Kerajaan Majapahit, atau yang dikenal dalam sumber primer sebagai Wilwatikta, merupakan salah satu entitas politik paling signifikan dalam sejarah Nusantara. Didirikan oleh Raden Wijaya pada tahun 1293 Masehi, kerajaan ini menorehkan sejarah sebagai salah satu kerajaan Hindu-Buddha terbesar dan terkuat di Asia Tenggara. Masa kejayaannya, yang dipimpin oleh Raja Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada, dianggap sebagai “Zaman Keemasan” yang mana pengaruh dan wilayah kekuasaannya membentang luas. Signifikansi Majapahit melampaui batas-batas historisnya; kerajaan ini sering kali dirujuk sebagai preseden historis bagi batas-batas geografis Indonesia modern.

Laporan ini disusun untuk memberikan ulasan yang mendalam dan multidimensi terhadap Kerajaan Majapahit. Analisis akan mencakup latar belakang pendiriannya, cakupan wilayah kekuasaan dan perdebatan akademis yang menyertainya, dampak peradabannya di berbagai sektor, serta faktor-faktor yang mendorong kemunduran hingga keruntuhannya. Pendekatan yang digunakan adalah sintesis dan analisis kritis terhadap berbagai sumber, termasuk kakawin Negarakertagama dan Pararaton, serta interpretasi dari para sejarawan dan ahli modern.

Penting untuk dipahami bahwa warisan Majapahit bukan sekadar peninggalan artefak atau catatan sejarah semata. Konsep “Nusantara” yang dipopulerkan oleh Majapahit melalui Sumpah Palapa Gajah Mada merupakan sebuah ide politik yang melampaui batas geografis. Para nasionalis Indonesia modern, termasuk Soekarno, secara eksplisit merujuk pada Majapahit dan semangat Sumpah Palapa sebagai inspirasi untuk menyatukan beragam suku, agama, dan etnis di bawah satu negara. Dengan demikian, Majapahit menjadi simbol historis yang berfungsi sebagai dasar pemersatu, memberikan validasi sejarah pada proyek nasionalisme yang lebih luas dan mewujudkan narasi masa lalu yang agung untuk tujuan politik modern.

Awal Berdirinya Kerajaan Majapahit

Pendirian Kerajaan Majapahit tidak dapat dipisahkan dari dinamika politik yang terjadi pasca-keruntuhan Kerajaan Singhasari. Raja terakhir Singhasari, Kertanegara, terlalu fokus pada ekspansi luar negeri melalui Ekspedisi Pamalayu, yang menyebabkan pertahanan di ibu kota menjadi lemah. Kelemahan ini dimanfaatkan oleh Jayakatwang, adipati Kediri yang masih memiliki dendam historis terhadap Singhasari, untuk melancarkan serangan dan berhasil menewaskan Kertanegara.

Di tengah kekacauan tersebut, menantu Kertanegara, Raden Wijaya, berhasil melarikan diri dari serangan Jayakatwang. Dengan bantuan Arya Wiraraja, seorang mantan pejabat Singhasari yang dimutasi ke Sumenep, Madura, Raden Wijaya diizinkan untuk membuka hutan di wilayah Tarik, yang kemudian berkembang menjadi sebuah desa yang dinamakannya Majapahit—sesuai dengan nama buah maja yang tumbuh di sana dan memiliki rasa pahit.

Lahirnya Majapahit merupakan sebuah kalkulasi politik yang brilian. Ketika pasukan ekspedisi Mongol yang dikirim oleh Kubilai Khan untuk menghukum Kertanegara tiba di Jawa pada tahun 1293, Raden Wijaya yang berada dalam posisi terdesak melihatnya sebagai sebuah peluang. Ia dengan cerdik menjalin aliansi dengan pasukan Mongol untuk bersama-sama menyerang Jayakatwang, musuh domestik utamanya. Strategi ini berhasil; Jayakatwang berhasil dikalahkan dan ditawan. Namun, Raden Wijaya tidak berniat tunduk pada bangsa Mongol. Ia memanfaatkan momen setelah kemenangan, ketika pasukan Mongol sedang lengah dan lelah, untuk melancarkan serangan mendadak. Serangan ini berhasil mengusir pasukan Mongol, yang juga terburu-buru meninggalkan Jawa karena harus memanfaatkan angin muson yang memungkinkan mereka berlayar pulang.

