang diukur harus mencakup efek positif dan negatif, serta efek primer dan sekunder, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja, yang dihasilkan oleh suatu intervensi pembangunan.
Keberlanjutan adalah inti dari PDS yang modern. PDS harus mampu mengukur durasi dan persistensi dari perubahan yang dihasilkan. Kerangka kerja manajemen dampak, seperti Impact Management Project (IMP), menekankan pemantauan Endurance Risk dan Drop-off Risk. Dengan fokus pada PDS yang matang, organisasi memastikan bahwa program mereka dirancang untuk menghasilkan perubahan sistemik yang memiliki daya tahan sosial, melampaui jangka waktu proyek pendanaan.
Rantai Nilai dan Terminologi Kunci Dampak Sosial: Menetapkan Bahasa Kausalitas
PDS yang kredibel didasarkan pada bahasa kausalitas yang tepat. Organisasi harus memahami hierarki antara sumber daya yang dihabiskan dan perubahan sosial yang dihasilkan (Input, Output, Outcome, Impact).
Rantai Kausalitas Dasar (Input hingga Output)
Rantai nilai dimulai dari Input (sumber daya, dana, SDM) dan Activities (tugas sehari-hari yang dilakukan). Hasil langsung dari aktivitas ini adalah Output, yaitu barang atau jasa yang dihasilkan. Output bersifat nyata (tangible), dapat diukur secara kuantitatif, dan merupakan hasil langsung dari suatu kegiatan. Misalnya, jumlah pelatihan yang diadakan atau jumlah produk yang didistribusikan. Fokus yang terlalu eksklusif pada Output berisiko menyebabkan tujuan yang tidak selaras dan alokasi sumber daya yang kurang efisien.
Outcome dan Impact: Mengukur Perubahan Kualitatif
Berbeda dengan output, Outcome adalah perubahan fungsional, perilaku, atau kondisi yang terjadi sebagai hasil dari output. Pengukuran outcome bersifat lebih kualitatif dan merupakan bagian penting dari penilaian berkelanjutan. Impact adalah tingkat perubahan sosio-ekonomi atau sistemik yang luas dan berkelanjutan yang merupakan hasil akhir yang dituju dari intervensi. Pergeseran manajerial yang diperlukan adalah beralih dari mengelola produktivitas (Output) ke mengelola perubahan (Outcome/Impact) untuk mencapai tujuan filantropi yang afirmatif.
Peran Keterlibatan Pemangku Kepentingan (Stakeholder Engagement)
Kredibilitas PDS dimulai dengan pelibatan pemangku kepentingan yang efektif, yang merupakan prinsip pertama SROI. Proses PDS harus didasarkan pada pemahaman mendalam tentang perubahan yang diharapkan oleh pemangku kepentingan sebagai penerima manfaat utama. Organisasi harus menggunakan metodologi baku untuk identifikasi dan pelibatan (misalnya, AA100 Stakeholder Engagement Standard atau ISO 26000) untuk memastikan proses yang terstruktur dan responsif terhadap kebutuhan riil mereka. Kualitas keterlibatan ini menentukan relevansi nilai yang diukur, memenuhi prinsip SROI untuk menghargai hal yang bersifat penting.
Tabel berikut menguraikan hierarki kausalitas ini, yang harus diinternalisasi oleh setiap manajer program:
Table 1: Hirarki Rantai Nilai Dampak (Input, Output, Outcome, Impact)
| Dimensi | Fokus (Apa yang Diukur) | Ciri Khas Pengukuran | Hubungan Kausalitas |
| Input | Sumber daya yang dikerahkan (dana, SDM) | Kuantitas sumber daya | Pra-syarat Kegiatan |
| Output (Deliverables) | Barang atau jasa yang dihasilkan | Kuantitatif dan Langsung | Hasil Langsung dari Kegiatan |
| Outcome | Perubahan perilaku, kapasitas, atau kondisi jangka menengah | Kualitatif dan Fungsional | Disebabkan oleh Output, melalui Asumsi |
| Impact | Perubahan sosio-ekonomi, lingkungan, atau sistem jangka panjang (Net Change) | Bukti Jangka Panjang dan Skala | Non-linear, Dipengaruhi Multi-faktor |
Analisis Mendalam Metode 1: Theory of Change (ToC)
Theory of Change (ToC) adalah kerangka kerja intelektual yang menyediakan fondasi untuk validitas kausalitas dalam PDS. ToC adalah teori eksplisit yang menjelaskan bagaimana dan mengapa aktivitas program akan menghasilkan outcomes dan impacts.
