Warisan arsitektur kolonial di Sumatera Utara, khususnya yang terkonsentrasi di kota Medan, merupakan manifestasi fisik dari sebuah periode sejarah yang kompleks. Bangunan-bangunan ini bukan sekadar struktur tua, melainkan artefak budaya yang menyimpan narasi tentang era perdagangan perkebunan, pusat administrasi kolonial, dan akulturasi budaya yang dinamis. Dari gaya neoklasik yang megah hingga perpaduan arsitektur lokal yang unik, bangunan-bangunan ini merefleksikan identitas kota yang terbentuk melalui interaksi berbagai pengaruh. Laporan ini bertujuan untuk menyajikan analisis komprehensif yang melampaui deskripsi sederhana. Fokus utamanya adalah mengeksplorasi signifikansi historis, karakteristik arsitektural, status pelestarian, dan peran kontemporer dari bangunan-bangunan tersebut. Dengan demikian, laporan ini diharapkan dapat menjadi sumber rujukan yang mendalam bagi para peneliti, praktisi pelestarian, dan masyarakat yang memiliki ketertarikan pada sejarah urban Sumatera Utara.

Ruang Lingkup Kajian

Kajian ini berpusat pada peninggalan arsitektur kolonial di Sumatera Utara, dengan konsentrasi utama di kota Medan yang menjadi ibu kota provinsi dan pusat ekonomi kolonial pada masanya. Analisis mencakup berbagai jenis bangunan yang merepresentasikan beragam fungsi, mulai dari pusat pemerintahan, fasilitas komersial, kediaman pribadi, hingga infrastruktur penting. Laporan ini akan mengkaji bangunan yang memiliki nilai historis dan arsitektural tinggi serta menyoroti variasi dalam nasib pelestarian, mulai dari yang terawat dengan baik dan berfungsi modern, hingga yang menghadapi tantangan hukum dan terancam kelestariannya. Selain itu, beberapa bangunan penting di luar Medan, seperti Stasiun Kereta Api Binjai dan Muntik di Asahan, juga dimasukkan untuk memberikan gambaran yang lebih luas tentang jejak arsitektur kolonial di seluruh wilayah.

Landasan Sejarah dan Arsitektur: Konteks Perkembangan Kota Medan

2.1 Medan sebagai Pusat Ekonomi Kolonial

Perkembangan arsitektur kolonial di Medan tidak dapat dipisahkan dari peran strategis kota ini sebagai pusat ekonomi dan perdagangan pada masa Hindia Belanda. Didorong oleh industri perkebunan tembakau dan komoditas lainnya yang dikelola oleh perusahaan-perusahaan Belanda seperti Deli Maatschappij, Medan tumbuh pesat menjadi salah satu kota terpenting di Sumatera. Pertumbuhan ekonomi ini memicu pembangunan infrastruktur dan bangunan-bangunan monumental yang dirancang untuk mencerminkan kemegahan dan kekuatan kolonial.

Penempatan bangunan-bangunan penting, seperti Kantor Pos, Gedung Balai Kota, dan Gedung Bank Indonesia, yang saling berdekatan di sekitar Lapangan Merdeka, menunjukkan adanya perencanaan kota yang disengaja. Tata letak ini membentuk sebuah distrik fungsional di mana pusat kekuasaan, keuangan, dan komunikasi terintegrasi dalam satu area yang kohesif. Pembangunan yang terencana ini berbeda dengan pertumbuhan kota yang sporadis, dan mencerminkan upaya pemerintah kolonial untuk menciptakan sebuah pusat urban yang efisien dan secara visual mengesankan. Pemahaman ini memperluas perspektif dari melihat bangunan sebagai objek individual menjadi melihatnya sebagai bagian dari sebuah lanskap urban yang terstruktur, yang memiliki implikasi penting untuk strategi pelestarian holistik di masa mendatang.

2.2 Evolusi Gaya Arsitektur Kolonial di Sumatera Utara

Arsitektur kolonial yang ditemukan di Sumatera Utara, khususnya di Medan, bukanlah sekadar replika gaya arsitektur dari Eropa. Gaya ini merupakan cerminan dari evolusi dan akulturasi budaya yang beradaptasi dengan iklim tropis dan memadukan unsur-unsur lokal serta Asia. Istana Maimun, misalnya, memadukan gaya arsitektur Melayu, Islam, dan Eropa, mencerminkan identitas Kesultanan Deli. Demikian pula, Tjong A Fie Mansion menggabungkan kemegahan arsitektur kolonial Belanda dengan sentuhan budaya Tionghoa yang kental, menunjukkan kekayaan dan latar belakang pemiliknya.

