Latar Belakang dan Konteks Kebutuhan Indeks Reputasi
Publikasi ilmiah internasional telah menjadi tulang punggung dalam ekosistem akademik modern, berfungsi sebagai indikator kunci keluaran riset (output) dan sebagai dasar fundamental untuk promosi karier, pendanaan penelitian, dan pemeringkatan institusi secara global. Dalam konteks ini, kebutuhan akan sistem evaluasi yang objektif dan terstandarisasi menjadi mendesak. Jurnal dievaluasi secara masif menggunakan metrik sitasi. Namun, metrik ini sering kali dikritik karena minimnya korelasi yang jelas antara nilai metrik yang dihasilkan dengan “kepentingan nyata” atau dampak substansial dari sebuah artikel ilmiah di bidangnya.
Garis Besar Sejarah dan Munculnya Hegemoni Metrik
Sistem metrik berbasis sitasi memiliki sejarah panjang, bermula pada tahun 1950-an dengan penciptaan Journal Impact Factor (JIF). Metrik ini, yang kemudian dipublikasikan melalui Journal Citation Reports (JCR) dan didasarkan pada data Web of Science (WoS), dengan cepat menjadi standar de facto untuk menilai kualitas jurnal sejak tahun 1975. Hegemoni JIF yang berlangsung lama ini telah membentuk cara dunia akademik global mengukur prestise dan kualitas publikasi.
Struktur dan Kepemilikan Basis Data Utama
Basis data yang mendominasi penilaian kualitas akademik global dikelola oleh dua entitas komersial utama:
- Web of Science (WoS) / Clarivate Analytics: Merupakan basis data historis yang menjadi rumah bagi JIF melalui JCR. WoS Core Collection mencakup sekitar 11.000 jurnal dengan indeks sekitar 2.2 juta artikel.
- Scopus / Elsevier: Pesaing utama yang diluncurkan kemudian. Scopus diluncurkan oleh Elsevier dan menjadi rumah bagi metrik CiteScore. Scopus menawarkan cakupan yang jauh lebih luas, mengindeks sekitar 22.800 jurnal yang mencakup sekitar 70 juta artikel.
Persaingan antara JIF dan CiteScore bukan hanya persaingan metodologis, tetapi juga persaingan pasar yang didorong oleh entitas komersial (Clarivate dan Elsevier) untuk dominasi data dan pengaruh dalam ekosistem riset global. Hal ini menunjukkan bahwa definisi “kualitas ilmiah” secara intrinsik dipengaruhi oleh strategi pemasaran dan cakupan data komersial. Ketergantungan akademisi pada jumlah sitasi sebagai kriteria yang “mumpuni” dalam menentukan kualitas sebuah karya menciptakan insentif yang salah, di mana peneliti mungkin memprioritaskan kuantitas dan jurnal berimpak tinggi demi pemenuhan metrik, meskipun San Francisco Declaration (SF DORA) secara eksplisit merekomendasikan untuk “tidak menggunakan metrik berbasis jurnal… untuk menilai kontribusi ilmuwan individu”.
Pilar Kualitas: Kriteria Seleksi dan Mekanisme Integritas (Gatekeeping)
Sistem indeksasi bereputasi mempertahankan status mereka melalui proses seleksi yang ketat, yang berfungsi sebagai mekanisme gatekeeping untuk memastikan konten yang dimasukkan memenuhi standar kualitas.
Kriteria Seleksi Web of Science (WoS Core Collection)
WoS Core Collection dikenal karena proses kurasinya yang unik dan sangat ketat. Keputusan editorial dilakukan oleh editor in-house yang merupakan ahli di bidangnya. Editor ini tidak memiliki afiliasi dengan penerbit atau institusi riset, sebuah langkah yang dirancang untuk menghilangkan potensi bias atau konflik kepentingan.
