Kekhalifahan Abbasiyah menandai salah satu babak paling berpengaruh dan cemerlang dalam sejarah peradaban Islam. Berdiri pada tahun 750 Masehi, dinasti ini berhasil menggantikan Kekhalifahan Umayyah dan berkuasa selama lebih dari 500 tahun, hingga keruntuhannya yang tragis pada tahun 1258 Masehi. Periode yang panjang ini sering kali dijuluki sebagai “Zaman Keemasan” peradaban Islam (the golden age) , di mana Baghdad, ibu kotanya, menjadi mercusuar ilmu pengetahuan, seni, dan budaya yang menerangi dunia. Laporan ini bertujuan untuk menyajikan analisis mendalam yang tidak hanya menguraikan kronologi peristiwa, tetapi juga mengkaji sebab-akibat, tren, dan dinamika yang membentuk kebangkitan, pencapaian luar biasa, peran sentral para tokoh kunci, serta faktor-faktor kompleks yang pada akhirnya mengarah pada keruntuhan dinasti ini.
Kebangkitan Revolusioner dan Konsolidasi Kekuasaan
Benih Revolusi: Kelemahan Sistemik Dinasti Umayyah
Kebangkitan Dinasti Abbasiyah bukanlah peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba, melainkan hasil dari akumulasi kelemahan dan ketidakpuasan yang akut di dalam Kekhalifahan Umayyah. Kekhalifahan Umayyah yang berpusat di Damaskus mengalami penurunan moral dan politik sejak kepemimpinan pasca-Muawiyah, di mana banyak khalifah cenderung hidup mewah, bahkan mengonsumsi minuman keras, dan kurang peduli pada perkembangan agama.
Di samping kelemahan kepemimpinan, fondasi politik Umayyah juga digerogoti oleh konflik internal yang parah. Sistem suksesi yang tidak jelas dan berdasarkan garis keturunan sering kali menimbulkan persaingan di antara anggota keluarga, yang berpuncak pada perang saudara. Selain itu, sentimen kesukuan atau assabiyyah kembali menguat, memicu persaingan sengit antara suku-suku Arab Utara (Bani Qays) dan Arab Selatan (Bani Kalb) yang memecah belah persatuan dan melemahkan stabilitas negara.
Namun, faktor yang paling krusial adalah ketidakpuasan kaum non-Arab Muslim, yang dikenal sebagai mawali. Mereka merasa menjadi warga kelas dua dan tidak mendapatkan perlakuan yang adil dibandingkan dengan bangsa Arab. Perasaan terpinggirkan ini membuat mereka menjadi basis dukungan yang paling potensial bagi setiap gerakan revolusioner. Ketidakstabilan ini semakin diperparah oleh pemberontakan keagamaan yang terus-menerus dilancarkan oleh kelompok Syiah dan Khawarij, yang sejak awal tidak pernah mengakui legitimasi pemerintahan Umayyah.
Strategi Revolusi Abbasiyah: Dari Gerakan Rahasia ke Kemenangan Terbuka
Gerakan Abbasiyah memanfaatkan kelemahan Umayyah dengan sangat strategis. Ini bukanlah sekadar pemberontakan, melainkan sebuah revolusi yang direncanakan dengan matang. Awalnya, gerakan ini dipimpin secara rahasia oleh Muhammad bin Ali, seorang arsitek gerakan bawah tanah yang membentuk jaringan dakwah di wilayah Khurasan dan Irak. Ia berhasil mengorganisir dan menyatukan berbagai kelompok oposisi yang tidak puas dengan Umayyah, termasuk kaum mawali dan pengikut setia Ahlulbait.
Kepemimpinan gerakan ini kemudian dilanjutkan oleh putranya, Ibrahim al-Imam, yang dikenal cerdas dalam berdiplomasi dan mengidentifikasi Khurasan sebagai target utama untuk menggalang dukungan. Meskipun Ibrahim wafat dalam tahanan Umayyah, perjuangannya memicu semangat perlawanan yang lebih besar. Namun, sosok yang paling berpengaruh dalam kemenangan militer adalah Abu Muslim al-Khurasani, seorang jenderal militer dari Persia yang memiliki pengaruh besar di kalangan lokal dan memimpin pemberontakan yang sukses. Tanpa kepemimpinannya di medan perang, kemenangan militer Abbasiyah tidak akan tercapai. Kemenangan mutlak diperoleh dalam Pertempuran Zab pada Januari 750 M, di mana komandan pasukan Abbasiyah, Abdullah bin Ali, berhasil mengalahkan pasukan Umayyah yang dipimpin oleh Khalifah Marwan II.