Perpaduan ini adalah respons arsitek dan pembangun terhadap tantangan dan simbolisme lokal. Di satu sisi, bangunan harus fungsional di iklim tropis yang panas dan lembap. Di sisi lain, desain harus mencerminkan identitas pemilik atau pengguna. Arsitektur kolonial di Sumatera Utara oleh karena itu dapat dipahami sebagai produk unik dari interaksi antara gaya Eropa, kebutuhan fungsional, dan pengaruh budaya lokal. Gaya ini dikenal sebagai Arsitektur Indis, sebuah perpaduan yang membedakannya dari arsitektur di Eropa dan menjadikannya warisan budaya yang sangat berharga.

Studi Kasus: Profil Bangunan Bersejarah Terpilih

Nama Bangunan Lokasi Tahun Pembangunan Fungsi Awal Gaya Arsitektur Status Terkini
Istana Maimun Medan Abad ke-19 Istana Kesultanan Deli Melayu, Islam, Eropa Objek Wisata
Tjong A Fie Mansion Medan 1895 Rumah Pedagang Tionghoa Belanda, Tionghoa Museum
Kantor Pos Medan (Pos Bloc) Medan 1911 Kantor Pos Eropa, Karakter Lokal Creative Hub
Gedung Werehuis Medan 1919 Supermarket Eropa Terbengkalai, Revitalisasi
Gedung Balai Kota Lama Medan 1908 Balai Kota Eropa Klasik Kafe, Bagian Hotel
Stasiun Kereta Api Binjai Binjai 1887 Stasiun Kereta Api Arsitektur Indis Beroperasi Aktif
Gedung Bank Indonesia Medan 1906 Bank Belanda (De Javasche Bank) Eropa Klasik Kantor Bank
Gedung London Sumatera Medan 1906 Kantor Perkebunan London Abad 18-19 Kantor Perusahaan
Bank Standart Chartered Medan 1888 Rumah Gubernur Belanda Kantor Bank
Rumah Sakit Ibu Kartini Asahan Tidak diketahui Rumah Sakit Perkebunan Tidak diketahui Beroperasi Aktif
Stasiun Kereta Api Medan Medan Tidak diketahui Stasiun Kereta Api Tidak diketahui Beroperasi Aktif
Gereja St. Fidelis Parapat 1955 Gereja Katolik Eropa Klasik Beroperasi Aktif
Masjid Agung Rantauprapat Rantauprapat Sekitar 1930-an Masjid Kerajaan Melayu, Kubah Kayu Beroperasi Aktif
Gedung Nasional Rantauprapat Rantauprapat Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Direncanakan menjadi museum

3.1 Tjong A Fie Mansion

Tjong A Fie Mansion adalah salah satu bangunan bersejarah yang terawat dengan sangat baik di Medan. Dibangun pada tahun 1895 oleh Tjong A Fie, seorang pedagang Tionghoa yang sangat berpengaruh, bangunan ini awalnya berfungsi sebagai kediaman pribadinya. Desainnya mencerminkan perpaduan unik antara gaya arsitektur kolonial Belanda dengan elemen-elemen budaya Tionghoa yang kuat Ciri-ciri arsitekturnya yang menonjol meliputi penggunaan lantai kayu, pintu-pintu berukuran besar, dan veranda terbuka, yang merupakan adaptasi dari gaya kolonial. Saat ini, bangunan megah ini telah diubah fungsinya menjadi sebuah museum yang menyajikan sejarah keluarga Tjong A Fie serta narasi perkembangan Kota Medan. Bangunan ini tidak hanya menjadi tempat untuk mengenang sosok Tjong A Fie, tetapi juga menjadi destinasi wisata utama yang banyak dikunjungi dan menjadi tempat menarik untuk berfoto.

