Prolog: W.S. Rendra, Sang Burung Merak Panggung dan Sastra

Willibrordus Surendra Broto Narendra, yang lebih dikenal dengan nama pena W.S. Rendra, merupakan salah satu tokoh sentral dalam sejarah kesusastraan dan kebudayaan modern Indonesia. Dikenal luas sebagai penyair, dramawan, aktivis, dan sutradara teater, Rendra memulai kiprahnya pada era 1950-an dan terus berkarya hingga akhir hayatnya. Sosoknya yang flamboyan dan berani di atas panggung membuatnya mendapatkan julukan ikonis “Si Burung Merak” dari sahabatnya, Mbah Surip. Julukan ini, yang secara eksplisit dikaitkan dengan gaya puisinya yang teatrikal, kritik sosial yang tajam, dan inovasinya di dunia teater, bukan sekadar nama panggilan, melainkan sebuah representasi dari persona artistiknya yang unik.

Merak, dengan keindahan dan ekspresi visualnya yang mencolok, seringkali melambangkan keanggunan dan kepercayaan diri, tetapi juga arogansi dan keberanian yang tidak konvensional. Analogi ini secara sempurna mencerminkan karakter Rendra. Ia menggunakan panggung dan puisi sebagai medium yang mencolok dan tak kenal takut untuk menyuarakan kebenaran. Persona “Si Burung Merak” ini menjadi simbol dari seorang seniman yang percaya diri, mencolok, dan tidak gentar dalam menggunakan seninya sebagai alat perjuangan, bahkan di bawah tekanan politik yang represif. Laporan ini akan mengulas secara komprehensif perjalanan hidupnya yang luar biasa, dari awal mula pembentukan diri dan visinya hingga warisan abadi yang ia tinggalkan bagi generasi penerus.

Biografi Intelektual dan Perjalanan Kreatif Awal

Latar Belakang dan Pembentukan Diri

Willibrordus Surendra Broto Narendra dilahirkan di Solo, Jawa Tengah, pada 7 November 1935. Nama lengkapnya ini kemudian ia ubah menjadi Rendra setelah memeluk agama Islam pada tahun 1970. Ia juga dikenal dengan nama Wahyu Sulaiman. Rendra berasal dari keluarga Katolik, dari pasangan R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan Raden Ayu Catharina Ismadillah. Ayahnya adalah seorang guru, sementara ibunya merupakan seorang penari serimpi keraton Yogyakarta. Ayahnya memainkan peran penting dalam menumbuhkan bakat kreatifnya, bahkan memberikan mesin ketik sebagai hadiah ulang tahun agar Rendra bisa lebih produktif dalam berkarya.

Sejak masa kanak-kanak, Rendra menunjukkan bakat luar biasa di bidang seni. Ia menempuh pendidikan dari TK Marsudirini hingga menamatkan SMA di SMA Katolik St. Yosef, Solo. Bakat sastranya sudah terlihat sejak ia duduk di bangku SMP, di mana ia mulai menulis puisi, cerpen, dan drama untuk kegiatan sekolah. Pada usia 17 tahun, saat masih duduk di bangku SMA, puisi-puisinya sudah mulai dipublikasikan di berbagai media massa, termasuk Majalah Siasat pada tahun 1952.

Pembentukan Visi Artistik

Setelah lulus SMA pada tahun 1955, Rendra melanjutkan pendidikannya di Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Sastra dan Kebudayaan, Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta. Namun, ia tidak menyelesaikan kuliahnya. Rendra mengambil keputusan ini karena ia telah mendapatkan penghasilan dari karya-karyanya sendiri, sebuah fakta yang menunjukkan bahwa ia lebih memprioritaskan praktik kreatif daripada pendidikan formal. Pendekatan ini merupakan manifestasi awal dari etos hidupnya yang kemudian ia kembangkan dalam komunitas Bengkel Teater: fokus pada pengalaman praktis dan kemandirian, bukan pada formalitas akademis.

Pada tahun 1964, Rendra memperoleh beasiswa untuk mengikuti seminar Humaniora di Harvard University atas undangan Henry Kissinger, yang kemudian dilanjutkan dengan studi formal di American Academy of Dramatic Arts (AADA) di New York hingga tahun 1967. Pengalaman ini menjadi momen krusial dalam perjalanan artistiknya. Di Amerika, Rendra tidak hanya mendalami teknik-teknik teater Barat, tetapi juga bersentuhan dengan fenomena seni pemberontakan yang sedang bergolak di sana. Pengalaman ini tidak ia salin mentah-mentah, melainkan ia sintesis dengan tradisi ritual dan budaya Indonesia. Kemampuannya menerjemahkan karya-karya klasik seperti Aristophanes, Sophocles, dan Bertolt Brecht ke dalam bahasa Indonesia kemudian dipentaskan menjadi bukti nyata dari perannya sebagai jembatan antara teater Barat dan tradisi lokal, yang pada akhirnya melahirkan bentuk-bentuk seni yang orisinal dan berpengaruh.