Definisi ToC: Pemetaan Kausalitas Non-Linier
ToC berfungsi sebagai peta jalan yang menghubungkan aktivitas, output, dan hasil yang diinginkan (outcomes dan impact). ToC adalah alat diagnostik yang membantu praktisi membuat keputusan strategis dan taktis yang lebih terinformasi, karena model perubahan telah dipetakan secara eksplisit. Meskipun ToC dapat dikembangkan secara retrospektif, pengembangannya di awal program adalah yang terbaik untuk menginformasikan perencanaan dan desain inisiatif.
Prinsip dan Langkah-Langkah Pengembangan ToC
Proses ToC yang efektif bersifat kolaboratif dan adaptif:
- Visi dan Pemetaan Mundur:Prosesnya dimulai dari penetapan tujuan jangka panjang (Impact), kemudian bekerja mundur ke outcomes jangka menengah, outputs, dan activities yang diperlukan untuk mencapainya.
- Identifikasi Asumsi Kunci:ToC mewajibkan penguraian asumsi, yaitu kondisi yang harus ada agar rantai kausalitas berhasil. Asumsi yang tidak teruji merupakan risiko terbesar bagi kegagalan program.
- Inkorporasi Risiko dan Knock-on Effects:Kerangka ToC harus mencakup pengukuran dampak, termasuk efek samping (knock-on effects) yang mungkin terjadi, baik positif maupun negatif. Efek-efek tak terduga ini harus dimitigasi atau dimanfaatkan secara strategis.
- Proses Iteratif dan Adaptif:ToC tidak boleh statis. Seiring tersedianya data M&E, pemangku kepentingan harus secara berkala menyempurnakan ToC.
Perbandingan Nuansa: ToC vs. Logical Framework Approach (LFA)
Theory of Change dan Logical Framework Approach (LFA) adalah dua kerangka kerja perencanaan dan evaluasi yang sering digunakan. Perbedaan mendasar terletak pada filsafat kausalitas: LFA berasumsi bahwa perubahan terjadi melalui hubungan sebab-akibat yang linear dan terstruktur. Sebaliknya, ToC dibangun di atas premis bahwa perubahan sosial yang kompleks bersifat non-linear, dinamis, dan melibatkan elemen-elemen yang saling terhubung dan seringkali tidak terduga.
Oleh karena itu, ToC memberikan perspektif yang lebih holistik dan adaptif, menjadikannya superior untuk program yang bertujuan pada perubahan sistemik jangka panjang. LFA, yang lebih linier, lebih cocok untuk proyek-proyek dengan kausalitas yang jelas dan sumber daya yang terbatas. ToC berfungsi sebagai dasar untuk strategi monitoring dan evaluasi (M&E) yang tepat, mengarahkan organisasi pada data yang paling penting untuk dikumpulkan, baik mengenai implementasi maupun dampak.
Peran Strategis ToC dalam Manajemen Risiko
ToC adalah alat penting untuk mitigasi Risiko Bukti (Evidence Risk) dalam Impact Management Project (IMP). Dengan secara eksplisit memetakan ToC dan mengidentifikasi asumsi , organisasi dapat merancang evaluasi untuk menguji validitas asumsi tersebut, sehingga mengurangi risiko kegagalan yang disebabkan oleh model perubahan yang lemah.
Pengembangan ToC yang melibatkan staf di semua tingkatan akan menghasilkan dukungan yang luas (widespread buy-in). Keterlibatan ini secara langsung memfokuskan kegiatan pengumpulan data M&E pada pertanyaan implementasi dan dampak yang paling penting, menghasilkan efisiensi operasional dan strategis. Lebih jauh, manajemen dampak yang memantau ToC bertindak sebagai fungsi pengendalian kendala, mirip dengan Theory of Constraints , mengidentifikasi dan menghilangkan bottleneck dalam rantai perubahan sosial.
Analisis Mendalam Metode 2: Social Return on Investment (SROI)
Social Return on Investment (SROI) adalah metodologi valuasi dampak yang mentransformasi manfaat sosial menjadi rasio moneter, menyediakan bahasa ekonomi yang seragam untuk akuntabilitas.
SROI: Dari Rasio Statis menjadi Sistem Pembelajaran Berkelanjutan
SROI mengukur nilai sosial yang dihasilkan untuk setiap unit investasi. Hasilnya dinyatakan sebagai rasio (misalnya, 3:1 atau 124:1 untuk studi berkualitas tinggi). Metodologi ini terbukti berguna untuk menginformasikan kebijakan investasi, seperti di sektor Aktivitas Fisik dan Olahraga (PAS), karena kemampuannya untuk mengukur manfaat sosio-ekonomi yang luas dalam rasio moneter tunggal.