Fondasi Imperium: Era Abu al-Abbas as-Saffah dan Abu Ja’far al-Mansur
Setelah kemenangan revolusioner, Abu al-Abbas as-Saffah diangkat sebagai khalifah pertama. Ia dikenal dengan julukan “penumpah darah” (As-Saffah) karena ketegasannya yang brutal dalam mengonsolidasikan kekuasaan dan memburu sisa-sisa keluarga Umayyah. Namun, fondasi Kekhalifahan Abbasiyah yang sesungguhnya diletakkan oleh penggantinya, Abu Ja’far al-Mansur. Sebagai khalifah kedua, Al-Mansur dikenal sebagai politikus ulung yang bijaksana sekaligus licik.
Perhatian utamanya adalah menata birokrasi dan menyingkirkan rival politik yang berpotensi mengancam stabilitas, termasuk Abu Muslim al-Khurasani yang dianggap memiliki pengaruh terlalu besar. Setelah berhasil menciptakan stabilitas internal, Al-Mansur mencurahkan perhatiannya pada pengembangan peradaban dan mendirikan ibu kota baru di Baghdad pada tahun 762 M. Langkah ini tidak hanya strategis secara militer, tetapi juga simbolis, menandai pergeseran ideologi kekuasaan dari Arab-sentris ala Umayyah menjadi imperium universal yang lebih inklusif.
Keberhasilan Dinasti Abbasiyah dapat dipahami sebagai cerminan langsung dari kegagalan Umayyah. Kelompok-kelompok yang paling tidak puas dengan Umayyah—yaitu kaum mawali, Syiah, dan suku-suku Arab yang terpinggirkan—secara strategis diakomodasi dan direkrut oleh gerakan Abbasiyah. Umayyah mengadopsi kebijakan diskriminatif dan sentimen kesukuan, yang menciptakan ketidakpuasan mendalam di kalangan non-Arab. Abbasid, dipimpin oleh tokoh seperti Muhammad bin Ali dan Abu Muslim, secara rahasia membangun koalisi dari kelompok-kelompok ini, menjanjikan pemerintahan yang lebih inklusif. Kemenangan Abbasiyah tidak hanya mengganti dinasti, tetapi juga mengganti ideologi kekuasaan dari Arab-sentris menjadi universalis, yang terwujud dalam pemindahan ibu kota ke Baghdad dan naiknya orang-orang Persia ke posisi penting.
Puncak Peradaban: Pencapaian Zaman Keemasan
Masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, terutama pada periode pertamanya, dikenal sebagai era keemasan peradaban Islam. Puncak kejayaan ini tidak terjadi begitu saja, melainkan berkat hubungan simbiosis yang disengaja antara stabilitas politik, kemakmuran ekonomi, dan dukungan intelektual.
Pusat Peradaban Dunia: Kota Baghdad dan Masyarakat Kosmopolitan
Baghdad, yang dibangun oleh Khalifah al-Mansur , adalah jantung dari Zaman Keemasan ini. Kota ini dirancang dalam bentuk melingkar dan dibentengi oleh dua tembok pertahanan, menjadikannya pusat strategis yang tak tertandingi. Dengan populasi mencapai lebih dari 1,5 juta orang pada puncaknya, Baghdad menjadi pusat perdagangan utama di Jalur Sutra, menarik pedagang dari seluruh dunia. Keberhasilan Baghdad juga berkat kebijakan inklusif Dinasti Abbasiyah. Berbeda dengan era Umayyah yang mendiskriminasi mawali , Abbasiyah secara hati-hati memberikan posisi penting kepada mualaf dari etnis lain dan bahkan non-Muslim. Kebijakan ini secara langsung menarik beragam talenta dari berbagai latar belakang, yang menjadi fondasi bagi kemajuan intelektual di kota tersebut.
