Tulisan ini menyajikan analisis mendalam mengenai fenomena Van Life dan Tiny House on Wheels (THOW) yang meningkat pesat di Amerika Utara dan Eropa. Fokus utama adalah membedah ketegangan dialektis antara narasi idealistik tentang kebebasan dan penolakan terhadap kapitalisme (rat race korporat) dengan realitas sosial ekonomi yang brutal, termasuk krisis keterjangkauan properti, stratifikasi internal, dan konflik regulasi lokal.

Definisi dan Evolusi Historis Mobilitas Hunian

Fenomena hidup nomaden modern di dalam kendaraan mencakup spektrum yang luas dan perlu dibedakan secara terminologis. Van Life secara umum merujuk pada kehidupan permanen di dalam van komersial yang dimodifikasi. Ini berbeda dengan RV Dwelling (menggunakan kendaraan rekreasi standar) dan Tiny House on Wheels (THOW), yang merupakan hunian kecil yang dibangun di atas trailer. THOW seringkali dianggap sebagai hibrida, menawarkan kenyamanan rumah kecil tetapi berjuang dengan ambiguitas legal karena sering diklasifikasikan sebagai Recreational Vehicle (RV) daripada tempat tinggal permanen.

Secara historis, kehidupan nomaden di kendaraan sering kali diromantisasi sebagai simbol petualangan dan kebebasan pascaperang atau terkait dengan subkultur dirtbag tradisional yang memilih kemiskinan sukarela demi mengejar olahraga dan alam bebas. Namun, maknanya telah bergeser secara drastis dalam dua dekade terakhir. Yang dulunya merupakan pilihan gaya hidup yang ekstrim, kini telah mengambil makna yang jauh lebih berat: sebuah kebutuhan.

Lonjakan Tren dan Konteks Makroekonomi Global

Lonjakan Van Life di Amerika Utara dan Eropa merupakan respons adaptif terhadap kegagalan struktural dalam politik ekonomi kontemporer. Krisis keterjangkauan perumahan yang persisten di Amerika, di mana harga rumah median AS telah melampaui $400.000, mendorong semakin banyak penduduk untuk mencari alternatif radikal.

Kenaikan harga yang tak tertahankan, ditambah dengan stagnasi upah yang dialami oleh banyak pekerja, telah menciptakan situasi di mana pekerjaan penuh waktu pun tidak lagi menjamin akses ke tempat tinggal yang stabil. Kota-kota yang bergantung pada pekerja penting—seperti guru, seniman, dan pekerja layanan—kini justru mendorong penduduk esensial ini ke pinggiran. Dalam konteks ini, Van Life telah bertransisi dari sekadar pengejaran wanderlust menjadi “garis hidup pilihan terakhir” bagi mereka yang secara efektif dikeluarkan dari pasar perumahan konvensional.

Kerangka Analisis Kritis: Dialektika Romantisme vs. Realitas Struktural

Tulisan ini menganalisis fenomena ini melalui lensa politik ekonomi, membedah bagaimana narasi kebebasan pribadi (Romantisme Jalanan) terus-menerus dikontestasi oleh keterbatasan struktural (Realitas Sosial Ekonomi). Analisis ini akan menunjukkan bahwa meskipun Van Life tampak sebagai protes terhadap kapitalisme, ia seringkali berfungsi sebagai mekanisme adaptasi individual yang cerdik, yang pada akhirnya mensterilkan kritik sosial dan membiarkan ketidaksetaraan struktural tetap tak tersentuh.

Romantisme Jalanan: Van Life sebagai Protes Anti-Struktural dan Komodifikasi Kebebasan

Naskah Kebebasan, Minimalisme, dan Otonomi

Pada tingkat ideologis, Van Life diposisikan sebagai penolakan eksplisit terhadap konsumerisme berlebihan dan rat race pekerjaan korporat. Ini mewakili upaya untuk merebut kembali otonomi pribadi dan waktu luang dari tuntutan pasar tenaga kerja yang melelahkan. Bagi banyak praktisinya, gaya hidup ini adalah respons ideologis terhadap memudarnya “Impian Amerika” tentang kepemilikan rumah dan stabilitas pekerjaan, menukar komitmen material dengan mobilitas tak terbatas.

Media sosial, khususnya Instagram, memainkan peran sentral dalam mendefinisikan dan mempopulerkan gerakan ini. Platform tersebut memfasilitasi pembentukan komunitas dan subkultur digital di mana estetika #vanlife dipromosikan, menekankan citra hidup yang sederhana, teratur, dan bebas.

