Kegagalan PDB Sebagai Indikator Kesejahteraan Sejati (Beyond GDP Movement)

Selama beberapa dekade, Produk Domestik Bruto (PDB) telah mendominasi sebagai metrik utama kemajuan nasional. PDB merupakan ukuran yang kuat untuk aktivitas ekonomi agregat, namun secara fundamental, indikator ini tidak dirancang untuk mengukur kesejahteraan umum atau kemajuan masyarakat secara holistik. Para kritikus berpendapat bahwa ketergantungan pada PDB telah memberikan arahan pembangunan yang keliru, menyebabkan masalah sosial dan lingkungan yang parah karena metrik ini gagal memperhitungkan biaya degradasi lingkungan, distribusi kekayaan yang tidak merata, atau nilai layanan non-pasar.

Perlu dicatat bahwa asal-usul perhitungan kekayaan nasional, cikal bakal PDB, tidak berakar pada filosofi kesejahteraan melainkan pada kepentingan perang. Konsep awal perhitungan sumber daya suatu negara dikembangkan pada abad ke-17 untuk menilai kemampuan finansial negara dalam membiayai konflik militer. Orientasi PDB yang murni material ini menjadi semakin kontroversial. Gelombang ketidakpuasan terhadap PDB meningkat tajam, terutama setelah krisis finansial global 2008, mendorong lembaga-lembaga internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, untuk mencari metrik kesejahteraan yang melampaui PDB (Beyond GDP).

Kontekstualisasi Sejarah dan Deklarasi GNH

Di tengah dominasi PDB global, Bhutan menyajikan sebuah paradigma tandingan yang radikal. Konsep Gross National Happiness (GNH) diperkenalkan oleh Raja Keempat Bhutan, Jigme Singye Wangchuck, pada akhir tahun 1970-an. Filosofi sentral GNH adalah deklarasi bahwa “Kebahagiaan Nasional Bruto lebih penting daripada Produk Domestik Bruto”. Pernyataan ini secara langsung menantang diskursus pembangunan ortodoks yang menganggap pertumbuhan material sebagai tujuan akhir pembangunan. Sebaliknya, GNH memposisikan tujuan ekonomi sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, yaitu kesejahteraan mental, emosional, sosial, dan spiritual manusia.

Pilihan kebijakan Bhutan ini merupakan aksi politik yang disengaja dan didorong secara internal. Konsep GNH muncul pada tahun 1970-an, jauh sebelum gerakan keberlanjutan global mendapatkan momentum atau sebelum krisis lingkungan menjadi fokus utama dunia. Hal ini menunjukkan bahwa GNH bukan sekadar respons terhadap tekanan eksternal atau tren Barat yang relatif baru, tetapi merupakan pilihan yang berakar pada budaya dan spiritualitas Bhutan. Ini adalah faktor penting yang menjelaskan daya tahan konsep tersebut. Pada tahun 2008, GNH dilembagakan sebagai direktif pembangunan yang mengikat dan dimasukkan ke dalam Konstitusi Kerajaan, memberikan filosofi ini kekuatan hukum fundamental untuk memandu seluruh tata kelola negara.

Kerangka Konseptual dan Arsitektur GNH: Pilar dan Domain

GNH adalah kerangka pembangunan yang bersifat multidimensi, bertujuan untuk menyeimbangkan kebutuhan material dengan non-material. Struktur GNH didasarkan pada empat pilar fundamental yang diterjemahkan menjadi sembilan domain yang dapat diukur.

Empat Pilar Fundamental GNH

Keempat pilar GNH berfungsi sebagai fondasi filosofis dan panduan strategis untuk semua kebijakan pembangunan di Bhutan. Pilar-pilar ini memastikan pendekatan yang seimbang terhadap kemajuan:

  1. Pembangunan Sosio-Ekonomi yang Berkelanjutan dan Berkeadilan:Mencari pertumbuhan ekonomi yang mampu menciptakan kesejahteraan bagi semua segmen masyarakat tanpa mengorbankan kapasitas lingkungan dan sosial di masa depan.
  2. Pelestarian dan Promosi Budaya:Melindungi identitas, tradisi, dan nilai-nilai spiritual masyarakat Bhutan, yang dianggap krusial bagi kohesi sosial dan spiritualitas kolektif.
  3. Konservasi Lingkungan:Melindungi modal alam dan memastikan ketahanan ekologis negara, yang diakui sebagai dasar bagi kelangsungan hidup dan kesejahteraan.
  4. Tata Kelola yang Baik (Good Governance):Memastikan sistem politik yang transparan, akuntabel, dan partisipatif yang efektif dalam melayani kebutuhan masyarakat.

