Latar Belakang dan Konteks Transformasi Politik Global
Lingkungan hubungan internasional (HI) pasca-Perang Dingin ditandai oleh peningkatan signifikan dalam interdependensi kompleks, yang didorong oleh proses globalisasi dan proliferasi ancaman non-tradisional. Isu-isu seperti perubahan iklim, krisis pengungsi, dan terorisme tidak lagi dapat dibatasi oleh batas-batas negara, menuntut solusi yang melampaui kerangka kebijakan luar negeri tunggal. Transformasi ini telah memaksa evolusi dalam praktik diplomatik, beralih dari model tradisional Track 1 (diplomasi eksklusif antar-pemerintah) menuju model pluralistik yang dikenal sebagai Diplomasi Multi-Track (MTD).
MTD, yang melibatkan berbagai sektor masyarakat sipil, bisnis, dan institusi non-negara, secara fundamental menantang asumsi dasar teori HI yang paling dominan di paruh kedua abad ke-20: Neo-Realisme. Neo-Realisme, yang juga dikenal sebagai Realisme Struktural, dibangun di atas fondasi negara-sentrisme dan supremasi hard power.
Pernyataan Masalah dan Struktur Argumen
Laporan ini bertujuan untuk menganalisis secara kritis sejauh mana Neo-Realisme (NR), yang berfokus pada struktur anarki dan kekuatan keras, mampu menjelaskan efektivitas, keberadaan, dan dinamika Diplomasi Multi-Track. Neo-Realisme murni memberikan kerangka kerja yang kuat untuk memahami batasan, tetapi pengabaiannya terhadap aktor non-negara menciptakan defisit eksplanatori yang signifikan. Argumentasi yang dikembangkan di sini berhipotesis bahwa NR murni memiliki keterbatasan substansial karena pandangannya yang terlampau terpusat pada negara sebagai aktor tunggal. Namun, tekanan anarki yang dijelaskan oleh NR tetap menjadi faktor pengekang (konstrain) yang fundamental. Realisme Neo-Klasik (NCR) hadir sebagai kerangka mediasi yang lebih adaptif, menggunakan variabel tingkat unit (seperti persepsi elit dan struktur domestik) untuk menjelaskan variasi perilaku negara dalam memanfaatkan MTD sebagai alat strategis untuk kepentingan nasional.
Neo-Realisme Struktural: Landasan Anarki dan Supremasi Negara
Asumsi Struktural Realisme Kenneth Waltz
Neo-Realisme Struktural, yang dipelopori oleh Kenneth Waltz dalam karyanya Theory of International Politics (1979), mendefinisikan hubungan internasional melalui tiga faktor utama. Pertama, prinsip pengorganisasian sistem internasional adalah anarki, yang berarti tidak ada otoritas sentral di atas negara-negara berdaulat. Realisme Struktural mengasumsikan bahwa anarki merupakan fitur struktural yang tidak berubah dan yang menjadi penyebab utama terjadinya konflik. Kedua, Waltz berpendapat bahwa semua negara memiliki fungsi yang secara fungsional serupa, yaitu kelangsungan hidup (survival), meskipun mereka berbeda dalam kapabilitasnya. Dalam kondisi anarki, negara-negara independen dipaksa untuk bertindak sesuai dengan kepentingan masing-masing, menerapkan prinsip self-help karena tidak dapat mengandalkan perlindungan dari pihak lain. Ketiga, struktur sistem internasional ditentukan oleh distribusi kapabilitas atau kekuatan antar-negara, yang diklasifikasikan menjadi unipolar, bipolar, atau multipolar. Kapabilitas inti negara, yang menjadi pondasi struktural Realisme, didasarkan pada kapasitas militer, ekonomi, dan politik.