Komodifikasi Kegagalan Struktural

Meskipun Van Life seringkali diklaim sebagai bentuk protes anti-kapitalis, pengamat kritis menunjukkan bahwa narasi dominan yang disajikan di media sosial memiliki fungsi politik yang berbahaya: mengalihkan fokus dari kegagalan sistem ke pilihan individu.

Harga properti yang tidak terjangkau (median rumah AS sekitar $440.000) adalah masalah yang berasal dari kegagalan kebijakan perumahan dan stagnasi upah. Namun, ketika individu terpaksa tinggal di kendaraan, narasi yang dikomodifikasi bergeser untuk mendefinisikan ini sebagai “pilihan minimalis” yang inspiratif dan berfokus pada “kebebasan.” Alih-alih melihat Van Life sebagai gejala akut dari krisis, masyarakat didorong untuk melihatnya sebagai produk lifestyle yang unik. Konsekuensinya, potensi Van Life sebagai gerakan kritik kolektif terhadap ketidaksetaraan kapitalis menjadi tumpul, karena protes sosial diubah menjadi komoditas yang dapat dijual.

Kontradiksi Lingkungan dalam Narasi Minimalis

Paradoks lain muncul dalam klaim keberlanjutan. Banyak van lifers mengadopsi gaya hidup ini dengan motivasi untuk mengurangi jejak karbon mereka, didukung oleh fakta bahwa ruang hunian mereka sangat kecil—jauh lebih kecil daripada tiny house konvensional. Namun, analisis terhadap mobilitas menunjukkan hasil yang kontradiktif. Jejak kaki hunian yang kecil seringkali diimbangi, atau bahkan dilebihi, oleh emisi karbon tinggi yang dihasilkan dari perjalanan kendaraan yang konstan. Dalam beberapa kasus, emisi karbon dari kendaraan yang digunakan oleh van dweller dapat menjadi “secara harfiah satu ton lebih buruk” daripada jejak karbon yang terkait dengan tinggal di rumah konvensional.

Selain itu, masalah serius terkait pembuangan limbah menimbulkan polusi lokal. Banyak van dwellers yang mengklaim kesadaran lingkungan, tetapi ditemukan bahwa praktik membuang air limbah (grey water)—yang mengandung sabun, minyak, dan partikel makanan—ke selokan jalanan, saat mengemudi, atau langsung ke tanah, adalah hal yang umum. Meskipun praktik ini ilegal di banyak yurisdiksi di Amerika Serikat (dengan pengecualian tertentu di lahan BLM), beberapa perusahaan konversi van profesional bahkan memasang katup solenoid untuk memfasilitasi pembuangan ilegal ini. Air limbah ini, meskipun menggunakan sabun yang diklaim “organik” atau “alami,” tetap merupakan polutan yang merusak lingkungan, menunjukkan kontradiksi nyata antara etos yang dianut dan tindakan sehari-hari.

Realitas Ekonomi: Biaya Akses, Akumulasi Kekayaan, dan Gap Affordability

Analisis kritis terhadap Van Life memerlukan pemahaman komparatif yang cermat antara investasi awal dan biaya jangka panjang, terutama dalam konteks peran kepemilikan properti dalam akumulasi kekayaan.

Analisis Komparatif Biaya (Investasi Awal)

Keputusan untuk memasuki Van Life sering didorong oleh ilusi biaya awal yang rendah, dibandingkan dengan biaya properti konvensional. Data dari Mei 2025 menunjukkan bahwa median harga rumah di AS adalah $440.000. Pembelian rumah ini memerlukan uang muka 20% sekitar $88.000, di luar biaya penutupan.

Di sisi lain, investasi awal untuk Van Life bervariasi. Sebuah van yang layak untuk ditinggali penuh waktu biasanya berharga antara $41.000 hingga $66.000. Biaya konversi yang dilakukan sendiri dapat menambah $10.000 hingga $20.000, sementara konversi profesional dapat melebihi $100.000. Total investasi awal untuk Van Life dapat berkisar antara $51.000 (sederhana) hingga lebih dari $166.000 (profesional). Ini berarti upfront cost untuk van yang dikonversi secara profesional dapat menyaingi uang muka yang dibutuhkan untuk membeli rumah di pasar yang mahal.