Revolusi Intelektual: Gerakan Penerjemahan dan Baitul Hikmah
Puncak intelektual Abbasiyah adalah gerakan penerjemahan besar-besaran, yang diorganisir di Baitul Hikmah (Rumah Kebijaksanaan) di Baghdad. Awalnya, Baitul Hikmah hanyalah perpustakaan pribadi yang didirikan oleh Khalifah Harun al-Rasyid. Namun, pada masa Khalifah al-Ma’mun, institusi ini dikembangkan dan diformalisasi menjadi sebuah akademi besar dan pusat riset. Khalifah al-Ma’mun secara pribadi mengirim delegasi untuk membeli manuskrip filosofis dan ilmiah di Konstantinopel dan mengumpulkan buku-buku klasik dari India dan Persia.
Di Baitul Hikmah, para ilmuwan dari berbagai latar belakang—Muslim, Kristen, Yahudi, dan Zoroaster—bekerja sama untuk menerjemahkan karya-karya kuno dari peradaban Yunani, Persia, dan India ke dalam bahasa Arab. Gerakan ini membuka pintu bagi dunia Islam untuk menguasai ilmu pengetahuan dan pemikiran filsafat yang pernah berkembang pada masa itu.
Kemajuan di Bidang Sains, Teknologi, dan Sastra
Dukungan kuat dari para khalifah menghasilkan serangkaian pencapaian monumental di berbagai disiplin ilmu. Dalam bidang matematika, Al-Khawarizmi, yang dianggap sebagai “Bapak Aljabar,” menulis buku yang menjadi dasar bagi ilmu aljabar. Karyanya juga memperkenalkan penggunaan angka Arab di seluruh dunia, dan istilah “algoritma” berasal dari namanya.
Ilmu kedokteran juga berkembang pesat. Pada puncaknya, Baghdad memiliki lebih dari 800 dokter. Tokoh-tokoh seperti Ibnu Sina, yang dijuluki “Bapak Kedokteran Modern,” menulis ensiklopedia medis monumental berjudul al-Qanun fi at-Tibb. Ilmuwan lain, Ar-Razi, tercatat sebagai orang pertama yang menjelaskan penyakit cacar dengan detail. Dalam bidang optik, Ibnu al-Haitsam (Alhazen) merevolusi pemahaman tentang penglihatan dengan membuktikan bahwa mata menerima cahaya, bukan memancarkannya, dan dianggap sebagai pelopor ilmu optik modern.
Kemajuan teknologi juga tak kalah penting. Kontak dengan Cina memperkenalkan teknologi kertas ke dunia Islam, yang segera ditindaklanjuti dengan pendirian pabrik kertas pertama di Samarkand. Teknologi ini merevolusi industri buku dan secara drastis meningkatkan literasi dan penyebaran ilmu pengetahuan.
Dinamika Ekonomi: Industri, Perdagangan, dan Pertanian
Perekonomian yang terkelola dengan baik adalah pilar utama kejayaan Abbasiyah. Para khalifah menaruh perhatian besar pada sektor pertanian, yang merupakan sumber pendapatan terbesar bagi masyarakat dan negara. Mereka melakukan investasi untuk meningkatkan kesuburan tanah dan membangun infrastruktur pendukung.
Sektor industri juga berkembang pesat, dengan kota-kota yang terkenal akan produksinya. Basrah terkenal dengan industri sabun dan gelas, Kufah dengan sutera, dan Baghdad sendiri memiliki industri tekstil, gelas, dan keramik mewah.
Dalam sektor perdagangan, Baghdad menjadi kota dagang terbesar di dunia pada masanya, dengan Sungai Tigris dan Eufrat sebagai jalur utama perdagangan internasional. Kapal-kapal dagang Abbasiyah mencapai Tiongkok, India, hingga ke pesisir Afrika. Untuk memastikan kelancaran perdagangan, Khalifah Harun al-Rasyid bahkan membentuk badan khusus yang bertugas mengawasi pasar, mengatur harga, dan mencegah kolusi.