Logika Keuntungan Relatif dan Kritik Terhadap Kerjasama
Neo-Realisme bersikap skeptis terhadap kemungkinan kerjasama internasional yang tulus dan berkelanjutan. Negara-negara selalu berfokus pada seberapa besar manfaat yang mereka peroleh dari setiap kerjasama relatif terhadap negara lain (relative gains). Logika ini muncul dari kekhawatiran bahwa keuntungan relatif yang diperoleh negara lawan hari ini dapat diterjemahkan menjadi kekuatan yang mengancam keamanan mereka di masa depan. Akibatnya, NR memandang diplomasi formal (Track 1) sebagai negosiasi yang didorong oleh kapabilitas (kekuatan) dan bukan oleh niat baik (intention). Institusi dan rezim internasional, termasuk mekanisme kerjasama, dianggap tidak penting karena hanya mencerminkan distribusi kekuatan yang sudah ada.
Analisis Realis menekankan bahwa teori ini adalah teori batasan struktural (constraint theory), bukan teori proses (process theory). Ini berarti NR berhasil menjelaskan mengapa batasan (anarki, self-help) membatasi hasil akhir dalam interaksi antar-negara, tetapi teori ini gagal menjelaskan proses terperinci dari evolusi isu atau peran perantara dalam diplomasi. Oleh karena itu, NR cenderung memandang aktivitas Multi-Track Diplomacy (MTD) sebagai ‘noise’ di tingkat unit yang tidak akan mampu mengubah dinamika struktural.
Spektrum Realisme: Dari Keamanan Defensif ke Kekuatan Ofensif
Neo-Realisme terbagi menjadi dua spektrum utama yang memberikan panduan berbeda mengenai tujuan akhir negara dalam sistem anarki. Realisme Defensif, yang terkait erat dengan Waltz, berargumen bahwa negara tidak harus selalu mengejar hegemoni, tetapi cukup mencapai kekuatan optimal untuk mempertahankan keamanan. Strategi kebijakan luar negeri defensif didorong oleh persepsi ancaman dan kepentingan nasional. Sebaliknya, Realisme Ofensif, yang dipromosikan oleh John Mearsheimer, berpendapat bahwa satu-satunya cara untuk menjamin keamanan total adalah mencapai hegemoni regional atau global. Oleh karena itu, negara harus berusaha meningkatkan kekuatannya sebanyak-banyaknya. Fokus utama Realisme Ofensif adalah pada kekuatan militer sebagai hal yang paling utama dalam politik internasional, meskipun juga mengakui pentingnya kekuatan laten (sosio-ekonomi) yang mendukung pembangunan kapabilitas militer.
Perangkap kekuatan keras Realis Struktural ini menjadi nyata ketika menghadapi tantangan non-tradisional. Fokus yang berlebihan pada kapabilitas militer membuat NR kurang efektif dalam menjelaskan solusi untuk isu-isu global seperti krisis iklim atau krisis pengungsi. Jika isu-isu keamanan non-militer ini dianalisis hanya melalui lensa NR, hasilnya cenderung mereduksi solusi menjadi perebutan sumber daya atau kontrol militer, mengabaikan jalur penyelesaian yang didorong oleh Track 3 (Bisnis) atau Track 7 (Aktivisme).
Tabel 1: Perbandingan Asumsi Realisme Struktural (Neo-Realisme) dan Liberalisme Institusional
| Uraian Analisis | Neo-Realisme (NR/Waltz) | Liberalisme Institusional (NI/Keohane, Nye) |
| Unit Analisis Utama | Negara (Unitary Actor) | Negara dan Organisasi/Lembaga Internasional |
| Prinsip Sistemik | Anarki (Struktur Tidak Berubah) | Anarki dapat Dimoderasi/Diubah |
| Fokus Utama (Goal) | Keamanan (Security)/Kelangsungan Hidup | Kesejahteraan Ekonomi (Economic Welfare)/Keuntungan |
| Logika Kerjasama | Keuntungan Relatif (Relative Gains) | Keuntungan Absolut (Absolute Gains) |
| Peran Institusi/Rezim | Tidak Signifikan, Mencerminkan Kekuatan | Penting, Mendorong Perilaku Kooperatif |
| Pandangan terhadap Aktor Non-Negara | Diabaikan/Tidak Relevan | Sangat Penting (Transnational Relations) |
Diplomasi Multi-Track: Pembongkaran Hierarki Aktor dan Kekuatan Pluralistik
Definisi dan Filosofi MTD (Multi-Track Diplomacy)
Diplomasi Multi-Track berakar dari konsep Track Two yang muncul pada tahun 1982. Konsep ini kemudian diperluas oleh John dan Louise Diamond menjadi Sembilan Jalur pada awal 1990-an, yang menekankan pemahaman proses perdamaian internasional sebagai sistem dinamis yang saling terhubung. Filosofi MTD menolak pendekatan hierarkis tradisional yang menempatkan pemerintah (Track 1) di atas segalanya. Sebaliknya, model kompas MTD menunjukkan bahwa semua jalur memiliki sumber daya, nilai, dan pendekatan yang setara. Mereka beroperasi bersama untuk menghasilkan sinergi, dengan penegasan bahwa tidak ada satu jalur pun yang dapat membangun proses perdamaian abadi sendirian.