3.2 Istana Maimun

Istana Maimun adalah peninggalan Kesultanan Deli yang paling terkenal dan menjadi simbol kebesaran budaya Melayu di Sumatera Utara. Dibangun pada abad ke-19, istana ini terkenal karena arsitekturnya yang memadukan tiga gaya utama: Melayu, Islam, dan Eropa. Perpaduan ini menciptakan sebuah bangunan yang khas dan memiliki nilai historis yang tinggi. Selain keindahan arsitekturnya, Istana Maimun juga dikenal dengan mitos Meriam Puntung yang legendaris. Hingga kini, bangunan ini berfungsi sebagai objek wisata sejarah dan budaya yang terbuka untuk umum, dan menjadi salah satu destinasi yang wajib dikunjungi di Medan.

3.3 Gedung Warenhuis

Gedung Warenhuis memiliki signifikansi historis sebagai supermarket pertama dan terbesar di Kota Medan, bahkan di seluruh Pulau Sumatera pada zamannya. Bangunan ini dimiliki oleh perusahaan Belanda bernama N.V. Hü’tenbach dan diresmikan pada tahun 1919. Seiring berjalannya waktu, gedung ini mengalami penelantaran dan kondisinya tampak kumuh serta tidak terawat. Status kepemilikannya menjadi subjek sengketa yang berkepanjangan antara Pemerintah Kota (Pemkot) Medan dan ahli waris pemilik swasta. Konflik hukum ini secara langsung berkorelasi dengan kondisi bangunan yang terlantar, karena tidak ada pihak yang bersedia menginvestasikan dana untuk pemeliharaan atau revitalisasi di tengah ketidakpastian status hukum.

Pada akhirnya, melalui putusan Mahkamah Agung, Pemkot Medan memenangkan hak pakai atas gedung ini. Kemenangan hukum ini membuka jalan bagi proyek revitalisasi yang direncanakan selesai pada Desember 2024, meskipun terdapat juga informasi yang menyebutkan peresmiannya pada tahun 2025. Proyek revitalisasi ini menghabiskan dana sebesar Rp32 miliar dan bertujuan untuk mengubah gedung menjadi pusat bagi pelaku UMKM dan tempat pameran (expo) Kota Medan.

3.4 Kantor Pos Medan (Pos Bloc)

Kantor Pos Medan merupakan salah satu bangunan cagar budaya bersejarah yang dibangun pada tahun 1911 oleh arsitek Ir. S. Snuyf. Bangunan ini berfungsi sebagai pusat pos dan telegraf pada masa kolonial Hindia Belanda. Saat ini, bangunan berusia lebih dari 111 tahun ini telah mengalami transformasi signifikan melalui kolaborasi antara PT Pos Properti Indonesia dan PT Ruang Kreatif Pos.

Transformasi ini adalah contoh sukses dari model “penggunaan adaptif” (adaptive reuse) yang mengubah fungsi bangunan tanpa menghilangkan esensi historisnya. Bangunan ini kini dikenal sebagai Pos Bloc Medan, sebuah creative hub multifungsi yang menampung berbagai komunitas kreatif dan pelaku UMKM di industri kuliner, musik, film, dan seni. Keberhasilan Pos Bloc terletak pada kemampuannya untuk menyeimbangkan pelestarian fisik bangunan dengan relevansi fungsional di era kontemporer. Dengan menarik pengunjung, terutama dari kalangan pemuda, model ini memastikan keberlanjutan ekonomi bangunan, menjadikannya sebuah blueprint potensial untuk revitalisasi cagar budaya di kota-kota lain.

3.5 Gedung Balai Kota Lama Medan 

Gedung Balai Kota Lama Medan adalah bangunan kolonial yang dibangun pada tahun 1908 oleh firma arsitek Hulswit & Fermont. Bangunan ini sempat direnovasi pada tahun 1923 oleh Eduard Cuypers, seorang arsitek kolonial ternama. Awalnya berfungsi sebagai pusat pemerintahan Belanda, dan kemudian menjadi kantor staf militer Jepang, sebelum akhirnya menjadi milik Pemerintah Indonesia. Bangunan ini juga dikenal sebagai titik kilometer nol Kota Medan.  Ciri khas arsitekturnya adalah gaya Eropa klasik yang kokoh. Loncengnya yang terkenal merupakan sumbangan dari Rumah Tjong A Fie pada tahun 1913. Saat ini, gedung ini telah beralih fungsi menjadi bagian dari kompleks hotel Grand CityHall dan difungsikan sebagai kafe, menunjukkan perubahan penggunaan yang signifikan dari fungsi aslinya.