Sembilan Domain GNH yang Terukur

Kesembilan domain ini mengoperasionalkan pilar-pilar filosofis menjadi elemen-elemen yang terperinci dan terukur. Domain-domain ini membentuk dasar untuk Indeks GNH dan alat penyaringan kebijakan.

Sembilan domain GNH meliputi: Kesejahteraan Psikologis, Standar Hidup, Tata Kelola yang Baik, Kesehatan, Vitalitas Komunitas, Ketahanan dan Keragaman Budaya, Penggunaan Waktu (Time-use), Ketahanan dan Keragaman Ekologis, dan Pendidikan.

Inklusi domain seperti ‘Kesejahteraan Psikologis’ dan ‘Penggunaan Waktu’ dalam metrik kebijakan menunjukkan sebuah pergeseran radikal dari paradigma PDB. Dalam pembangunan yang didorong PDB, waktu dan pikiran sering kali dianggap sebagai sumber daya yang harus dimaksimalkan untuk produksi ekonomi. Sebaliknya, GNH secara eksplisit memvalidasi kebutuhan manusia akan istirahat, kesehatan mental, dan keseimbangan hidup. Dengan menghargai domain-domain non-material ini setara dengan standar hidup material, GNH menolak premis neoliberal yang menganggap semua waktu harus dioptimalkan untuk keuntungan finansial.

Kerangka Operasional Gross National Happiness (GNH)

Tabel berikut menunjukkan bagaimana pilar-pilar filosofis GNH diterjemahkan menjadi domain yang dapat diukur dan area fokus kebijakan:

Kerangka Operasional Gross National Happiness (GNH)

4 Pilar GNH 9 Domain GNH yang Terukur Fokus Kebijakan Utama
Tata Kelola yang Baik Tata Kelola yang Baik Akuntabilitas, Partisipasi Politik, Kualitas Layanan
Pembangunan Sosio-Ekonomi Berkelanjutan Standar Hidup; Pendidikan; Kesehatan; Penggunaan Waktu Distribusi Kekayaan, Akses Universal terhadap Layanan, Keseimbangan Hidup
Pelestarian dan Promosi Budaya Ketahanan dan Keragaman Budaya; Vitalitas Komunitas Kohesi Sosial, Perlindungan Tradisi, Etika, Struktur Keluarga
Konservasi Lingkungan Ketahanan dan Keragaman Ekologis; Kesejahteraan Psikologis Status Karbon Negatif, Pengurangan Polusi, Kualitas Lingkungan

GNH Sebagai Alat Kebijakan: Pengukuran dan Integrasi Institusional

Kekuatan GNH terletak pada kemampuannya untuk beroperasi sebagai alat kebijakan yang terukur dan terintegrasi secara institusional, bukan sekadar pernyataan niat.

Indeks GNH: Metodologi Pengukuran Multidimensi

Indeks GNH dirancang sebagai alat praktis yang relevan untuk pembuatan kebijakan, menciptakan insentif bagi sektor publik dan swasta di Bhutan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial. Untuk mengukur GNH, survei nasional komprehensif dilakukan setiap tiga hingga lima tahun, mengumpulkan data pada 33 indikator di seluruh sembilan domain. Kesembilan domain ini dihargai sama, menekankan kontribusi kolektif mereka terhadap kesejahteraan keseluruhan.

Metodologi yang digunakan untuk menghitung indeks ini adalah metode Alkire-Foster (AF Method), sebuah metodologi pengukuran multidimensi yang dikenal karena kekokohan dan penggunaannya dalam menilai kemiskinan multidimensi. GNH Index menyediakan ukuran utama—persentase orang yang bahagia—dan mengukur peningkatan kecukupan (sufficiency) dalam setiap indikator.