SROI telah berevolusi dari sekadar laporan statis, historis, dan berbasis rasio yang ditujukan untuk pendana, menjadi sistem pembelajaran berkelanjutan. SROI modern membantu tim program untuk meningkatkan dan mengoptimalkan program mereka secara real-time. Selain itu, SROI juga dapat digunakan dalam manajemen strategis untuk menganalisis strategi yang menghasilkan keuntungan sosial terbaik dan memastikan maksimasi sumber daya.
Prinsip-Prinsip SROI untuk Kredibilitas Metodologis
Kredibilitas SROI didasarkan pada kepatuhan terhadap prinsip-prinsip etika dan metodologis yang ketat :
- Fokus Pemangku Kepentingan:Melibatkan pemangku kepentingan secara aktif dan memiliki pemahaman mendalam tentang perubahan yang mereka alami.
- Prinsip Valuasi:Harus Menghargai Hal yang Penting dan Menyertakan Hanya Sesuatu yang Penting. Nilai harus didasarkan pada perspektif penerima manfaat.
- Anti-Klaim Berlebihan (Do Not Over-Claim):Prinsip ini sangat krusial. Nilai yang ditetapkan atas suatu dampak harus diverifikasi untuk memastikan tidak terlalu tinggi dan mencerminkan aktivitas yang sebenarnya.
- Transparansi dan Verifikasi:Proses analisis dan hasil harus transparan dan terbuka untuk peninjauan ulang serta verifikasi pihak ketiga.
Enam Tahap Implementasi SROI (Proses Berbasis Kualitas)
Proses implementasi SROI melibatkan enam tahapan utama yang membutuhkan disiplin data :
- Menetapkan Ruang Lingkup dan Mengidentifikasi Pemangku Kepentingan:Menentukan batasan analisis dan merencanakan keterlibatan pemangku kepentingan.
- Memetakan Dampak (Mapping Outcomes):Tahap ini secara eksplisit memerlukan pemahaman rantai perubahan yang terjadi (theory of change). Peta dampak (impact map) atau model logika adalah prasyarat untuk meningkatkan kualitas studi SROI.
- Membuktikan Dampak dan Memberinya Nilai:Mengumpulkan bukti empiris dan menerapkan valuasi moneter pada manfaat yang teridentifikasi, seringkali menggunakan financial proxies.
- Menetapkan Dampak:Memastikan bahwa valuasi yang ditetapkan tidak mengklaim nilai yang terlalu tinggi dan mencerminkan perubahan nyata.
- Menghitung Nilai SROI Bersih:Menerapkan penyesuaian wajib seperti Deadweight, Attribution, dan Drop-off untuk mendapatkan Dampak Bersih (Net Impact).
- Melaporkan, Menggunakan, dan Verifikasi Hasil:Melaporkan hasil secara transparan dan menyediakan laporan untuk verifikasi pihak ketiga.
SROI sebagai Alat Profesionalisasi
Keterlibatan organisasi lokal, seperti Yayasan Gugah Nurani Indonesia, dalam pelatihan SROI mengindikasikan adopsi standar pengukuran yang lebih tinggi untuk program pemberdayaan (di bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi). Hal ini mengubah organisasi nirlaba dari entitas yang pasif menjadi pendorong perubahan yang afirmatif melalui penerapan alat yang terstruktur. Namun, perlu ditekankan bahwa kualitas analisis SROI sepenuhnya bergantung pada kualitas ToC yang digunakan sebagai peta dampak. Jika ToC cacat atau asumsinya lemah, valuasi moneter yang dihasilkan SROI akan didasarkan pada klaim yang tidak kredibel.
Tantangan Kritis dalam Valuasi, Atribusi, dan Mitigasi Risiko
Untuk menghasilkan “kebaikan sosial yang terukur,” organisasi harus secara metodologis mengatasi masalah counterfactual (apa yang akan terjadi tanpa intervensi) dan memastikan klaim dampak tidak berlebihan.
Tantangan Atribusi dan Deadweight (Bobot Mati)
Kredibilitas PDS bergantung pada kemampuan untuk mengisolasi kontribusi program itu sendiri. Dua penyesuaian utama diperlukan:
- Deadweight:Bagian dari perubahan yang akan terjadi secara alami, tanpa campur tangan program. PDS harus secara jujur mengurangi manfaat total dengan persentase deadweight. Tabel asumsi SROI memberikan pedoman persentase deadweight (misalnya, 25%, 50%, 75%) berdasarkan seberapa mungkin hasil tersebut terjadi secara independen.