Zaman Keemasan bukanlah kebetulan, melainkan hasil dari hubungan yang saling memperkuat antara stabilitas politik, kemakmuran ekonomi, dan dukungan intelektual. Stabilitas politik yang diciptakan oleh al-Mansur memungkinkan pembangunan ekonomi yang masif. Kemakmuran ekonomi ini menghasilkan surplus fiskal yang memungkinkan para khalifah, terutama Harun al-Rasyid dan al-Ma’mun, untuk menjadi patron bagi proyek-proyek intelektual yang mahal. Dukungan intelektual ini, yang terpusat di Baitul Hikmah, menarik para cendekiawan dari berbagai etnis dan agama, menciptakan masyarakat kosmopolitan yang dinamis. Baitul Hikmah tidak hanya mengumpulkan ilmu, tetapi juga menjadi pusat inovasi yang secara tidak langsung mendukung ekonomi. Dengan demikian, setiap elemen saling memperkuat satu sama lain, menciptakan puncak peradaban yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Tokoh-Tokoh Sentral Kekhalifahan Abbasiyah
Kekhalifahan Abbasiyah tidak akan mencapai kejayaannya tanpa peran sentral dari para tokoh kunci, baik di arena politik maupun intelektual.
Arsitek Revolusi
- Abu al-Abbas as-Saffah (750-754 M) : Pendiri dan khalifah pertama yang mengonsolidasikan kekuasaan melalui tindakan keras dan brutal, memberantas sisa-sisa Kekhalifahan Umayyah.
- Abu Ja’far al-Mansur (754-775 M) : Khalifah kedua yang memantapkan fondasi negara. Ia dikenal sebagai politikus licik yang menyingkirkan rivalnya, termasuk Abu Muslim al-Khurasani, dan pendiri kota Baghdad.
- Abu Muslim al-Khurasani: Seorang jenderal militer yang sangat berpengaruh dan disiplin. Kontribusinya dalam memimpin pemberontakan di Khurasan sangat krusial bagi kemenangan militer Abbasiyah.
Khalifah Sang Pelindung Ilmu Pengetahuan
- Harun al-Rashid (786-809 M) : Khalifah kelima yang diakui sebagai pemimpin yang membawa Kekhalifahan ke puncak kejayaan. Masa pemerintahannya ditandai dengan kemakmuran, kemajuan ilmu pengetahuan, dan pendirian Baitul Hikmah. Meskipun demikian, ia juga dikenal karena intrik politiknya, seperti eksekusi terhadap keluarga Barmakid.
- Al-Ma’mun (813-833 M) : Khalifah ketujuh yang sangat menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Ia adalah seorang intelektual yang mengembangkan dan memformalkan Baitul Hikmah menjadi sebuah akademi besar, meskipun masa pemerintahannya juga diwarnai oleh konflik suksesi dengan saudaranya Al-Amin dan pemberontakan internal.
Para Penggerak Peradaban: Wazir dan Ilmuwan
- Keluarga Barmakid: Keluarga Persia yang memegang peran krusial dalam pemerintahan sebagai wazir atau perdana menteri. Mereka membawa tradisi birokrasi Persia yang efisien dan berpengalaman ke dalam pemerintahan Abbasiyah. Salah satu anggotanya, Yahya ibn Khalid, adalah mentor Khalifah Harun al-Rasyid dan memainkan peran penting dalam administrasi negara.
- Tokoh Ilmuwan: Era Abbasiyah melahirkan banyak ilmuwan brilian yang karyanya memiliki dampak global:
- Ibnu Sina (Avicenna): Seorang dokter dan filsuf dari Bukhara yang dikenal sebagai “Bapak Kedokteran Modern”. Karyanya yang paling terkenal, al-Qanun fi at-Tibb, menjadi rujukan utama dalam dunia kedokteran selama berabad-abad.
- Al-Khawarizmi: Ahli matematika yang karyanya menjadi fondasi bagi aljabar dan algoritma. Karyanya tentang perhitungan dan penyelesaian menjadi landasan bagi matematika modern.
- Ar-Razi (Razes): Seorang ahli kimia dan kedokteran yang pertama kali berhasil menjelaskan penyakit cacar dengan detail.