Di tengah krisis ini, Tiny House on Wheels (THOW) muncul sebagai alternatif terstruktur. Jika yurisdiksi melegalisasinya di bawah kondisi tertentu, seperti yang dilakukan Portland, Oregon, harga THOW ($50.000 hingga $100.000) menjadi fraksi yang lebih terjangkau dibandingkan harga rumah median, menjadikannya model potensial untuk mengatasi kekurangan perumahan yang terjangkau.

Analisis Komparatif Biaya (Jangka Panjang)

Ketika membandingkan pengeluaran bulanan, Van Life tidak selalu lebih murah dan seringkali jauh lebih tidak dapat diprediksi. Biaya bulanan rata-rata untuk Van Life berkisar antara $1.000 hingga $3.000, sangat bergantung pada frekuensi perjalanan, harga gas, dan biaya campsite atau RV park yang sering mahal. Pengeluaran umum termasuk asuransi ($100 hingga $200 per bulan), Wi-Fi, dan keanggotaan gym untuk akses kamar mandi. Sebaliknya, biaya bulanan rata-rata untuk kepemilikan rumah (termasuk hipotek, utilitas, pajak, dan asuransi) cenderung lebih stabil, rata-rata sekitar $1.550.

Dari perspektif pemeliharaan, rumah memiliki nilai tambah. Meskipun perbaikan besar seperti penggantian atap ($10.000 hingga $15.000) mahal, investasi tersebut meningkatkan nilai aset. Sebaliknya, pemeliharaan kendaraan dalam Van Life (ban, mesin, perbaikan listrik) adalah biaya depresiasi murni yang tidak menambah nilai jangka panjang. Selain itu, asuransi penuh waktu untuk van dapat mencapai $2.000 per tahun.

Van Life dan Kontradiksi Akumulasi Kekayaan

Analisis data keuangan ini mengungkapkan kontradiksi mendasar dalam Van Life sebagai solusi ekonomi. Gaya hidup ini berfungsi sebagai solusi adaptif terhadap krisis arus kas—ia memungkinkan individu untuk menghindari pembayaran sewa atau hipotek bulanan yang mencekik. Namun, ini adalah kegagalan strategis dalam konteks akumulasi kekayaan jangka panjang.

Di banyak negara Barat, terutama Amerika Serikat, kepemilikan rumah telah lama menjadi mesin utama untuk membangun ekuitas dan kekayaan bersih, memberikan stabilitas finansial dan perlindungan aset terhadap inflasi. Van Life meniadakan mekanisme ini. Kendaraan, sebagai aset yang terdepresiasi, tidak memberikan ekuitas yang berarti. Individu yang terpaksa memilih Van Life karena keterbatasan keuangan dipaksa untuk menukar kebebasan dan mobilitas jangka pendek dengan stabilitas finansial dan keamanan aset masa depan. Hal ini menunjukkan bahwa sistem ekonomi telah memaksa kelompok rentan untuk memilih antara tempat tinggal segera dan pembangunan kekayaan, memperparah kesenjangan kekayaan secara intergenerasi.

Table 1: Perbandingan Keuangan Komparatif: Van Life vs. Kepemilikan Rumah Konvensional (AS Median)

Indikator Biaya Kepemilikan Rumah Konvensional (Median AS) Gaya Hidup Van Life (Build Sederhana hingga Profesional) Implikasi Jangka Panjang
Harga Properti/Unit $440.000 Van $41.000 – $66.000 Van Life tidak memerlukan pinjaman 30 tahun.
Investasi Awal (DP/Konversi) $88.000 (20% DP) + Biaya Penutupan $10.000 – $100.000 (Biaya Konversi) Upfront cost Van Life dapat menyaingi uang muka rumah di pasar yang mahal.
Biaya Bulanan Rata-rata ~$1.550 (Mortgage, Utilitas, Pajak, Asuransi) $1.000 – $3.000 (Gas, Parkir, Asuransi, Wi-Fi, Gym) Biaya bulanan Van Life bisa fluktuatif dan tinggi tergantung frekuensi perjalanan.
Akumulasi Nilai/Ekuitas Apresiasi Nilai (Membangun Kekayaan Bersih) Depresiasi Kendaraan (Kerentanan Finansial) Kebebasan ditukar dengan stabilitas finansial jangka panjang.