WoS menggunakan seperangkat kriteria editorial yang dirancang untuk memilih jurnal atau buku yang menunjukkan ketelitian editorial dan praktik terbaik. Misalnya, untuk Buku Citation Index (BKCI), digunakan 18 kriteria evaluasi. Semua konten yang dipilih harus lulus setiap kriteria, termasuk kriteria editorial awal dan evaluasi. Dalam proses ini, terdapat bias struktural yang terlihat: WoS memprioritaskan buku atau jurnal berbahasa Inggris dan menekankan pada ketepatan waktu (timeliness) publikasi, yaitu yang diterbitkan pada tahun berjalan atau tahun sebelumnya. Jurnal yang gagal memenuhi kriteria dampak akan terus dipantau dan dievaluasi ulang hanya ketika aktivitas sitasi menunjukkan potensi memenuhi kriteria yang disyaratkan.
Prioritas WoS pada bahasa Inggris dan ketepatan waktu secara tidak langsung menciptakan bias struktural yang merugikan jurnal berkualitas tinggi yang diterbitkan dalam bahasa lokal, terutama dari Global South. Hal ini menciptakan lingkaran setan di mana kurangnya indeksasi menyebabkan kurangnya visibilitas dan sitasi, yang pada gilirannya menghalangi jurnal tersebut mencapai ambang batas kriteria dampak WoS.
Struktur dan Peran Content Selection and Advisory Board (CSAB) Scopus
Scopus, sebagai pesaing, juga mengklaim proses seleksi yang transparan. Scopus memanfaatkan Content Selection and Advisory Board (CSAB) yang terdiri dari pakar internasional dan independen. Anggota CSAB memiliki keahlian mendalam di bidang subjek masing-masing dan bertugas untuk memilih literatur yang memenuhi kebutuhan dan standar komunitas riset yang mereka wakili.
Kriteria seleksi Scopus meliputi kriteria teknis yang harus dipenuhi oleh jurnal, seperti ketersediaan tautan nama editor ke profil penulis Scopus, konsistensi jumlah isu per tahun, dan yang terpenting, keteraturan atau tidak adanya keterlambatan dalam jadwal publikasi. Perbedaan filosofi terlihat jelas: WoS fokus pada kualitas elit dengan cakupan 11.000 jurnal (eksklusivitas editorial), sementara Scopus fokus pada cakupan yang lebih luas (22.800 jurnal) dengan menekankan pada spesialisasi subjek melalui CSAB (inklusivitas), yang mencerminkan perbedaan strategi gatekeeping mereka.
Evolusi dan Kontestasi Metrik Bibliometrik (The Metric Wars)
Perang metrik yang sedang berlangsung antara JIF dan CiteScore menunjukkan upaya berkelanjutan untuk mendefinisikan standar dampak akademik.
Journal Impact Factor (JIF): Sejarah dan Kritik Inheren
Journal Impact Factor adalah metrik tertua yang telah lama memegang hegemoni dalam penelitian dan akademisi. Dihitung dari data Web of Science, JIF memiliki keterbatasan metodologis yang signifikan. Metrik ini hanya mempertimbangkan sitasi yang diterima pada tahun berjalan terhadap artikel yang diterbitkan dalam dua tahun sebelumnya.
Keterbatasan jangka waktu sitasi ini membuat JIF hanya bekerja optimal untuk disiplin ilmu di mana sitasi cepat adalah standar (Fast Science). Selain itu, JIF gagal memperhitungkan perbedaan disipliner; misalnya, tidak ada Journal Citation Reports (JCR) untuk bidang Arts & Humanities, sehingga jurnal di bidang tersebut tidak memiliki JIF. Kritik ini menyoroti bahwa JIF, meskipun dominan, adalah metrik yang memiliki bias inheren terhadap disiplin ilmu tertentu dan model sitasi jangka pendek.
CiteScore (Scopus): Upaya Kontra-Hegemoni Metodologis
Pada tahun 2016, Elsevier meluncurkan CiteScore, sebuah metrik sitasi baru yang secara langsung bertujuan menantang hegemoni JIF (produk Clarivate Analytics). CiteScore dihitung dari sekitar 22.800 jurnal yang diindeks dalam basis data Scopus, yang secara signifikan lebih banyak daripada WoS.