Tabel berikut menyajikan kronologi singkat kehidupan dan karier W.S. Rendra.

Tahun Peristiwa Penting
1935 Lahir di Surakarta, Hindia Belanda.
1952 Puisi pertamanya diterbitkan di Majalah Siasat.
1954 Mendapatkan Hadiah Pertama Sayembara Penulisan Drama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Yogyakarta.
1955 Menamatkan SMA di Solo.
1956 Mendapatkan Hadiah Sastra Nasional BMKN.
1957 Menerbitkan kumpulan puisi pertama, Balada Orang-Orang Tercinta.
1964 Pergi ke Amerika Serikat untuk studi.
1967 Mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta.
1970 Menerima Anugerah Seni dari Pemerintah Indonesia.
1978 Ditahan oleh pihak berwajib setelah pembacaan puisi yang dianggap menghasut.
1994 Ditahan kembali karena memprotes pembredelan media.
2009 Tutup usia di Depok, Jawa Barat.

Puisi Rendra: Suara Hati dan Protes Sosial

Perkembangan Stilistik Puisi

Puisi-puisi Rendra mengalami evolusi yang signifikan sepanjang kariernya, mencerminkan perubahan pemikiran dan realitas sosial yang ia hadapi. Periode kepenyairannya dapat dibagi menjadi beberapa fase. Fase awal yang disebut “Puber Pertama” (1954-1958) ditandai dengan karya-karya yang lugas dan romantis, mengeksplorasi tema-tema percintaan remaja secara sederhana dan tulus. Kumpulan puisinya pada masa ini, seperti Balada Orang-Orang Tercinta (1957), mencerminkan perasaan dan pengalaman personal.

Setelah kembali dari Amerika Serikat, puisinya memasuki fase yang lebih kritis, yang oleh para kritikus sering disebut sebagai “puisi pamflet”. Pada periode “Puber Kedua” (1968-1977), karya-karyanya menjadi alat yang eksplisit untuk kritik sosial dan politik. Kumpulan puisi seperti Potret Pembangunan dalam Puisi (1983) secara tajam mengkritik kebijakan pembangunan yang dijalankan oleh rezim Orde Baru.

Terlepas dari tema yang diusungnya, gaya penulisan Rendra memiliki karakteristik khas. Diksi yang ia pilih terkesan sederhana, namun mampu menciptakan kekuatan dan keindahan yang mendalam. Ia menggunakan tipografi bebas, di mana jumlah baris dan bait tidak terikat aturan, melainkan disesuaikan dengan maksud yang ingin disampaikan. Puisi-puisinya juga kaya akan penggunaan majas seperti metafora, personifikasi, dan pengulangan, serta simbolisme untuk menyampaikan pesan-pesan yang kompleks.

Analisis Kritis Puisi-Puisi Ikonis

Dualitas tema adalah salah satu ciri khas dalam karya Rendra. Meskipun dikenal sebagai penyair protes yang urakan dan tajam, ia juga merupakan seorang liris yang mendalam, yang mampu menuangkan perasaan cinta dan kerinduan dengan sensitivitas. Puisinya tidak hanya membahas ketidakadilan sosial dan politik, tetapi juga menyentuh aspek-aspek personal seperti religiusitas dan kerinduan. Kesejajaran antara tema-tema yang tampaknya bertolak belakang ini menunjukkan spektrum emosional dan intelektual Rendra yang luas, yang tidak memisahkan persoalan pribadi dari isu-isu publik.

Salah satu karya Rendra yang paling ikonik adalah “Sajak Sebatang Lisong.” Puisi ini merupakan kritik sosiologis yang menohok terhadap ketidakadilan di masa Orde Baru. Puisi ini menggambarkan “dua tiga cukong mengangkang, berak di atas kepala mereka,” sebuah metafora lugas yang menyimbolkan kemewahan dan kesewenang-wenangan para pejabat atau penguasa ekonomi yang korup. Kontrasnya dipertegas dengan gambaran “delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan,” yang mencerminkan ketidakpedulian penguasa terhadap nasib rakyat jelata.