Uraian Sembilan Jalur dan Tantangan terhadap Negara-Sentrisme
Model MTD yang diperluas mencakup sembilan jalur yang semuanya, kecuali Track 1, melibatkan aktor non-negara dan aktivitas non-militer.
- Track 1 (Pemerintah): Diplomasi resmi dan negosiasi yang mengikat secara hukum, satu-satunya jalur yang diakui sepenuhnya oleh Realisme Struktural.
- Track 1.5 (Dialog Campuran): Melibatkan pejabat pemerintah yang berpartisipasi dalam kapasitas tidak resmi, duduk bersama pakar non-pemerintah. Platform ini dirancang untuk membahas isu sensitif, mengeksplorasi ide-ide baru, atau melakukan trial balloon kebijakan tanpa rasa takut bahwa komentar mereka akan dipublikasikan atau memiliki bobot resmi.
- Track 2 (Resolusi Konflik Profesional): Mempertemukan perwakilan tidak resmi dari pihak yang berkonflik, tanpa partisipasi pemerintah. Jalur ini berfokus pada pembangunan kepercayaan dan pemahaman yang lebih mendalam mengenai posisi lawan, menghasilkan diskusi yang lebih terbuka.
- Track 3 (Bisnis): Perwujudan perdamaian melalui perdagangan dan investasi, yang bertujuan menciptakan interdependensi ekonomi. Contohnya termasuk peningkatan pendapatan yang dihasilkan melalui media Hollywood yang juga berfungsi sebagai bentuk diplomasi Track 3.
- Track 9 (Media dan Komunikasi): Jalur ini melibatkan penggunaan media, termasuk media sosial dan komunikasi publik, untuk membentuk opini transnasional dan membangun dukungan akar rumput terhadap proses perdamaian.
Keberadaan MTD, terutama jalur 2 hingga 9, secara eksplisit menantang asumsi negara-sentris NR yang menyatakan bahwa aktor non-negara diabaikan atau tidak relevan. MTD menegaskan bahwa kekuatan (power) kini didistribusikan secara pluralistik, di mana kekuatan normatif (misalnya, hak asasi manusia ) dan kekuatan informasi (Media Sosial) menjadi pendorong penting yang tidak dapat direduksi menjadi kekuatan militer.
Track 1.5 sebagai Pengakuan Implisit Keterbatasan Neo-Realisme
Partisipasi pejabat pemerintah dalam Track 1.5, bahkan dalam kapasitas tidak resmi, merupakan sebuah mekanisme pengelolaan risiko Realis yang memanfaatkan fleksibilitas aktor non-negara untuk mengurangi ketidakpastian struktural. Pejabat yang terlibat secara implisit mengakui bahwa negosiasi formal (Track 1), yang didominasi logika Realis, seringkali terhenti atau tidak memadai untuk menyelesaikan isu yang sangat kompleks. Track 1.5 menyediakan saluran berharga bagi pembuat kebijakan untuk lebih memahami motivasi dan kepentingan aktor lain, sebuah proses yang dapat meningkatkan efisiensi dan strategi kebijakan luar negeri negara tersebut.