3.6 Stasiun Kereta Api Binjai

Stasiun Kereta Api Binjai, yang berdiri sejak tahun 1887, merupakan salah satu contoh paling otentik dari Arsitektur Indis di Sumatera Utara. Arsitektur ini merefleksikan perpaduan antara gaya kolonial Belanda dan arsitektur lokal Melayu, yang dirancang secara spesifik untuk beradaptasi dengan iklim tropis. Bangunan ini didesain dengan banyak bukaan untuk memaksimalkan sirkulasi udara, sehingga mengurangi kerusakan fisik akibat pergantian musim kemarau dan hujan.

Elemen Arsitektur Deskripsi dan Fungsi Asal Gaya
Hood Molding, Dado, Plinth Ornamen yang menonjol pada pintu, jendela, dan dinding Belanda/Eropa
Jalusi Jendela dengan sirip miring untuk sirkulasi udara dan privasi Melayu
Lubang Angin Bukaan di atas pintu dan jendela untuk aliran udara Melayu
Tiang dengan sistem gapit Tiang utama dari kayu yang menopang atap peron Melayu
Double Swing Windows Jendela yang dapat dibuka ke arah luar untuk maksimalkan aliran udara Adaptasi Tropis

Elemen arsitektur Melayu seperti jalusi, lubang angin, dan penggunaan tiang kayu dengan sistem gapit pada bagian atasnya, memungkinkan interior stasiun tetap sejuk tanpa teknologi pendingin. Sementara itu, elemen arsitektur Eropa, seperti hood molding dan dado, memberikan kesan megah dan kokoh. Perpaduan fungsional ini menunjukkan bahwa Arsitektur Indis tidak hanya berfokus pada estetika, tetapi juga pada solusi praktis terhadap tantangan lingkungan. Hingga saat ini, Stasiun Kereta Api Binjai tetap beroperasi dan mempertahankan keaslian desainnya.

3.7 Gedung Bank Indonesia (De Javasche Bank)

Bangunan yang kini menjadi kantor Bank Indonesia ini dibangun pada tahun 1906 dan mulai beroperasi pada tahun 1907 sebagai pusat Bank Belanda atau De Javasche Bank. Gedung ini terletak di depan Lapangan Merdeka, berdekatan dengan Gedung Balai Kota Lama. Arsitekturnya didominasi oleh gaya Eropa klasik yang khas dengan pilar-pilar besar berkubah. Meskipun telah mengalami renovasi, upaya pelestarian keaslian bangunan tetap terlihat, menjadikannya salah satu contoh sukses dalam menjaga integritas arsitektural sebuah bangunan bersejarah.

3.8 Bangunan Lainnya yang Terkemuka

Selain bangunan-bangunan monumental di atas, Sumatera Utara juga memiliki peninggalan kolonial lainnya yang patut dicatat. Gedung London Sumatera, yang dibangun pada tahun 1906, merupakan gedung pertama di Medan yang dilengkapi dengan fasilitas elevator.

Gedung Bank Standart Chartered, dulunya adalah rumah gubernur (Gouverneurs huis te Medan) dan dibangun pada tahun 1888, menjadikannya bangunan yang lebih tua dari Istana Maimun. Selain itu, terdapat juga beberapa bangunan peninggalan kolonial di luar kota Medan:

  • Muntik di Asahan: Muntik adalah sebuah kereta api mini, merupakan warisan unik dari masa penjajahan Belanda di Kisaran, Kabupaten Asahan. Kereta ini beroperasi di atas rel besi di sekitar Kelurahan Sidodadi dan sekitarnya.
  • Rumah Sakit Ibu Kartini di Asahan: Rumah sakit ini awalnya bernama Catharina Hospitaal dan merupakan peninggalan dari perkebunan Belanda.

  • Gereja Katolik Paroki St. Fidelis Sigmaringen di Parapat: Gereja ini merupakan peninggalan kolonial Belanda di Kota Parapat. Dibangun pada tahun 1955, gereja ini memiliki arsitektur bergaya Eropa klasik. Meskipun tidak menggunakan besi sebagai pengikat pada badan bangunan, gereja ini tetap kokoh hingga sekarang

 

  • Siantar Hotel: Hotel ini juga tercatat sebagai salah satu peninggalan kolonial Belanda di Sumatera Utara.