Penggunaan metode AF secara filosofis dan teknis mendorong fokus pada ekuitas. Indeks GNH meningkat jika seseorang yang belum mencapai kecukupan (belum bahagia) berhasil memenuhi kebutuhan di domain yang sebelumnya kurang. Ini berbeda dari metrik rata-rata (seperti PDB per kapita) yang cenderung menyembunyikan ketidaksetaraan ekstrem. Dengan menyajikan hasil yang terpilah berdasarkan distrik, gender, dan status rural/urban , Indeks GNH memungkinkan pengambil keputusan untuk secara tepat mengidentifikasi kelompok mana yang paling tertinggal dan di domain mana intervensi kebijakan harus diarahkan.

Mekanisme Screening Kebijakan GNH (GNH Screening Tool)

Integrasi GNH sebagai direktif yang mengikat dijamin melalui mekanisme institusional yang kuat. Komisi GNH (GNH Commission) bertindak sebagai penjaga gerbang kebijakan, memastikan bahwa semua kebijakan dan proyek pembangunan ditinjau melalui lensa GNH.

Mekanisme ini, yang dikenal sebagai GNH Screening Tool, mengharuskan setiap usulan proyek dan kebijakan dimulai dengan pengajuan Concept Note kepada Komisi GNH untuk pengesahan. Komisi melakukan tinjauan screening untuk menilai konsistensi usulan tersebut dengan empat pilar GNH. Pilar-pilar tersebut berfungsi sebagai “pos pemeriksaan legal” (legal checkpoints). Hasil tinjauan Komisi kemudian dibagikan kepada sektor terkait dan diajukan ke Kabinet untuk persetujuan akhir. Kekuatan Komisi GNH untuk memveto atau merevisi kebijakan demi kepentingan holistik jangka panjang (misalnya, menolak proyek infrastruktur yang merusak lingkungan) adalah pembeda utama. Hal ini memastikan bahwa GNH bukan sekadar filosofi kosmetik, tetapi arahan yang mengikat secara legislatif di tingkat vertikal (konstitusional) dan horizontal (antar-kementerian).

Analisis Dampak GNH pada Pilar Kunci Bhutan

Penerapan GNH telah menghasilkan hasil yang nyata, terutama dalam konservasi lingkungan dan pelestarian budaya.

Konservasi Lingkungan (Ecological Resilience)

Pilar konservasi lingkungan GNH adalah pencapaian kebijakan Bhutan yang paling menonjol. Bhutan adalah negara pertama yang diakui sebagai Net Carbon Sink, yang berarti negara tersebut menyerap lebih banyak karbon dari atmosfer dibandingkan yang dipancarkannya. Data menunjukkan bahwa hutan Bhutan menyerap sekitar 9 juta ton karbon per tahun, sementara total emisi nasional tercatat kurang dari 4 juta ton. (Beberapa sumber lain menyebut 8 juta ton serapan vs 1.6 juta ton emisi).

Komitmen lingkungan Bhutan diabadikan dalam konstitusinya, yang mewajibkan minimal 60% wilayah negara harus tetap tertutup hutan. Saat ini, Bhutan jauh melampaui mandat tersebut, dengan lebih dari 70% wilayahnya ditutupi hutan.

Pemanfaatan modal alam Bhutan diubah menjadi aset strategis. Sebagian besar kebutuhan listrik dipenuhi dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang ramah lingkungan. Surplus listrik ini diekspor ke India, menghasilkan pendapatan fiskal yang signifikan. Pendapatan dari ekspor energi bersih ini memungkinkan Bhutan untuk mendanai layanan sosial gratis, seperti pendidikan dan kesehatan universal, menunjukkan bagaimana pilar lingkungan dan pembangunan berkelanjutan dapat saling menguatkan. Konservasi hutan, dalam kerangka GNH, tidak dilihat sebagai penghambat, tetapi sebagai aset fiskal dan strategis yang mendukung kesejahteraan sosial.

Pelestarian dan Promosi Budaya (Cultural Resilience)

GNH menjamin bahwa pelestarian identitas budaya dan tradisi dianggap sebagai komponen kesejahteraan yang sama pentingnya dengan metrik ekonomi. Domain Ketahanan dan Keragaman Budaya dan Vitalitas Komunitas bertujuan untuk menjaga kohesi sosial, etiket, dan nilai-nilai dasar.