Perbedaan utama terletak pada metodologi perhitungan dan cakupan. CiteScore menggunakan periode perhitungan yang lebih panjang (misalnya, empat tahun pada versi yang lebih baru) dibandingkan JIF. Keputusan untuk mencakup lebih dari dua kali lipat jumlah jurnal dan menggunakan jendela sitasi yang lebih lama ini adalah strategi yang cerdas untuk menarik disiplin ilmu yang secara historis dirugikan oleh metrik JIF yang kaku. CiteScore juga menawarkan diferensiasi area subjek yang lebih baik. Sebagai contoh relevan, CiteScore mengakui Farmasi sebagai Area Subjek independen, menghasilkan distribusi kuartil yang benar. Sebaliknya, di JIF, Farmasi sering digabungkan dengan Farmakologi, yang menyebabkan jurnal Farmasi tetap berada di kuartil ketiga dan keempat JIF.
Kritik Universal terhadap Metrik Jurnal-Sentris
Meskipun terdapat persaingan antara JIF dan CiteScore, kedua metrik berbasis jurnal ini menghadapi kritik universal. Kritik utama adalah kurangnya korelasi yang terbukti antara nilai metrik dan kepentingan nyata artikel. Sementara itu, metrik alternatif (Altmetrics) juga tidak dianggap sebagai solusi ideal, karena Altmetrics cenderung mengukur dampak sains pada media sosial, bukan dampak sains pada perkembangan ilmiah itu sendiri.
Kritik mendalam ini diperkuat oleh General Recommendation dari San Francisco Declaration (SF DORA), yang menyarankan agar komunitas akademik tidak menggunakan metrik berbasis jurnal untuk menilai kontribusi ilmuwan individual. Kegagalan pembuat kebijakan institusional untuk mengakui bahwa metrik berbasis sitasi (JIF maupun CiteScore) memiliki bias disipliner yang melekat, menghasilkan evaluasi kinerja akademik yang bias dan berpotensi tidak adil, khususnya di bidang yang memiliki pola sitasi jangka panjang.
Tabel Kunci: Perbandingan Metrik Journal Impact Factor (JIF) vs. CiteScore
| Karakteristik | Journal Impact Factor (JIF) | CiteScore |
| Basis Data Induk | Web of Science (WoS) – Clarivate Analytics | Scopus – Elsevier |
| Tahun Perhitungan Sitasi | 2 tahun sebelumnya | Hingga 4 tahun sebelumnya (Metodologi telah berevolusi) |
| Cakupan Jurnal (Awal Peluncuran Metrik Baru) | Sekitar 11.000 jurnal | Sekitar 22.800 jurnal |
| Diferensiasi Disiplin | Cenderung menyatukan disiplin, berpotensi merugikan (misalnya, Farmasi/Farmakologi) | Pengakuan yang lebih spesifik pada area subjek, menghasilkan distribusi kuartil yang lebih akurat |
Permasalahan Integritas Akademik: Ancaman Internal dan Eksternal
Tuntutan untuk publikasi bereputasi telah menciptakan lingkungan yang rentan terhadap pelanggaran etika, diwujudkan dalam jurnal predator dan manipulasi sitasi.
Fenomena Jurnal Predator dan Publisher Palsu
Kemunculan jurnal predator didorong oleh tekanan publikasi yang tinggi (publish or perish) di dunia akademik, di mana publikasi ilmiah diwajibkan sebagai syarat kenaikan jabatan atau kelulusan. Jurnal predator beroperasi di luar etika akademik, dengan tujuan utama memperoleh keuntungan finansial dari penulis yang tidak waspada.
Modus operandi mereka meliputi pembuatan situs jurnal palsu dengan tampilan profesional tetapi tanpa menjalankan proses peer review yang sah, sehingga kualitas karya yang diterbitkan dipertanyakan. Masalah ini semakin rumit karena jurnal predator sering menyamar dengan nama yang mirip dengan jurnal bereputasi, menggunakan logo bergaya, dan bahkan meniru indeksasi palsu dari basis data akademik seperti Scopus atau DOAJ. Fenomena ini bukan hanya penipuan akademik; melainkan merusak kredibilitas ilmu pengetahuan secara global dan menciptakan efek domino terhadap reputasi lembaga, peneliti, dan bahkan negara.