Bangunan-bangunan seperti Stasiun Kereta Api Medan melengkapi kekayaan warisan arsitektur kolonial di Sumatera Utara.

3.9 Peninggalan Kolonial di Kabupaten Labuhanbatu

Di luar Medan, peninggalan kolonial juga tersebar di berbagai kabupaten, termasuk Labuhanbatu. Beberapa bangunan bersejarah yang dapat ditemukan di sini mencakup:

  • Tugu Juang 45 dan Bangunan Lama di Rantauprapat: Tugu Juang 45 adalah sebuah monumen yang menandai bekas kantor Pemerintahan Militer pertama di Kabupaten Labuhanbatu. Di belakang tugu ini, terdapat sebuah bangunan lama yang dilindungi oleh pemerintah daerah. Bangunan ini memiliki pola rumit pada langit-langitnya, menunjukkan usianya yang tua, meskipun telah mengalami renovasi.
  • Masjid Agung Rantauprapat: Masjid yang dibangun sekitar tahun 1930-an ini menyimpan kenangan sejarah kerajaan di era penjajahan Belanda. Masjid ini dibangun di atas tanah wakaf dari kerajaan Bilah dan masih mempertahankan keasliannya, terutama pada bagian kubah yang terbuat dari kayu.
  • Gedung Nasional Rantauprapat: Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu berencana untuk mengubah Gedung Nasional Rantauprapat menjadi museum sejarah Labuhanbatu.
  • Peninggalan Lainnya: Selain itu, di Labuhan Batu Utara juga terdapat peninggalan seperti Sekolah Rakyat peninggalan kolonial Belanda, Sekolah MTS Alwasliyah, dan Rumah Lurah. Sayangnya, upaya pelestarian untuk peninggalan-peninggalan ini belum terlihat secara nyata.

 Analisis Tematik dan Wawasan Komparatif

Dinamika Preservasi dan Revitalisasi: Kontras Antara Sukses dan Tantangan

Dinamika pelestarian bangunan bersejarah di Sumatera Utara menunjukkan kontras yang tajam antara model yang berhasil dan yang menghadapi tantangan berat. Transformasi Kantor Pos Medan menjadi Pos Bloc adalah contoh keberhasilan yang menyeimbangkan pelestarian warisan dengan relevansi kontemporer. Model “penggunaan adaptif” ini menawarkan solusi keberlanjutan ekonomi, di mana bangunan tidak hanya dilestarikan sebagai museum statis, tetapi juga menjadi pusat ekonomi kreatif yang hidup dan mandiri. Keberhasilannya didasarkan pada kemitraan publik-swasta yang solid dan visi yang inovatif.

Sebaliknya, kasus Gedung Warenhuis menggambarkan tantangan pelestarian yang disebabkan oleh kompleksitas hukum dan sengketa kepemilikan. Penelantaran bangunan yang terjadi selama bertahun-tahun adalah akibat langsung dari ketidakjelasan status hukum. Kondisi ini menyoroti bahwa pelestarian cagar budaya bukan hanya isu teknis arsitektur, tetapi juga isu hukum, politik, dan ekonomi. Revitalisasi hanya bisa dimulai setelah ketidakpastian hukum teratasi, yang menunjukkan bahwa ketahanan sebuah proyek pelestarian sangat bergantung pada fondasi legal dan model bisnis yang kuat.

Peran Bangunan Bersejarah dalam Identitas Kota

Bangunan-bangunan bersejarah ini berfungsi sebagai “jangkar historis” di tengah pesatnya modernisasi kota. Mereka tidak hanya menjadi landmark fisik, tetapi juga menyediakan koneksi yang tak terputus ke masa lalu. Keberadaan bangunan seperti Istana Maimun dan Tjong A Fie Mansion berkontribusi signifikan pada citra dan pariwisata Medan, mengubahnya dari sekadar kota komersial menjadi kota dengan lapisan sejarah yang kaya dan mendalam. Dengan demikian, warisan arsitektur kolonial menjadi bagian integral dari identitas kolektif masyarakat Medan, membantu mereka memahami evolusi urban dan membentuk rasa kebanggaan terhadap kota mereka.