Dalam pariwisata, Bhutan menerapkan strategi High Value, Low Impact Tourism. Strategi ini sengaja membatasi jumlah wisatawan untuk melindungi budaya dan lingkungan dari dampak massal. Selain itu, turis diarahkan untuk menginap di homestay milik warga. Strategi ini memiliki dua manfaat: ia melestarikan kehidupan tradisional melalui interaksi budaya terkontrol dan memastikan bahwa perputaran uang dan pembangunan didistribusikan secara merata hingga ke desa-desa, mendukung pilar pembangunan yang berkeadilan.

Tata Kelola yang Baik (Good Governance)

Pilar Tata Kelola yang Baik dalam GNH mengukur partisipasi politik, kebebasan, kinerja pemerintah, dan kualitas layanan publik. Bhutan menunjukkan tingkat partisipasi publik yang tinggi, dengan rekor partisipasi pemilih sebesar 71.5% pada Pemilihan Umum Parlemen Nasional 2018.

Tingkat partisipasi yang tinggi ini mencerminkan keberhasilan dalam menciptakan akuntabilitas dan kepercayaan sosial. GNH telah mendorong rasa komunitas yang kuat, yang terbukti dalam kesediaan publik untuk memprioritaskan kesejahteraan kolektif di atas kebebasan individu selama krisis (misalnya, kepatuhan terhadap norma kesehatan publik selama pandemi). Komitmen pemerintah terhadap pelayanan publik yang baik, transparan, dan akuntabel diperkuat oleh GNH sebagai direktif konstitusional.

Realitas Sosio-Ekonomi: Kemajuan dan Tantangan Kontemporer

Meskipun GNH berhasil dalam menyeimbangkan pertumbuhan dan konservasi, Bhutan menghadapi ketegangan struktural yang umum terjadi pada negara yang mengalami modernisasi cepat.

Keberhasilan Pembangunan Ekonomi

Fokus GNH pada keseimbangan tidak berarti mengabaikan pembangunan ekonomi. Sejak awal 1980-an, Bhutan mencatat rata-rata pertumbuhan PDB tahunan sebesar 7.5%. PDB per kapita meningkat pesat, dari sekitar $400 pada tahun 1980 menjadi sekitar $2,800 pada tahun 2016, menempatkan Bhutan mendekati status negara berpenghasilan menengah. Kesejahteraan ekonomi yang berkelanjutan ini berkorelasi dengan penurunan kemiskinan yang efektif, dari 36% pada tahun 2007 menjadi 10% pada tahun 2019.

Tantangan Internal dan Konflik Modernisasi

Tekanan modernisasi menguji daya tahan GNH, terutama di domain sosial dan psikologis.

  1. Krisis Lapangan Kerja Kaum Muda:Pengangguran kaum muda adalah salah satu tantangan sosio-ekonomi paling mendesak, yang secara langsung menantang domain Standar Hidup dan Kesejahteraan Psikologis. Tingkat pengangguran kaum muda mencapai puncaknya pada 27.18% di tahun 2022, meskipun terdapat penurunan signifikan menjadi 13.77% pada Januari 2024. Angka yang tinggi ini mengindikasikan adanya ketidakselarasan antara aspirasi kaum muda yang terdidik dan realitas sektor swasta Bhutan yang masih perlu dikembangkan.
  2. Urbanisasi dan Erosi Vitalitas Komunitas:Pembangunan cepat memicu migrasi internal. Sekitar 21.7% penduduk Bhutan telah bermigrasi dari pedesaan ke pusat-pusat kota. Pergeseran demografis ini menciptakan fenomena 4,800 rumah tangga kosong (gungtongs) di desa-desa. Migrasi ini mengancam stabilitas struktur sosial pedesaan dan secara langsung mengikis pilar Vitalitas Komunitas dan Ketahanan Budaya.
  3. Dilema Kecepatan Pembangunan:Bank Dunia mencatat bahwa Bhutan mulai mengalami penurunan dalam domain kesejahteraan psikologisspiritualitas, dan vitalitas komunitas seiring dengan percepatan pembangunan. Hal ini memicu perdebatan mengenai apakah ada kecepatan pembangunan yang optimal yang harus dijaga agar tidak mengorbankan pilar-pilar non-material GNH.