Manipulasi Sitasi dan Retraksi Massal
Karena jumlah kutipan secara luas dianggap sebagai kriteria yang mumpuni dalam menentukan kualitas sebuah paper , ini menciptakan insentif kuat untuk manipulasi. Skema manipulasi yang dikenal sebagai Citation Rings terjadi ketika akademisi atau kelompok editor secara terorganisir saling mengutip secara sirkular untuk meningkatkan metrik mereka sendiri atau metrik jurnal mereka.
Kasus retraksi (penarikan artikel) yang didokumentasikan oleh sumber seperti ANJANI (Anjungan Integritas Akademik Indonesia) adalah bukti nyata dari kerentanan sistem. Penting untuk dicatat bahwa retraksi massal sering melibatkan jurnal yang terindeks Scopus atau WoS, yang menunjukkan bahwa mekanisme gatekeeping basis data ini rentan terhadap eksploitasi dan memerlukan peninjauan yang berkelanjutan.
Krisis integritas ini dapat dilihat sebagai produk langsung dari kebijakan kuantitatif. Kebijakan institusional yang mengaitkan insentif besar (moneter, promosi) secara langsung dengan publikasi Q1/Q2 Scopus/WoS bertindak sebagai akar masalah. Permintaan buatan untuk publikasi bereputasi tinggi menciptakan pasar gelap yang korup, yang mendorong penulis yang lemah etika untuk mencari jalan pintas melalui jurnal predator , yang pada akhirnya merusak integritas data ilmiah global.
Model Ekonomi Penerbitan: Kritik terhadap Article Processing Charge (APC)
Pergeseran ke model Open Access (OA) profesional telah memperkenal Article Processing Charge (APC), yang, meskipun bertujuan meningkatkan akses, telah menciptakan ketidaksetaraan baru.
Mekanisme Article Processing Charge (APC) dan Model Open Access
APC adalah biaya yang dibebankan kepada penulis, institusi, atau pendana untuk membuat karya akademik tersedia secara akses terbuka (OA), baik di jurnal fully Open Access maupun jurnal hybrid. Biaya ini dirancang untuk menutupi biaya penerbitan, termasuk pengawasan peer review, copy editing, dan hosting artikel akhir. Walaupun mayoritas jurnal OA yang terindeks Directory of Open Access Journals (DOAJ) tidak membebankan biaya, APC adalah metode pendanaan yang dominan untuk artikel OA yang diterbitkan secara profesional oleh penerbit besar.
Analisis Biaya Rata-rata dan Kendala Finansial
Biaya APC untuk jurnal yang dioperasikan oleh penerbit utama sangat mahal. Analisis menunjukkan bahwa biaya APC untuk jurnal seperti yang diterbitkan oleh Wiley dapat mencapai angka yang signifikan, seringkali melebihi $4,000 (misalnya $4,430 atau €3,710). Sebaliknya, jurnal lokal atau regional di negara berkembang mungkin hanya membebankan biaya minimal (misalnya, IDR 500.000 atau $10 USD) atau bahkan gratis.
Biaya yang mahal ini telah mengubah akses publikasi menjadi komoditas finansial. Ini secara efektif membatasi penerbitan akses terbuka hanya pada institusi, sarjana, atau pendana yang lebih kaya. Visibilitas global di jurnal Q1 yang sangat didambakan (dan disyaratkan untuk insentif institusional ) menjadi barang yang dapat dibeli, mengarah pada fiskalisasi visibilitas ilmiah.
Dampak Ketidaksetaraan Akses (Geographical and Financial Bias)
Sistem APC memperparah bias geografis dan finansial. Meskipun beberapa penerbit besar (misalnya Elsevier) mempertimbangkan waiver untuk negara-negara non-Research4Life berdasarkan kasus per kasus, kebijakan waiver ini seringkali tidak berlaku untuk jurnal hybrid (jurnal berbayar yang menawarkan opsi OA).