- Attribution:Kontribusi manfaat yang disebabkan oleh intervensi pihak lain. Ini harus dikecualikan dari klaim organisasi, sesuai dengan prinsip Menyertakan Hanya Sesuai yang Penting.
Pengelolaan Drop-Off (Penurunan Manfaat) untuk Keberlanjutan
Aspek penting dari keberlanjutan adalah Drop-Off, yaitu penurunan nilai atau manfaat seiring berjalannya waktu setelah intervensi utama selesai. SROI menghitung drop-off sebagai persentase penurunan nilai manfaat per tahun, biasanya dimulai dari tahun kedua. Penyesuaian ini—misalnya, penurunan sebesar 25% atau 50% per tahun —adalah mekanisme kuantitatif untuk mengelola Endurance Risk dan Drop-off Risk. Penyesuaian yang jujur memaksa organisasi untuk merancang intervensi yang memiliki daya tahan.
Valuasi Aset Tak Berwujud (Intangible Assets)
Valuasi manfaat sosial yang sulit dimonetisasi (misalnya, peningkatan kohesi sosial atau peningkatan harga diri) adalah tantangan SROI. Solusinya adalah penggunaan financial proxies dan benchmarks. Benchmarks merujuk pada data hasil dari kelompok pemangku kepentingan yang tidak terlibat dalam proyek (counterfactual) untuk membantu memperkirakan nilai yang kredibel.
Kritik Metodologis SROI
SROI masih merupakan metodologi yang relatif baru jika dibandingkan dengan Cost-Benefit Analysis (CBA), yang didukung oleh sejarah penelitian multidisiplin selama berabad-abad. Kurangnya literatur kritis yang mendalam dan adopsi yang rendah oleh lembaga kebijakan tingkat tinggi (seperti pemerintah OECD) menunjukkan bahwa SROI mungkin masih bergulat dengan masalah teknis dan normatif yang lebih kompleks dibandingkan CBA. Untuk memperkuat metodologi, studi SROI harus mengadopsi desain studi yang objektif dan melaporkan hasil negatif, bergerak menuju evaluasi berbasis teori.
Kredibilitas Melalui Disiplin Akuntansi Sosial
Kualitas analisis SROI adalah cerminan dari komitmen organisasi terhadap disiplin akuntansi sosial. Kepatuhan terhadap prinsip Transparansi, Verifikasi, dan Non-klaim Berlebihan sangat penting. Kegagalan untuk menerapkan penyesuaian deadweight dan attribution secara jujur adalah pelanggaran etika yang merusak kredibilitas akuntabilitas filantropi. Penyesuaian ini merupakan prasyarat mutlak untuk menghitung Dampak Sosial Bersih.
Table 2: Komponen Penyesuaian Nilai dalam Metodologi SROI (Net Social Value)
| Komponen Penyesuaian | Definisi | Tujuan Metodologis | Relevansi Prinsip SROI |
| Deadweight (Bobot Mati) | Perubahan yang terjadi tanpa intervensi program | Menetapkan Counterfactual dan Nilai Dampak Bersih | Tidak Diperbolehkan Mengklaim Secara Berlebihan |
| Attribution (Atribusi) | Persentase manfaat yang disebabkan oleh pihak ketiga | Mengisolasi kontribusi eksklusif organisasi | Menyertakan Hanya Sesuatu yang Penting |
| Drop-off (Penurunan) | Pengurangan nilai manfaat dari waktu ke waktu | Mengukur Keberlanjutan (Endurance Risk) | Memahami Perubahan yang Terjadi |
Kerangka Kerja Pelengkap untuk Manajemen Dampak Berkelanjutan
Manajemen dampak yang sesungguhnya memerlukan sintesis metodologi, menggabungkan perencanaan kausalitas (ToC), valuasi moneter (SROI), dan pandangan holistik tentang dampak (IMP).
Impact Management Project (IMP): Lima Dimensi Dampak
Impact Management Project (IMP) menyediakan kerangka konsensus global yang relevan bagi investor dan perusahaan yang ingin mengelola risiko ESG dan berkontribusi secara positif pada tujuan global. Kerangka ini mengatasi kelemahan metodologi tunggal dengan menyediakan lima dimensi untuk menilai dampak secara holistik:
- What (Apa):Menentukan jenis perubahan positif atau negatif yang dialami pemangku kepentingan, yang selaras dengan outcomes yang dipetakan dalam ToC.