Tantangan-tantangan seperti pengangguran kaum muda dan gungtongs menunjukkan bahwa GNH berfungsi sebagai sistem kebijakan adaptif. GNH Index mampu mendiagnosis penurunan kesejahteraan di domain sosial tertentu akibat modernisasi. Hasil pengukuran ini secara berkelanjutan memaksa pemerintah untuk merekalibrasi kebijakan agar pembangunan ekonomi disalurkan secara lebih efektif tanpa merusak struktur sosial dan budaya yang menjadi inti GNH.

Tabel 2 menunjukkan kontradiksi antara kinerja holistik yang sukses dengan tantangan struktural kontemporer:

Kontradiksi Pembangunan Bhutan: Kinerja GNH vs. Tantangan Modernisasi

Indikator Kinerja GNH (Sukses Holistik) Data Kunci Indikator Tantangan GNH (Konflik Modernisasi) Data Kunci
Pertumbuhan PDB Tahunan Rata-rata 7.5% Tingkat Pengangguran Kaum Muda (Puncak 2022) 27.18%
Penurunan Kemiskinan Nasional Dari 36% (2007) menjadi 10% (2019) Tingkat Migrasi Rural-Urban (2017) 21.7%
Tutupan Hutan Wajib Konstitusi 60% (Terlampaui, >70%) Fenomena Rumah Tangga Kosong (Gungtongs) 4,800
Partisipasi Politik (Pemilu 2018) 71.5% Tantangan Penurunan Spiritual dan Vitalitas Komunitas Dicatat oleh World Bank

Replikabilitas Model GNH Bhutan di Panggung Global

Analisis mengenai apakah model GNH dapat direplikasi harus membedakan antara faktor-faktor kontekstual yang unik (menghambat transfer langsung) dan pelajaran metodologis yang universal (dapat ditransfer).

Faktor Unik dan Hambatan Replikasi Langsung (The Bhutanese Context)

Replikasi GNH secara langsung di negara lain sangat sulit karena adanya faktor-faktor kontekstual yang unik:

  1. Basis Filosofis dan Agama:GNH memiliki akar yang dalam dalam nilai-nilai ajaran Buddhisme Mahayana. Ajaran ini memberikan dasar moral dan etika bersama yang mendukung kesediaan kolektif untuk memprioritaskan tujuan non-material dan menerima pembatasan ekonomi demi kepentingan holistik (misalnya, pembatasan industri atau pariwisata). Inti budaya (cultural core) ini hampir tidak mungkin direplikasi di negara-negara yang besar, beragam secara agama, atau sangat sekuler.
  2. Struktur Politik dan Skala Kecil:Konsep GNH dilahirkan dan dilembagakan dalam sistem monarki yang stabil dan kemudian dimasukkan ke dalam konstitusi. Konsensus tingkat tinggi yang didukung oleh populasi yang relatif kecil (sekitar 700.000 jiwa) memungkinkan implementasi kebijakan jangka panjang yang radikal tanpa terganggu oleh siklus politik jangka pendek. Skala yang kecil juga mempermudah pengumpulan data (survei GNH) dan penegakan kebijakan lingkungan yang ketat.

Pelajaran Kunci yang Dapat Direplikasi (Elemen Universal)

Meskipun transfer budaya GNH secara keseluruhan tidak mungkin, metodenya menawarkan pelajaran penting bagi kebijakan publik global:

  1. Adopsi Kerangka Metrik Multidimensi yang Policy-Relevant: Dunia harus beralih dari PDB ke kerangka pengukuran yang mengakomodasi faktor sosial, lingkungan, dan budaya. Penggunaan metode Alkire-Foster  untuk mengukur kecukupan(atau insufficiency) alih-alih rata-rata subjektif memberikan data yang lebih akurat untuk intervensi kebijakan, yang merupakan kebutuhan bagi negara-negara yang ingin menghasilkan metrik yang benar-benar relevan untuk pembuatan kebijakan.
  2. Institusionalisasi Policy Vettingyang Mengikat: Pelajaran yang paling berharga adalah pembentukan mekanisme eksekutif yang kuat, seperti Komisi GNH dengan GNH Screening Tool. Institusi ini harus memiliki wewenang untuk meninjau dan, jika perlu, memveto proyek pembangunan yang memberikan dampak negatif signifikan pada modal alam atau sosial. Hal ini memastikan bahwa janji kesejahteraan holistik diikat secara hukum ke dalam proses pengambilan keputusan sehari-hari, mencegah kebijakan jangka pendek mengabaikan visi jangka panjang.
  3. Mengintegrasikan Modal Alam ke Neraca Pembangunan:Negara-negara dapat meniru Bhutan dengan menjadikan konservasi lingkungan sebagai aset fiskal dan strategis, bukan sebagai biaya. Hal ini dapat dicapai melalui kewajiban perlindungan konstitusional (seperti batas tutupan hutan 60%) dan pengembangan skema ekonomi yang mengonversi modal alam (misalnya, energi hijau, carbon credit) menjadi sumber pendapatan yang mendanai kesejahteraan sosial.

Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan

Sintesis GNH: Pencapaian Luar Biasa dengan Catatan Peringatan

Gross National Happiness Bhutan adalah studi kasus pembangunan yang unik dan mendalam. Keberhasilan utamanya terletak pada kemampuannya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang signifikan (rata-rata 7.5% pertumbuhan PDB) dan pengurangan kemiskinan yang mendalam, sambil mencapai status konservasi lingkungan yang radikal (sebagai Net Carbon Sink). Inti dari keberhasilan ini adalah integrasi GNH secara konstitusional dan operasional, di mana Komisi GNH dan GNH Screening Tool bertindak sebagai penegak yang mengikat secara hukum.

Namun, GNH bukanlah solusi yang kebal terhadap tekanan modernisasi. Negara ini menghadapi dilema yang disebabkan oleh perkembangan yang terlalu cepat, termasuk tingkat pengangguran kaum muda yang fluktuatif, migrasi internal yang mengikis vitalitas komunitas (gungtongs), dan potensi penurunan kesejahteraan psikologis. Tantangan ini menunjukkan bahwa GNH harus terus berfungsi sebagai sistem umpan balik adaptif, yang menggunakan data multidimensi untuk mengkalibrasi ulang kebijakan demi mempertahankan keseimbangan antara materialisme dan spiritualitas.

Rekomendasi Kebijakan untuk Adopsi Prinsip GNH Global

Untuk negara-negara di seluruh dunia yang berupaya bergerak melampaui Produk Domestik Bruto, adopsi prinsip GNH harus fokus pada transfer metodologis dan institusional yang terpisah dari konteks budaya Bhutan:

  1. Mandat Metrik Multidimensi (Tujuan 1):Pemerintah harus mengganti ketergantungan metrik PDB tunggal dengan kerangka metrik yang multidimensi. Penggunaan metodologi yang kuat, seperti Alkire-Foster Method, disarankan untuk mengukur kemajuan di domain non-material (kesehatan, waktu luang, vitalitas komunitas), memastikan data yang dihasilkan benar-benar informatif dan terpilah untuk intervensi yang ditargetkan.
  2. Mewajibkan Welfare Impact Vetting(Tujuan 2): Harus dibentuk lembaga sentral dengan kewenangan yang jelas untuk menilai dan, jika perlu, memveto proyek pembangunan yang signifikan secara ekonomi tetapi merugikan modal alam atau modal sosial. Mekanisme ini penting untuk memastikan bahwa kebijakan jangka pendek terikat pada tujuan kesejahteraan holistik jangka panjang.
  3. Prioritaskan Modal Alam sebagai Aset (Tujuan 3):Konstitusionalisasi perlindungan lingkungan dan pengembangan mekanisme ekonomi (misalnya, skema energi hijau, pajak karbon yang didanai) yang secara aktif mengubah pelestarian alam menjadi aset fiskal. Hal ini meniru keberhasilan Bhutan dalam menggunakan energi bersih untuk mendanai layanan sosial.
  4. Fokus pada Keseimbangan dan Distribusi (Tujuan 4):Kebijakan harus secara eksplisit menggunakan data multidimensi GNH Index yang terpilah untuk mengatasi ketidaksetaraan yang meningkat dan tantangan struktural yang menargetkan kaum muda (pengangguran), memastikan bahwa manfaat pertumbuhan ekonomi didistribusikan secara berkeadilan.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

90 − = 83
Powered by MathCaptcha