Institusi di negara-negara maju dapat menutupi biaya APC melalui perjanjian transformatif atau Open Access Accounts yang dinegosiasikan oleh konsorsium perpustakaan (seperti yang dilakukan oleh CSIRO atau CAUL di Australia/Selandia Baru). Namun, peneliti yang berafiliasi dengan institusi yang kurang beruntung atau di Global South tidak memiliki jalur ini, sehingga menghadapi hambatan finansial yang tinggi untuk mencapai jurnal berimpak tinggi. Hal ini menciptakan ketidakadilan sistemik, di mana kualitas riset di negara kaya memiliki jalur yang lebih mudah menuju publikasi elit dibandingkan riset dari negara miskin. Kebijakan pengecualian waiver untuk jurnal hybrid juga dikritik tajam, karena memungkinkan penerbit mendapatkan keuntungan ganda—dari biaya langganan dan APC (Double Dipping)—sambil membatasi akses terbuka bagi negara berkembang.
Tabel Kunci: Estimasi Biaya APC dan Implikasinya terhadap Akses Global
| Kategori Jurnal/Publisher | Model OA | Estimasi Biaya APC (USD) | Mekanisme Penutupan Biaya | Implikasi Akses |
| Jurnal Q1 Major Publisher (Wiley/Elsevier) | Gold/Hybrid OA | $3,000 hingga $4,500+ | Institusi/Pendana Kuat | Membatasi partisipasi dari Global South |
| Jurnal Lokal/Regional (Contoh Indonesia) | Gold OA | $0.00 hingga $35 | Subsidi Institusi atau Biaya Minimal | Lebih inklusif, tetapi kurang mendapatkan insentif institusional |
| Jurnal Major dengan Perjanjian Transformasi | Hybrid OA (Via Perjanjian Institusi) | $0 (Bagi penulis berafiliasi) | Konsorsium Perpustakaan | Akses yang sangat tidak merata berdasarkan kekuatan finansial institusi |
Dampak Institusional dan Kebijakan Akademik
Dominasi Scopus dan WoS memiliki dampak transformatif pada kebijakan akademik di seluruh dunia, terutama di Asia Tenggara.
Pengaruh pada Pemeringkatan Universitas dan Reputasi Nasional
Indeksasi dalam Scopus dan WoS secara langsung menjadi pilar dalam pemeringkatan universitas global utama (seperti QS World University Rankings). Perubahan dalam metodologi pemeringkatan ini secara langsung mendorong institusi untuk memfokuskan sumber daya pada peningkatan luaran publikasi terindeks. Reputasi nasional dan daya saing global institusi riset kini hampir tidak dapat dipisahkan dari kinerja mereka dalam metrik yang disediakan oleh Clarivate dan Elsevier.
Mandat Publikasi dan Sistem Insentif di Asia Tenggara
Di banyak institusi di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia (misalnya ITS), terdapat panduan insentif publikasi yang secara eksplisit memberikan penghargaan moneter yang substansial untuk publikasi ilmiah internasional yang terindeks Elsevier’s Scopus atau WOS Clarivate Analytics. Tujuan insentif ini adalah untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas riset.
Keberadaan insentif moneter ini mengukuhkan Scopus dan WoS sebagai standar de facto untuk keunggulan akademik di tingkat nasional. Namun, kebijakan ini membawa risiko. Kebijakan insentif nasional yang secara eksklusif berpegangan pada indeks milik perusahaan multinasional mengindikasikan adopsi penuh atas standar evaluasi ilmiah yang secara inheren memiliki bias linguistik dan geografis (lihat Bagian II dan V). Ketika insentif moneter menjadi faktor pendorong utama, integritas ilmiah berisiko terdegradasi menjadi proyek mencari hadiah, yang mengurangi fokus pada penelitian yang bermakna atau relevan secara lokal.