“Sajak Kenalan Lamamu” juga menegaskan posisi Rendra sebagai kritikus politik yang vokal. Dalam puisi ini, ia secara langsung mengutip, “Politik adalah cara merampok dunia”. Pernyataan ini menunjukkan pandangannya yang sinis terhadap praktik politik yang tidak lagi berorientasi pada pengabdian, melainkan pada akumulasi kekuasaan dan kekayaan.

Penting untuk dipahami bahwa meskipun puisinya sangat politis, karya-karya Rendra tidak kehilangan kualifikasi kesastraannya. Ia merupakan penyair yang sangat berdisiplin dan menguasai berbagai “bentuk” puisi, baik balada, lirik, maupun puisi naratif. Kemampuannya dalam mengolah diksi, metafora, dan struktur menjadikan puisinya abadi, melampaui konteks sosial dan historis masa itu. Hal ini membuktikan bahwa keberaniannya dalam menyampaikan kritik tidak terlepas dari keahlian artistiknya yang luar biasa.

Drama Rendra: Panggung sebagai Arena Perlawanan

Inovasi Teatrikal: Teater Mini Kata

Setelah kembali ke Indonesia pada tahun 1967, Rendra mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta sebagai wadah untuk bereksperimen dengan bentuk-bentuk teater baru. Salah satu inovasi paling signifikan yang ia perkenalkan adalah konsep “Teater Mini Kata,” sebuah istilah yang dicetuskan oleh Goenawan Mohamad. Teater Mini Kata adalah jenis pertunjukan yang sengaja “sedikit sekali menggunakan kata” dan nyaris hanya mengandalkan gerak, improvisasi, serta suara-suara sederhana seperti “bip bop” atau “zzzzz”.

Inovasi ini lebih dari sekadar eksperimen estetika; ia juga merupakan pernyataan politik. Pada masa di mana kebebasan berpendapat dikekang dan narasi verbal seringkali digunakan untuk menyamarkan kebenaran, Rendra memilih untuk memberontak terhadap “kecerewetan kata-kata”. Dengan mengurangi dialog, ia memaksa penonton untuk berimajinasi dan menafsirkan makna melalui bahasa tubuh dan ekspresi non-verbal. Pendekatan ini merupakan strategi perlawanan yang cerdas, menggunakan bahasa yang sulit disensor untuk menyampaikan pesan-pesan yang mendalam tentang kondisi sosial dan politik, yang pada akhirnya merevolusi bentuk pertunjukan teater di Indonesia.

Drama-Drama Berisi Kritik Sosial

Rendra menggunakan dramanya sebagai medium untuk mengkritik isu-isu sosial dan politik yang aktual di masa Orde Baru, seperti ketidakadilan, ketimpangan sosial, korupsi, dan birokrasi yang otoriter.

  1. Kisah Perjuangan Suku Naga (1975): Drama ini merupakan alegori tajam yang menggambarkan perjuangan Suku Naga, sebuah komunitas adat, dalam mempertahankan tanah dan budaya mereka dari proyek pertambangan yang dikendalikan oleh pemerintah dan modal asing. Drama ini mencerminkan pandangan Rendra yang menentang eksploitasi masyarakat adat dan sumber daya alam demi ambisi “pembangunan” yang menguntungkan para penguasa dan kapitalisme. Melalui karakter seperti Suku Naga yang memegang teguh adat mereka dan Petinggi Pemerintah Astinam yang hanya peduli pada keuntungan pribadi, Rendra secara cerdas mengkritik ketimpangan yang terjadi di Indonesia pada masa itu.
  2. Panembahan Reso (1986): Drama ini menjadi mahakarya Rendra yang menyingkap intrik kekuasaan. Ceritanya berpusat pada perebutan takhta di sebuah kerajaan yang diwarnai oleh pengkhianatan, ambisi buta, dan kekerasan. Plotnya yang kompleks, yang melibatkan Ratu Dara yang licik dan Panji Reso yang ambisius, secara jelas merefleksikan dan mengkritik praktik-praktik politik kotor yang lazim di era Orde Baru. Penggunaan alegori dalam drama-drama ini adalah strategi intelektual yang brilian. Dengan menciptakan dunia fiksi yang memiliki paralelisme dengan realitas, Rendra berhasil menyampaikan kritik pedasnya tanpa harus menyerang pemerintah secara langsung, memungkinkannya untuk lolos dari sensor sementara tetap menggugah kesadaran publik.