Analisis Kritis: Hak Istimewa (Privilege), Stratifikasi Internal, dan Masking Realitas

Kesenjangan Sosio-Ekonomi dalam Komunitas Nomaden

Komunitas Van Life tidak homogen; ia sangat terstratifikasi berdasarkan kemampuan finansial. Di satu sisi, terdapat Nomad Digital Berprivilese yang memanfaatkan mobilitas untuk mengoptimalkan gaya hidup sambil tetap menghasilkan pendapatan yang signifikan. Individu-individu ini, yang sering digambarkan dalam media sosial, “terus menghasilkan banyak uang” dan belum tentu mengorbankan karier atau peluang finansial mereka. Mereka adalah profesional berpenghasilan tinggi yang menghindari biaya hidup urban.

Di sisi lain, terdapat Nomad Kebutuhan (Survival Nomads). Kelompok ini mencakup manula, pekerja layanan, dan individu berpenghasilan rendah yang tidak memiliki pilihan lain selain tinggal di kendaraan. Bagi mereka, Van Life adalah bentuk tunawisma tersembunyi, refleksi nyata dari krisis sistemik.

Kesenjangan ini semakin jelas selama pandemi Covid-19. Nomaden digital yang berprivilese memiliki kemampuan untuk “mengatur sistem geopolitik,” dengan mudah memindahkan basis mereka untuk menghindari lockdown atau mencari yurisdiksi dengan risiko kesehatan yang lebih rendah atau akses medis yang lebih baik, menegaskan bahwa mobilitas mereka adalah privilege dan bukan kebutuhan mendesak.

Dualitas Ekonomi dan Pengaburan Krisis

Citra Van Life yang mendominasi di media sosial, yang didorong oleh digital nomads yang makmur dan estetis, memainkan peran penting dalam mengaburkan realitas krisis perumahan. Karena narasi yang tersedia di ruang publik mendefinisikan Van Life sebagai pilihan gaya hidup yang bebas dan menarik, hal ini berfungsi untuk mensterilkan dan menyembunyikan realitas keras dari mereka yang terpaksa hidup di kendaraan karena kemiskinan dan eksklusi.

Konsekuensi dari pengaburan ini sangat signifikan dalam ranah kebijakan publik. Ketika pemerintah lokal dan masyarakat umum melihat semua van dwellers melalui lensa “petualang yang mengganggu,” mereka gagal mengidentifikasi kelompok yang rentan yang membutuhkan solusi perumahan dan layanan sosial, alih-alih hanya membutuhkan penegakan hukum. Pandangan ini memicu respons regulasi yang agresif, yang cenderung mengkriminalisasi gaya hidup nomaden tanpa mengatasi akar masalahnya.

Konflik Yuridis dan Urban: Pergeseran Status dari Petualangan menjadi Masalah Publik

Status Legal Tiny House on Wheels (THOW) dan Van Dwellings di Amerika Utara

Tantangan terbesar bagi Van Life dan THOW adalah ambiguitas hukum yang melekat. Di sebagian besar Amerika Serikat, THOW secara hukum diklasifikasikan sebagai Recreational Vehicle (RV), bukan hunian permanen. Konsekuensinya, tinggal penuh waktu di dalamnya dilarang kecuali di RV park yang ditunjuk, yang seringkali mahal. Regulasi ini didasarkan pada kekhawatiran mengenai kode bangunan, integritas struktural, dan tekanan pada infrastruktur lokal.

Namun, di tengah krisis perumahan, muncul momentum untuk reformasi. Yurisdiksi progresif, seperti Portland, Oregon, telah mulai melegalisasi THOW di properti pribadi di bawah kondisi tertentu, memungkinkan pemilik untuk menghubungkan utilitas dan menciptakan tempat tinggal semi-permanen. Pergeseran ini mengakui bahwa THOW, yang berpotensi berharga antara $50.000 hingga $100.000, dapat menjadi “pengubah permainan” dalam mengatasi krisis keterjangkauan.

Pergeseran Regulasi di Eropa: Larangan Wild Camping dan Resistensi Lokal

Di Eropa, konflik lebih terfokus pada masalah penggunaan lahan dan pariwisata. Beberapa negara memberlakukan pembatasan ketat terhadap wild camping atau parkir sembarangan. Contoh ekstrem adalah hukum baru di Yunani yang secara langsung melarang parkir campervan dan motorhome di ruang publik, sangat memengaruhi para pelancong dan van dwellers.