- Ibnu al-Haitsam (Alhazen): Pelopor ilmu optik modern yang menentang teori kuno tentang penglihatan dan membuktikannya melalui eksperimen.
Tabel berikut menyajikan kronologi khalifah-khalifah utama dan tokoh sentral Kekhalifahan Abbasiyah.
Khalifah Utama | Periode Kekuasaan | Peran Kunci | ||
Abu al-Abbas as-Saffah | 750-754 M | Pendiri dan konsolidator kekuasaan | ||
Abu Ja’far al-Mansur | 754-775 M | Pendiri Baghdad, stabilisator birokrasi | ||
Harun al-Rashid | 786-809 M | Memimpin di puncak kejayaan, pendiri Baitul Hikmah | ||
Al-Ma’mun | 813-833 M | Patron ilmu pengetahuan, memformalkan Baitul Hikmah | ||
Al-Mutawakkil | 847-861 M | Awal masa dominasi militer Turki | ||
Al-Musta’sim | 1242-1258 M | Khalifah terakhir yang berkuasa di Baghdad | ||
Tokoh Non-Khalifah | Peran Kunci | |||
Muhammad bin Ali | Arsitek gerakan rahasia Abbasiyah | |||
Ibrahim al-Imam | Pemimpin gerakan yang cerdas berdiplomasi | |||
Abu Muslim al-Khurasani | Jenderal militer yang tak tergantikan | |||
Keluarga Barmakid | Wazir yang mengelola administrasi dan birokrasi | |||
Al-Khawarizmi | Ilmuwan yang menjadi fondasi aljabar dan algoritma | |||
Ibnu Sina | “Bapak Kedokteran Modern” | |||
Kemunduran dan Kehancuran
Kehancuran Kekhalifahan Abbasiyah bukanlah peristiwa instan, melainkan hasil dari proses disintegrasi yang panjang yang berakar dari faktor-faktor internal dan eksternal.
Disintegrasi Internal: Krisis Kepemimpinan dan Fragmentasi Politik
Meskipun mencapai puncak kejayaan, Kekhalifahan Abbasiyah mulai menunjukkan tanda-tanda kemunduran sejak periode kedua. Krisis suksesi yang berulang, terutama setelah Harun al-Rasyid, memicu perang saudara yang melemahkan negara. Banyak khalifah yang berkuasa setelahnya tidak memiliki kekuatan atau otoritas yang cukup, sehingga kekuasaan sesungguhnya beralih ke tangan pemimpin militer, khususnya dari Bangsa Turki. Khalifah menjadi figur simbolik atau religius tanpa pengaruh politik yang nyata.
Pada periode ini, Kekhalifahan Abbasiyah mengalami fragmentasi politik yang parah. Gubernur dan dinasti lokal, seperti Dinasti Buwaihiyah Syiah di Iran dan Saljuk Sunni di Baghdad, secara efektif melepaskan diri dari kontrol pusat. Otoritas khalifah menjadi seremonial belaka, dan kekuasaan riil beralih ke tangan penguasa lokal yang sering kali bersaing satu sama lain. Krisis ekonomi juga memperburuk keadaan. Pembagian wilayah memicu perpecahan ekonomi dan korupsi yang meluas, mengakibatkan kemerosotan perdagangan dan ketidakpuasan rakyat.
Invasi Mongol: Pukulan Mematikan yang Mengakhiri Sejarah
Invasi Mongol pada tahun 1258 M menjadi pukulan mematikan yang mengakhiri sejarah Kekhalifahan Abbasiyah. Pasukan Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan mengepung Baghdad setelah Khalifah terakhir, Al-Musta’sim, menolak tawaran damai dan tidak melakukan persiapan pertahanan yang memadai. Dinding kota tidak diperkuat, dan tidak ada upaya untuk meminta bantuan dari penguasa Muslim lainnya.
Baghdad jatuh dalam waktu singkat. Hulagu Khan membantai puluhan hingga ratusan ribu penduduk, menghancurkan istana, masjid, dan perpustakaan, termasuk Baitul Hikmah. Khalifah Al-Musta’sim dibiarkan hidup sebentar untuk menyaksikan kehancuran kotanya, lalu dieksekusi dengan cara yang brutal. Invasi ini menandai berakhirnya lima abad Kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad dan kerugian besar bagi warisan budaya dan ilmiah Islam.