Berikut adalah daftar karya penting W.S. Rendra dalam kategori puisi dan drama.

Judul Karya Tahun Kategori
Balada Orang-Orang Tercinta 1957 Puisi
4 Kumpulan Sajak 1961 Puisi
Orang-Orang di Tikungan Jalan 1954 Drama
Blues untuk Bonie 1971 Puisi
Sajak-Sajak Sepatu Tua 1972 Puisi
Mastodon dan Burung Kondor 1972 Drama
Kisah Perjuangan Suku Naga 1975 Drama
Sekda 1977 Drama
Potret Pembangunan dalam Puisi 1983 Puisi
Panembahan Reso 1986 Drama
Nyanyian Orang Urakan 1985 Puisi
Disebabkan oleh Angin 1993 Puisi
Orang-Orang Rangkas Bitung 1993 Puisi

Konfrontasi, Julukan, dan Warisan Abadi

Konfrontasi dengan Kekuasaan dan Penangkapan

Sikap kritis W.S. Rendra membuatnya beberapa kali berhadapan langsung dengan rezim Orde Baru yang otoriter. Konfrontasi ini tidak hanya terjadi melalui karyanya, tetapi juga dalam bentuk aksi nyata. Ia pernah ditahan pada Mei 1978 setelah membacakan puisi-puisi yang dianggap “menghasut” di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Akibatnya, pementasan dramanya seperti  Sekda dan Mastodon dan Burung Kondor juga dilarang. Penangkapan ini mempertegas peran Rendra sebagai aktivis yang menggunakan seni sebagai alat perlawanan.

Peristiwa penangkapan kedua yang paling terkenal terjadi pada 27 Juni 1994, ketika ia terlibat dalam aksi unjuk rasa memprotes pembredelan tiga media massa: majalah Tempo, Editor, dan tabloid Detik. Rendra ditangkap sesaat setelah membacakan puisinya di depan Departemen Penerangan, dituduh melanggar ketentuan berkumpul di tempat umum tanpa izin. Peristiwa-peristiwa ini menunjukkan bahwa Rendra tidak hanya berani mengkritik melalui karyanya, tetapi juga membela kebebasan berekspresi secara langsung.

Warisan dan Pengaruh Abadi

Rendra meninggalkan warisan yang melampaui puisi dan drama. Ia bukan hanya sekadar seniman, tetapi juga seorang pendidik dan katalisator bagi generasi seniman muda. Melalui Bengkel Teater, ia tidak hanya menciptakan karya, tetapi juga “membangun tradisi pemikiran” yang mendorong eksplorasi seni yang lebih bebas dan ekspresif. Salah satu aspek paling unik dari warisannya adalah filosofinya yang tidak menginginkan adanya penerus dirinya. Ia secara sadar mengubah nama kelompoknya menjadi Bengkel Teater Rendra, sebuah tindakan yang pada satu sisi mengidentifikasi kelompoknya secara kuat dengan namanya, tetapi pada sisi lain, ia juga mendorong murid-muridnya untuk mandiri dan mendirikan kelompok teater mereka sendiri. Ini menegaskan bahwa warisan terbesarnya bukanlah sebuah institusi yang kaku, melainkan sebuah semangat kreativitas, kemandirian, dan keberanian yang diwariskan kepada setiap individu.

Rendra juga mendapatkan pengakuan formal dari berbagai pihak atas kontribusinya. Ia menerima berbagai penghargaan, seperti Hadiah Sastra Nasional BMKN (1956) dan Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1970). Bahkan, UGM, almamater yang tidak ia selesaikan, memberinya gelar Doktor Honoris Causa sebagai pengakuan atas jasa dan peran luar biasanya. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusinya melampaui batas-batas akademis konvensional dan diakui secara luas.