Kritik terhadap ‘Culture of Publish or Perish’
Sistem evaluasi yang terlalu kaku dan mengikat insentif pada metrik berbasis jurnal (misalnya, Jurnal Q1) secara langsung memicu budaya publish or perish. Tekanan ini menjadi akar masalah munculnya jurnal predator dan manipulasi sitasi, karena akademisi dipaksa untuk memprioritaskan kuantitas di atas kualitas substansial.
Alternatif dan Masa Depan Penerbitan Ilmiah
Melihat kerentanan dan ketidaksetaraan yang diciptakan oleh hegemoni metrik komersial, komunitas ilmiah mencari model evaluasi dan publikasi yang lebih etis dan inklusif.
Directory of Open Access Journals (DOAJ) sebagai Standar Kualitas OA
Directory of Open Access Journals (DOAJ) menawarkan model tata kelola independen dan berbasis komunitas. DOAJ adalah indeks ekstensif yang berkomitmen untuk memastikan konten berkualitas tersedia secara gratis online bagi semua orang.
DOAJ mewakili standar kualitas yang fokus pada transparansi dan praktik terbaik (Principles of Transparency and Best Practice in Scholarly Publishing). Kriteria inklusi DOAJ sangat ketat: jurnal harus mempublikasikan minimal lima artikel penelitian per tahun, menunjukkan sejarah publikasi lebih dari satu tahun atau sepuluh artikel OA, dan yang terpenting, harus menyediakan akses gratis dan terbuka segera (immediate free access) tanpa masa embargo, dan tanpa memerlukan registrasi pengguna untuk membaca konten penuh. Standar ketat ini merupakan antitesis langsung terhadap praktik hybrid OA yang mahal dan restriktif dari penerbit besar, dan menjadi alat vital untuk memerangi jurnal predator.
Peran Google Scholar Metrics dan Alternatif Metrik Non-Sitasi (Altmetrics)
Selain DOAJ, terdapat alat lain yang menawarkan perspektif yang lebih inklusif. Google Scholar Metrics, misalnya, mencakup cakupan literatur yang jauh lebih luas meskipun proses kurasinya kurang mendalam dibandingkan WoS/Scopus.
Ada juga kebutuhan yang meningkat untuk mengintegrasikan Altmetrics. Metrik alternatif ini mengukur dampak di luar sitasi tradisional (misalnya, dampak sosial, kebijakan, atau media), yang dapat mengatasi kelemahan metrik berbasis sitasi yang hanya mampu mengukur “dampak sains pada sains”.
Kesimpulan
Dominasi sistem indeksasi jurnal bereputasi seperti Scopus dan Web of Science telah membawa standarisasi yang diperlukan dalam evaluasi riset global, tetapi tidak tanpa biaya dan kerentanan yang signifikan. Analisis ini menunjukkan adanya persaingan komersial antara Clarivate (JIF) dan Elsevier (CiteScore) yang memicu perang metrik. Mekanisme gatekeeping mereka, yang kadang memprioritaskan bahasa Inggris dan ketepatan waktu , menciptakan bias struktural terhadap peneliti di Global South.
Tantangan terbesar yang dihadapi ekosistem ini adalah krisis integritas, yang diperparah oleh kebijakan institusional yang terlalu bergantung pada metrik. Ketergantungan pada metrik kuartil tunggal untuk insentif yang besar telah mendorong fenomena jurnal predator dan manipulasi sitasi, sementara model ekonomi APC yang mahal menciptakan hambatan finansial yang memperparah ketidaksetaraan akses publikasi global.
Masa depan evaluasi ilmiah memerlukan ekosistem yang lebih seimbang. Rekomendasi mendesak bagi pembuat kebijakan adalah diversifikasi evaluasi, mengurangi ketergantungan tunggal pada metrik JIF/CiteScore sesuai dengan pedoman SF DORA. Institusi harus didorong untuk mendukung model Diamond Open Access (bebas APC, seperti yang diindeks DOAJ ) dan melakukan audit ulang terhadap kebijakan insentif agar lebih fokus pada kualitas substansial, transparansi, dan integritas akademik, melampaui obsesi terhadap metrik jurnal-sentris.