Kemenangan strategis ini mengantarkan Raden Wijaya pada posisi tertinggi. Ia kemudian memproklamasikan berdirinya Kerajaan Majapahit di atas desa yang ia rintis, dan naik takhta sebagai raja pertama dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana, memerintah dari tahun 1293 hingga 1309 Masehi. Fondasi kerajaan ini adalah bukti nyata bahwa kecerdasan diplomatik dan kemampuan melihat peluang strategis dapat menjadi modal utama dalam mendirikan sebuah kerajaan besar.

Masa Kejayaan: Kepemimpinan, Politik, dan Kekuatan Militer

Masa pertumbuhan dan kejayaan Majapahit dimulai di bawah kepemimpinan Ratu Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328–1350 M), putri dari Raden Wijaya dan Gayatri Rajapatni.  Tonggak terpenting pada masa ini adalah pengangkatan Gajah Mada sebagai Mahapatih. Ia segera mengukuhkan posisinya dengan sebuah deklarasi yang dikenal sebagai Sumpah Palapa.  Sumpah ini, yang tercatat dalam kitab Pararaton, menyatakan bahwa Gajah Mada tidak akan menikmati kehidupan atau “melepaskan puasa” sebelum berhasil menyatukan seluruh Nusantara di bawah kekuasaan Majapahit.

Pengucapan Sumpah Palapa bukan sekadar deklarasi ambisi, melainkan sebuah tindakan politik yang dirancang untuk mengatasi keraguan dan memperkuat otoritas Gajah Mada di tengah-tengah birokrasi kerajaan. Pada upacara pengangkatannya sebagai Mahapatih Amangkubhumi, ambisinya untuk menyatukan Nusantara diremehkan dan ditertawakan oleh banyak pihak di istana, termasuk dewan pertimbangan kerajaan yang beranggotakan keluarga raja, yang dikenal sebagai Bhattara Saptaprabhu. Dengan mengucapkan sumpah yang dramatis dan mengikat secara pribadi, Gajah Mada mengubah ambisi pribadinya menjadi sebuah misi negara yang sakral dan tak terelakkan, memaksa dewan dan seluruh bangsawan untuk tunduk pada visinya.

Puncak kejayaan Majapahit tercapai di bawah Raja Hayam Wuruk (1350–1389 M) yang bergelar Sri Rajasanagara. Hubungan harmonis antara raja yang visioner dan mahapatih yang berdedikasi memungkinkan realisasi sebagian besar dari Sumpah Palapa. Stabilitas politik Majapahit didukung oleh struktur pemerintahan yang matang dan birokrasi yang efisien. Raja yang dianggap sebagai penjelmaan dewa tertinggi dibantu oleh dewan Bhattara Saptaprabhu dan para menteri, seperti Rakryan Mahamantri Katrini (putra raja) dan Rakryan Mantri ri Pakira-Kiran (para menteri pembuat kebijakan).  Dalam urusan keagamaan, terdapat pejabat khusus yang disebut Dharmmadhyaksa yang terbagi menjadi dua: Dharmmadhyaksa ring Kasaiwan untuk agama Siwa dan Dharmmadhyaksa ring Kasogatan untuk agama Buddha.

Kekuatan militer Majapahit adalah pilar utama yang memungkinkan ekspansi ini. Di bawah kepemimpinan Gajah Mada, angkatan bersenjata Majapahit memiliki delapan strategi perang yang jitu. Beberapa di antaranya adalah Sapit Urang, formasi untuk menjepit musuh dari dua arah; Cakra Byuha, formasi pengepungan yang dapat berhadapan ke segala arah; Gedhong Minep, strategi untuk menjebak musuh yang jumlahnya lebih sedikit; dan Samudra Rob, sebuah serangan bergelombang yang teratur dan bertubi-tubi. Kecerdasan taktis Gajah Mada dalam memimpin pasukan ini membuktikan mengapa Majapahit mampu menaklukkan berbagai kerajaan dan negara lain di Nusantara.

Dimensi Wilayah: Geografi Politik dan Interpretasi Kekuasaan

Berdasarkan narasi dalam kakawin Nagarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365 Masehi, Majapahit mencapai puncak kekuasaannya dengan menguasai 98 wilayah bawahan, yang membentang dari Sumatra hingga Papua, termasuk wilayah di Malaysia, Brunei, Timor Leste, dan Filipina bagian selatan. Kitab ini secara rinci menguraikan nama-nama wilayah yang tunduk, baik di Pulau Jawa maupun di luar Jawa. Namun, interpretasi mengenai sejauh mana kontrol administratif langsung Majapahit terhadap wilayah-wilayah ini menjadi sumber perdebatan di kalangan akademisi.