Nama Penghargaan Tahun
Hadiah Pertama Sayembara Penulisan Drama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Yogyakarta 1954
Hadiah Sastra Nasional BMKN 1956
Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia 1970
Hadiah Akademi Jakarta 1975
Hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1976
Penghargaan Adam Malik 1989
The S.E.A. Write Award 1996
Penghargaan Achmad Bakri 2006

Epilog: Rendra dan Kesenian yang Tak Pernah Mati

Sebagai kesimpulan, W.S. Rendra adalah sosok multidimensional yang melampaui batasan profesi tunggal. Ia merupakan penyair yang menyuarakan kerinduan personal sekaligus protes sosial, seorang dramawan yang merevolusi panggung teater, dan seorang aktivis yang membela kebebasan berekspresi. Warisannya tetap hidup dan relevan hingga saat ini, tidak hanya karena keberaniannya dalam mengkritik kekuasaan, tetapi juga karena kemampuannya dalam mengolah seni menjadi sebuah medium yang kuat dan universal. Puisi-puisinya masih dibaca, drama-dramanya masih dipentaskan, dan pemikirannya terus dikaji oleh berbagai kalangan, membuktikan bahwa seni yang sejati bukanlah sekadar hiburan, melainkan sebuah alat perjuangan yang mampu menggerakkan kesadaran dan meruntuhkan tembok-tembok ketidakadilan. W.S. Rendra telah tiada, tetapi semangat “Si Burung Merak” yang berani dan ekspresif akan terus hidup dalam setiap kata dan gerak yang mencari kebenaran.

 

Daftar Pustaka :