Selain itu, MTD, melalui jalur ekonomi (Track 3) dan komunikasi (Track 9), secara efektif mengorganisir dan memproyeksikan kekuatan sosio-ekonomi yang oleh Realisme Ofensif disebut sebagai “kekuatan laten”. Meskipun keberhasilan ekonomi Track 3 tidak secara langsung diterjemahkan menjadi kekuatan militer, ia memperkuat daya tawar negara di Track 1, sehingga secara tidak langsung, MTD dapat dilihat sebagai alat yang memperkuat kapabilitas Realis.
Tabel 2: Diplomasi Multi-Track dan Tantangan Konseptual terhadap Neo-Realisme
| Jalur MTD (The Tracks) | Aktor Utama | Fokus Aktivitas | Kontribusi MTD | Tantangan terhadap Asumsi NR |
| Track 1 | Pemerintah/Pejabat Resmi | Negosiasi dan Perjanjian Hukum | Kebijakan Resmi (Hard Power) | Sesuai dengan Asumsi NR (Kepentingan Nasional) |
| Track 1.5 | Pejabat (Non-resmi) & Pakar | Uji Ide (Trial Balloons), Pembangunan Pemahaman | Saluran komunikasi saat Track 1 Macet | Mengaburkan batas negara/non-negara dalam diplomasi |
| Track 2 | Profesional Konflik, Akademisi | Dialog Tidak Resmi, Pembangunan Kepercayaan | Memfasilitasi terobosan non-militer | NR mengabaikan kapabilitas aktor non-negara |
| Track 3 | Bisnis/Korporasi | Perdagangan, Pembangunan Ekonomi | Perwujudan perdamaian melalui pasar | Menyatakan kepentingan non-keamanan sebagai pendorong utama |
| Track 9 | Media & Komunikasi | Membentuk Opini Publik Transnasional | Membangun dukungan akar rumput | Kekuatan Normatif mengalahkan kapabilitas militer |
Kesenjangan Eksplanatori: Kritik Neo-Realisme di Era MTD
Krisis Aktor: Neo-Realisme di Tengah Pluralisme
Kritik paling mendasar terhadap Neo-Realisme Struktural adalah pandangannya yang terlalu terpusat pada negara sebagai aktor tunggal yang relevan, sementara mengabaikan peran signifikan organisasi internasional, perusahaan multinasional, LSM, dan gerakan sosial transnasional. Dalam analisis Neo-Realisme, aktor-aktor ini tidak dihitung sebagai penentu utama hasil politik internasional. Keterbatasan ini menjadikan NR sebagai teori yang hanya valid untuk menjelaskan “politik tinggi” (high politics), yaitu isu-isu keamanan militer dan kelangsungan hidup negara. Namun, NR terbukti tidak memadai untuk menjelaskan “politik rendah” (low politics), seperti isu ekonomi, lingkungan, atau kemanusiaan, di mana aktor non-negara sering mengambil peran kepemimpinan.
Keamanan Non-Tradisional dan Logika Keamanan NR
Isu-isu global yang kompleks seperti perubahan iklim atau krisis pengungsi tidak dapat dijelaskan atau diselesaikan hanya melalui perspektif negara sebagai aktor tunggal. Isu-isu transnasional ini menuntut kolaborasi kolektif dan pencegahan yang merupakan fokus utama MTD dan Liberalisme Institusional. Kegagalan Realisme Struktural untuk memprediksi atau menjelaskan kolaborasi yang diperlukan ini telah memicu perluasan praktik MTD, di mana aktor non-negara sering mengambil peran kepemimpinan untuk mengisi kekosongan tata kelola yang ditinggalkan oleh kegagalan Track 1.
Meskipun praktik diplomasi berkembang pesat di luar negarawan pasca-1980-an , NR berupaya keras untuk memahami diplomasi kemanusiaan atau resolusi konflik yang didorong oleh nilai tanpa mereduksi seluruh proses tersebut menjadi motif kepentingan nasional yang terselubung.