Beberapa ahli, seperti C.C. Berg, berpendapat bahwa Majapahit tidak pernah memiliki wilayah seluas yang digambarkan dalam Nagarakertagama.  Menurut Berg, wilayah Majapahit yang sebenarnya hanya terbatas pada Jawa Timur, Bali, dan Madura. Deskripsi wilayah yang luas di Negarakertagama lebih merupakan sebuah “cita-cita” atau wilayah-wilayah yang terikat dalam hubungan upeti dan aliansi diplomatik (Mitreka Satata), bukan wilayah dengan kontrol teritorial langsung. Meskipun demikian, beberapa bukti arkeologis dan epigrafis dari luar Jawa, seperti Prasasti Pura Abang C di Bali, menunjukkan bahwa Majapahit setidaknya memang memiliki kontrol atas beberapa area di luar pulau utama.

Untuk mengilustrasikan skala ambisi yang dipetakan dalam Sumpah Palapa dan Nagarakertagama, berikut disajikan tabel yang memetakan wilayah-wilayah yang disebutkan dalam sumber primer dengan nama atau lokasi modernnya. Tabel ini memberikan gambaran visual mengenai klaim Majapahit dan berfungsi sebagai dasar faktual untuk perdebatan mengenai sifat kekuasaannya, apakah ia bersifat teritorial secara langsung atau lebih mengarah pada model suzerenitas.

Tabel 1: Daftar Wilayah “Nusantara” dalam Sumpah Palapa dan Nagarakertagama

Wilayah dalam Sumpah Palapa/Negarakertagama Nama/Lokasi Modern
Gurun Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat; Kepulauan Gorom, Maluku
Seram Pulau Seram, Maluku
Tanjung Pura Kerajaan Tanjungpura, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat
Haru Kerajaan Aru, Kabupaten Karo, Sumatra Utara
Pahang Pahang, Malaysia
Dompo Kerajaan Dompu, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat
Bali Pulau Bali
Sunda Kerajaan Sunda
Palembang Palembang atau Sriwijaya
Tumasik Singapura
Hutan Kendali Pulau Buru, Maluku
Sasak Pulau Lombok
Luwuk Kesultanan Luwu, Sulawesi
Butun Pulau Buton, Sulawesi
Ambon Pulau Ambon, Maluku
Ternate Pulau Ternate, Maluku Utara

Dampak dan Warisan Peradaban

Peradaban Majapahit meninggalkan warisan yang mendalam di berbagai sektor, termasuk ekonomi, sosial-budaya, dan seni. Secara ekonomi, Majapahit dikenal sebagai kerajaan agraris-maritim, sebuah kombinasi kekuatan yang memungkinkan kemakmuran yang berkelanjutan. Fondasi perekonomiannya adalah pertanian, dengan beras sebagai komoditas utama. Majapahit memiliki sistem pertanian yang maju, yang mencakup pertanian basah (sawah) dan pertanian kering (tegalan), serta infrastruktur irigasi yang canggih seperti kanal dan waduk yang dibangun oleh pemerintah. Surplus beras yang melimpah ini tidak hanya memenuhi kebutuhan lokal, tetapi juga menjadi komoditas ekspor utama yang ditukarkan dengan rempah-rempah dari Maluku, yang kemudian diperdagangkan dengan pedagang dari luar Nusantara seperti Tiongkok dan India. Sebagai kerajaan maritim, Majapahit mengandalkan pelayaran dan perniagaan antar pulau dan internasional, dengan komoditas ekspor seperti rempah-rempah (cengkeh, pala, lada), hasil hutan (kayu cendana, rotan), dan kerajinan lokal.

Dalam kehidupan sosial-budaya, masyarakat Majapahit mengenal sistem kasta Hindu, meskipun penerapannya tidak seketat di India dan lebih bersifat teoritis di lingkungan istana.24 Sistem ini membagi masyarakat ke dalam empat golongan utama (Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra), serta golongan di luar lapisan tersebut (Candala, Mleccha, dan Tuccha). Dalam aspek gender, status wanita cenderung lebih rendah dibandingkan pria, dengan aturan yang melarang mereka mencampuri urusan publik.