Larangan ini dipicu oleh resistensi lokal yang intens. Di wilayah seperti Tyrol Selatan, para van dwellers dan wild campers dituduh menghalangi jalur petani dan meninggalkan warisan berupa sampah dan limbah. Meskipun masyarakat lokal mendapat manfaat dari daya beli nomaden (diperkirakan €50 per camper van), dampak negatif terhadap lingkungan dan infrastruktur lokal seringkali mendominasi wacana publik, mendorong tindakan keras pemerintah.

Kriminalisasi Mobilitas: Regulasi sebagai Alat Pembersihan Sosial

Penolakan untuk mendefinisikan Van/THOW sebagai perumahan merupakan strategi regulasi yang secara efektif memungkinkan pemerintah kota untuk membersihkan ruang publik tanpa harus mengatasi krisis tunawisma atau perumahan yang mendasarinya. Jika gaya hidup ini diakui sebagai bentuk perumahan, itu akan memicu kewajiban kota untuk menyediakan infrastruktur, standar keselamatan, dan perlindungan penghuni.

Dengan mempertahankan klasifikasi ‘RV’, kota-kota membebaskan diri dari tanggung jawab ini. Hukum anti-nomaden dan undang-undang eksekutif anti-tunawisma yang baru di AS dapat menargetkan siapa pun yang tidur atau tinggal di kendaraan di area publik, yang secara luas mengkriminalisasi van dwellers—bahkan mereka yang tidak dianggap tunawisma secara tradisional. Undang-undang ini dapat mengakibatkan penargetan yang tidak proporsional dan sanksi finansial yang parah (denda), atau bahkan hilangnya kebebasan, bagi mereka yang tidak mampu membayar campsite komersial. Ini adalah contoh bagaimana sistem hukum beradaptasi untuk mempertahankan ‘ketertiban’ urban dengan menggunakan zonasi dan ambiguitas hukum sebagai senjata pemindahan paksa.

Table 2: Kerangka Regulasi Van Life: Amerika Utara vs. Eropa

Isu Regulasi Amerika Utara (AS/Kanada) Eropa (Uni Eropa/Negara Anggota) Implikasi Kebijakan
Klasifikasi Hunian THOW/Van sering dianggap RV; Dilarang tinggal penuh waktu di luar RV park. Regulasi sangat bervariasi; Fokus pada keamanan dan perlindungan lingkungan. Memaksa nomaden untuk terus bergerak, mencegah pembentukan komunitas semi-permanen.
Parkir Publik & Boondocking Pembatasan ketat di perkotaan; Penegakan bias menggunakan UU Anti-Tunawisma. Larangan wild camping di banyak area (mis. Yunani) akibat dampak lingkungan dan sosial lokal. Menciptakan konflik urban-rural dan mendorong penggunaan RV park komersial, menaikkan biaya.
Pengelolaan Sanitasi Dumping grey water (limbah sabun/makanan) ilegal tetapi sering dilakukan; Menimbulkan polusi di lingkungan. Penegakan ketat di destinasi wisata untuk menjaga kebersihan dan citra pariwisata. Perlunya investasi infrastruktur publik (dump stations) untuk mendukung mobilitas yang bertanggung jawab.

Dampak Sosial dan Lingkungan: Erosi Kohesi Komunitas dan Infrastruktur

Ketegangan Komunitas Permanen vs. Mobilitas Nomaden

Gaya hidup nomaden menciptakan ketegangan yang nyata dengan komunitas permanen. Van lifers yang memarkir kendaraan secara liar dan membuang limbah secara tidak bertanggung jawab dapat menimbulkan ketidaknyamanan signifikan bagi penduduk lokal, seperti menghalangi jalur petani di Eropa dan meninggalkan sampah di lingkungan.

Mobilitas tinggi, terutama yang didorong oleh kemampuan kerja jarak jauh, juga mengancam kohesi sosial. Kohesi sosial—kekuatan hubungan di antara anggota komunitas dan kepercayaan pada institusi lokal—adalah faktor krusial dalam kemampuan kota untuk mengatasi masalah besar seperti perubahan iklim atau krisis perumahan.

Kemampuan untuk bekerja dari mana saja, yang sering diakses oleh kelompok yang lebih kaya atau berkulit putih, memungkinkan mereka untuk melepaskan diri dari keterlibatan dalam struktur komunitas permanen dan infrastruktur publik. Pelepasan ini, yang serupa dengan segregasi yang tercipta oleh pembangunan sistem antarnegara bagian di masa lalu, dapat merusak kohesi sosial dan mengurangi investasi kolektif dalam sistem yang paling dibutuhkan oleh kelompok berpenghasilan rendah, seperti transportasi umum.