Arsitektur Indis sebagai Identitas Lokal yang Unik

Arsitektur Indis, yang secara menonjol terlihat pada Stasiun Kereta Api Binjai, adalah ekspresi paling otentik dari warisan arsitektur kolonial di Sumatera Utara. Gaya ini tidak dapat ditemukan di Eropa, menjadikannya aset budaya yang unik dan tak ternilai. Arsitektur Indis adalah bukti bahwa pengaruh kolonial tidak hanya bersifat satu arah. Ia merupakan hasil dari “dialog” antara arsitek kolonial dan tradisi arsitektur lokal yang beradaptasi dengan kebutuhan iklim tropis. Elemen-elemen fungsional seperti ventilasi alami dan penggunaan bahan lokal menunjukkan bagaimana arsitektur menjadi solusi praktis terhadap kondisi geografis. Hal ini menegaskan bahwa arsitektur kolonial di Sumatera Utara adalah produk dari hibriditas budaya, yang menjadikannya tidak hanya penting secara historis tetapi juga relevan dalam konteks arsitektur berkelanjutan.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Ringkasan Temuan Utama

Analisis komprehensif ini menggarisbawahi beberapa temuan utama. Pertama, warisan arsitektur kolonial di Sumatera Utara memiliki hibriditas gaya yang unik, memadukan pengaruh Eropa, lokal, dan Asia. Kedua, nasib pelestarian bangunan-bangunan ini sangat bervariasi, dipengaruhi oleh faktor-faktor non-arsitektural seperti sengketa kepemilikan dan model bisnis. Kasus Warenhuis versus Pos Bloc secara jelas menunjukkan bagaimana faktor-faktor ini dapat menentukan keberhasilan atau kegagalan sebuah proyek pelestarian. Ketiga, model “penggunaan adaptif” menawarkan jalan yang menjanjikan untuk pelestarian yang berkelanjutan, dengan mengubah cagar budaya menjadi ruang publik yang relevan secara ekonomi dan sosial.

Rekomendasi Kebijakan Pelestarian

Berdasarkan temuan tersebut, laporan ini merekomendasikan beberapa langkah konkret untuk pemerintah dan pemangku kepentingan dalam mengelola cagar budaya secara berkelanjutan:

  1. Penyelesaian Sengketa Hukum: Diperlukan kerangka regulasi yang lebih jelas dan mekanisme penyelesaian sengketa yang lebih cepat terkait status kepemilikan cagar budaya untuk menghindari penelantaran seperti yang terjadi pada Gedung Warenhuis.
  2. Mendorong Kemitraan Publik-Swasta: Pemerintah harus secara aktif mendorong kemitraan dengan sektor swasta, mengadopsi model “penggunaan adaptif” yang telah terbukti berhasil pada proyek Pos Bloc. Kemitraan ini tidak hanya membantu pendanaan tetapi juga membawa inovasi dalam pengelolaan dan revitalisasi.
  3. Pengembangan “Distrik Warisan” Terintegrasi: Revitalisasi sebaiknya dilakukan secara holistik, bukan hanya per bangunan. Pengembangan sebuah “Distrik Warisan” di pusat kota Medan dapat mengintegrasikan bangunan-bangunan bersejarah menjadi satu ekosistem wisata dan pendidikan yang kohesif.
  4. Peningkatan Kesadaran Publik: Kampanye edukasi harus dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang nilai arsitektur kolonial sebagai bagian dari identitas lokal, sehingga masyarakat merasa memiliki dan turut serta dalam upaya pelestarian.

Prospek Masa Depan

Masa depan warisan arsitektur kolonial di Sumatera Utara tampak menjanjikan dengan adanya kesadaran yang meningkat tentang nilai historis dan potensinya sebagai aset ekonomi. Dengan implementasi kebijakan yang tepat, serta partisipasi aktif dari pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, bangunan-bangunan bersejarah ini dapat terus berkembang, tidak hanya sebagai saksi bisu masa lalu, tetapi juga sebagai motor penggerak kreativitas, pariwisata, dan pembangunan berkelanjutan bagi Sumatera Utara di masa depan.