Majapahit juga dikenal karena sinkretisme keagamaannya yang harmonis, di mana agama Hindu (Siwa) dan Buddha dipraktikkan berdampingan. Toleransi ini terlihat dari adanya pejabat hukum keagamaan yang terbagi untuk kedua agama (Dharmmadhyaksa ring Kasaiwan dan Dharmmadhyaksa ring Kasogatan).  Harmonisasi ini merupakan ciri khas peradaban Majapahit, yang mencerminkan upaya kerajaan untuk menyatukan perbedaan spiritual. Kehidupan budaya juga berkembang pesat, terutama di bidang seni sastra dan arsitektur. Karya sastra agung seperti Nagarakertagama karya Mpu Prapanca (1365 M) adalah sumber sejarah yang tak ternilai, yang tidak hanya mengagungkan raja dan kerajaannya tetapi juga menggambarkan kehidupan di ibu kota Majapahit.28 Jejak arsitektur seperti Candi Tikus, Candi Sukuh, dan Candi Bajang Ratu menjadi bukti kemajuan seni bangunan Majapahit yang bernuansa Hindu-Buddha.

Warisan terpenting dari Majapahit bagi Indonesia modern adalah konsep kesatuan geografis dan ideologis. Gagasan “Nusantara” yang diwujudkan melalui Sumpah Palapa Gajah Mada telah menjadi landasan bagi para pendiri bangsa untuk menyatukan ribuan pulau, suku, dan budaya ke dalam satu entitas politik.

Masa Kemunduran dan Keruntuhan

Masa kejayaan Majapahit mulai meredup setelah wafatnya Mahapatih Gajah Mada pada tahun 1364 M, yang meninggalkan kekosongan politik di pusat pemerintahan. Situasi semakin tidak terkendali dengan kematian Raja Hayam Wuruk pada tahun 1389 M. Ketiadaan sosok pemimpin yang mampu menyatukan kerajaan memicu gejolak politik dan perebutan takhta antara menantunya, Wikramawardhana, dan putranya dari selir, Bhre Wirabhumi.

Konflik internal ini meledak menjadi perang saudara yang dikenal sebagai Perang Paregreg (1404–1406 M). Meskipun berlangsung dalam tempo yang relatif singkat, perang ini menguras sumber daya ekonomi dan militer Majapahit secara masif, mengakibatkan banyak wilayah bawahan di luar Jawa melepaskan diri dan menyatakan kemerdekaannya. Setelah Perang Paregreg, para penerus takhta tidak mampu mengembalikan kejayaan Majapahit seperti di era Hayam Wuruk.

Kelemahan internal ini diperparah oleh munculnya kekuatan-kekuatan baru di kawasan. Di Selat Malaka, Kesultanan Melaka bangkit menjadi pusat perdagangan yang unggul, menyebabkan Majapahit mengalami kemunduran dalam kegiatan niaga di kawasan tersebut. Di Pulau Jawa sendiri, kemunculan Kesultanan Demak yang dipimpin oleh Raden Patah, yang diyakini sebagai putra Raja Majapahit Bhre Kertabumi, menjadi ancaman baru yang signifikan.

Perang saudara dan instabilitas politik pasca-Hayam Wuruk dapat dilihat secara visual melalui kronologi masa pemerintahan raja-raja selanjutnya. Jarak waktu yang singkat dan adanya kekosongan kekuasaan menunjukkan kerapuhan sistem suksesi dan birokrasi, yang menjadi pemicu utama keruntuhan.

Tabel 2: Silsilah dan Kronologi Raja-raja Majapahit

Nama Raja Gelar Masa Pemerintahan (Masehi)
Raden Wijaya Kertarajasa Jayawardhana 1293–1309
Jayanagara Sri Jayanagara 1309–1328
Tribhuwana Tunggadewi Sri Gitarja 1328–1350
Hayam Wuruk Sri Rajasanagara 1350–1389
Wikramawardhana Bhra Hyang Wisesa Aji Wikrama 1389–1429
Suhita Dyah Ayu Kencana Wungu 1429–1447
Kertawijaya Brawijaya I 1447–1451
Rajasawardhana Brawijaya II 1451–1453
Purwawisesa/Girishawardhana Brawijaya III 1456–1466
Bhre Pandansalas/Suraprabhawa Brawijaya IV 1466–1468
Bhre Kertabumi Brawijaya V 1468–1478
Girindrawardhana Brawijaya VI 1478–1498
Patih Udara Brawijaya VII 1498–1518

Pukulan terakhir yang meruntuhkan Majapahit datang dari Kesultanan Demak. Pada masa pemerintahan terakhir Majapahit, yang dipimpin oleh Patih Udara, pasukan Demak di bawah Pati Unus dan kemudian Sultan Trenggana melancarkan serangan bertubi-tubi. Serangan ini, yang terjadi pada tahun 1527, menjadi faktor penentu yang benar-benar mengakhiri riwayat Majapahit sebagai sebuah entitas politik.