Pertimbangan Filosofis: Struktur vs. Agency
Perbedaan mendasar antara NR dan MTD terletak pada penekanan filosofis: Realisme Struktural berfokus pada struktur anarki yang membatasi agency (kebebasan bertindak) negara , sementara MTD berfokus pada agency kolektif dari berbagai aktor untuk memodifikasi hasil konflik. MTD mencoba menciptakan sinergi antar-jalur yang tidak diakui oleh struktur anarki NR.
Selain itu, MTD menantang definisi NR tentang kapabilitas. NR mendefinisikan kapabilitas secara material (militer, ekonomi) , tetapi MTD bergantung pada kapabilitas keahlian (Track 2: resolusi konflik profesional) dan kapabilitas normatif (Track 7/9). Kapabilitas non-material ini, meskipun penting dalam memecahkan kebuntuan, secara tradisional dianggap sekunder oleh Realisme Struktural.
Relevansi Residual dan Realisme Neo-Klasik sebagai Alat Sintesis
Realisme Neo-Klasik: Mengintegrasikan Variabel Domestik
Mengingat defisit eksplanatori Realisme Struktural dalam memahami variasi kebijakan luar negeri di antara negara-negara yang menghadapi tekanan sistemik yang sama, muncul Realisme Neo-Klasik (NCR). NCR berfungsi sebagai jembatan teoretis yang mengintegrasikan tekanan sistemik (distribusi kekuatan) dengan variabel tingkat unit atau domestik, seperti persepsi elit pengambil keputusan, struktur negara, atau lembaga, yang menjadi perantara antara sistem dan kebijakan luar negeri.
NCR berpendapat bahwa lingkup dan ambisi kebijakan luar negeri didorong oleh kekuatan material relatif suatu negara. Namun, bagaimana kekuatan ini diterapkan dipengaruhi oleh faktor-faktor domestik. NCR secara khusus berguna untuk menjelaskan kasus-kasus kebijakan luar negeri yang tampaknya tidak sejalan dengan teori HI lainnya karena memasukkan variabel domestik.
MTD sebagai Variabel Intervening dalam Realisme Neo-Klasik
Realisme Neo-Klasik menyediakan kerangka kerja yang solid untuk memahami mengapa negara memilih untuk memfasilitasi atau memanfaatkan Track 1.5, 2, atau 3. Dalam perspektif ini, MTD dilihat sebagai alat kebijakan yang sah yang diadopsi oleh pengambil keputusan domestik (variabel unit) yang strategis. Tujuannya adalah untuk memajukan kepentingan nasional yang berakar pada tekanan struktural (inti Realis).
Contoh nyata adalah perbedaan strategi kebijakan luar negeri antara Indonesia dan Malaysia dalam menanggapi konflik Gaza. Indonesia menekankan pendekatan multilateral yang legalistik dan hati-hati, sementara Malaysia menampilkan strategi simbolik yang lebih konfrontatif. Kerangka defensive realism, yang dimediasi oleh variabel Realisme Neo-Klasik (posisi struktural, persepsi ancaman, kanal kebijakan), dapat menjelaskan perbedaan ini. Kedua negara menggunakan diplomasi non-tradisional, tetapi tujuannya sama: mempertahankan atau meningkatkan kepentingan nasional dan keamanan. NCR tidak membuang MTD sebagai anomali data; sebaliknya, NCR memvalidasi MTD sebagai bagian dari variabel domestik yang memengaruhi bagaimana kapabilitas negara diproyeksikan. Keputusan elit kebijakan untuk berkolaborasi dengan aktor non-negara adalah alat strategis untuk mencapai tujuan Realis.
Supremasi Kedaulatan: Batas Akhir MTD
Meskipun MTD mampu mempengaruhi dan menghasilkan ide-ide terobosan, proses ini tidak menggantikan otoritas negara. Track 1 (diplomasi resmi) tetap menjadi ultimate gatekeeper yang memegang kekuasaan hukum untuk mengikat perjanjian damai.
Keberhasilan Track 2 dan 1.5 bergantung pada “mekanisme transfer” yang efektif untuk menyalurkan informasi dan ide kembali ke proses kebijakan formal. Jika tidak ada hubungan kuat ke proses resmi, upaya MTD cenderung menjadi tidak efektif. Dengan demikian, meskipun MTD adalah proses, negara tetaplah entitas yang memegang kedaulatan absolut—sebuah penegasan terhadap asumsi Realis.