  1. WS Rendra, Penyair yang Dijuluki Si Burung Merak – Kompas.com, accessed September 14, 2025, https://www.kompas.com/stori/read/2022/04/08/080000779/ws-rendra-penyair-yang-dijuluki-si-burung-merak?page=all
  2. BIOGRAFI W.S. RENDRA – Literasiliwangi, accessed September 14, 2025, https://www.literasiliwangi.com/content/read/bahasa-dan-sastra/297/biografi-w-s-rendra/
  3. Sejarah Lahirnya W.S. Rendra 7 November 1935 – Tirto.id, accessed September 14, 2025, https://tirto.id/sejarah-lahirnya-ws-rendra-7-november-1935-elgc
  4. Biography of W.S Rendra – The Literature Of Indonesia, accessed September 14, 2025, http://lit3ratur3.blogspot.com/2013/06/biography-of-ws-rendra.html
  5. Biografi WS RENDRA23 | PDF | Seni – Scribd, accessed September 14, 2025, https://id.scribd.com/document/641084892/Biografi-WS-RENDRA23
  6. DRAMA WS RENDRA SEBAGAI KRITIK SOSIAL TAHUN 1973-1977, accessed September 14, 2025, https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/avatara/article/view/8636/8713
  7. S. Rendra | Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, accessed September 14, 2025, https://badanbahasa.kemendikdasmen.go.id/tokoh-detail/3302/w.s.-rendra
  8. UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta – Digilib, accessed September 14, 2025, http://digilib.isi.ac.id/1694/2/Pages%20from%20full%20Membaca%20Rendra-1%20baru.pdf
  9. 10 Tahun Berpulangnya WS Rendra, Mengenang Karya dan Sosoknya… – KOMPAS.com, accessed September 14, 2025, https://nasional.kompas.com/read/2019/08/06/16162611/10-tahun-berpulangnya-ws-rendra-mengenang-karya-dan-sosoknya?page=all
  10. Hari Ini, 28 Tahun Lalu W.S. Rendra Ditangkap Polisi Saat Protes Pembredelan Majalah Tempo, accessed September 14, 2025, https://www.tempo.co/hukum/hari-ini-28-tahun-lalu-w-s-rendra-ditangkap-polisi-saat-protes-pembredelan-majalah-tempo-332424
  11. Sejarah Hari Ini: Budayawan WS Rendra Ditangkap Setelah Baca Puisi, Ada Apa?, accessed September 14, 2025, https://makassar.tribunnews.com/2020/06/27/sejarah-hari-ini-budayawan-ws-rendra-ditangkap-setelah-baca-puisi-ada-apa
  12. Kumpulan Puisi Cinta W.S Rendra Terbaik, Cek Juga Biografinya! – Gramedia Literasi, accessed September 14, 2025, https://www.gramedia.com/literasi/puisi-ws-rendra/
  13. PEMBANGUNAN DALAM PUISI” KARYA W.S. RENDRA, accessed September 14, 2025, https://journal.unj.ac.id/unj/index.php/ijalr/article/download/16034/8922
  14. Analisis Puisi Karya WS Rendra Kelompok Ova Anggragita | PDF – Scribd, accessed September 14, 2025, https://es.scribd.com/document/456467138/ANALISIS-PUISI-KARYA-WS-RENDRA-KELOMPOK-OVA-ANGGRAGITA-docx
  15. ANALISIS SEMIOTIKA PADA PUISI “BARANGKALI KARENA BULAN” KARYA WS. RENDRA, accessed September 14, 2025, https://journal.ikipsiliwangi.ac.id/index.php/parole/article/view/2737/pdf
  16. METAFORA DALAM KUMPULAN CERPEN KENANG-KENANGAN SEORANG WANITA PEMALU KARYA W.S. RENDRA | Allobua’ | Ilmu Budaya – e-Journal Unmul, accessed September 14, 2025, https://e-journals.unmul.ac.id/index.php/JBSSB/article/view/6708
  17. 71 KARAKTERISTIK PUISI KARYA-KARYA W.S RENDRA Fatmawati1, Mariam Ulfa2, Ria Kristia Fatmasari3 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indo – jurnal, accessed September 14, 2025, https://jurnal.unipasby.ac.id/bastra/article/download/4515/3638/16317
  18. Religiusitas Dan Kegilaan Dalam Puisi Khotbah’ Karya WS Rendra …, accessed September 14, 2025, https://id.scribd.com/document/367854548/Religiusitas-Dan-Kegilaan-Dalam-Puisi-Khotbah-Karya-WS-Rendra-Randy-Ridwansyah
  19. 27 Juni 1994: Protes Pembredelan Media, WS Rendra Dipenjara – Asumsi.co, accessed September 14, 2025, https://asumsi.co/post/58268/27-juni-1994-protes-pembredelan-media-ws-rendra-dipenjara/
  20. Artikel “Teater Minikata” – Ensiklopedia Sastra Indonesia, accessed September 14, 2025, https://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Teater_Minikata
  21. Rendra – Teater Koma, accessed September 14, 2025, https://www.teaterkoma.org/index.php/catatan-nr-58/77-rendra
  22. Pandangan Dunia WS Rendra Dalam Naskah Drama Perjuangan …, accessed September 14, 2025, https://id.scribd.com/doc/140098904/Pandangan-Dunia-WS-Rendra-dalam-Naskah-Drama-Perjuangan-SUku-Naga-pdf
  23. Panembahan Reso – Ciputra Artpreneur, accessed September 14, 2025, https://www.ciputraartpreneur.com/events/detail/panembahan-reso
  24. ‘Panembahan Reso’: Drama Intrik Perebutan Takhta – detikHOT, accessed September 14, 2025, https://hot.detik.com/art/d-4873082/panembahan-reso-drama-intrik-perebutan-takhta
  25. Protel Sosial dalam Naskah Drama Panembahan Reso Karya W.S. Rendra: Sebuah Analisis Mimetik – UNAIR REPOSITORY, accessed September 14, 2025, https://repository.unair.ac.id/118929/6/6.%20BAB%20III%20ANALISIS%20STRUKTURAL%20NASKAH%20DRAMA%20PANEMBAHAN%20RESO%20KARYA%20W.S.%20RENDRA.pdf
  26. Penyair W.S. Rendra Tutup Usia – Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, accessed September 14, 2025, https://bahasa-dev.kemendikdasmen.go.id/berita-detail/1166/penyair-w.s.-rendra-tutup-usia
  27. Kala W.S. Rendra Ditangkap karena Protes Pemberedelan Tempo 31 Tahun Silam, accessed September 14, 2025, https://www.tempo.co/politik/kala-w-s-rendra-ditangkap-karena-protes-pemberedelan-tempo-31-tahun-silam-1835302
  28. Rendra dan 24 Tahun Penangkapannya | DIMëNSI – dimensipers.com, accessed September 14, 2025, https://dimensipers.com/2020/06/29/rendra-dan-24-tahun-penangkapannya/
  29. BENGKEL TEATER 1967-1998 : DARI YOGYAKARTA KE DEPOK – Repository UNJ, accessed September 14, 2025, http://repository.unj.ac.id/155/1/SKRIPSI%20ANISA%20SUCI%20R%20%284415133850%29.pdf
  30. Malam Apresiasi Budaya Bulaksumur Mengenang Kembali Penyair Legendaris WS Rendra dan Karyanya – Universitas Gadjah Mada, accessed September 14, 2025, https://ugm.ac.id/id/berita/malam-apreasiasi-budaya-bulaksumur-mengenang-kembali-penyair-legendaris-ws-rendra-dan-karyanya/
  31. Pengaruh Didikan Orang Tua pada WS RENDRA – DIGIDO, accessed September 14, 2025, https://digido.co.id/berita.dg/by9MYmhyeHlqSG05Z1U5TGUxTjdGdz09/pengaruh-didikan-orang-tua-pada-ws-rendra

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

7 + 3 =
Powered by MathCaptcha