Kesimpulan

Analisis komprehensif terhadap Kerajaan Majapahit menunjukkan bahwa perjalanannya adalah sebuah narasi yang kompleks, dimulai dari sebuah kecerdikan politik yang luar biasa hingga keruntuhan yang diakibatkan oleh kerapuhan internal. Awalnya, Raden Wijaya memanfaatkan kekacauan politik dan mengolah ancaman eksternal (invasi Mongol) menjadi modal untuk mendirikan sebuah kerajaan yang kokoh. Masa kejayaannya, di bawah sinergi kepemimpinan Hayam Wuruk dan Gajah Mada, bukanlah semata-mata hasil dari kekuatan militer, tetapi juga dari visi politik yang ambisius dan terorganisir, yang termanifestasi dalam Sumpah Palapa. Sumpah ini, yang pada awalnya diremehkan, berhasil diubah menjadi sebuah ideologi pemersatu yang mengikat para bangsawan dan menjustifikasi ekspansi kerajaan.

Pada akhirnya, Majapahit tidak runtuh karena satu faktor tunggal, melainkan karena kombinasi kelemahan internal dan tekanan eksternal. Wafatnya Gajah Mada dan Hayam Wuruk menciptakan kekosongan kepemimpinan yang memicu Perang Paregreg, sebuah perang saudara yang menguras sumber daya dan melemahkan kerajaan dari dalam. Kelemahan ini membuka peluang bagi kekuatan regional baru, terutama Kesultanan Demak dan Melaka, untuk mengakhiri dominasi Majapahit.

Meskipun Majapahit secara fisik telah runtuh, warisannya tetap hidup dan relevan. Konsep “Nusantara” yang diwariskannya menjadi dasar geografis dan ideologis yang dihidupkan kembali oleh para pendiri bangsa untuk menyatukan Indonesia modern. Dengan demikian, Majapahit bukan sekadar simbol kejayaan masa lalu, tetapi juga sebuah cetak biru konseptual yang terus memberikan makna pada identitas bangsa Indonesia hingga saat ini. Ke depannya, penelitian lebih lanjut dapat mengeksplorasi secara lebih mendalam tentang bagaimana pengaruh Majapahit termanifestasi dalam kebudayaan lokal di berbagai daerah, seperti yang terlihat pada kemiripan bahasa dan motif seni di Bima dan Dompu, Nusa Tenggara Barat.

 

Daftar Pustaka :