Analisis terhadap keruntuhan Kekhalifahan Abbasiyah menunjukkan bahwa invasi Mongol adalah katalis yang mematikan, bukan satu-satunya penyebab. Krisis suksesi dan disintegrasi politik yang berkepanjangan setelah masa Harun al-Rasyid memulai tren penurunan otoritas khalifah. Kondisi ini membuka jalan bagi dominasi militer dan kebangkitan dinasti-dinasti lokal yang secara efektif memecah belah kekuasaan. Fragmentasi politik ini menciptakan ketidakstabilan yang membuka peluang bagi kekuatan eksternal dan membuat pertahanan militer menjadi rapuh. Invasi Mongol terjadi pada saat Kekhalifahan sudah lemah, tidak bersatu, dan tidak mampu mengorganisir pertahanan yang efektif. Dengan demikian, kehancuran Kekhalifahan Abbasiyah adalah contoh klasik dari kombinasi kegagalan internal yang berkepanjangan, yang dipercepat oleh serangan eksternal yang mematikan.
Kesimpulan
Kekhalifahan Abbasiyah mewakili periode yang kompleks dan dinamis dalam sejarah Islam. Perjalanannya, dari kebangkitan revolusioner yang didorong oleh strategi politik cerdas dan akomodasi terhadap kaum non-Arab, melewati puncak peradaban yang didukung oleh hubungan simbiosis antara stabilitas, ekonomi, dan intelektualisme, hingga keruntuhan yang disebabkan oleh disintegrasi internal yang berkepanjangan dan pukulan fatal dari luar.
Meskipun berakhir secara tragis di tangan Mongol, warisan Kekhalifahan Abbasiyah tetap abadi. Melalui gerakan penerjemahan dan inovasi ilmiah, mereka tidak hanya melestarikan pengetahuan dari peradaban kuno, tetapi juga mengembangkannya, meletakkan fondasi bagi Renaisans Eropa dan kemajuan peradaban global. Pencapaian “peradaban emas” yang mereka raih meninggalkan jejak yang tak terhapuskan, dan ironisnya, menurut beberapa sejarawan, peradaban sebesar itu belum pernah muncul kembali sejak keruntuhan mereka. Kekhalifahan Abbasiyah, dengan segala kejayaan dan kegagalannya, tetap menjadi studi kasus yang kaya dan penting tentang naik turunnya sebuah kekuasaan yang membentuk jalan sejarah.
Daftar Pustaka :
- Sejarah Awal Daulah Abbasiyah – Republika.id, accessed September 10, 2025, https://www.republika.id/posts/21344/sejarah-awal-daulah-abbasiyah
- PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN PADA MASA … – journal, accessed September 10, 2025, https://ejournal.stkippacitan.ac.id/ojs3/index.php/baksooka/article/download/650/517
- PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA BANI ABBASIYYAH Dosen Pengampu: Diyah Pertywi Setyawati, S.Pd., M.M. Makalah Ini Dibuat untuk Memen, accessed September 10, 2025, https://mynida.stainidaeladabi.ac.id/asset/file_pertemuan/eae62-makalah-perkembangan-islam-pada-masa-bani-abbasiyyah-1-.pdf
- Revolusi Bani Abbasiyah Menggusur Kuasa Bani Umayyah – Tirto.id, accessed September 10, 2025, https://tirto.id/revolusi-bani-abbasiyah-menggusur-kuasa-bani-umayyah-cLiw
- DISINTEGRASI POLITIK PADA MASA DINASTI BANI ABBAS SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Humanio – Repositori UIN Alauddin Makassar, accessed September 10, 2025, https://repositori.uin-alauddin.ac.id/5197/1/SYAHARUDDIN.pdf
- 5 Tokoh Pendiri Dinasti Abbasiyah beserta Perannya | kumparan.com, accessed September 10, 2025, https://kumparan.com/sejarah-dan-sosial/5-tokoh-pendiri-dinasti-abbasiyah-beserta-perannya-24tuhlr1T6o