Karya yang dikutip

  1. 14 Peninggalan Sejak Era Kolonial Belanda yang Masih Utuh di Sumut – detikcom, diakses Agustus 20, 2025, https://www.detik.com/sumut/budaya/d-7313576/14-peninggalan-kolonial-belanda-yang-masih-utuh-di-sumut
  2. Peninggalan Bersejarah Warisan Belanda di Kota Medan …, diakses Agustus 20, 2025, https://www.harianbatakpos.com/peninggalan-bersejarah-warisan-belanda-di-kota-medan/
  3. 10 Bangunan Bersejarah Kota Medan yang Wajib Dikunjungi!, diakses Agustus 20, 2025, https://www.detik.com/sumut/wisata/d-7319216/10-bangunan-bersejarah-kota-medan-yang-wajib-dikunjungi
  4. Ahli Waris Tantang Pemkot Medan Uji Bukti Kepemilikan Warenhuis – detikcom, diakses Agustus 20, 2025, https://www.detik.com/sumut/berita/d-6706123/ahli-waris-tantang-pemkot-medan-uji-bukti-kepemilikan-warenhuis
  5. Revitalisasi gedung Warenhuis di Medan – ANTARA Foto, diakses Agustus 20, 2025, https://www.antarafoto.com/id/view/2250198/revitalisasi-gedung-warenhuis-di-medan
  6. Revitalisasi Warenhuis Habiskan Dana Rp32 Miliar – Mistar.id, diakses Agustus 20, 2025, https://mistar.id/news/medan/revitalisasi-warenhuis-habiskan-dana-rp32-miliar
  7. Medan Post Office – Wikipedia, diakses Agustus 20, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Medan_Post_Office
  8. Kehadiran Pos Bloc Medan Sejalan Dengan Program Prioritas Wali Kota Medan – BERITA, diakses Agustus 20, 2025, https://portal.medan.go.id/berita/kehadiran-pos-bloc-medan-sejalan-dengan-program-prioritas-wali-kota-medan__read2330.html
  9. Termasuk Bank Peninggalan Belanda Inilah 5 Tempat Bersejarah di Medan – Intisari Online, diakses Agustus 20, 2025, https://intisari.grid.id/read/033640738/termasuk-bank-peninggalan-belanda-inilah-5-tempat-bersejarah-di-medan
  10. Pos Bloc Medan – Universitas Sumatera utara, diakses Agustus 20, 2025, https://www.usu.ac.id/en/campus-life/medan-city-tourism/pos-bloc-medan
  11. POS BLOC MEDAN: TRANSFORMASI BANGUNAN CAGAR BUDAYA MENJADI RUANG KREATIF DAN OBJEK WISATA | Panorama: Jurnal Kajian Pariwisata – CAHAYA ILMU BANGSA INSTITUTE, diakses Agustus 20, 2025, https://ejournal.cahayailmubangsa.institute/index.php/panoramajournal/article/view/2846
  12. Menilik Stasiun Kereta Api Binjai, Bukti Peninggalan Zaman …, diakses Agustus 20, 2025, https://www.merdeka.com/sumut/menilik-stasiun-kereta-api-binjai-bukti-peninggalan-zaman-kolonial-belanda-di-sumatra-utara-46100-mvk.html
  13. PENELUSURAN ARSITEKTUR INDIS PADA STASIUN KERETA API BINJAI – Universitas Sumatera utara, diakses Agustus 20, 2025, https://talenta.usu.ac.id/koridor/article/download/1321/788/5340
  14. Gallery – Tjong A Fie Mansion, diakses Agustus 20, 2025, https://tjongafiemansion.org/gallery-shift
  15. Situs-Situs Bersejarah di Kota Rantauprapat (Berkunjung dengan …, diakses Agustus 20, 2025, https://www.kompasiana.com/suridp/5f362c16d541df133e284f82/kunjungan-ke-situs-situs-bersejarah-di-kota-rantauprapat-tetap-dengan-mengikuti-protokol-pencegahan-penularan-covid-19
  16. Masjid Agung Rantauprapat, Menyimpan Kenangan Sejarah …, diakses Agustus 20, 2025, https://sumutpos.jawapos.com/mimbar-jumat/2374247377/masjid-agung-rantauprapat-menyimpan-kenangan-sejarah-kerajaan
  17. Gedung Nasional Rantauprapat akan jadi museum sejarah …, diakses Agustus 20, 2025, https://sumut.antaranews.com/berita/174293/gedung-nasional-rantauprapat-akan-jadi-museum-sejarah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

7 + 1 =
Powered by MathCaptcha