- Who (Siapa):Mengidentifikasi kepada siapa dampak terjadi dan menilai seberapa underserved populasi tersebut. Ini adalah dimensi kunci untuk keadilan sosial dan penargetan populasi kritis.
- How Much (Seberapa Banyak):Mengukur skala, kedalaman, dan durasi hasil. Dimensi ini terkait langsung dengan valuasi moneter SROI dan pengukuran Drop-off.
- Contribution (Kontribusi):Mengatasi masalah atribusi, menilai seberapa besar program menyebabkan hasil. Ini memvalidasi klaim kausalitas ToC dan penyesuaian atribusi SROI.
- Risk (Risiko):Memonitor risiko kegagalan atau dampak negatif, termasuk Endurance Risk, Alignment Risk, dan External Risk. Dimensi ini memanfaatkan pengujian asumsi dalam ToC dan pengelolaan drop-off.
Integrasi Holistik ToC dan SROI
ToC harus diposisikan sebagai basis rantai nilai kualitatif yang memvalidasi mengapa perubahan terjadi. ToC menjadi peta dampak yang kredibel yang wajib digunakan dalam Tahap 2 perhitungan SROI. Setelah dampak dipetakan dan divalidasi, SROI memberikan metrik kinerja yang kuat, membantu manajemen menganalisis strategi yang menghasilkan keuntungan sosial terbaik.
Orientasi Keberlanjutan dan Pengelolaan Risiko
Manajemen dampak yang berorientasi keberlanjutan harus memberikan perhatian khusus pada dimensi Who dan Risk IMP. Keberlanjutan bukan hanya masalah durasi, tetapi juga ketahanan dampak pada populasi yang paling rentan. Dengan fokus pada Who (menilai seberapa underserved pemangku kepentingan) dan secara aktif mengelola Risk (memitigasi Endurance Risk dan External Risk), organisasi memastikan bahwa intervensi mereka menghasilkan perubahan sistemik yang tahan lama dan relevan. Melalui pemantauan ToC dan risiko, PDS berfungsi sebagai fungsi manajemen yang strategis, mengeliminasi kendala untuk meningkatkan kinerja sosial secara keseluruhan.
Kesimpulan
Pembuktian “kebaikan sosial yang terukur dan berkelanjutan” membutuhkan disiplin metodologis yang menggabungkan logika kausalitas (ToC) dengan valuasi ekonomi (SROI), didukung oleh perspektif risiko yang holistik (IMP). ToC berfungsi sebagai tulang punggung adaptif perencanaan, sedangkan SROI menyediakan mesin akuntabilitas yang menerjemahkan perubahan sosial menjadi nilai finansial yang dapat dipertanggungjawabkan.
Untuk mengoptimalkan efektivitas dan kredibilitas investasi sosial, direkomendasikan hal-hal berikut:
- Prasyarat ToC:Wajibkan pengembangan impact map (ToC) yang kuat dan teruji asumsinya sebagai fondasi sebelum setiap analisis SROI dilakukan.
- Validasi Kausalitas Berbasis Data:Investasikan sumber daya dalam Monitoring dan Evaluasi (M&E) untuk secara metodologis menguji asumsi-asumsi kunci yang mendasari ToC, bukan sekadar mencatat keluaran program.
- Disiplin Akuntansi Sosial:Terapkan Prinsip SROI secara ketat, terutama kewajiban untuk secara konservatif menghitung deadweight dan drop-off. Pastikan transparansi dan dorong verifikasi oleh pihak independen untuk menjaga kredibilitas dan memitigasi klaim yang berlebihan.
- Manajemen Risiko Dampak:Integrasikan kerangka Impact Management Project (IMP) untuk memonitor risiko kegagalan, terutama Alignment Risk (kesesuaian dengan kebutuhan stakeholder) dan Endurance Risk (keberlanjutan hasil).
- Prospek Masa Depan PDS
Peningkatan kesejahteraan ekonomi dan kesadaran sosial yang tinggi (terutama di kalangan kaum muda yang peduli lingkungan, pendidikan, dan kesehatan) menciptakan fondasi yang kuat untuk pertumbuhan filantropi di Indonesia. PDS adalah alat yang tak terhindarkan untuk memastikan bahwa modal sosial yang besar ini, termasuk potensi filantropi Islam , dikelola secara efektif. Dengan mengadopsi PDS yang ketat dan terpadu, organisasi dapat beralih dari sekadar melaksanakan kegiatan menjadi pendorong perubahan sosial yang terbukti memberikan dampak bersih yang maksimal dan berkelanjutan bagi pembangunan nasional.