- Daftar Nama Khalifah yang Memimpin Bani Abbasiyah dan … – Tirto.id, accessed September 10, 2025, https://tirto.id/daftar-nama-khalifah-yang-memimpin-bani-abbasiyah-dan-periodenya-gYdS
- “SEJARAH KOTA BAGHDAD DALAM PERADABAN ISLAM MASA ABBASIYAH TAHUN 762-1258 M” SKRIPSI, accessed September 10, 2025, http://digilib.uinsa.ac.id/25387/7/Maslikhatin_A02213051.pdf
- DINASTI BANI ABASSIYAH, POLITIK, PERADABAN DAN INTELEKTUAL Abstrak Pada masa kerajaan Abbasiah kekuasaan islam bertambah luas – FTK UIN Banten, accessed September 10, 2025, https://ftk.uinbanten.ac.id/journals/index.php/geneologi/article/download/233/233/706
- Nostalgia: 8 Pencapaian Kekhalifahan Abbasiyah Sebagai Zaman …, accessed September 10, 2025, https://bulir.id/nostalgia-8-pencapaian-kekhalifahan-abbasiyah-sebagai-zaman-keemasan-islam/
- View of Pemikiran Ekonomi Islam Masa Daulah Abbasiyah | Journal …, accessed September 10, 2025, https://jurnal.ubs-usg.ac.id/index.php/joeb/article/view/516/749
- Struktur Kerajaan Abbasiyah, accessed September 10, 2025, http://sejarahkerajaanabbasiyah1.blogspot.com/2016/02/struktur-kerajaan-abbasiyah.html
- Epicenter of Knowledge; A Historic Exploration of Bayt Al Hikmah’s Significance, accessed September 10, 2025, https://pu.edu.pk/images/journal/english/PDF/7_58-1_Jan_22.pdf
- Al-Maʾmūn | Research Starters – EBSCO, accessed September 10, 2025, https://www.ebsco.com/research-starters/biography/al-mamun
- Islam: Empire of Faith – Profiles – Mamun – PBS, accessed September 10, 2025, https://www.pbs.org/empires/islam/profilesmamun.html
- kontribusi masa khalifah al-ma’mun terhadap dunia pendidikan islam, accessed September 10, 2025, https://ejournal.kopertais4.or.id/mataraman/index.php/wutsqa/article/download/2488/1831/
- Harun al Rashid – History of Islam, accessed September 10, 2025, https://historyofislam.com/contents/the-classical-period/harun-al-rashid/
- Sistem Ekonomi Dinasti Abbasiyah (Tinjauan Historis Masa Pemerintahan Khalifah Al-Mansur), accessed September 10, 2025, https://fsy.uinbanten.ac.id/journal/index.php/mua/article/download/4653/3157/14084
- Hārūn al-Rashīd | Abbasid Caliph & Legendary Ruler – Britannica, accessed September 10, 2025, https://www.britannica.com/biography/Harun-al-Rashid
- The Barmakids – The School of Abbasid Studies, accessed September 10, 2025, https://www.abbasidstudies.org/abbasids/barmakids/
- BAB III PERAN KELUARGA BARMAK DALAM PEMERINTAHAN DINASTI ABBASIYAH A. Peran keluarga Barmak dalam pemerintahan Dinasti Abbasiyah, accessed September 10, 2025, http://digilib.uinsa.ac.id/5225/6/Bab%203.pdf
- PERADABAN ISLAM MASA DINASTI ABBASIYAH (PERIODE KEMUNDURAN) | ISTORIA, accessed September 10, 2025, https://journal.uny.ac.id/index.php/istoria/article/view/38076
- Serbuan Pasukan Mongol Menghancurkan Kekhalifahan Abbasiyah, accessed September 10, 2025, https://tirto.id/serbuan-pasukan-mongol-menghancurkan-kekhalifahan-abbasiyah-exvF
- Invasi Mongol ke Kerajaan Islam (bagian 2) – Cerita kisah cinta penggugah jiwa, accessed September 10, 2025, https://kisahmuslim.com/3242-invasi-mongol-ke-kerajaan-islam-bagian-2.html