Ketika ancaman keamanan inti (kedaulatan teritorial, integritas fisik) muncul, negara akan mengabaikan norma MTD dan kembali ke logika self-help dan hard power. Contoh tindakan militeristik Tiongkok di Laut Cina Selatan, termasuk pengesahan undang-undang yang memberi wewenang kepada penjaga pantai untuk menembaki kapal asing, menegaskan bahwa struktur anarki masih memvalidasi supremasi Realisme dalam isu high politics. MTD, dalam konteks ini, berfungsi sebagai alat yang lebih canggih dan efisien untuk mencapai tujuan keamanan dan kepentingan nasional di dunia yang saling bergantung.
Kesimpulan
Analisis ini menyimpulkan bahwa Neo-Realisme Struktural yang murni memiliki keterbatasan serius dalam menjelaskan pluralitas aktor dan kompleksitas proses yang merupakan ciri khas Diplomasi Multi-Track. NR gagal menjelaskan bagaimana aktor non-negara dapat secara substantif memengaruhi dinamika politik global, terutama di luar ranah keamanan militer.
Namun, Realisme Struktural tetap sangat relevan karena teori ini menetapkan batasan (konstrain) di mana diplomasi dapat beroperasi. Logika anarki dan self-help memastikan bahwa setiap hasil MTD, terlepas dari niatnya yang bersifat kooperatif, pada akhirnya harus bermuara pada keuntungan absolut dan, yang lebih penting, keuntungan relatif bagi negara agar hasil tersebut dapat diimplementasikan secara resmi.
Realisme Neo-Klasik (NCR) menawarkan kerangka kerja teoretis terbaik untuk merekonsiliasi struktur anarki Realis dengan praktik MTD yang pluralistik. NCR memungkinkan para analis untuk melihat MTD bukan sebagai penolakan terhadap Realisme, melainkan sebagai adaptasi strategis dan instrumental oleh negara untuk menanggapi kompleksitas global dan ancaman non-tradisional, sambil tetap menjunjung tinggi tujuan utama Realis: kelangsungan hidup dan peningkatan kekuatan di bawah struktur anarki.
Implikasi utama bagi praktisi dan perumus kebijakan adalah bahwa upaya MTD tidak boleh dipandang sebagai alternatif filosofis terhadap politik kekuatan, melainkan sebagai alat untuk meningkatkan efektivitasnya. Proposal atau resolusi yang dihasilkan dari jalur Track 2 atau Track 3 harus selalu disajikan dengan kesadaran akan logika Realis. Artinya, ide-ide tersebut perlu dibingkai sebagai penguat kepentingan dan keamanan nasional Track 1, bukan sebagai entitas independen yang bersifat normatif murni.
Pentingnya penguatan mekanisme transfer, terutama melalui Track 1.5, menjadi krusial. Mekanisme ini memastikan bahwa wawasan, dialog, dan pembangunan kepercayaan yang dicapai oleh aktor non-negara dapat diterjemahkan secara kredibel menjadi kebijakan resmi yang mengikat secara hukum.
Diperlukan penelitian komparatif yang lebih mendalam, menggunakan kerangka Realisme Neo-Klasik, untuk membedah bagaimana kapabilitas diplomatik non-tradisional di berbagai negara diterjemahkan menjadi kebijakan luar negeri, terutama dalam konteks respons terhadap ancaman bersama. Selain itu, analisis perlu diperluas ke isu-isu high politics kontemporer, seperti konflik siber atau perlombaan mikrocip , untuk menentukan apakah dan bagaimana aktor non-negara yang berpartisipasi dalam MTD dapat memengaruhi hasil keamanan strategis yang secara tradisional didominasi oleh negara besar. Penelitian semacam itu akan menguji sejauh mana soft power yang dihasilkan MTD dapat menjadi kekuatan laten yang diperhitungkan oleh Realisme di era interdependensi kompleks.