Infrastruktur dan Biaya yang Dieksternalisasi

Masalah lingkungan yang paling menonjol terkait dengan Van Life adalah eksternalisasi biaya sanitasi. Meskipun banyak van lifers mengklaim memiliki kesadaran lingkungan, pembuangan grey water yang mengandung polutan tetap menjadi praktik umum di AS, bahkan di tengah pemahaman bahwa ini ilegal. Kurangnya stasiun pembuangan limbah publik yang memadai memaksa para van dwellers untuk membuat pilihan yang merugikan lingkungan, menyebabkan polusi non-titik di daerah pedesaan dan jalur air.

Solusi yang bertanggung jawab membutuhkan intervensi kebijakan dan investasi infrastruktur yang signifikan. Legalitas Tiny House on Wheels di properti pribadi (seperti di Portland ) dan penyediaan stasiun pembuangan limbah yang mudah diakses dan terjangkau sangat penting untuk mendukung populasi nomaden yang terus bertambah sambil memitigasi dampak buruk terhadap lingkungan lokal.

Kesimpulan

Van Life dan Tiny House on Wheels adalah fenomena yang kompleks, tidak hanya mencerminkan pengejaran kebebasan pribadi, tetapi yang lebih penting, bertindak sebagai indikator akut dari kegagalan sistem kapitalis kontemporer dalam menyediakan hak dasar, yaitu perumahan yang terjangkau. Gaya hidup ini berfungsi sebagai adaptasi pribadi yang cerdik terhadap krisis perumahan dan stagnasi upah, memberikan solusi arus kas jangka pendek, tetapi menimbulkan risiko kerentanan finansial jangka panjang akibat kurangnya akumulasi ekuitas.

Ketegangan utama terletak pada dualitas ekonomi: sementara citra Van Life yang dikomodifikasi menyajikan narasi pelarian yang berprivilese, ia secara simultan menyembunyikan realitas keras dari tunawisma tersembunyi yang terpaksa hidup di kendaraan. Ambiguitas ini memungkinkan pemerintah kota untuk menggunakan regulasi (zonasi, klasifikasi RV, dan hukum anti-tunawisma) sebagai senjata hukum untuk pembersihan sosial, mengkriminalisasi kaum nomaden yang rentan alih-alih menyediakan solusi perumahan.

Berdasarkan analisis struktural ini, diperlukan reformasi kebijakan yang bernuansa untuk mengakomodasi populasi nomaden yang berkembang tanpa mengorbankan stabilitas komunitas permanen atau lingkungan:

  1. Legalitas Berbasis Fungsional: Pemerintah yurisdiksi harus bergerak untuk membedakan secara yuridis antara RV rekreasi dan THOW/Van yang digunakan sebagai hunian primer. Klasifikasi ulang THOW sebagai perumahan berpotensi membuka jalan bagi solusi keterjangkauan yang sah, asalkan standar keselamatan dasar terpenuhi.
  2. Investasi Infrastruktur Nomaden yang Bertanggung Jawab: Untuk mengelola dampak lingkungan dan sosial, komunitas lokal harus berinvestasi dalam penyediaan tempat parkir legal yang dirancang untuk tinggal semi-permanen (mirip dengan zona yang disahkan di Portland, Oregon) dan membangun jaringan stasiun pembuangan limbah publik (dump stations) yang memadai dan terjangkau. Ini akan memungkinkan mobilitas yang bertanggung jawab dan mengurangi konflik dengan penduduk lokal.
  3. Mengatasi Akar Masalah: Meskipun solusi akomodatif diperlukan, kebijakan utama harus tetap berfokus pada akar krisis: stagnasi upah dan defisit perumahan yang terjangkau. Van Life adalah gejala yang tidak dapat diselesaikan hanya dengan penegakan hukum anti-nomaden; ia membutuhkan restrukturisasi pasar perumahan yang lebih adil.

Diprediksi bahwa kontestasi ruang, terutama di daerah perkotaan dan daerah wisata populer, akan semakin intensif seiring memburuknya krisis perumahan. Van Life akan terus menjadi medan perang utama yang mempertentangkan kebebasan individu (yang seringkali berprivilese) dengan tanggung jawab sosial dan kebutuhan infrastruktur publik.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

30 + = 31
Powered by MathCaptcha