  1. Kerajaan Majapahit Didirikan Raden Wijaya pada 1293 Masehi – beritajatim.com, accessed on September 24, 2025, https://beritajatim.com/kerajaan-majapahit-didirikan-raden-wijaya-pada-1293-masehi
  2. (PDF) PANCASILA DAN SUMPAH “PALAPA” GADJAH MADA – ResearchGate, accessed on September 24, 2025, https://www.researchgate.net/publication/341182712_PANCASILA_DAN_SUMPAH_PALAPA_GADJAH_MADA
  3. MAKNA SUMPAH PALAPA BAGI NUSANTARA “Kajian Ekspedisi Pamalayu Dalam Konsep Nasionalisme Majapahit”, accessed on September 24, 2025, https://ejurnalunsam.id/index.php/jsnbl/article/download/610/445/
  4. Sejarah Kerajaan Singasari – SMA Negeri 13 Semarang, accessed on September 24, 2025, https://sma13smg.sch.id/materi/sejarah-kerajaan-singasari/
  5. Sejarah Runtuhnya Kerajaan Singasari dan Pemberontakan Jayakatwang – Tirto.id, accessed on September 24, 2025, https://tirto.id/sejarah-runtuhnya-kerajaan-singasari-dan-pemberontakan-jayakatwang-gaiU
  6. Kisah Raden Wijaya Mendirikan Kerajaan Majapahit Dari …, accessed on September 24, 2025, https://intisari.grid.id/read/033748020/kisah-raden-wijaya-mendirikan-kerajaan-majapahit-dari-pengkhianatan-dan-kadali-bangsa-mongol
  7. Sejarah Majapahit: Struktur Pemerintahan & Pembagian Area …, accessed on September 24, 2025, https://www.nusantarainstitute.com/sejarah-majapahit-struktur-pemerintahan-pembagian-area-kerajaan/
  8. Masa Kejayaan (1293-1389) – Direktori Majapahit, accessed on September 24, 2025, https://direktorimajapahit.id/halaman/masa-kejayaan-1293-1389
  9. Mengenal Gajah Mada, Mahapatih Pencetus Sumpah Palapa – Gramedia.com, accessed on September 24, 2025, https://www.gramedia.com/literasi/mengenal-gajah-mada-mahapatih-pencetus-sumpah-palapa/
  10. Sejarah dan Isi Sumpah Gajah Mada – Gramedia Literasi, accessed on September 24, 2025, https://www.gramedia.com/literasi/sejarah-dan-isi-sumpah-gajah-mada/
  11. Sistem Pemerintahan Kerajaan Majapahit yang Penting Diketahui | kumparan.com, accessed on September 24, 2025, https://kumparan.com/sejarah-dan-sosial/sistem-pemerintahan-kerajaan-majapahit-yang-penting-diketahui-21282AUmypk
  12. Namanya Tersohor di Asia Tenggara, Terungkap Ini 8 Strategi Militer Majapahit yang Membuatnya Berjaya – Intisari Online, accessed on September 24, 2025, https://intisari.grid.id/read/033743109/namanya-tersohor-di-asia-tenggara-terungkap-ini-8-strategi-militer-majapahit-yang-membuatnya-berjaya
  13. 8 Strategi Perang Pasukan Kerajaan Majapahit, Nomor 5 Siasat …, accessed on September 24, 2025, https://daerah.sindonews.com/read/1273541/29/8-strategi-perang-pasukan-kerajaan-majapahit-nomor-5-siasat-mematikan-1702253520/12
  14. Wilayah kekuasaan | Dongeng arkeologi & antropologi, accessed on September 24, 2025, https://dongengarkeologi.wordpress.com/surya-majapahit/wilayah-kekuasaan/
  15. Meninjau Kembali Wilayah Kekuasaan Majapahit – Historia.ID, accessed on September 24, 2025, https://www.historia.id/article/meninjau-kembali-wilayah-kekuasaan-majapahit-pgpab
  16. Perdagangan dan Perekonomian Majapahit yang Menghubungkan …, accessed on September 24, 2025, https://radarmajapahit.jawapos.com/darmo-corner/2296480456/perdagangan-dan-perekonomian-majapahit-yang-menghubungkan-nusantara-dengan-dunia?page=2
  17. Apa Agama Resmi Zaman Kerajaan Majapahit? – Tempo.co, accessed on September 24, 2025, https://www.tempo.co/politik/apa-agama-resmi-zaman-kerajaan-majapahit–248222
  18. Untitled, accessed on September 24, 2025, https://luk.staff.ugm.ac.id/itd/Jawa/Negarakertagama/Indonesia.pdf
  19. Nagarakretagama, Rekaman Kerajaan Majapahit pada Masa Puncaknya – 1001 Indonesia, accessed on September 24, 2025, https://1001indonesia.net/nagarakretagama/
  20. Sejarah Majapahit: Corak Agama Kerajaan, Toleransi, & Peninggalan – Tirto.id, accessed on September 24, 2025, https://tirto.id/sejarah-majapahit-corak-agama-kerajaan-toleransi-peninggalan-f942
  21. Penyebab Runtuhnya Kerajaan Majapahit, Lengkap dengan …, accessed on September 24, 2025, https://www.liputan6.com/hot/read/4778824/penyebab-runtuhnya-kerajaan-majapahit-lengkap-dengan-sejarah-perkembangannya
  22. Berikut Ini 4 Faktor Penyebab Kemunduran Majapahit Beserta dengan Penjelasannya, accessed on September 24, 2025, https://intisari.grid.id/read/033989913/berikut-ini-4-faktor-penyebab-kemunduran-majapahit-beserta-dengan-penjelasannya
  23. Paregreg, Perang Antar Saudara yang Hancurkan Majapahit – pustakajc.co, accessed on September 24, 2025, https://www.pustakajc.co/travel/view/3395/paregreg-perang–antar-saudara-yang-hancurkan-majapahit?halaman=all
  24. Penyebab Perang Paregreg sebagai Perang Saudara di Majapahit …, accessed on September 24, 2025, https://kumparan.com/sejarah-dan-sosial/penyebab-perang-paregreg-sebagai-perang-saudara-di-majapahit-225tZQO9sYW

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

20 + = 27
Powered by MathCaptcha